• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.11.3.Fungsi MediaFungsi Media

Berikut merupakan fungsi dari media :

1. Fungsi pengawasan ( surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.

2. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.

3. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.

4. Fungsi hiburan (entertainment ) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).

2.2.

2.2. Kerangka PemikiranKerangka Pemikiran 2.2.1.

2.2.1. Kerangka TeoritisKerangka Teoritis

Seperti yang dikemukakan oleh pakar Ilmu Komunikasi Deddy Deddy Mulyana,

Mulyana, Komunikasi Transendental adalah “Komunikasi antara manusia dengan Tuhan”, dan karena masuk dalam bidang agama. Lebih lanjut Deddy Mulyana mengatakan, meskipun Komunikasi Transendental paling sedikit dibicarakan dalam disiplin Ilmu Komunikasi, karena sifatnya yang tidak dapat diamati secara empiris,

82

justru bentuk Komunikasi inilah yang terpenting bagi manusia, karena keberhasilan manusia melakukanya tidak saja menentukan nasibnya di dunia tetapi juga di akhirat.

Selain definisi dan penjelasan tersebut, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa Komunikasi Transendental adalah suatu hal yang sifatnya penting dalam membentuk kesan dari suatu bentuk komunikasi yang sangat berperan dalam membentuk animo komunikan yang di dasari oleh suatu keyakinan dari suatu kebudayaan melalui suatu media yang dijadikan sebagai simbol-simbol untuk berinteraksi.

Interaksi simbolik menurut perspektif interaksional, dimana merupakan salah satu perspektif yang ada dalam studi komunikasi, yang paling bersifat ”humanis” (Ardianto. 2007: 40). Dimana, perspektif ini sangat menonjolkan keangungan dan maha karya nilai individu diatas pengaruh nilai-nilai yang ada selama ini. Perspektif ini menganggap setiap individu di dalam dirinya memiliki esensi kebudayaan, berinteraksi di tengah sosial masyarakatnya, dan menghasilkan makna ”buah pikiran” yang disepakati secara kolektif. Dan pada akhirnya, dapat dikatakan bahwa setiap bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh setiap individu, akan mempertimbangkan sisi individu tersebut, inilah salah satu ciri dari perspektif interaksional yang beraliran interaksionisme simbolik.

83

Teori interaksi simbolik menekankan pada hubungan antara simbol dan interaksi, serta inti dari pandangan pendekatan ini adalah individu (Soeprapto. 2007). Banyak ahli di belakang perspektif ini yang mengatakan bahwa individu merupakan hal yang paling penting dalam konsep sosiologi. Mereka mengatakan bahwa individu adalah objek yang bisa secara langsung ditelaah dan dianalisis melalui interaksinya dengan individu yang lain.

Menurut Ralph Larossa dan Donald C. ReitzesRalph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 96), interaksi simbolik pada intinya menjelaskan tentang kerangka referensi untuk memahami bagaimana manusia, bersama dengan orang lain, menciptakan dunia simbolik dan bagaimana

cara dunia membentuk perilaku manusia.

Interaksi simbolik ada karena ide-ide dasar dalam membentuk makna yang berasal dari pikiran manusia ( Mind ) mengenai diri (Self ), dan hubungannya di tengah interaksi sosial, dan tujuan bertujuan akhir untuk memediasi, serta menginterpretasi makna di tengah masyarakat (Society) dimana individu tersebut menetap. Seperti yang dicatat oleh Douglas (1970) dalam Ardianto (2007: 136), Makna itu berasal dari interaksi, dan tidak ada cara lain untuk membentuk makna, selain dengan membangun hubungan dengan individu lain melalui interaksi.

Definisi singkat dari ke tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara lain:

84

1. Pikiran (Mind)Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan individu lain.

2. Diri (Self)Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain, dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri (the-self) dan dunia luarnya.

