• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Pertambahan Tinggi Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi bibit. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan tinggi bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap tinggi bibit (cm)

Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata Kontrol (M0) 29,46 26,48 30,98 28,97 5 gr (M1) 31,27 32,28 31,28 31,61 10 gr (M2) 29,3 29,13 30,77 29,73 15 gr (M3) 28,41 25,66 32,03 28,7 Rata-rata 29,61 28,39 31,26 29,75

Keterangan : S1: Acacia mangium S2: Acacia crassicarpa S3 : Acacia auriculiformis

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap pertumbuhan tinggi bibit terdapat pada M1 yaitu sebesar 31,61 cm dan terendah pada M3 yaitu sebesar 28,7 cm. Rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap pertumbuhan tinggi bibit terdapat pada S3 yaitu sebesar 31,26 cm dan terendah pada S2 yaitu sebesar 28,39 cm. Pengaruh jenis akasia dan dosis mikoriza terhadap pertumbuhan tinggi bibit mulai dari pengamatan I sampai pengamatan ke V dapat disajikan pada Gambar 1 dan 2 berikut ini.

0 5 10 15 20 25 30 35 I II III IV V Pengamatan T inggi T ana m an

A. mangium S1 A. crassicarpa S2 A. auriculiformis S3

0 5 10 15 20 25 30 35 I II III IV V Pengamatan T ing gi T ana m an M 0 M 1 M 2 M 3

Gambar 1. Pengaruh jenis akasia terhadap pertumbuhan tinggi

Gambar 1 tampak bahwa pengaruh jenis akasia untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Jenis

Acacia auriculiformis memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan jenis Acacia crassicarpa memberikan pertambahan tinggi yang terendah.

Gambar 2 tampak bahwa pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M1 memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M3 memberikan pertambahan tinggi tanaman terendah.

Pertambahan Jumlah Daun Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia serta perlakuan tunggal dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun bibit. Untuk perlakuan jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan jumlah daun bibit disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap jumlah daun bibit

(helai) Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata Kontrol (M0) 5,44 5,55 13,11 8,03 5 gr (M1) 6,10 6,77 12,88 8,58 10 gr (M2) 5,11 5,99 12,44 7,85 15 gr (M3) 5,33 6,10 15,44 8,96 Rata-rata 5,49a 6,10a 13,47b 8,35

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap pertambahan jumlah daun bibit terdapat pada M3 yaitu sebesar 8,96 helai dan terendah pada M2 yaitu sebesar 7,85 helai. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap pertambahan jumlah daun bibit terdapat pada S3 yaitu sebesar 13,47 helai dan terendah pada S1 yaitu sebesar 5,49 helai. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %, perlakuan S1 tidak berbeda nyata dengan S2 akan tetapi berbeda nyata dengan S3. Pengaruh jenis akasia dan dosis mikoriza terhadap

0 2 4 6 8 10 12 14 16 I II III IV V Pengamatan Ju m la h D au n S1 S2 S3 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 I II III IV V Pengamatan Ju m la h D au n M 0 M 1 M 2 M 3

pertambahan jumlah daun bibit mulai dari pengamatan I sampai ke V dapat disajikan pada Gambar 3 dan 4 berikut ini.

Gambar 3. Pengaruh spesies terhadap pertambahan jumlah daun

Gambar 3 tampak bahwa pengaruh jenis akasia untuk setiap pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman menunjukkan kecenderungan yang berbeda.

Acacia auriculiformis selalu memberikan pertambahan jumlah daun tanaman yan lebih tinggi, sedangkan jenis Acacia mangium memberikan pertambahan tinggi tanaman yang terendah.

Gambar 4 tampak bahwa pengaruh mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan jumlah daun tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M3 memberikan pertambahan jumlah daun tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M2 memberikan pertambahan jumlah daun tanaman terendah.

Diameter Batang Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter batang bibit. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter batang bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan diameter batang bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap diameter batang bibit (mm) Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata Kontrol (M0) 3,2 3,18 3,5 3,29 5 gr (M1) 3,6 3,5 3,46 3,52 10 gr (M2) 3,26 3,07 3,3 3,21 15 gr (M3) 3,16 3,02 3,8 3,33 Rata-rata 3,30 3,19 3,51 3,34

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap pertambahan diameter batang bibit terdapat pada M1 yaitu sebesar 3,52 mm dan terendah pada M2 yaitu sebesar 3,21 mm. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap pertumbuhan diameter batang bibit terdapat pada S3 yaitu sebesar 3,51 mm dan terendah pada S2 yaitu sebesar 3,19 mm.

