TINJAUAN PUSTAKA
2. Sosial Ekonomi
2.2. Fungsi paru
2.1.1. Fisiologi Pernafasan
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari trakea, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Alveoli merupakan unit fungsional paru-paru dan juga sebagai tempat pernafasan seluler. Pada trakea, saluran pernafasan terbagi secara progresif menjadi 2 bagian seperti cabang pohon baik secara simetris maupun
tidak simetris. Setiap cabang saluran pernafasan yang menjauh dari trakea menjadi lebih kecil, tetapi total dari luas saluran udara meningkat. Hal ini mengakibatkan resistensi aliran udara menurun sehingga udara bergerak ke bronkiolus yang lebih kecil (National Health and Nutrition Examination Survey, 2008).
Paru dan dinding dada adalah struktur elastis. Pada keadaan normal hanya ditemukan selapis tipis cairan diantara paru dan dinding cairan. Paru dengan mudah dapat bergeser sepanjang dinding dada tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti halnya 2 lempengan kaca yang direkatkan dengan air dapat di geser tetapi tidak dapat dipisahkan. Tekanan di dalam “ruang” antara paru dan dinding dada (tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik. Pada saat kelahiran, jaringan paru dikembangkan sehingga teregang dan pada akhir ekspirasi tenang, kecenderungan daya recoil jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya recoil dinding dada kearah yang berlawanan (Ganong, 2005).
Otot diafragma yang terletak di bagian dalam dan luar interkostalis kontraksinya bertambah dalam. Rongga toraks menutup dan mengeras ketika udara masuk ke dalam paru, diluar muskulus interkostalis menekan tulang iga dan mengendalikan luas rongga toraks yang menyokong pada saat ekspirasi sehingga bagian luar interkostalis dari ekspirasi menekan bagian perut. Kekuatan diafragma kearah atas membantu mengembalikan volume rongga pleura (Guyton, 2007).
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi tetapi pengeluaran pernapasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam, penarikan napas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernapas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernapas dalam dan volume udara bertambah (Syaifuddin, 2001).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi adalah pasif, dalam arti bahwa tidak ada otot-otot yang menurunkan volume untuk toraks berkontraksi. Pada permulaan ekspirasi, kontraksi ini menimbulkan kerja yang menahan kekuatan recoil dan melambatkan ekspirasi. Insiprasi yang kuat berusaha mengurangi
dengan derajat yang lebih besar. Bila ventilasi meningkat seluas deflasi maka paru meningkat dengan kontraksi otot-otot pernafasan yang menurunkan volume intratoraks (Syaifuddin, 2001).
Pertukaran oksigen dari lingkungan luar dengan karbon dioksida dari darah pada vena merupakan proses dasar respirasi. Pertukaran ini terjadi pada permukaan alveoli yang berjumlah 300 juta alveoli pada masing-masing paru. Apabila digabungkan, alveoli memiliki total luas permukaan untuk pertukaran gas yang setara dengan ukuran lapangan tenis (NHANES, 2008).
2.1.2. Hubungan Obesitas dengan Fungsi Paru
Obesitas, dikenal sebagai faktor risiko kardiovaskular, juga dapat menyebabkan komplikasi pernafasan yang signifikan. Perubahan pernafasan yang berhubungan dengan obesitas merupakan perubahan sederhana dalam fungsi pernafasan yang tidak memiliki efek pada pertukaran gas (Rabec, Ramos, dan Veale, 2010).
