• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji fungsi paru diperlukan dalam survey medis terutama berkaitan dengan keamanan pekerja-pekerja dan standarisasi administrasi kesehatan kerja. Uji fungsi paru selalu digunakan disebabkan sangat mudah dan ekonomis. Pada laboratorium khusus uji fungsi paru beberapa alat dapat digunakan yang berkenaan dengan pengukuran volume paru, dan analisa pertukaran gas. Spirometri merupakan salah satu alat yang sangat sederhana, mudah dilakukan dengan biaya murah serta dapat mengemukakan hasil yang berguna dalam memperoleh keadaan fungsi paru. (Mottram, 2013).

2.6.1. Spirometri

Spirometri adalah pemeriksaaan fungsi paru yang paling sering dilakukan karena cepat, aman dan murah. Tujuan pemeriksaan spirometri adalah (Mottram, 2013; Yunus, 2003):

1. Menilai status faal baru yaitu menentukan apakah seseorang memiliki faal paru normal, hiperinflasi, obstruktif, restriktif, atau gabungan dari keduanya.

2. Menilai manfaat pengobatan yaitu menentukan apakah suatu pengobatan memberikan perubahan terhadap nilai faal paru.

3. Evaluasi penyakit yaitu menilai laju perkembangan penyakit terdapat perbaikan atau perubahan nilai faal paru

4. Menentukan prognosis yaitu meramalkan kondisi penderita selanjutnya dengan melihat faal paru yang ada.

5. Menentukan toleransi tindakan bedah, apakah seseorang mempunyai resiko ringan, sedang atau berat pada tindakan bedah. Untuk menentukan apakah dapat dilakukan tindakan reseksi paru.

Menurut Mottram 2013 dan Yunus 2003, hasil pemeriksaan spirometri dapat menunjukkan berbagai pengukuran, pengukuran paling sederhana yang selalu digunakan untuk evaluasi gangguan pernafasan pada pekerja dan akibat gangguan lingkungan adalah :

1. Forced vital capacity ( FVC ) atau Kapasitas Vital Paksa

2. Forced expiratory volume pada detik pertama ( FEV1) atau Volume Ekspirasi Detik Pertama (VEP1

3. Rasio FEV

)

1 terhadap FVC atau (VEP1 2.6.2. Persiapan Sebelum Pemeriksaan Spirometri

/KVP)

Sebelum melakukan pemeriksaaan spirometri penderita harus dipersiapkan. Hal – hal yang harus dihindari penderita sebelum melakukan tindakan spirometri menurut Assosiation Of Respiratory Technicians and Physiologists/ British Thoracic Society,1994 adalah:

1. Merokok dalam 24 jam

2. Minum alkohol minimal 4 jam

3. Makan terlalu kenyang minimal 2 jam sebelum pemeriksaaan

4. Menggunakan obat – obatan lepas lambat yang mempunyai efek pada fungsi pernapasan dan obat teopilin selama 24 jam

6. Memakai pakaian yang ketat

7. Harus mengerti tujuan dan cara pekmeriksaaan, maka operator harus memberikan petunjuk yang tepat dan benar serta contoh cara melakukan pemeriksaaan.

2.6.3. Prosedur Pelaksanaan Spirometri

Untuk memperoleh hasilpemeriksaaan yang tepat, maka penderita sebaiknya dianjurkan :

1. Melakukan pemeriksaaan dalam keadaan berdiri tegak, dalam kondisi yang tidak memungkinkan penderita untuk berdiri, maka penderita boleh duduk.

2. Penderita menghisap udara semaksimal mungkin kemudian meniup melalui mouhtpiece sekuat – kuatnya dan secepat – cepatnya sampai semua udara dapat dikeluarkan sebanyak – banyaknya.

3. Pemeriksaaan dilakukan sampai diperoleh 3 nilai yang dapat diterima dan dua diantaranya harus reproduksibel, dilakukan maksimal dengan betul.

4. Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai dugaan berdasarkan nilai standar paru Pneumobile Project Indonesia. Kriteria spirometri yang acceptable dan reproducible menurut American Thoracic Society ( ATS ), adalah pemeriksaan yang dapat diterima adalah yang memenuhi ke empat ketentuan sebagai berikut (Yunus, F, 2003):

1. Pemeriksaan dilakukan sampai selesai 2. Waktu ekspirasi minimal 3 detik

4. Grafik Flow Volume mempunyai puncak grafik

Hal yang menunjukkan bahwa pemeriksaan tidak dilakukan dengan baik apabila didapatkan :

1. Permulaan ekspirasi yang tidak baik di tandai dengan keragu – raguan dan permulaan yang lambat.

2. Batuk selama detik pertama manuver akan mempengaruhi nilai VEP1

3. Manuver valsava ( penutupan glotis )

4. Akhir ekspirasi yang cepat. Pada orang normal biasanya 6 detik 5. Terdapat kebocoran

6. Mouthpiece tersumbat oleh lidah atau gigi palsu dan lain - lainnya Kriteria reprodusibiliti ditentukansetelah didapat 3 manuver yang dapat diterima dan reproduksibiliti bila nilai terbesar perbedaanya kurang dari 5% atau kurang dari 100 ml untuk nilai KVP dan VEP1.

