• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Manajemen Logistik Obat

2.5.2 Fungsi Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi

kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran (Permenkes RI No. 58 tahun 2014).

Siklus pengadaan mencakup :

1. Pemilihan metode pengadaan. Pengadaan perbekalan kesehatan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pembelian secara langsung dan melalui produksi sendiri.

2. Penetapan / pemilihan pemasok.

3. Penetapan masa kontrak.

4. Pemantauan status pemesanan.

5. Penerimaan dan pemeriksaan perbekalan kesehatan.

6. Pembayaran.

7. Penyimpanan.

8. Distribusi .

9. Pengumpulan informasi penggunaan obat.

Menurut WHO, ada empat strategi dalam pengadaan obat yang baik:

1. Pengadaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah tepat.

2. Seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang berkualitas.

3. Pastikan ketepatan waktu pengiriman obat.

4. Mencapai kemungkinan termurah dari harga total.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan pembelian/pengadaan obat (Subagya, 1994) :

1. Kelengkapan dan mutu informasi 2. Standar penggunaan obat

3. Cara perhitungan proyeksi kebutuhan 4. Data awal persediaan obat

5. Periode penganggaran 6. Alokasi anggaran 7. Strategi pengadaan

Didalam Permenkes RI No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit dijelaskan bahwa proses pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui :

1. Pembelian; secara tender (Oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi) atau secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan.

2. Produksi sendiri/pembuatan sediaan obat 3. Sumbangan/droping/hibah

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, obat pada dasarnya termasuk dalam kriteria barang/jasa khusus, karena jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sehingga dapat dilakukan pengadaan melalui penunjukan langsung.

Dengan telah terbangunnya sistem e-Catalogue obat, maka Lembaga/Dinas/Instansi tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem e-Catalogue obat dengan prosedur e-Purchasing.

e-Purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa berdasarkan e-catalogue obat. Sedangkan e-Catalogue obat adalah sistem informasi elektronik

yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga obat dari berbagai penyedia barang/jasa tertentu. Dengan dikembangkannya sistem e-Catalogue obat tersebut, maka pengadaan obat oleh Lembaga/Dinas/Instansi dapat dilaksanakan dengan :

1. Pengadaan obat yang tersedia dalam daftar e-Catalogue Portal Pengadaan Nasional dilakukan dengan e-Purchasing.

2. Pengadaan obat yang belum ada dalam daftar e-Catalogue menggunakan proses pengadaan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengadaan diantaranya ( Anief, 2005) adalah :

1. Waktu pembelian mencegah terjadinya kekosongan persediaan

2. Lokasi produksi farmasi berada, apabila waktu yang diperlukan untuk mengirimnya singkat maka waktu pembelian dapat dilakukan pada saat barang hampir habis

3. Frekuensi dan volume pembelian; makin kecil volume barang/jumlah barang yang dibeli makin tinggi frekuensi dalam melakukan pembelian 2.5.3 Fungsi Penyimpanan

Dalam Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik dijelaskan bahwa penyimpanan Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Exfire First Out) dan FIFO (First In First Out).

Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman. Tujuan penyimpanan adalah :

1. Memelihara mutu obat ; dengan memperhatikan penataan ruang:

ruangan yang kering (tidak lembab); ada ventilasi; lantai dari tegel atau semen apabila tidak ada lemari atau rak untuk obat maka obat diletakkan dilantai dengan pemberian alas; golongan antibiotic harus dalam wadah tertutup dan terhindar dari cahaya matahari;

begitu juga dengan vaksin dan serum.

2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab ; mempunyai ruang khusus atau gudang obat dan pelayanan obat;

memiliki pintu lengkap dengan kunci; serta memiliki lemari khusus untuk bahan-bahan narkotika.

3. Memudahkan pencarian dan pegawasan ; penyusunan obat dengan memperhatikan kadaluarsa; pengelompokan obat berdasarkan bentuk sediaan; disusun menurut abjad dengan nama generik.

4. Menjaga kelangsungan persediaan.

Penyimpanan perbekalan Farmasi di gudang atau bagian logistik farmasi dapat menggunakan beberapa sistem penyimpanan (Quick dkk, 1997). Macam-macam sistem penyimpanan tersebut adalah :

1. Fixed Location

Sistem ini diibaratkan seperti rumah, dimana seluruh penghuni dapat mengetahui semua letak barang, karena dalam pengaturan barang masing-masing item persediaan selalu di simpan dalam tempat yang sama dan disimpan dalam rak yang spesifik, rak tertutup atau dalam rak bertingkat.