3. Masyarakat (Society)Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan peran di tengah masyarakatnya.” Mind, Self and Society” merupakan karya George Harbert MeadGeorge Harbert Mead yang paling terkenal (Mead. 1934 dalam West-Turner. 2008: 96), dimana dalam buku tersebut memfokuskan pada tiga tema konsep dan asumsi yang dibutuhkan untuk menyusun diskusi mengenai teori interaksi simbolik.

Tiga tema konsep pemikiran George Herbert MeadGeorge Herbert Mead yang mendasari interaksi simbolik antara lain :

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia, 2. Pentingnya konsep mengenai diri,

85

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.

Tema pertama pada interaksi simbok berfokus pada pentingnya membentuk makna bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Hal ini sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert BlumerHerbert Blumer (1969) dalam West-Turner (2008: 99) dimana asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut:

1. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka,

2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, 3. Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.

Tema kedua pada interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau ”Self-Concept ”. Dimana, pada tema interaksi simbolik ini menekankan pada pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes (1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain:

1. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

86

Tema terakhir pada interaksi simbolik berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan masyarakat, dimana asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap individu-lah yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah:

1. Orang dan kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.

2. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Rangkuman dari hal-hal yang telah dibahas sebelumnya mengenai tiga tema konsep pemikiran George Herbert MeadGeorge Herbert Mead yang berkaitan dengan interaksi simbolik, dan tujuh asumsi-asumsi karya HerbertHerbert Blumer

Blumer (1969) adalah sebagai berikut:

Tiga tema konsep pemikiran MeadMead :

1. Pentingnya makna bagi perilaku manusia. 2. Pentingnya konsep diri.

3. Hubungan antara individu dengan masyarakat.

Tujuh asumsi karya Herbert BlumerHerbert Blumer :

1. Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka.

87

2. Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia. 3. Makna dimodifikasi melalui sebuah proses interpretif.

4. Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain.

5. Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk berperilaku.

6. Orang dan kelompok-kelompok dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial.

7. Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Menurut James P. SpradleyJames P. Spradley (1997 : 121) dan dikutip oleh AlexAlex Sobur

Sobur dalam buku “Semiotika Komunikasi”, bahwa: “Semua makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol.” (Sobur, 2006 :

177)

Clifford Geertz

Clifford Geertz (1922 : 51) mengatakan dan dijelaskan kembali oleh Alex SoburAlex Sobur dalam buku “Semiotika Komunikasi”, bahwa: “Makna hanya dapat „disimpan‟ di dalam simbol.” (Sobur, 2006 : 177)

Menurut WJS PoerwadarmintaWJS Poerwadarminta yang dikutip dalam buku yang berjudul “Semiotika Komunikasi” karya Alex SoburAlex Sobur disebutkan:

“Simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya, yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud tertentu.Misalnya, warna putih merupakan lambang kesucian, lambang padi lambang kemakmuran, dan kopiah merupakan salah satu tanda pengenal bagi warga Negara Republik Indonesia.” (Alex Sobur , 2006 : 156)

Menurut Alex SoburAlex Sobur yang dipaparkan melalui buku yang berjudul “Semiotika Komunikasi” dalam “bahasa” komunikasi, “Sim bol seringkali diistilahkan sebagai lambang. Simbol atau lambang adalah

88

sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan kelompok orang.” (Sobur, 2006 : 157)

Pada dasarnya, simbol adalah sesuatu yang berdiri atau ada untuk sesuatu yang lain, kebanyakan di antaranya tersembunyi atau tidaknya tidak jelas. Seperti apa yang dikatakan oleh Asa BergerAsa Berger dan dikutip dalam buku “Semiotika Komunikasi” yang ditulis oleh Alex SoburAlex Sobur yaitu:

“Simbol-simbol adalah kunci yang memungkinkan kita untuk membuka pintu yang menutupi perasaan-perasaan ketidaksadaran dan kepercayaan kita melalui penelitian yang mendalam.Simbol-simbol merupakan pesan dari ketidaksadaran kita.” (Alex Sobur, 2006 : 163)

