• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi hidrologis Sub DAS Cilamaya dilihat dari rasio debit maksimum (Q max ) dan debit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Fungsi hidrologis Sub DAS Cilamaya dilihat dari rasio debit maksimum (Q max ) dan debit

Analisis terhadap fungsi hidrologis pada Sub DAS Cilamaya, dilakukan dengan melihat debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin) pada tahun 1999 hingga tahun 2008. Sungai Cilamaya mendapat masukan debit dari sub DAS yang ada di hulu yaitu Sub DAS Cijengkol dan Sub DAS Cikeruh, maka debit yang terukur di Cipeundeuy merupakan debit yang mempunyai nilai yang besar.

29 Qmax dan Qmin pada tahun 2000 dan tahun 2007 menunjukan hasil yang berbeda. Pada tahun 2000 mempunyai Qmax yaitu 230.5 m3/detik dan Qmin yaitu 1.92 m3/detik. Sedangkan pada tahun 2007 mempunyai Qmax yaitu 209.31 m3/detik dan Qmin yaitu 0.03 m3/detik. Hasil yang didapat untuk Qmax dan Qmin pada Sub DAS Cilamaya dari tahun 1999 hingga tahun 2008 ditampilkan pada Tabel 13 dan Gambar 14.

Qmax dan Qmin yang terjadi pada tahun 2000 dan tahun 2007 menunjukan hasil fungsi hidrologis Sub DAS Cilamaya yang berbeda, hal ini ditampilkan pada Tabel 13. Pada tahun 2000 rasio yang didapat pada Sub DAS Cilamaya yaitu 120, sedangkan pada tahun 2007 rasio yang didapat pada Sub DAS Cilamaya yaitu 6977. Hasil tersebut kemudian dianalisis berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai pada kriteria Tata Air dan Indikator Debit air Sungai, yang terdapat pada Lampiran 1. Pada tahun 2000 dengan rasio sebesar 120, Sub DAS Cilamaya berada pada keadaan DAS dengan tingkat kerusakan sedang. Sedangkan pada tahun 2007 dengan rasio sebesar 6977 Sub DAS Cilamaya berada pada keadaan DAS dengan tingkat kerusakan buruk.

Tabel 13. Rasio Qmax dan Qmin pada Sub DAS Cilamaya

Tahun Qmax Qmin KRS

1999 253.4 1.71 148 2000 230.5 1.92 120 2001 119.3 1.71 70 2002 102.8 1.48 69 2003 94.3 0.63 150 2004 273.6 1.44 190 2005 63.8 2.34 27 2006 137.1 3.09 44 2007 209.3 0.03 6977 2008 197.73 1.3 152

Gambar 14.Rasio Qmax dan Qmin pada tahun 1999 hingga tahun 2008 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000 1999 2001 2003 2005 2007 Debit ( m 3 /det ik ) Tahun Qmax Qmin

30

V.

KESIMPULAN

5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat disimpulkan :

1. Didapatkan peta penggunaan lahan Sub DAS Cilamaya tahun 2000 dan tahun 2007. Peta penggunaan lahan ditampilkan pada Gambar 10 dan Gambar 11. Perubahan penutupan lahan yang terjadi dari tahun 2000 dan tahun 2007, yaitu menunjukan bahwa perubahan yang terjadi secara besar pada hutan, sawah dan perkebunan. Sedangkan tutupan lahan berupa tanah terbuka semakin banyak, pada tahun 2007 mencapai 34.63 ha.

2. Koefisien aliran dengan menggunakan rumus (2), Koefisien aliran yang didapat pada tahun 2000 sebesar 0.63 dan pada tahun 2007 sebesar 0.94. Hal ini menunjukan bahwa air larian yang terjadi di Sub DAS Cilamaya makin besar dari tahun 2000 hingga tahun 2007. Adanya perubahan tutupan lahan berupa tanah terbuka pada tahun 2007 diindikasikan menjadi sebab untuk kondisi koefisien aliran pada Sub DAS Cilamaya dari tahun 2000 hingga tahun 2007 meningkat.