Kerugian dalam sistem ini antara lain :

a. Tidak fleksibel, jika ada perubahan dalam jumlah pemesanan atau perubahan dalam pengemasan atau keputusan untuk mengubah tempat menjadi lebih besar atau lebih kecil.

b. Jika ada item baru yang dipesan, mungkin tidak ada tempat lagi untuk menyimpannya.

c. Kemungkinan resiko terjadi pencurian tinggi, karena seluruh karyawan mengetahui tempat-tempat item yang diperhitungkan (Obat yang bernilai mahal).

d. Tempat penyimpanan harus dibersihkan dan dijaga kebersihannya karena digunakan untuk jangka waktu yang lama.

2. Fluid Location

Sistem ini dirancang seperti hotel, ruangan penyimpanan ditandai hanya pada waktu barang datang. Penyimpanan dibagi menjadi beberapa tempat yang dirancang dan masing-masing ditandai sebuah kode. Setiap item

disimpan dalam suatu tempat yang disukai pada waktu pengiriman.

Administrasi sistem fluid location ini berdasarkan pada :

a. Unit pengadaan memberikan informasi mengenai tipe, volume, dan jumlah barang yang datang.

b. Staf gudang menganalisis di mana lokasi barang yang akan digunakan untuk barang yang akan datang dan dapat memilih tempat yang tepat. Data ini dapat dilaporkan di dalam sistem pengontrolan stok.

c. Jika tempat sudah tidak cukup lagi, maka barang-barang lain dapat dipindah untuk menciptakan ruangan yang baru lagi.

d. Pelaporan sistem pengontrolan stok harus diperbaharui.

Sistem ini membutuhkan sistem klarifikasi dimana item dapat dialokasikan dengan kode yang khusus terhadap stok item yang lain. Stok beberapa batch dari beberapa item harus selalu dilaporkan letaknya secara fisik dari setiap item yang disimpan. Batch yang berbeda dari setiap item mungkin disimpan dalam beberapa tempat yang berbeda.

3. Semi Fluid Location

Merupakan kombinasi dari kedua sistem sebelumnya. Sistem ini diibaratkan seperti hotel yang digunakan oleh tamu, selalu mendapatkan tempat yang sama. Barang yang khusus diberikan tempat tersendiri, setiap item ditandai dengan penempatan barang yang cocok supaya mempermudah dalam mengambil stok. Dalam sistem ini, karyawan harus mengetahui di mana letak setiap item, untuk memudahkan dalam

mengingat setiap item. Untuk barang yang slow moving perlu dilakukan pemilihan lokasi dan penataan ulang. Keistimewaan dari sistem ini adalah ketika mengambil stok selalu diperhatikan tempat yang sama.

Pengaturan penyimpanan obat dan persediaan menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Simpan obat-obatan dengan kesamaan secara bersamaan di atas rak.

Kesamaan berarti dalam cara pemberian oral (luar, oral, suntikan) dan bentuk ramuannya.

2. First Expiry First Out (FEFO)

Obat dengan tanggal kadaluwarsa yang lebih pendek ditempatkan di depan obat yang berkadaluwarsa lebih lama.

3. First In First Out (FIFO)

Menyimpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan prosedur obat yang baru diterima ditempatkan dibelakang obat yang sudah ada.

4. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan.

2.5.4 Fungsi Pendistribusian

Distribusi merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu dari instalasi farmasi dalam pemenuhan pesanan atau permintaan unit-unit pelayanan kesehatan dengan tujuan terlaksananya penyebaran obat secara merata dan teratur serta dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu, keabsahan obat dan ketepatan, kerasionalan serta efisiensi penggunaan obat (Permenkes RI No. 58 tahun 2014).

Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola pemindahan barang dari satu tempat ketempat lainnya ( Subagya, 1994 dalam Febriawati, 2013).

Tahapan distribusi antara lain :

1. Semua jenis logistik yang dibeli atau diadakan baik melalui pihak ketiga (Rekanan) maupun pembelian sendiri harus melalui dan diterima oleh Panitia Penerima Barang.

2. Sebelum Panitia Penerima Barang menerima logistik yang diserahkan, terlebih dahulu diwajibkan kepada Timnya untuk melakukan pemeriksaan atas logistik yang diserahkan tersebut, dengan melakukan pengecekan secara cermat terhadap jenis barang apakah sudah sesuai dengan kontrak, baik jenis, spesifikasi dan jumlahnya.