Rasio Tajuk Akar Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar bibit. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan rasio tajuk akar bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap rasio tajuk akar bibit (gr) Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata Kontrol (M0) 4,77 3,56 3,16 3,83 5 gr (M1) 2,69 3,96 3,13 3,26 10 gr (M2) 3,49 3,91 3,2 3,53 15 gr (M3) 3,05 3,68 3,36 3,36 Rata-rata 3,5 3,78 3,21 3,49

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap berat rasio tajuk akar bibit terdapat pada M0 (kontrol) yaitu sebesar 3,83 gr dan terendah pada M1 yaitu sebesar 3,26 gr. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap berat rasio tajuk akar bibit terdapat pada S2 yaitu sebesar 3,78 gr dan terendah pada S3 yaitu sebesar 3,21 gr.

Berat Kering Total Tanaman

Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia serta perlakuan tunggal dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering total bibit. Untuk perlakuan jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering

total bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan berat kering total bibit umur 3 bulan disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap berat kering total bibit (gr) Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata Kontrol (M0) 2,26 3,8 2,93 3,00a 5 gr (M1) 4,16 5,06 4,33 4,52a 10 gr (M2) 1,86 3,4 2,8 2,69a 15 gr (M3) 2,13 3,36 3,73 3,07a Rata-rata 2,60 3,90 3,45 3,32

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap berat kering total bibit terdapat pada M1 yaitu sebesar 4,52 gr dan terendah pada M2 yaitu sebesar 2,69 gr. Sedangkan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap berat kering total terdapat pada S2 yaitu sebesar 3,90 gr dan terendah pada S1 yaitu sebesar 2,60 gr. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%, perlakuan S1 tidak berbeda nyata dengan S2 dan S3.

Persen Kolonisasi Mikoriza

Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. Demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan persen kolonisasi mikoriza disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap persen kolonisasi mikoriza (%) Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata Kontrol (M0) 48,59 30,11 25,78 34,83 5 gr (M1) 38,74 43,29 38,71 40,25 10 gr (M2) 42,03 36,19 32,76 36,99 15 gr (M3) 48,93 25,60 32,06 35,53 Rata-rata 44,57 33,80 32,33 36,90

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap persen kolonisasi mikoriza terdapat pada M1 yaitu sebesar 40,25 % dan terendah pada M0 yaitu sebesar 34,83 %. Dan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap persen kolonisasi mikoriza terdapat pada S1 yaitu sebesar 44,57 % dan terendah pada S3 yaitu sebesar 32,33 %.

Luas Daun (cm 2)

Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas daun bibit. Dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap luas daun bibit sedangkan jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan luas daun bibit berumur 3 bulan. Rata-rata perhitungan luas daun bibit disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan pengaruh mikoriza dan jenis akasia terhadap luas daun bibit (cm2) Perlakuan S1 S2 S3 Rata-rata Kontrol (M0) 38,06 87,22 18,12 47,80 5 gr (M1) 29,42 111,51 15,47 52,13 10 gr (M2) 17,62 77,80 17,58 37,67 15 gr (M3) 21,63 95,86 28,59 48,69 Rata-rata 26,68a 93,10b 19,94a 46,57

Rataan tertinggi pengaruh dosis mikoriza terhadap luas daun terdapat pada M1 yaitu sebesar 52,13 cm2 dan terendah pada M2 yaitu sebesar 37,67 cm2. Dan rataan tertinggi pengaruh jenis akasia terhadap luas daun terdapat pada S2 yaitu sebesar 93,10 cm2 dan terendah pada S3 yaitu sebesar 19,94 cm2. Berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %, perlakuan S1 tidak berbeda nyata dengan S3 akan tetapi berbeda nyata dengan S2.

Pembahasan

Interaksi FMA dengan Jenis Akasia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya interaksi antara dosis mikoriza dan jenis akasia. Artinya bahwa respon ketiga spesies tersebut terhadap FMA adalah sama.

