• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN

KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH

SRI MULIANI SARAGIH NIM. 131021052

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

(2)

ANALISIS FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN

KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2015

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

SRI MULIANI SARAGIH NIM. 131021052

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(3)

PERNYATAAN

ANALISIS FUNGSI MANAJEMEN LOGISTIK OBAT DI INSTALASI FARMASI DINAS KESEHATAN

KABUPATEN LABUHANBATU SELATAN TAHUN 2015

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,29 September 2015

Sri Muliani Saragih 131021052/IKM

(4)
(5)

ABSTRAK

Manajemen logistik obat merupakan suatu ilmu pengetahuan tentang proses perencanaan, penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan telah melaksanakan fungsi-fungsi manajemen logistik ini namun masih terdapat beberapa masalah yaitu sumber daya yang kurang, belum adanya tim perencanaan obat, serta pengadaan obat yang belum sepenuhnya terealisasi sesuai usulan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan September 2015. Informan dalam penelitian ini adalah unsur dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas berjumlah 9 orang. Data diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam menggunakan kuesioner dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber daya manusia khususnya tenaga kefarmasian masih sangat kurang, terutama di Puskesmas sebagai tenaga pengelola obat. Dana pengadaan berasal dari APBD dan APBN. Perencanaan kebutuhan obat belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman teknis pengadaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya menyangkut tim perencanaan yang belum terbentuk secara lintas program. LPLPO dan usulan permintaan obat Puskesmas belum sepenuhnya dapat dijadikan sebagai alat akomodasi dalam perencanaan obat di dinas kesehatan terkait dengan ketidakakuratan data pemakaian obat.

Pengadaan dilakukan dengan sistem e-purchasing berdasarkan e-catalogue.

Penyimpanan dilakukan di gudang penyimpanan sesuai dengan prosedur.

Pendistribusian ke Puskesmas dilakukan per-tri wulan sesuai dengan usulan permintaan Puskesmas dalam LPLPO. Penghapusan belum terealisasi.

Ketersediaan obat di Puskesmas belum sepenuhnya terpenuhi.

Disarankan kepada (a) Dinas Kesehatan (1) Mengupayakan pembentukan tim perencanaan obat secara lintas program terkait, (2) Memfasilitasi pertemuan dalam membahas perencanaan kebutuhan obat antara pihak dinas kesehatan, pihak Puskesmas, PPTK, bahkan pihak ketiga sebelum dilakukan pelelangan tender, (3) Mengupayakan pelatihan perencanaan kebutuhan obat bagi pengelola obat Puskesmas, (4) Mengupayakan pengadaan kebutuhan obat yang tidak terdapat pada e-catalogue melalui peningkatan komunikasi antara pihak Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dengan Dinas Kab/Kota, (b) Puskesmas (1) Meningkatkan kemampuan SDM dalam perencanaan kebutuhan obat dengan mengikuti pelatihan dan sosialisasi, (2) Melakukan komunikasi kepada dinas kesehatan mengenai kebutuhan sumber daya manusia khususnya tenaga teknis Kefarmasian.

Kata Kunci : Manajemen Logistik Obat, Instalasi Farmasi

(6)

ABSTRACT

Management logistic of drug is a science of planning process, determination of procurement needs, distribution and maintenance include annihilation.

Pharmaceutical Installation of Labuhanbatu Selatan Health Office has been doing it, although there are some problems are still in it, like lack of human resources, the drug planning team is not existed, and the procurement of drug has not been realized according to the proposal planning of drug.

The purpose of this research is to find out how the function of management logistic of drug in Pharmaceutical Installation of Labuhanbatu Selatan Health Office. This is a kind of descriptive research with qualitative approach. It were done on August until September 2015. The informans are from Labuhanbatu Selatan Health Office and Public Health Centers which are in Health Office’s area. The data were obtained by depth interview using questionnaire and it has been analyzed by qualitative.

This research has given result that human resources are still lacking, especially the Pharmacy Technician on Public Health Center as the medicine’s handling. Procurement fund resources from APBD and APBN. The planning’s process has not worked according to the technical guidance of the procurement of medical and medicine supplies, in other case the drug planning team had not existed in cross-programs. LPLPO and the proposal demand of drug from Public Health Center could not be used fully as the accommodation on planning’s process it caused by the inaccurate data of medicine’s user. Procurement has been doing by e-purchasing system according to e-catalogue. Storage is done according to the warehouse procedure. Distribution to the Public Health Center is according to the LPLPO each quarterly. Annihilation has not unrealized.