Penelitian oleh Kopelman (1984) dalam Lolo (1999), komplikasi pernafasan akibat obesitas terjadi akibat akumulasi lemak pada dinding dada dan abdomen sehingga menurunkan volume paru dan menyebabkan perubahan gambaran ventilasi pada setiap respirasi. Hal ini didukung oleh penelitian Neimark (1990) dalam Sood (2009) bahwa akumulasi lemak pada dinding dada dapat menurunkan elastisitas dinding dada. Berkurangnya elastisitas dinding dada akan berakibat pada penurunan udara yang dapat masuk ke paru. Menurut Rochester dan Enson (1974) dalam Sood (2009), hal tersebut dapat menyebabkan terganggunya fungsi otot pernafasan terutama diafragma yang menyebabkan penurunnan kemampuan diafragma untuk turun pada levelnya pada individu dengan berat badan berlebih dan individu dengan kegemukan sentral, sehingga tekanan intra torakal akan menjadi kurang negatif dibanding normal. Dinding dada yang tebal oleh lipatan lemak pada keadaan yang lanjut akan sangat menghambat gerakan bernafas dinding dada, bahkan dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas secara intermite. Pada penelitian Chlif, Keochkerian, Feki, et al., (2007) dalam Sood (2009), orang dengan obesitas memiliki risiko lebih besar
untuk terjadinya kelelahan otot pernafasan baik saat latihan fisik maupun saat istirahat. Hal ini juga didukung dengan terjadinya peningkatan kekuatan dan daya tahan otot perafasan pada subjek obesitas yang mengalami penurunan berat badan.
Menurut Liwijaya (1992) dalam Pinzon (1999), dalam kajian yang lebih mendalam dapat diterangkan pula kerugian berat badan berlebih dalam hubungannya dengan V02 maks. Pada individu yang mempunyai berat badan normal-berlebih tentu akan mempunyai lipatan lemak lebih banyak. VO2 maks mempunyai arti volume oksigen yang dapat tubuh gunakan saat bekerja sekeras mungkin. Semakin tinggi VO2 maks seseorang akan semakin tinggi pula kemampuan kerjanya. Individu dengan berat badan berlebih dan lipatan lemak yang banyak tentu saja mempunyai kecenderungan untuk mempunyai VO2 maks yang lebih rendah dibanding individu dengan lipatan lemak yang lebih sedikit sehingga kapasitas tubuh untuk dapat menghasilkan energi dan bekerja menjadi semakin terbatas. Hal ini akan menjadi semakin buruk karena dengan berkurangnya kemampuan kerja individu tersebut akan cenderung menjadi lebih gemuk untuk kemudian akan mengurangi V02 maks nya dan demikian seterusnya keadaan menjadi semakin parah tanpa disadari.
2.1.3. Pengukuran Uji Fungsi Paru
Uji fungsi paru atau pulmonary function test atau ada juga yang menyebutnya lung function test, digunakan untuk mengevaluasi dan menangani pasien penderita penyakit paru.
Spirometri merupakan tes fungsi paru yang paling sering dilakukan untuk mengukur fungsi paru, khususnya volume dan/atau kecepatan aliran udara yang dapat dihirup dan dibuang. Dalam melakukan pengukuran, alat sederhana yang dapat digunakan adalah spirometri. Spirometri pada dasarnya terdiri dari drum atau tong berisi udara yang mengapung dalam wadah berisi air. Sewaktu subjek menghirup dan menghembuskan udara dari drum menggunakan selang penghubung, drum bergerak naik dan turun dan gerakan ini direkam sebagai suatu spirogram yang dikalibrasikan terhadap besar perubahan volume (Sherwood,
Pada spirometri, dapat dinilai 4 volume paru dan 4 kapasitas paru (Harahap dan Aryastuti, 2012), yaitu;
a. Volume paru:
1. Volume tidal, yaitu jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar dari paru pada pernafasan biasa.
2. Volume cadangan inspirasi, yaitu jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa.
3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu jumlah udara yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa.
4. Volume residu yaitu jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal.
b. Kapasitas paru:
1. Kapasitas inspirasi, yaitu jumlah udara maksimal yang dapat masuk ke dalam paru setelah akhir ekspirasi biasa.
2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal.
3. Kapasitas residual fungsional, yaitu jumlah udara dalam paru pada akhir ekspirasi biasa.
4. Kapasitas paru total, yaitu jumlah total udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.
BAB 1
PENDAHULUAN