Kemungkinan pertama yang terjadi sehingga interaksi antara FMA dan jenis akasia tidak berpengaruh nyata didukung oleh pernyataan Widyati (2007) bahwa sebagian besar spesies akasia memiliki banyak keunggulan, yaitu cepat tumbuh, mampu menambat nitrogen, toleran pada kondisi tanah yang buruk, dan dapat mengkonservasi tanah. Menurut Turnbul (2009) menyatakan bahwa ketiga jenis tanaman ini adalah tumbuhan perintis atau tanaman yang cocok digunakan untuk reklamasi lahan. Turnbul (2009) menambahkan bahwa A. Auriculiformis

tumbuh pada daerah-daerah dataran rendah tropis beriklim lembap sampai sub-lembap, pada tanah-tanah di sepanjang tepi sungai, pada daerah berpasir di tepi pantai, dataran yang mengalami pasang surut air laut, danau-danau berair asin di dekat pantai, dan dataran yang tergenang air. Tiap individu pohonnya tersebar luas di daerah padang rumput atau hutan rawa yang didominasi oleh pohon-pohon

Melaleuca spp yang tinggi. Spesies ini secara alami dapat dijumpai mulai dari ketinggian permukaan laut sampai 400 m dpl, dan bahkan hingga 1000 m dpl (di Zimbabwe). Daerah penyebarannya memiliki rata-rata suhu maksimum 32-38°C dan rata-rata suhu minimum 12-20°C. Curah hujan bervariasi antara 760 mm di kawasan Northern Territory (Australia) dan 2000 mm di Papua New Guinea; penyebarannya dipengaruhi oleh iklim monsun yang musim keringnya dapat terjadi selama 6 bulan. Di daerah penyebarannya tidak mengalami musim salju, namun pada beberapa tempat dengan intensitas salju ringan masih dapat ditoleransi. Tumbuhan ini tidak bisa tumbuh di bawah naungan. Toleransi spesies ini terhadap intensitas kecepatan angin juga rendah dikarenakan cabang-cabangnya mudah sekali patah akibat terpapar angin yang kuat. Sebagai perkecualian, A. auriculiformis memiliki toleransi yang luas terhadap berbagai kondisi tanah. Di Papua New Guinea, tumbuhan ini tumbuh dengan baik pada tanah asam dengan aliran air yang baik dan pada tanah-tanah liat yang becek atau tergenang selama sementara waktu atau dalam waktu yang panjang. Tanah-tanah pada daerah alami penyebarannya di Australia adalah pada daerah berpasir, tanah liat hitam, tanah alluvial yang merupakan turunan dari batupasir atau laterit. pH tanah biasanya berkisar antara 4.5-6.5, tapi di kawasan Northern Territory tumbuhan ini tumbuh pada tanah pasir yang memiliki pH 8-9, juga pada tanah-tanah bekas pertambangan yang memiliki pH 3. Tumbuhan ini sangat toleran terhadap tanah yang mengandung garam (soil salinity).

Arentz (2009) menyatakan bahwa A. mangium merupakan tumbuhan yang juga dimanfaatkan sebagai tanaman reklamasi bekas tambang batubara atau penghijaun lahan kritis. Sementara widyati (2007) menambahkan bahwa A.

crassicarpa mampu tumbuh pada kondisi lahan yang sangat masam (pH 3,5) serta mempunyai ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik.

Kemungkinan kedua yang terjadi adalah pada sisi lain FMA yang diinokulasi tetap mengambil fotosintat dari tanaman inangnya untuk pertumbuhan dan perkembangannya sehingga tanaman tersebut mengalami tekanan yang menyebabkan pertumbuhan berkurang. Fungi ini memperoleh senyawa organik (terutama gula) dari tanaman, sedangkan tanaman memperoleh keuntungan karena penyerapan unsur hara dan air dapat berlangsung dengan baik. Sementara tanaman yang tidak diinokulasi (kontrol) tidak mengalami tekanan pertumbuhan karena tidak harus berbagi fatosintat dengan mikoriza. Kemungkinan ketiga yang terjadi adalah waktu penelitian kurang lama sehingga efek FMA yang diberikan belum terlihat.

Pengaruh Dosis Mikoriza

Dosis mikoriza hanya berpengaruh nyata pada berat kering total. Rataan tertinggi diperoleh pada M1 dan terendah pada M2. Namun berdasarkan hasil analisis jarak berganda Duncan hasil rataan antara M0, M1, M2 dan M3 tidak berbeda nyata. Jadi antara yang tidak diaplikasikan dengan yang diaplikasikan mikoriza memberikan hasil perbandingan berat kering total yang tidak berbeda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun media tanam tidak diaplikasikan mikoriza, namun pada media tanam tersebut juga ditemui adanya kolonisasi mikoriza. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi sehingga pemberian FMA belum memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tanaman akasia. Kemungkinan pertama adalah bahwa pada media tanam yang digunakan