3. Kelengkapan dokumen pengiriman seperti faktur dll, agar sesuai dengan kontrak ( nama rekanan, tanggal pengiriman, jenis dan jumlah dan lain sebagainya)

4. Dilihat apakah pengiriman telah melampaui batas waktu sesuai dengan batas waktu yang tertera dalam kontrak. Jika melampaui, maka Panitia Penerima Barang membubuhkan tanggalnya sesuai dengan tanggal pada saat barang tersebut diterima. Jangan pernah menyesuaikan tanggal penerimaan barang dengan tanggal yang tertera dalam kontrak.

2.5.5 Fungsi Penghapusan

Penghapusan adalah serangkaian kegiatan dalam pembebasan barang/obat-obatan milik kekayaan negara dari pertanggung-jawaban berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Subagya, 1994)

Alasan penghapusan barang antara lain :

a. Barang hilang, akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana alam, administrasi yang salah, tercecer atau tidak ditemukan.

b. Tehnis dan ekonomis : setelah nilai barang dianggap tidak ada manfaatnya disebabkan faktor-faktor kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, obsolete (meningkatkan efisiensi atau efektifitas), kadaluarsa, aus atau deteriorasi (barang mengurang karena susut), menguap atau handling, busuk karena tidak memenuhi spesifikasi sehingga barang tidak dapat dipergunakan lagi.

c. Surplus dan akses

d. Tidak bertuan : Barang-barang yang tidak diurus

e. Rampasan yaitu barang-barang bukti dari suatu perkara Program Tujuan dari proses penghapusan adalah :

1. Penghapusan pertanggung-jawaban para petugas terhadap barang/obat-obatan yang diurusnya.

2. Menghindarkan pembiayaan.

3. Menghindarkan kerugian negara akibat hancurnya barang tersebut.

4. Menjaga keselamatan kerja dan pengotoran lingkungan.

5. Sebagai sumber dana bagi negara.

Penghapusan dapat ditinjau dari dua aspek antara lain:

a. Aspek yuridis, administrasi dan prosedur

Dalam aspek yuridis mencakup hal-hal Pembentukan panitia penilai, identifikasi dan inventarisasi peraturan-peraturan yang mengikat, persyaratan atau ketentuan terhadap barang yang dihapus, penyelesaian kewajiban sebelum barang dihapus.

b. Aspek rencana pelaksana teknis

Evaluasi, rencana pemisahan dan pembuangan serta rencana tindak lanjut.

Dalam Permenkes Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik diatur mengenai penghapusan, bahwa obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.

Penghapusan atau pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.

Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan formulir pemusnahan.

Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir pemusnahan resep dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Cara-cara penghapusan yang lazim dilakukan antara lain :

1. Pemanfaatan langsung

Usaha merehabilitasi/merekondisi komponen-komponen yang masih dapat digunakan kembali dan dimasukkan sebagai persediaan baru.

2. Pemanfaatan kembali

Usaha meningkatkan nilai ekonomis dari barang yang dihapus menjadi barang lain.

3. Pemindahan

Mutasi kepada instansi yang memerlukan dalam rangka pemanfaatan langsung.

4. Hibah

Pemanfaatan langsung atau peningkatan potensi kepada badan atau pihak di luar instansi (Pemerintah),

5. Penjualan/pelelangan

Dijual baik di bawah tangan atau dilelang.

6. Pemusnahan

Menyangkut keamanan dan keselamatan lingkungan.

2.6 Puskesmas

2.6.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengupayakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No. 75 tahun 2014)

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

2.6.2 Fungsi Puskesmas

Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan sangat strategis dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat umum.

Puskesmas juga diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut serta memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan fungsi ini antara lain adalah terselenggaranya pembangunan diluar bidang kesehatan yang mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sehat. Sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan puskesmas harus secara pro aktif menjalin kemitraan dengan bidang pembangunan (sektor) lain ditingkat kecamatan melalui pertemuan-pertemuan koordinasi membahas situasi dan upaya peningkatan kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat masyarakat.

2.6.3 Program Puskesmas

Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi:

1. Program Kesehatan Masyarakat Esensial

Puskesmas memiliki program esencial yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan sebagian besar masyarakat Indonesia dengan kemampuan dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan internasional yang berkaitan dengan kesakitan, kecacatan dan kematian. Program esencial tersebut antara lain : (a) promosi kesehatan, (b) kesehatan lingkungan, (c) kesehatan Ibu dan Anak, termasuk keluarga berencana, (d) perbaikan gizi, (e) pemberantasan penyakit menular, dan (f) pengobatan. Rincian masing-masing kegiatan dari program esencial tersebut diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama dengan puskesmas mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan serta sesuai dengan kemampuan dan potensial setempat.

