• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi DPD Kaitannya Terhadap Masa Depan Demokrasi Indonesia

Dalam dokumen Monograf HTN Alm. Armen (Halaman 131-138)

DEMOKRASI INDONESIA Malicia Evendia, Martha Riananda

B. Fungsi DPD Kaitannya Terhadap Masa Depan Demokrasi Indonesia

Menurut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Perubahan Keempat173, dalam struktur kelembagaan Republik Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (sembilan) buah organ negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari Undang-Undang Dasar. Kesembilan organ tersebut

171

Agus Haryadi, Bikameral Setengah Hati, Bikameral Bukan Federal, Kelompok DPD di MPR RI, Desember 2006, hlm. 54.

172

Lihat Arend Lijpart 1984. Democracies: Patterns of Majoritarian and Consensus Government in Twenty-One Countries. New Haven: Yale University Press. Ginandjar Kartasasmita, "DPD dan Penguatan Demokrasi", Jakarta 2006, hlm 7.

173

adalah (i) Dewan Perwakilan Rakyat174, (ii) Dewan Perwakilan Daerah175, (iii) Majelis Permusyawaratan Rakyat176, (iv) Badan Pemeriksa Keuangan177, (v) Presiden178, (vi) Wakil Presiden179, (vii) Mahkamah Agung180, (viii) Mahkamah Konstitusi181, dan (ix) Komisi Yudisial182. Di samping kesembilan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang datur kewenangannya dalam UUD, yaitu (a) Tentara Nasional Indonesia, (b) Kepolisian Negara Republik Indonesia, (c) Pemerintah Daerah, (d) Partai Politik. Selain itu, ada pula lembaga yang tidak disebut namanya, tetapi disebut fungsinya, namun kewenangan dinyatakan akan diatur dengan undang-undang, yaitu: (i) bank central yang tidak disebut namanya “Bank Indonesia”, dan (ii) komisi pemilihan umum yang juga bukan nama karena ditulis dengan huruf kecil. Baik Bank Indonesia maupun Komisi Pemilihan Umum yang sekarang menyelenggarakan kegiatan pemilihan umum merupakan lembaga- lembaga independen yang mendapatkan kewenangannya dari Undang- Undang.183

Dalam setiap pembicaraan mengenai lembaga negara, ada 2 (dua) unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ

adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya (Inggris: form, Jerman: vorm), sedangkan

174 Pasal 19-22B UUD 1945. 175 Pasal 22C-22D UUD 1945. 176 Pasal 2-3 UUD 1945. 177

Pasal 23E-23G UUD 1945.

178

Pasal 4-16 UUD 1945.

179

Pasal 4-16 UUD 1945.

180

Pasal 24-24A UUD 1945.

181

Pasal 24 dan 24C UUD 1945.

182

Pasal 24B UUD 1945.

183

Karena itu, kita dapat membedakan dengan tegas antara kewenangan organ negara berdasarkan perintah Undang-Undang Dasar (constitutionally entrusted power), dan kewenangan organ negara yang hanya berdasarkan perintah Undang-Undang (legislatively entrusted power), dan bahkan dalam kenyataan ada pula lembaga atau organ yang kewenangannya berasal dari atau bersumber dari Keputusan Presiden belaka. Contoh yang terakhir ini misalnya adalah pembentukan Komisi Ombudsman Nasional, Komisi Hukum Nasional, dan sebagainya. Sedangkan contoh lembaga-lembaga yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang, misalnya, adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Penyiaran Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisa Traksaksi Keuangan (PPATK). Jimly Assiddiqie, Kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam Ketatanegaraan Indonesia, Makalah Kuliah Umum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Kamis, 2 September, 2004.

functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya.184 Begitu juga dengan keberadaan DPD, memiliki unsur kelembagaan dan fungsi.

Lahirnya DPD dilatarbelakangi oleh beberapa gagasan. Pertama, gagasan mengubah sistem perwakilan menjadi sistem dua kamar (bicameral system). Dalam sistem ini DPD akan bertindak sebagai The Upper House atau Majelis Tinggi, sedangkan DPR sebagai The Lower House atau Majelis Rendah. Kedua, gagasan untuk meningkatkan keikutsertaan daerah terhadap jalannya politik dan pengelolaan negara. Lahirnya DPD dapat pula dipandang sebagai koreksi atau penyempurnaan sistem Utusan Daerah di MPR menurut ketentuan Pasal 2 ayat (2) UUD 1945 lama.185

DPD berasal dari wakil daerah, independen, tidak berafiliasi dengan parpol dan memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat sekaligus kepekaan aspirasi yang tinggi. Sedangkan DPR RI merupakan wakil rakyat pada umumnya yang berafiliasi dengan parpol dan jika dalam perjalanannya anggota DPR melanggar aturan, maka sewaktu-waktu yang bersangkutan dapat di re-call oleh partai terkait. Sehingga adalah wajar dikatakan bahwa DPD mempunyai legitimasi yang kuat namun kewenangannya sangat lemah. Dengan demikian DPR merupakan cermin representasi politik (political representation), sedangkan DPD mencerminkan prinsip representasi teritorial atau regional (regional representation). Namun, realitas menunjukkan bahwa fungsi DPR lebih kuat daripada DPD.