telah terdapat mikoriza yang indegenuous (mikoriza lokal). Berdasarkan pendapat Setiadi (2001) mikoriza ini bersifat kosmopolitan artinya mikoriza ini tersebar dan dapat ditemukan pada sebagian besar tanah atau ekosistem dan kondisi iklim mulai dari padang pasir sampai antartika. Umumnya mikoriza tidak mempunyai inang yang spesifik. Sesuai dengan pendapat Rao (1994), pada tanah dengan jumlah nutrisi yang rendah terutama P dan N atau yang dikenal dengan tanah kritis terdapat mikoriza. Apabila tanah tersebut digunakan untuk media tanam maka mikoriza yang terdapat pada tanah tersebut akan menjadi pesaing bagi FMA yang diinokulasi. Selanjutnya Suhardi (1989) menambahkan bahwa penyebaran mikoriza dengan inokulasi agak berkurang pada tanah yang sudah bermikoriza, tetapi meningkat pada tanah yang tidak bermikoriza.

Kemungkinan kedua menurut Suhardi (1989 ) di dalam Khlamidospora Endogone kadang-kadang terdapat mikroorganisme lain yang terdapat dalam bentuk kelompok hifa dan salah satunya disebut Cephalosporium, dan juga

Micromonospora yang merupakan parasit FMA. Parasitisme di dalam FMA dapat dilihat dengan adanya saluran halus radial ke dalam dinding chlamydospora dan adanya berbentuk seperti spora dalam spora mikoriza. Parasit yang lain seperti

Chytridales, Rhizidiomycopsis stomatosa yang terdapat pada azysospora

Gigaspora margarita. Parasit tersebut menyebabkan berkurangnya jumlah spora FMA yang hidup terutama spora FMA yang warnanya lebih terang. Dianjurkan pemakaian Mancoseb untuk mengurangi serangan parasit ini. Dari penelitian dinamika populasi dari dua jamur FMA Glomus macrocarpum dan Gigaspora margarita diketahui bahwa produksi klamidospora di hambat oleh hyperparasit yakni spesies Phlyctochytrium dan jamur seperti Pythium.

Pengaruh Jenis Akasia

Hasil penelitian yang diperoleh bahwa respon jenis akasia berbeda-beda terhadap pertumbuhan. Tabel 4 menunjukkan jumlah daun tanaman tertinggi pengaruh spesies diperoleh jenis A. auriculiformis. Dari segi fisiologi dan morfologi tanaman A. auriculiformis memiliki jumlah daun yang lebih banyak dan memiliki luas daun yang lebih sempit, disamping itu juga A. auriculiformis

memiliki percabangan banyak sehingga jumlah daun yang dihasilkanpun lebih banyak daripada A. mangium dan A. crassicarpa.

Kemungkinan pertama yang terjadi sehingga pengaruh jenis akasia memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun, dan luas daun tanaman yaitu faktor genetik dan fisiologi tanaman. Sesuai dengan pendapat Hartl dan Clark 1989 dalam Rimbawanto (2008) yang menyatakan bahwa keragaman genetik merupakan modal dasar bagi suatu jenis tanaman untuk tumbuh, berkembang dan bertahan hidup dari generasi ke generasi. Kemampuan tanaman beradaptasi dengan perubahan lingkungan tempat tumbuh ditentukan oleh potensi keragaman genetik yang dimiliki oleh tanaman. Organisme dengan genotipe yang bebeda mempunyai kemampuan beradaptasi yang berbeda pula. Dengan kata lain adaptasi fisiologi dipengaruhi oleh faktor genetik. Hasil yang diperoleh (Tabel 9) menunjukkan bahwa A. crassicarpa lebih luas daunnya dibandingkan dengan A. mangium dan A. auriculiformis. Menurut Turnbull (2009) menyatakan bahwa A. crassicarpa daunnya berbentuk seperti bulan sabit, panjang 8-27 cm dan lebar 1-4,5 cm, berna hijau keabuan, memiliki 3 urat daun utama yang jelas. Untuk jenis A. auriculiformis bentuk daunnya seperti bulat sabit dengan panjang 10-16 cm dan lebar 1-3 cm, permukaaan daun halus berwarna

hijau keabuan dengan 3-4 tulang daun longitudinal yang jelas. Sementara untuk jenis akasia mangium daunnya lurus disatu sisi dan melengkung disisi lain (seperti bulan sabit dengan cekungan dangkal), panjang 25 cm dan lebar 3,5-9 cm, memiliki 4 atau 5 urat daun utama yang memanjang. Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa faktor genetik dan morfologi tanaman sangat berperan dalam pertambahan luas daun tanaman, dimana A, crassicarpa daunnya lebih luas dibandingkan dengan A. auriculiformis dan A. mangium.

Dokumen terkait