2. Program Kesehatan Masyarakat Pengembangan

Program pengembangan merupakan program yang disesuaikan dengan permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai program inovatif dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia dan dukungan dari masyarakat. Program kesehatan pengembangan tersebut antara lain; (a) usaha kesehatan sekolah, (b) usaha kesehatan olah raga, (c) perawatan kesehatan masyarakat, (d) kesehatan kerja,

(e) kesehatan gigi dan mulut, (f) kesehatan jiwa, (g) kesehatan mata,

(h) kesehatan usia lanjut, (i) pembinaan pengobatan tradisional ( Permenkes RI No. 75 tahun 2014).

2.6 Kerangka Pikir

Pengelolaan obat yang baik demi terwujudnya pemenuhan kebutuhan obat puskesmas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan dasar masyarakat tergantung kepada ketersediaan obat yang ada di instalasi farmasi kabupaten/kota. Sebagai kerangka pikir penelitian disajikan sebagai berikut :

Gambar 2.6 Kerangka Pikir Pelaksanaan Fungsi Manajemen Logistik Obat OUTPUT Tersedianya Obat

yang dibutuhkan Puskesmas

Cukup Tidak Cukup PROSES

- Perencanaan - Pengadaan - Penyimpanan - Pendistribusian - Penghapusan INPUT

SDM LPLPO Data Penyakit

Puskesmas

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara dan observasi dalam menggambarkan fenomena yang terjadi terkait pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dengan pertimbangan fungsi manajemen logistik obat di instalasi farmasi diasumsikan belum terlaksana dengan baik dan belum mampu dalam memenuhi kebutuhan obat puskesmas sesuai dengan implementasi era JKN saat ini.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan September 2015.

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola obat di wilayah kerja Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan, yaitu unsur dari pihak Dinas Kesehatan serta unsur dari pihak Puskesmas Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Informan dari pihak Dinas Kesehatan terdiri dari : (a) Kepala Dinas Kesehatan

Instalasi Farmasi 1 orang (c) Kepala Seksi Ketenagaan 1 orang. Informan dari Puskesmas adalah Kepala Puskesmas dan petugas penanggung jawab pengelola perbekalan farmasi dari 3 Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan.

Karakteristik informan dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3.1 Karakteristik Informan

Informan Jabatan Umur Pendidikan

Informan 1 Ka. Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

47 tahun S2

Informan 2 Ka. Seksi Ketenagaan 42 tahun S1

Informan 3 Ka. Seksi Kefarmasian 37 tahun S1

Informan 4 Ka. Puskesmas Sisumut 38 tahun S1

Informan 5 Pengelola obat Puskesmas Sisumut 33 tahun D3 Informan 6 Ka. Puskesmas Aek Batu 39 tahun S1 Informan 7 Pengelola obat Puskesmas Aek

Batu

43 tahun S1 Informan 8 Ka. Puskesmas Cikampak 42 tahun S1 Informan 9 Pengelola obat Puskesmas

Cikampak

30 tahun D3

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan cara:

a. Wawancara; cara yang digunakan adalah wawancara mendalam dan terbuka.

b. Pengamatan (Observasi); dilakukan dengan melihat langsung proses pengelolaan dilapangan.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari bagian Instalasi Farmasi Labuhanbatu Selatan berupa:

a. Struktur organisasi dan ketenagaan dari Instalasi Farmasi b. Usulan obat per-tahun Instalasi Farmasi

c. Usulan obat per-tahun Puskesmas

d. Laporan penerimaan dan pengeluaran obat Puskesmas 3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara kepada informan.

3.6 Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan terhadap data primer dan data sekunder secara kualitatif dengan melakukan analisis isi (content analysis), yaitu dengan menguraikan jawaban-jawaban berdasarkan fakta, dan ditabulasi dalam bentuk matriks terhadap hasil penelitian (Bungin, 2010). Untuk menjaga validitas data, maka pada penelitian kualitatif ini dilakukan triangulasi dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu (Moelong, 2012). Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi antar sumber, yaitu dengan mengecek data yang telah diperoleh dari hasil wawancara mendalam dengan pihak pemegang obat Puskesmas dan Kepala Seksi Kefarmasian di Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu Selatan 4.1.1 Letak dan Geografis

Kabupaten Labuhanbatu Selatan merupakan salah satu daerah yang berada di Kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Labuhanbatu Selatan berada pada 01025’ – 02015’ Lintang Utara dan 99041’ – 100027’ Bujur Timur. Luas wilayah 311.600 Ha.