Sistem simbol dan makna yang telah dijelaskan di atas diaplikasikan melalui interaksi simbolik.Interaksionisme simbolik mengandung inti dasar pemikiran umum tentang komunikasi dan masyarakat. Esensi interaksi simbolik menurut MulyanaMulyana dan dikutip dalam bukunya Alex SoburAlex Sobur yang berjudul “Semiotika Komunikasi”, adalah: “Suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manuisa, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna.” (Sobur, 2006 : 197)

Menurut Engkus KuswarnoEngkus Kuswarno dalam bukunya “Etnografi Komunikasi” mengatakan bahwa:

“Karakteristik dasar ide ini adalah suatu hubungan yang terjadi secara alami antara manusia dalam masyarakat dan hubungan masyarakat dengan individu.Interaksi yang terjadi antara individu berkembang melalui simbol-simbol yang mereka ciptakan.Realitas

89

sosial merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi pada beberapa individu dalam masyarakat.Interaksi yang dilakukan antar individu itu berlangsung secara sadar dan berkaitan dengan gerak tubuh, vokal, suara, dan ekspresi tubuh, yang kesemuanya itu mempunyai maksud dan disebut dengan simbolsimbol.” (Engkus Kuswarno, 2011 : 22)

Adapun menurut teoritisi interaksi simbolik yang dipaparkan dalam buku “Metodologi Penelitian Kualitatif” karya Deddy MulyanaDeddy Mulyana bahwa:

“Kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Mereka tertarik pada cara manusia menggunakan simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang mereka maksudkan untuk berkomunikasi dengan sesamanya, dan juga pengaruh yang ditimbulkan penafsiran atas simbol-simbol ini terhadap perilaku pihak-pihak yang terlibat dalam interaksi sosial.” (Deddy Mulyana, 2010 : 71)

Teori ini memiliki asumsi bahwa perilaku manusia tidak semata-mata sebagai konstruksi dari aspek psikis, aspek psikis itu sendiri sebagai sesuatu yang dihasilkan dari proses pemberian makna. Simbol yang hadir dalam interaksi sosial, bukanlah sesuatu yang sudah jadi, melainkan sebuah proses menjadi yang kontinyu, sehingga penggunaan simbol-simbol menjadi penting adanya.

Teori interaksi simbolik merupakan salah satu pendekatan yang sering dipakai untuk memahami makna di balik suatu benda, komunikasi, dan interaksi sosial. Dalam teori interaksi simbolik peneliti menggunakan pandangan emik (pandangan lokal dari masyarakat yang diteliti), dengan maksud agar sesuatu yang dimaknai dari pendukung budaya tersebut dapat dimaknai sama oleh orang lain. Dengan cara ini,

90

ada kesamaan presepsi dalam memaknai suatu benda antara pemilik dan orang lain. Dari prespektif ini, benda materi bukan hanya digunakan untuk melakukan sesuatu, melainkan juga memiliki makna, bertindak sebagai tanda-tanda makna.

Bertolak dari pemaparan di atas, Teori interaksi simbolik dalam penelitian ini dipakai untuk memahami makna dari simbol-simbol yang disampaikan melalui ziarah sebagai media komunikasi transendental, dimana representasi dari asumsi teori dalam penelitian ini difokuskan menjadi tiga subfokus sebagai batasan penelitian sesuai premis yang dicetuskan oleh Deddy MulyanaDeddy Mulyana sebelumnya, yaitu:

a. Situasisimbolik Situasisimbolik , termasuk objek fisik (benda) dan objek sosialtermasuk objek fisik (benda) dan objek sosial (perilaku manusia)

(perilaku manusia).

b. Produk interaksi sosial, maknProduk interaksi sosial, makna adalah produk interaksi sosial yang tidak melekat pada objek melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.

c. InterpretasiInterpretasi, menyangkut tindakan terbuka dan tindakan tertutup. Makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Manusia membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Dalam proses ini, individu mengantisipasi reaksi orang lain, mencari alternative-alternatif atau tindakan yang akan dilakukan. Individu membayangkan bagaimana orang lain akan merespon ucapan atau tindakan mereka. Proses pengambilan-peran tertutup (covert role taking ) itu penting, meskipun hal itu tidak teramati. Oleh karena itu, kaum interaksionis simbolik mengakui adanya tindakan tindakan tertutup dantindakan tindakan tertutup dan tindakan terbuka

tindakan terbuka, menganggap tindakan terbuka sebagai kelanjutan dari tindakan tertutup.