Kedudukan DPR sebagai lembaga perwakilan, sangat kuat dengan kekuasaan cenderung berlebihan (legislative heavy) yang diberikan oleh UUD 1945 (setelah perubahan) dapat dilihat dari ketentuan Pasal-Pasal 5 ayat (1), Pasal 7A, Pasal 7B, Pasal 7C, Pasal 11, Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 14 ayat (2), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 21, dan Pasal 22 ayat (2) dan ayat (3). Sedangkan lembaga perwakilan lain, yaitu DPD tidak memiliki kedudukan dan kekuasaan yang sebanding sebagai lembaga perwakilan rakyat (DPR) bahkan cenderung sebagai lembaga pertimbangan bagi DPR.

184

Jimly Ashiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm 12.

185

Susi Dwi Harijanti, 2003, Kelemahan Fundamental UUD 1945; Pra dan Pasca Amandemen, Jurnal ilmu-ilmu social, Unisia.

Ketidaksebandingan tersebut dapat dilihat dari keanggotaan DPR dengan DPD (lihat pasal 22C ayat (2) UUD 1945). Dilihat dari pengisian keanggotaan DPD, posisi DPD seharusnya lebih kuat dari DPR, karena keanggotaan DPD dipilih melalui pemilu langsung oleh masyarakat sehingga lebih memiliki legitimasi yang kuat dibanding DPR. Pengisian Keanggotaan DPR didasarkan nominasi partai politik dan yang terpilih lebih ditentukan oleh partai politik (akibat dari sistem proporsional tertutup). Selain itu dapat juga dilihat pada fungsi kelembagaannya.

Fungsi DPD dibidang legislasi hanya sebatas mengajukan rancangan UU yang berhubungan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya serta keuangan pusat dan daerah. Di bidang konsultasi (pertimbangan) hanya memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU tentang APBN, dan rancangan UU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama serta memberikan pertimbangan dalam pemilihan anggota BPK. Bidang pengawasan; DPD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan Agama yang hasil pengawasannya disampaikan kepada DPR (lihat ketentuan Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3). Tindak lanjut dari hasil pengawasan tergantung DPR untuk menindaklanjutinya melalui hak interpelasi, angket dan menyatakan pendapat yang ditentukan UUD 1945 (lihat Pasal 20 A ayat (2).186

Di dalam literatur diketahui setidaknya ada 3 (tiga) macam pengawasan yaitu: (a) Pengawasan hukum, yaitu suatu bentuk pengawasan yang ditujukan untuk mengetahui apakah wewenang sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (geldelijke controle); (b) Pengawasan administratif, yaitu bentuk pengawasan yang bertujuan untuk mengukur efisiensi kerja; (c) pengawasan politik, yaitu suatu bentuk pengawasan yang digunakan untuk mengukur segi-segi kemanfaatan (doelmatigheids controle)187. Karena itu, jika terkait dengan

186

Armen Yasir, Makalah:Sistem Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia.

187

Lihat van Wijk/Konijnenbelt, yang merujuk pendapat Donner, di dalam Soewoto, hal. 43 dikutip dari Jhon Pieris dan Aryanthi Baramuli Putri, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Studi, Analisis, Kritik dan Solusi, Kajian Hukum dan Politik hlm. 167

fungsi DPD, maka selaku wakil rakyat, dan wakil daerah DPD harus melakukan pengawasan yang efektif terhadap pemerintah untuk mengetahui, apakah pemerintah sudah secara sungguh melaksanakan fungsinya dalam mewujudkan Keadilan dan kemakmuran bagi rakyat. Dalam konteks yang demikian, DPD juga dapat menggunakan undang- undang untuk mengawasi pemerintah, agar dapat diketahui apakah pemerintah secara serius telah melaksanakan seluruh program atau kegiatannya secara efektif Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah pengawasan politik yang dilakukan oleh DPD untuk menilai, apakah kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah, terutama di dalam pembangunan, kemasyarakatan dan pemerintahan sudah dilakukan secara benar, sehingga apakah bermanfaat bagi rakyat dan daerah atau tidak.