Posisi Kabupaten Labuhanbatu Selatan memiliki akses darat yang cukup strategis karena :

a. Berada pada jalur yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan wilayah yang ada di Sumatera Utara, bahkan mempunyai akses jalur keluar Propinsi maupun ke Luar Negeri (berbatasan dengan Selat Malaka).

b. Berdekatan dengan wilayah Provinsi Sumatera Barat dan Riau. Kedudukan ini dapat menguntungkan wilayah perencanaan dalam hal ini distribusi produksi kegiatan perekonomian atau keterkaitan pada pasar yang lebih luas.

Administrasi Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan terdiri dari 5 Kecamatan, dan 54 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 289.655 jiwa. Batas wilayah Kabupaten labuhanbatu sebagai berikutnya:

A. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Labuhanbatu Induk

B. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Padang

Lawas Utara dan Provinsi Riau

C. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Provinsi Riau

D. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara

Tabel 4.1 Luas wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Jarak Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten

No Nama Kecamatan Ibukota Kecamatan

Luas Area (Km²)

Jarak Ke Ibukota Kabupaten

(Km)

1 Kotapinang Kotapinang 482,40 -

2 Torgamba Cikampak 1.136,40 21

3 Sungai Kanan Langga Payung 484,35 33

4 Kampung Rakyat Tanjung Medan 709,15 24

5 Silangkitang Silangkitang 303,70 22

Total 3.116,00

Sumber : BPS Kabupaten Labuhanbatu

4.1.2 Kependudukan

Penduduk Kabupaten Labuhanbatu Selatan berjumlah 289.655 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 92,96 jiwa per km2, terdiri dari 147.688 jiwa laki-laki dan 141.967 jiwa perempuan. Jumlah penduduk paling banyak ada di usia 0 – 4 tahun, yaitu sebesar 38.808 jiwa atau sebesar 13,39 % dari total keseluruhan penduduk Kabupaten Labuhanbatu Selatan, kemudian diikuti dengan urutan kedua sebesar 11,51 % atau 33.367 jiwa pada usia 5- 9 tahun.

Jumlah penduduk terpadat berada di kecamatan Torgamba sebesar

dan rasio jenis kelamin di kabupaten Labuhanbatu Selatan sebesar 104,03%

menurut umur ini dapat diambil kesimpulan bahwa potensi perkembangan populasi di Labuhanbatu Selatan cukup tinggi, dan diharapkan akan menjadi Sumber Daya Manusia yang baik seiring berkembangnya pemerintahan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

4.2 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

4.2.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan

Berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 20 Tahun 2012 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan bahwa organisasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan terdiri dari :

1. Kepala Dinas Kesehatan.

2. Sekretariat terdiri dari Sub Bagian Tata Usaha, Sub Bagian Penyusunan Program dan Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan.

3. Bidang Pelayanan Kesehatan terdiri dari Seksi Pelayanan Medis, Seksi Gizi dan Seksi Kesehatan Keluarga.

4. Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari Seksi Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit, Seksi Wabah dan Bencana dan Seksi Kesehatan Lingkungan

5. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Kesehatan terdiri dari Seksi Jaminan Kesehatan, Seksi Ketenagaan dan Seksi Kefarmasian dan Sarana Kesehatan.

6. Unit Pelaksanaan Tekhnis (UPT).

7. Kelompok Jabatan Fungsional.

4.2.2 Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan

Sampai tahun 2013, jumlah Puskesmas di Kabupaten Labuhanbatu Selatan adalah sebanyak 17 buah, dengan rincian 11 unit Puskesmas rawat inap dan 6 unit Puskesmas non rawat inap serta puskemas pembantu sebanyak 34 unit..

Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk Kabupaten labuhanbatu Selatan yakni sebesar 289.655 maka 1 (satu) Puskesmas melayani 16.7517.0394 jiwa.

Distribusi Puskesmas di wilayah kerja dinas kesehatan Labuhanbatu Selatan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Distribusi Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

No Kecamatan Puskesmas Status Puskesmas Pembantu 1 Kampung

Rakyat

1.Tanjung Medan

2. Teluk Panji

3. Pekan Tolan

Rawat Inap

Rawat Inap

Non Rawat

1. Desa Air Merah 2. Tanjung Mulia 3. Tanjung Selamat 4. Parlabian

1. Pondok Kuning 2. Desa Teluk Panji I 3. Desa Teluk Panji II 4. Desa Teluk Panji III

Tabel 4.2 Lanjutan

Tabel 4.2 Lanjutan

Dokumen terkait