Availability of medicines on Public Health Center is still lacking.

Advices that could be given to (a) Health Office (1) Doing effort to form the drug planning team in cross-programs (2) Facilitate the gathering between Health Office, Public Health Center, PPTK, even the tender holders to discuss the planning need of drugbefore the tender be done (3) doing effort to train (4) Doing effort to communicate about the drug which doesn’t exist on e-catalogue between Institute of Procurement goods for government and Health Office (b) Public Health Center (1) Improve the ability of human resources in planning needs of drug by training and socialization (2) Communicate about human resources needed with Health Office, especially the pharmacy technician.

Keywords : Management Logistic of drug, Pharmaceutical Installation

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dengan judul “Analisis Fungsi Manajemen Logistik Obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan tahun 2015”.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan, bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Heldy BZ, MPH selaku Kepala Departemen Adminstrasi dan Kebijakan Kesehatan selaku pembimbing I yang telah memberikan waktu, bimbingan, saran dan petunjuk mulai dari penulisan proposal hingga skripsi selesai.

(8)

3. Bapak dr. Fauzi, SKM selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, saran, masukan, dan petunjuk serta motivasi mulai dari penulisan proposal hingga skripsi selesai.

4. Ibu DR. Juanita, SE, M. Kes, dan Ibu dr. Rusmalawaty, M. Kes, selaku komisi penguji skripsi yang telah memberikan waktu dan bimbingannya mulai dari penulisan proposal hingga skripsi selesai.

5. Bapak Dr. Drs. Zulfendri, M. Kes, selaku komisi penguji skripsi yang telah memberikan waktu dan bimbingannya hingga skripsi selesai.

6. Ibu Tinur Bulan, SKM, MKes, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang telah memberikan izin kepada saya untuk melakukan penelitian di Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan.

7. Yanti Aryani, SSi, Apt, selaku Kepala Seksi Kefarmasian dan rekan-rekan kerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan yang mendukung dan memberi semangat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepala Puskesmas dan pengelola obat Puskesmas Aek Batu, Sisumut dan Cikampak yang telah meluangkan waktu untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Para dosen dan staf administrasi di Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

10. Rekan-rekan sepeminatan di Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

11. Sembah sujud dan ucapan terima kasih yang sebesarnya kepada Ibunda Hj. Nursaidah Damanik yang tiada putus memberikan doa dan dukungan terbaiknya kepada penulis.

12. Terima kasih atas pengorbanan dan dukungan anak-anak; Wulan Sary Rosyam Sitorus, Mhd. Akbar Rosyam Sitorus, Nadya Syalina Rosyam Sitorus dan Nadya Syakila Rosyam Sitorus.

13. Terima kasih atas dukungan penuh dari abang dan kakak; Ewin, STI;

Yani, STP; Omas, SP; Ita, SH; Dodot, SE, MM; Bayak, SP; Tuek, SIP, MAP.

14. Terima kasih kepada seseorang yang telah memberikan dukungannya secara moril dan materi selama pendidikan.

Penulis menyadari segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.

Medan, Oktober 2015

Sri Muliani Saragih

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI………i

HALAMAN PENGESAHAN………..ii

ABSTRAK ... …..iii

ABSTRACT………..iv

KATA PENGANTAR………..v

DAFTAR ISI……….vii

DAFTAR TABEL………...ix

DAFTAR GAMBAR………....x

RIWAYAT HIDUP………...xi

BAB I PENDAHULUAN ... …..1

1.1 Latar Belakang ... …..1

1.2 Perumusan Masalah ... …..8

1.3 Tujuan Penelitian ... …..9

1.4 Manfaat Penelitian ... …..9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... ….11

2.1 Instalasi Farmasi ... ….11

2.2 Kedudukan Instalasi Farmasi ... ….13

2.3 Organisasi dan Sumber Daya Manusia Pada Instalasi Farmasi ... ….14

2.3.1 Bentuk Organisasi ... ….14

2.3.2 Sumber Daya Manusia ... ….15

2.4 Standar Prosedur Operasional ... ….16

2.5 Manajemen Logistik Obat ... ….16

2.5.1 Fungsi Perencanaan ... ….18

2.5.2 Fungsi Pengadaan ... ….22

2.5.3 Fungsi Penyimpanan ... ….25

2.5.4 Fungsi Pendistribusian ... ….29

2.5.5 Fungsi Penghapusan ... ….30

2.6 Puskesmas………34

2.6.1 Pengertian Puskesmas………...34

2.6.2 Fungsi Puskesmas……….34

2.6.3 Program Puskesmas………..35

(11)