Pengaturan fungsi DPD yang terbatas dalam UUD 1945 perlu dimaknai dengan jernih. Dengan begitu akan dapat dilihat bagaimana fungsi sebaiknya dari DPD ini, yang akan berpengaruh terhadap masa depan demokrasi Indonesia. Dengan fungsinya saat ini sebagai “penasehat” DPR, DPD tidak akan memberikan kontribusi yang maksimal dalam konteks demokrasi perwakilan Indonesia. Karena, esensi dari demokrasi adalah mengutamakan kepentingan rakyat, dan DPD adalah sebagai representasi kepentingan rakyat daerah. Namun, hal yang harus juga diperhatikan jika kedepan ternyata akan dilakukan amandemen UUD 1945 adalah bentuk negara yang kita sepakati untuk digunakan. Founding fathers telah menyepakati bahwa bentuk negara kita adalah negara kesatuan, bukan negara federal. Dengan begitu, secara teoritis sebagai negara kesatuan, keberadaan DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan sesuatu yang luar biasa meskipun fungsinya terbatas seperti pengaturan saat ini, mengingat bahwa keberadaan DPD merupakan adopsi dari keberadaan senat pada negara federal. Jadi jika kita konsekuen terhadap bentuk negara kesatuan, fungsi DPD saat ini sudah dinilai cukup. Namun, dari aspek demokrasi, seperti penulis telah paparkan sebelumnya, jika pada amandemen selanjutnya ternyata fungsi DPD diperkuat maka implikasinya terhadap demokrasi Indonesia akan semakin baik, mengingat akan ada keseimbangan pada sistem lembaga perwakilan kita, sehingga diharapkan esensi demokrasi berupa pengutamaan kepentingan rakyat benar-benar dapat terwujudkan.

C. Penutup

Sebagai penutup dari pembahasan ini, perlu dikemukakan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, Demokrasi berarti mengandung makna suatu sistem politik dimana rakyat memegang kekuasaan tertinggi, bukan kekuasaan oleh raja atau kaum bangsawan. Demokrasi Indonesia dalam arti formal (indirect democracy) sebagai suatu demokrasi dimana pelaksanaan kedaulatan rakyat itu tidak dilaksanakan oleh rakyat secara langsung melainkan melalui lembaga-lembaga perwakilan rakyat. Demokrasi memiliki pengertian yang ambigu serta tidak tunggal. Demokrasi dibedakan menjadi dua aliran, yaitu demokrasi konstitusional dan demokrasi yang yang mendasarkan dirinya pada ajaran komunisme.

Kedua, Fungsi DPD dibidang legislasi hanya sebatas mengajukan rancangan UU yang berhubungan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya serta keuangan pusat dan daerah. Di bidang konsultasi (pertimbangan) hanya memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan UU tentang APBN, dan rancangan UU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama serta memberikan pertimbangan dalam pemilihan anggota BPK. Bidang pengawasan; DPD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU mengenai otonomi daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan dan Agama yang hasil pengawasannya disampaikan kepada DPR (lihat ketentuan Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Ketiga, Dari aspek demokrasi, dengan keterbatasan fungsi DPD saat ini, DPD tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam memperjuangkan esensi demokrasi yaitu memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun, hal yang harus diperhatikan adalah Founding fathers

telah menyepakati bahwa bentuk negara kita adalah negara kesatuan, bukan negara federal. Dengan begitu, secara teoritis sebagai negara kesatuan, keberadaan DPD dalam sistem ketatanegaraan Indonesia merupakan sesuatu yang luar biasa meskipun fungsinya terbatas seperti pengaturan saat ini, mengingat bahwa keberadaan DPD merupakan adopsi dari keberadaan senat pada negara federal. Jadi jika kita konsekuen terhadap bentuk negara kesatuan, fungsi DPD saat ini sudah

dinilai cukup. Namun, seperti penulis telah paparkan sebelumnya, jika pada amandemen selanjutnya ternyata fungsi DPD diperkuat maka implikasinya terhadap demokrasi Indonesia akan semakin baik, mengingat akan ada keseimbangan pada sistem lembaga perwakilan kita, sehingga diharapkan esensi demokrasi berupa pengutamaan kepentingan rakyat benar-benar dapat terwujudkan.

Referensi

Agus Haryadi, Bikameral Setengah Hati, Bikameral Bukan Federal, Kelompok DPD di MPR RI, Desember 2006.

Arend Lijpart 1984. Democracies: Patterns of Majoritarian and Consensus Government in Twenty-One Countries. New Haven: Yale University Press. Ginandjar Kartasasmita, "DPD dan Penguatan Demokrasi", Jakarta 2006.

Armen Yasir, Makalah: Sistem Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia. Jhon Pieris dan Aryanthi Baramuli Putri, Dewan Perwakilan Daerah

Republik Indonesia, Studi, Analisis, Kritik dan Solusi, Kajian Hukum dan Politik.

Jimly Ashiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Hukum Nasional, Konstitusi Press, Jakarta, 2005. Jimly Assiddiqie, Kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam

Ketatanegaraan Indonesia, Makalah Kuliah Umum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Kamis, 2 September, 2004.

Lembaga Perwakilan Rakyat di Indonesia, Studi dan Analisis Sebelum dan Setelah Perubahan UUD 1945 (Kritik, Masalah, dan Solusi) - FORMAPPI (Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia). M. Mahfud. MD., Politik Hukum di Indonesia, , Jakarta, LP3ES, 1998. Mirza Nasution, Negara dan Konstitusi, Makalah, Repository USU. Susi Dwi Harijanti, 2003, Kelemahan Fundamental UUD 1945; Pra dan

Pasca Amandemen, Jurnal ilmu-ilmu social, Unisia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

EKSTENSIFIKASI PAJAK PENGHASILAN MELALUI

Dalam dokumen Monograf HTN Alm. Armen (Halaman 131-138)