2.6.4. Manuver Spirometri

(Mottram, 2013; Yunus, F, 2003)

2.6.4.1.Manuver Kapasitas Vital

Teknik manuver kapasitas vital dapat dilakaukan dengan 2 cara, yaitu (Mottram, 2013):

1. Metode Closed-Circuit

Metode ini digunakan untuk mengukur volume paru static dan dinamik. Adapun langkah – langkah pada metode ini adalah:

a. Penderita duduk dengan hidung dijepit kemudian bernafas langsung kedalam alat spirometri.

b. Setelah beberapa kali bernafas untuk memperoleh titik volume ekspirasi, titik yang diperoleh berfungsi sebagai acuan pemeriksaan berikutnya.

c. Penderita diminta untuk melakukan ekspirasi lambat dan merata d. Dengan maneuver yang sama setelah isnpirasi maksimum

penderita diminta untuk menghembuskan napas secepat dan sekuat mungkin untuk mengukur kapasitas vital paksa (KVP).

2. Metode Open – Circuit.

Metode ini digunakan untuk mengukur volume paru static dan dinamik berguna untuk menentukan kapasitas vital. Langkah – langkah yang dilakukan pada metode ini adalah Penderita menarik napas secara maksimal kemudian mouthpiece dipasang, selanjutnya napas dikeluarkan secara perlahan – lahan dengan usaha yang merata sampai mencapai titik ekspirasi maksimal untuk memperoleh Kapasitas Vital Lambat ( KVL ) dan napas dikeluarkan sekuat dan secepat mungkin untuk mendapatkan KVP (Mottram, 2013).

2.6.4.2. Manuver Kapasitas Vital Paksa

Manuver ini memerlukan dua langkah yaitu inspirasi dalam untuk memperoleh Kapasitas Paru Total, kemudian diikuti oleh ekspirasi maksimum sekuat dan secepat mungkin kedalam spirometri hingga batas VR (Volume Residual). Pengukuran KVP dimulai dari titik awal ekspirasi maksimum sampai ke titik dimana penderita tidak dapat mengeluarkan udara lagi. Waktu yang diperlukan untuk menghembuskan KVP secara keseluruhan pada individu adalah 4 – 6 detik (Mottram, 2013).

2.6.4.3. Manuver Volume Ekspirasi Paksa Berdasarkan Waktu ( Forced Expiratory Volume Timed)

Volume ekspirasi paksa berdasarkan waktu adalah volume maksimum udara yang dapat dikeluarkan dalam periode waktu spesifik. Periode waktu yang paling sering digunakan adalah 1 detik. Periode waktu lainnya yang biasa digunakan adalah 0,5 detik, 2 detik dan 3 detik. Persentase VEP yang dikeluarkan selama periode waktu ini adalah sebagai berikut : VEP0,5 = 60%; VEP1 = 83%; VEP2 = 94%; VEP3

VEP

= 97%. Pada individu dewasa normal dapat mengeluarkan lebih 70% dari KVP dalam detik pertama dan rasio ini menurun sesuai dengan pertambahan usia (Mottram, 2013; Gold ).

1 adalah merupakan variabel spirometri penting. VEP1 adalah volume ekspirasi paksa dalam satu detik pertama. Akan lebih mudah menganggap VEP1 sebagai rata-rata kecepatan aliran udara dalam detik pertama dari maneuver kapasitas paksa. VEP1 menurun secara langsung sesuai dengan beratnya gejala klinis obstruksi saluran napas. Demikian juga VEP1meningkat apabila pengobatan obstruksi saluran napas berhasil. Penurunan VEP1 berdasarkan waktu dapat ditemukan pada penyakit paru obstruksi maupun penyakit paru restriksi. Pada kelainan penurunan VEP1

2.6.5. Cara Penilaian Hasil Spirometri

terjadi KV rendah yang berhubungan dengan penyakit tersebut (Mottram, 2013).

Sebagian besar spirometer elektronik dapat menghasilkan dua tipe grafik yaitu kurva arus per selalu menggunakan rasio VEP1 / KVP untuk menentukan adanya kelainan obstruksi. Sedangkan tingkat derajat obstruksi dengan menggunakan persen prediksi VEP1. Jika rasio VEP1 / KVP diatas nilai batas

bawah yang masih normal maka spirometri adalah normal. Kelainan hasil pemeriksaan yang ditunjukkan oleh spirometri paling sering adalah adanya obstruksi saluran napas yang digambarkan oleh berkurangnya kecepatan aliran, menurunnya rasio VEP1 / KVP dan VEP1

Spirometri dapat menggambarkan dua pola dasar yaitu kelainan obstruktif dan retriktif. VEP1 merupakan pemeriksaan yang dapat menunjukkan kelainan obstruktif pada saluran napas. Sedangkan KVP dan KV digunakan untuk memonitoring penyakit restriktif dan kelemahan neuromaskular (Mottram, 2013; Gold W.M., 2002).

(Mottram, 2013).

Batas normal nilai spirometri sangat luas yaitu 80% - 120% dari nilai prediksi, hal ini bermanfaat untuk membandingkan nilai spirometri sebelum dan sesudahnya. Pada keadaan saluran napas dan jaringan paru dalam keadaan normal maka VEP1> 80% dari prediksi, KVP > 80% dari prediksi dan rasio VEP1

Acuan kerja menurut The American Thoracic Society – European Respiratory Society (ATS-ERS) terhadap standarisasi uji faal paru untuk klasifikasi derajat penilaian adalah (Mottram, 2013; Gold W.M., 2002):

/KVP > 70%.

Tabel 2.2. Derajat Gangguan Fungsi Paru

Keparahan Persen Prediksi VEP1

Ringan > 70%

Sedang 60-69%

Sedang Berat 50-59%

Berat 35-49%

Dokumen terkait