2.7 Kerangka Pikir ... …36

BAB III METODE PENELITIAN ... …37

3.1 Jenis Penelitian ... …37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... …37

3.2.1 Lokasi Penelitian………...37

3.2.2 Waktu Penelitian………...37

3.3 Informan Penelitian………....37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... …38

3.4.1 Data Primer ... …38

3.4.2 Data Sekunder ... …38

3.5 Instrumen Penelitian ... …39

3.6 Metode Analisis Data ... …39

BAB IV HASIL PENELITIAN………..40

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Labuhanbatu Selatan………..40

4.1.1 Letak Dan Geografis……….40

4.1.2 Kependudukan………..41

4.2 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan………42

4.2.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan.42 4.2.2 Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan…….43

4.2.3 Tenaga Kefarmasian di Fasilitas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan……….45

4.3 Masukan (Input)……….45

4.3.1 Sumber Daya Manusia………..46

4.3.2 Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)………47

4.3.3 Data Penyakit………48

4.4 Proses (Process)……….49

4.4.1 Perencanaan Kebutuhan Obat………...49

4.4.2 Pengadaan Obat……….51

4.4.3 Penyimpanan Obat………52

4.4.4 Pendistribusian Obat……….54

4.4.5 Penghapusan Obat……….55

4.5 Keluaran (Output)………..56

4.5.1 Ketersediaan Obat Puskesmas………...56

(12)

BAB V PEMBAHASAN……….57

5.1 Masukan ( Input)………57

5.1.1 Sumber Daya Manusia………..58

5.1.2 LPLPO………..59

5.1.3 Data Penyakit Puskesmas………..60

5.2 Proses (Process)……….60

5.2.1 Perencanaan Kebutuhan Obat………...60

5.2.2 Pengadaan Obat……….63

5.2.3 Penyimpanan Obat………65

5.2.4 Pendistribusian Obat……….67

5.2.5 Penghapusan Obat……….69

5.3 Keluaran (Output)………..70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……….72

6.1 Kesimpulan………72

6.2 Saran………..73

DAFTAR PUSTAKA………....75 DAFTAR LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Karakteristik Informan………..38

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Labuhanbatu Selatan dan Jarak Ibukota Kecamatan Ke Ibukota Kabupaten………41

Tabel 4.2 Distribusi Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan……….43

Tabel 4.3 Distribusi Tenaga Kefarmasian di Fasilitas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan……….45

Tabel 5.1 Kebutuhan Jumlah Sumber Daya Manusia Kesehatan Pada Pelayanan Pertama Di Puskesmas……….58 Tabel 5.2 Hasil Pengamatan Yang Dilakukan Pada Proses Penyimpanan Obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan………...66 Tabel 5.3 Hasil Pengamatan Yang Dilakukan Pada Proses Penyimpanan Obat di Puskesmaas Kabupaten Labuhanbatu Selatan………..67

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.5 Siklus administrasi manajemen logistik……….17

Gambar 2.6 Kerangka Pikir………36

(15)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Muliani Saragih

Tempat Lahir : Rantauprapat

Tanggal Lahir : 21 Desember 1977

Suku Bangsa : Batak Simalungun

Agama : Islam

Nama Ayah : Alm. H. Aman Saragih S, SmHk

Suku Bangsa : Batak Simalungun

Nama Ibu : Hj. Nursaidah Damanik

Suku Bangsa : Batak Simalungun

Pendidikan Formal

1. SD/Tamat Tahun : SDN 112137 Rantauprapat/1991 2. SMP/Tamat Tahun : SMPN 1 Rantauprapat/1993 3.SMA/Tamat Tahun : SMAN 2 Rantauprapat/1996