91

Tentunya nilai-nilai budaya yang disampaikan tersebut merupakan perwujudan dari sistem budaya lokal yang memperlihatkan adanya kearifan lokal. Istilah“local genius” sendiri diperkenalkan pertama kali oleh Quaritch WalesQuaritch Wales pada tahun 1948-1949 dan dikutip oleh AjipAjip Rosidi

Rosidi dalam bukunya yang berjudul “Kearifan Lokal” dengan arti: “Kemampuan kebudayaan setempat dalam menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu berhubungan.” (Rosidi, 2011 : 29)

2.2.2.

2.2.2.Kerangka KonseptualKerangka Konseptual

Banyaknya masyarakat muslim yang melakukan tradisi Ziarah di pemakaman Nangka Beurit Kabupaten Subang, tidak lepas dari usaha mereka untuk diakui keberadaanya. Beberapa hal yang mereka lakukan menjadi salah suatu makna akan adanya tradisi dan budaya mendoakan salah satu orang yang dianggap berpengaruh terhadap kelangsungan hidupnya, dengan melakukan ritual ziarah sebagai media transendental yang didasari oleh suatu simbol-simbol dalam bentuk benda maupun cara berprilakunya.

Dalam penelitian ini, peneliti berusaha untuk menjelaskan dan meneliti tentang makna ziarah sebagai media komunikasi transendental di pemakaman Nangka Beurit kabupaten Subang, dalam sub fokus diatas peneliti mengaplikasikannya kedalam bentuk nyata diantaranya “Situasi Simbolik, Produk Interaksi Sosial dan Interpretasi sebagai cara

92

mereka untuk berinteraksi terhadap suatu kayakinan”, yang merupakan konsep dari penelitian ini. Seperti yang telah dijabarkan diatas mengenai Situasi Simbolik, Produk Interaksi Sosial dan Interpretasi maka peneliti akan mengaitkan hal tersebut dengan konsep judul yang telah dibuat yaitu :

1.

1. Situasi SimbolikSituasi Simbolik

Situasi Simbolik Makna Ziarah Sebagai Media Komunikasi Transendental disini menyangkut kedalam dua hal :

a. Objek Fisik (Benda)

Maksud dari objek fisik (benda) dari penelitian ini menyangkut material budaya yang digunakan dalam berziarah, seperti menabur bunga, menyalakan kemenyan, membaca kitab suci dll.

b. Objek Sosial (Perilaku Manusia)

Dari segi objek sosial (perilaku manusia), tentunya diaplikasikan melalui perilaku-perilaku yang tampak dari perilaku-perilaku orang tersebut yang menjadikan media ziarah sebagai komunikasi transendental, seperti perilaku verbal dan non verbal.

2.

2. Produk Interaksi SosialProduk Interaksi Sosial

Menurut Astrid S, Susanto

Menurut Astrid S, Susanto (1978) dan dikutip oleh Hafied Cangara

93

Komunikasi”Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambing yang mengandung arti atau makna.” (Cangra, 2006 : 25)

Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), prilaku (non verbal), dan maknanya disepakati bersama Semua simbol atau lambang , baik kata-kata yang terucapkan, sebuah objek seperti bendera, suatu gerak tubuh seperti melambaikan tangan, sebuah tempat seperti mesjid atau gereja atau suatu peristiwa seperti perkawinan, merupakan bagian-bagian suatu sistem simbol, sehingga selaras dengan penelitian titik sentral rumusan kebudayaan menurut GeertzGeertz terletak pada simbol bagaimana manusia berkomunikasi lewat simbol.