3. Rasio Qmax dan Qmin yang didapat pada Sub DAS Cilamaya tahun 2000 yaitu 120, sedangkan pada tahun 2007 rasio yang didapat yaitu 6977. Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai pada kriteria Tata Air dan Indikator Debit Air Sungai, pada tahun 2000 Sub DAS Cilamaya berada pada keadaan DAS dengan tingkat kerusakan sedang, sedangkan pada tahun 2007 Sub DAS Cilamaya berada pada keadaan DAS dengan tingkat kerusakan buruk. Perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 hingga tahun 2007 diindikasikan menjadi sebab untuk kondisi hidrologis pada Sub DAS Cilamaya yang mengalami penurunan.

5.2

Saran

1. Adanya perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat agar dapat menjaga daerah aliran Sungai Cilamaya, antara lain melalui pembangunan sumur resapan di daerah pemukiman warga, pembangunan tanggul di sisi Sungai Cilamaya, pembuatan hutan kota dan pelestarian hutan yang masih terdapat di Sub DAS Cilamaya, pemeliharaan sarana dan prasarana drainase yang memadai, dan penertiban penggunaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pada industri di Sub DAS Cilamaya.

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait koefisien aliran selain dengan menggunakan metode yang digunakan penulis, penelitian lebih lanjut dapat menggunakan metode cook.

3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait fungsi hidrologis Sub DAS Cilamaya berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor : 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, yaitu penelitian dengan kriteria dan indikator selain Kriteria Tata air dan Indikator Debit Air Sungai.

31

DAFTAR PUSTAKA

Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press.

[BAKOSURTANAL] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. 2012. Peta Rupa Bumi Provinsi Jawa Barat. Bakosurtanal. Skala 1:340000

[BP DAS Citarum-Ciliwung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum-Ciliwung. 2007. Naskah Urutan Prioritas DAS.

[BP DAS Tuntang dan Jragung] Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tuntang dan Jragung. 2006. Data Karakteristik DAS Tuntang dan Jragung.

[Kementerian Kehutanan] Kementerian Kehutanan. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 52/Kpts-II/2001 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. [Kementerian Pertanian] Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 1980. Surat Keputusan Menteri

Pertanian Nomor : 837/Kpts/Um/11/1980 Tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung.

Djuwansah M. R. 2006. Teknologi Indonesia. Jakarta: LIPI PRESS. Volume 29 No.2

FISWRG. 2012. Classifying stream orders. http://www.fgmorph.com/fg_4_8.php . [20 Juli 2012]. Gunawan T. 1991. Penerapan Teknik Pengindraan Jauh untuk Menduga Debit Puncak Menggunakan

Karakteristik Lingkungan Fisik DAS [disertasi]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hendrayanto, Rusdiana O. 1991. Alih Ragam Hujan Menjadi Limpasan Pada Dua Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS) di Gunung Walat Sukabumi [laporan penelitian]. Bogor: Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Jakarta : Bumi Aksara. Indriatmoko H. 1998. Perhitungan besarnya koefisien aliran (run-off coefficient) menggunakan sistem

informasi geografis: studi kasus Daerah Aliran Sungai Progo Hulu. Jakarta : Kedeputian Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Madijah B Tendri. 2004. Aplikasi Model Pendugaan Limpasan Permukaan Untuk Monitoring DAS di DAS Cilamaya dan DAS Ciasem Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mori K. 2006. Hidrologi untuk Pengairan. Penerjemah : Ir. Suyono Sosrodarsono dan K. Takeda. Jakarta : Malta Printindo.

Pawitan H. 2004. Perubahan penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap hidrologi daerah aliran sungai (Land use changes and their impacts on watershed hydrology). Bogor: Laboratorium Hidrometeorologi FMIPA-IPB.

32 Rahayu S, Widodo R H, van Noordwijk M, Suryadi I dan Verbist B. 2009. Monitoring Air di Daerah

Aliran Sungai. [e-book] Bogor: World Agroforestry Centre.http://www.world agroforestry.org/downloads/ publications/PDFs/B16396.PDF. [13 Juni 2012].

Ramdan H. 2004. Prinsip dasar pengelolaan daerah aliran sungai. http://bebasbanjir2025.wordpress.co m/04-konsep-konsep-dasar/das-dan pengelolaannya -6/. [23 Juli 2012].

Rohmat D. 2008. Pengertian hidrologi. http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND.GEOGRAFI /196406031989031DEDE_ROHMAT/PW_Hidrologi Pengertian_Hidrologi_dan_siklus_hidrol ogi.pdf. [02 April 2012].

33

LAMPIRAN

34

Dokumen terkait