4. Akademi/Tamat Tahun : D3 Analis Farmasi FMIPA USU/1999 5. Lama Studi di FKM USU : 2 tahun 1 bulan

Riwayat Pekerjaan

1. 2009 s/d 2012 : Staf Puskesmas Paya Lombang Kabupaten Serdang Bedagai

2. 2012 s/d Sekarang : Staf Bidang Pengembangan Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemampuan dalam pencapaian derajat kesehatan yang optimal dalam mewujudkan kesejahteraan umum seperti yang termaktub di dalam Undang- Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia, merupakan cerminan dari upaya bangsa Indonesia yang terbungkus dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) terkait pelaksanaan pembangunan kesehatan. Dalam SKN 2012 disebutkan bahwa pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, serta kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga diperoleh peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJP-K) 2005-2025 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan guna menjamin ketersediaan upaya kesehatan, baik itu upaya kesehatan perorangan maupun upaya kesehatan masyarakat yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Diselenggarakan dengan mengutamakan pada upaya pencegahan (preventif), upaya peningkatan kesehatan melalui promosi kesehatan bagi segenap warga negara Indonesia (promotif), tanpa mengabaikan upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Dinas kesehatan merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang telah diberikan kewenangan yang lebih luas dalam meningkatkan derajat kesehatan

(17)

di ruang lingkup kabupaten/kota. Dalam penyelenggaraannya dinas kesehatan bertanggung jawab langsung pada Bupati Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah (UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah).

Dinas kesehatan berperan dalam pelaksanaan dan pembinaan tugas dalam bidang pelayanan, pencegahan penyakit dan rujukan, usaha kesehatan masyarakat, serta sumber daya kesehatan di ruang lingkup kabupaten/kota. Dinas kesehatan sebagai unit pelaksana teknis yang bertanggung jawab di sektor kesehatan di kabupaten/kota harus memiliki kemampuan menjalankan fungsi manajemen terutama fungsi perencanaan dan penganggaran, sehingga program dan kebijakan kesehatan dapat berjalan optimal dengan pencapaian sasaran yang diharapkan.

Salah satu sarana penunjang upaya kesehatan pada dinas kesehatan adalah gudang farmasi, yang selanjutnya direvitalisasi sebagai Instalasi Farmasi Kabupaten dengan harapan dapat lebih mengedepankan fungsi dan strukturnya (Kepmenkes No.189/MENKES/SK/III/2006). Instalasi Farmasi merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan yang dipimpin oleh seorang apoteker, yang dalam melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Dinas Kesehatan. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota ini memiliki tugas dalam mendistribusikan obat-obatan ke semua Puskesmas yang ada di wilayah kerja kabupaten/kota.

Instalasi Farmasi mempunyai tugas pengelolaan ( perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan penghapusan) perbekalan farmasi dan peralatan kesehatan yang diperlukan dalam rangka

(18)

kesehatan masyarakat di kabupaten/kota sesuai petunjuk Kepala Dinas Kesehatan.

Perbekalan farmasi yang dalam hal ini adalah obat-obatan merupakan salah satu unsur penting dan barang yang tidak bisa digantikan dalam pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, obat memerlukan pengelolaan yang baik, efektif dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Sesuai dengan Permenkes RI No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, dinyatakan bahwa ketersediaan obat generik dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin mutu dan keamanannya, perlu digerakkan dan didorong penggunaannya pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, dengan harapan penggunaan obat generik dapat berjalan dengan efektif.

Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2011-2015 Kabupaten Labuhanbatu Selatan disebutkan juga bahwa pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan menjadi salah satu misi dari visi yang akan dicapai oleh pemerintahan Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Instalasi Farmasi Kabupaten Labuhanbatu Selatan merupakan salah satu seksi di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, bertanggungjawab melaksanakan manajemen perbekalan kesehatan yang meliputi Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, Pendistribusian, Penghapusan. Instalasi Farmasi ini

(19)

mempunyai wilayah kerja pada 17 Puskesmas yang tersebar di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Pencapaian misi ini didukung dengan adanya program pemerintah pusat terkait Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang mengharuskan kesiapan dan kesiagaan dari fasilitas pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama, yakni Puskesmas, dalam menangani 155 penyakit. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 yang menyatakan, Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan publik dalam era Jaminan Kesehatan Nasional, diberikan wewenang melakukan pelayanan kesehatan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit dengan alur klinis (clinical pathway) yang sudah disusun organisasi profesi terkait. Pernyataan ini memberikan makna bahwa Puskesmas sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) wajib menangani pelayanan kesehatan mencakup 155 jenis diagnosis penyakit dan tidak boleh dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut kecuali memenuhi kondisi TACCC ; Time, Age, Complication, Comorbidity, Condition.