Di satu sisi simbol terbentuk melalui dinamisasi interaksi sosial, merupakan realitas empiris, yang kemudian diwariskan secara historis, bermuatan nilai-nilai dan disisi lain simbol merupakan acuan wawasan, memberi“petunjuk” bagaimana warga budaya tertentu menjalani hidup, media sekaligus pesan komunikasi, dan representasi realitas sosial, sehingga makna pun dapat dikatakan sebagai produk interaksi sosial, tetapi makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.

Selaras dengan hal itu penelitian ini pun menyangkut simbol-simbol atau lambing cultural yang dimaknai oleh prilaku

94

orang yang melakukan ziarah sebagai media komunikasi transendental di pemakaman Nangka Beurit.

3.

3. InterpretasiInterpretasi

Merujuk kepada upaya memberikan interpretasi atau penafsiran informasi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi, atas dasar interpretasi informasi ini adanya pemahaman, tindakan atau reaksi yang sama atas peristiwa-peristiwa yang terjadi. Dalam interaksi simbolik, orang mengartikan dan menafsirkan simbol-simbol dan bertindak sesuai dengan arti itu.

Intrepretasi menyangkut tindakan tertutup dan tindakantindakan tertutup dan tindakan terbuka

terbuka, dimana: 1.

1. Tindakan tertutupTindakan tertutup

Adapun tindakan tertutup yang merupakan tindakan yang timbul ( feed back ) dari tiap individu (pelaku ziarah) tidak dapat dilihat secara langsung, karena timbul dari dalam diri pelaku orang tersebut, seperti minat, pola pikir, dan perasaan.

2.

2. Tindakan terbukaTindakan terbuka

Merupakan tindakan yang timbul ( feed back ) dari tiap individu (pelaku ziarah) dapat dilihat secara langsung, dengan kata lain tindakan terbuka merupakan tindakan yang lebih jauh dari tindakan tertutup pelaku orang yang melakukan ziarah.

95

BAB III BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1.

3.1. Objek PenelitianObjek Penelitian 3.1.1.

3.1.1.Tinjauan Tentang Makam Nangka Tinjauan Tentang Makam Nangka BeuritBeurit 3.1.1.1.

3.1.1.1. Sejarah MSejarah Makam Nangka akam Nangka BeuritBeurit

Situs Nangka Beurit merupakan Makam Dalem Aria Wangsa Goparana terletak di Blok Karang Nangka Beurit maka situs ini lebih dikenal dengan sebutan Keramat Nangka Beurit., Desa Sagalaherang Kaler, Kecamatan Sagalaherang kabupaten Subang. Komplek makam berada di ujung kampung dekat areal persawahan tepatnya pada koordinat 06°39’59” Lintang Selatan dan 107°39’05” Bujur Timur. Dalem Aria Wangsa Goparana merupakan putera Sunan Wanaperi, raja kerajaan Talaga, Majalengka. Di Talaga, Arya Wangsa Goparana merupakan orang pertama yang memeluk Islam. Ketika itu ia mendapat pelajaran dari Sunan Gunungjati. Pada tahun 1530 ia mengadakan perjalanan ke arah barat dalam rangka menyebarkan agama Islam. Wilayah yang diislamkannya meliputi Subang, Pagaden, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, dan Limbangan.

Ketika itu kawasan ini merupakan wilayah kerajaan

Sumedang Larang. Arya Wangsa Goparana menurunkan lima orang putera yaitu Entol Wangsa Goparana, Wiratanudatar, Yudanegara, Cakr adiparana, dan Yudamanggala . Putera Arya

96

Wangsa Goparana ini kemudian menyebar ke daerah Limbangan, Cijegang (Cikalongkulon), Cikundul dan tempat-tempat lain. Di tempat yang baru, keturunan Arya Wangsa Goparana banyak yang menjadi orang penting seperti bupati dan ulama besar.

Untuk menuju makam, setelah melalui gerbang masuk berbentuk gapura bentar yang berada di ujung kampung, kemudian melewati jalan setapak yang sudah diplester. Di kanan jalan merupakan areal persawahan, sedang di kiri jalan jurang sedalam sekitar 4 m. Pada jurang tersebut terdapat banyak tumbuhan buah-buahan seperti durian, jambu air, nangka dan juga pala. Jalan setapak yang harus dilalui ini jauhnya sekitar 500 m. Pada ujung jalan setapak sebelum sampai ke komplek makam terdapat beberapa makam masyarakat. Kompleks makam Keramat Nangka Beurit dikelilingi pagar dengan gerbang masuk terletak di bagian selatan kompleks. Gerbang masuk berupa gapura berbentuk paduraksa dilengkapi pintu besi. Di dalam kompleks terdapat pemakaman umum. Makam-makam umum ada yang dilengkapi jirat ada pula yang tidak berjirat. Makam yang tidak berjirat pada umumnya dilengkapi nisan batu pipih panjang ada yang berbentuk seperti kujang.

Pada bagian tenggara kompleks makam terdapat beberapa makam yang berada pada lahan berpagar tembok. Tokoh yang dimakamkan di bagian tersebut adalah para juru kunci. Gerbang

97

masuk ke komplek makam para juru kunci berupa gapura paduraksa. Makam Aria Wangsa Goparana berada pada bagian barat laut komplek makam. Makam berada pada bangunan cungkup permanen dengan atap tumpang dari bahan genting. Pintu masuk cungkup berada di sisi timur. Pada dinding sisi utara, barat, dan selatan terdapat jendela kaca. Kondisi makam Aria Wangsa Goparana sulit dilihat karena tertutup kain kelambu. Nisan makam dibungkus kain putih sehingga bentuknya sulit diketahui. Di sebelah timur cungkup makam Aria Wangsa Goparana terdapat bangunan mushala yang bernama Mushala Al-Ikhlas. Seluruh bangunan di kompleks makam ini merupakan bangunan baru yang pemugarannya dilaksanakan pada 25 Maret 1984 dan peresmiannya pada 27 Mei 1984.

Arya Wangsa Goparana adalah tokoh penyebar Islam di Sagalaherang. Tokoh ini merupakan putera Sunan Wanaperi, raja kerajaan Talaga. Di Talaga, Arya Wangsa Goparana merupakan orang pertama yang memeluk Islam. Ketika itu ia mendapat pelajaran dari Sunan Gunungjati. Pada tahun 1530 ia mengadakan perjalanan ke arah barat dalam rangka menyebarkan agama Islam. Wilayah yang diislamkannya meliputi Subang, Pagaden, Purwakarta, Cianjur, Sukabumi, dan Limbangan.

Ketika itu kawasan ini merupakan wilayah kerajaan Sumedang Larang. Arya Wangsa Goparana menurunkan lima

98

orang putera yaitu Entol Wangsa Goparana, Wiratanudatar, Yudanegara, Cakradiparana, dan Yudamanggala. Putera Arya Wangsa Goparana ini kemudian menyebar ke daerah Limbangan, Cijegang (Cikalongkulon), Cikundul dan tempat-tempat lain. Di tempat yang baru, keturunan Arya Wangsa Goparana banyak yang menjadi orang penting seperti bupati dan ulama besar.

Sagalaherang adalah asal muasal putra Dalem Aria Wangsa Goparana nyaeta Rd Jayasasana ( Dalem Aria Wiratanadatar . Cikundul ), dilahirkan pada saat itu karena rasa gembira masyarakat didaerah tersebut menyalakan obor dimana – mana sehingga menjadi terang, yang tadinya daerah tersebut seperti hutan menjadi terang benderang ( herang ) sehingga menjadi terang dimana – mana, akhirnya disebut Sagalaherang.

Pendapat lain menerangkan bahwa sewaktu Dalem Aria Wangsa Goparana mengembara di suatu tempat yang semuanya

Dokumen terkait