Dalam rangka pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional pengadaan obat- obatan mengacu kepada Peraturan Formularium Nasional yang merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dalam menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup (Kepmenkes Nomor 159/MENKES/SK/V/2014).

(20)

Keberadaan Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan mempunyai peranan penting dalam penyediaan dan pengelolaan obat pelayanan dasar, alat kesehatan, reagensia dan waksin skala kabupaten/kota.

Sumber biaya anggaran obat dapat diambil dari dana APBN, APBD I, APBD II (DAU), buffer stock kabupaten/kota, atau dari sumber anggaran program (Kemenkes RI No. 1121/SK/MENKES/2008).

Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan selaku pelaksana teknis bidang pembangunan kesehatan membawahi 17 Puskesmas ( 11 Puskesmas rawat inap dan 6 Puskesmas rawat jalan) pada 5 kecamatan harus mampu memenuhi kebutuhan obat publik pada setiap Puskesmas. Selama ini perencanaan kebutuhan obat Puskesmas berdasarkan pada pemakaian obat tahun sebelumnya.

Kebutuhan obat Puskesmas tersebut skala prioritasnya juga berdasarkan kepada 10 penyakit terbesar pada Puskesmas. Kemudian kebutuhan obat Puskesmas disampaikan melalui Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) ke instalasi farmasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan yang pengadaan jenis dan itemnya merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN).

Sedangkan pengadaan kebutuhan obat Puskesmas mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 48 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Obat dengan Prosedur e-Purchasing Berdasarkan e- Catalogue yang menjelaskan bahwa pengadaan obat harus melalui Layanan Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (LPSE) atau e-Catalogue secara on line pada website pelelangan elektronik dan pengadaannya dilaksanakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Melalui sistem

(21)

e-Catalogue obat ini maka Kementerian/Lembaga/Dinas/Instansi (K/L/D/I) tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem e-Catalogue obat dalam pengadaan obat dengan prosedur e-Purchasing.

Pengadaan obat dengan sistem e-Catalogue ini maka jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan yang ditayangkan di portal pengadaan nasional serta pengadaan jenis dan itemnya merujuk pada Formularium Nasional (Fornas). Kemudian Tim perencana obat dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) menyusun rencana kebutuhan obat disesuaikan dengan ketersediaan anggaran. Tim perencana obat dan rencana kebutuhan obat yang akan diadakan tersebut ditandatangani oleh PPTK dan penanggung jawab bidang kefarmasian.

Berdasarkan survey pendahuluan pada Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan, ketersediaan obat di Kabupaten Labuhanbatu Selatan mencapai 86 % (Profil Kesehatan Kabupaten/Kota, 2013) yang disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar, bila dibandingkan dengan target pencapaian 100 % maka Kabupaten Labuhanbatu Selatan masih dibawah target tersebut. Dapat diasumsikan proses perencanaan yang dilakukan pada dinas kesehatan belum sepenuhnya dilakukan dengan benar. Dilihat dari kebutuhan obat yang telah ditetapkan untuk dipesan pada awalnya sebanyak 104 item ternyata setelah disesuaikan dengan e-Catalogue hanya 83 item kebutuhan obat yang dapat dipesan. Pada saat pengadaan kebutuhan obat ternyata hanya 45 item obat (15%) yang terealisasi selebihnya belum terealisasi. Penyebab ketidaksesuaian

(22)

kebutuhan obat melalui e-Catalogue ternyata tidak semua item obat yang dibutuhkan tertera (terdaftar) pada e-Catalogue, (b) kebutuhan obat yang telah dipesan sesuai dengan e-Catalogue tidak seluruhnya pula terealisasi.

Jika diasumsikan kebutuhan obat mengacu kepada 155 macam diagnosis penyakit sehubungan dengan Permenkes Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 bahwa Puskesmas dalam era BPJS diberikan wewenang kesehatan layanan primer mencakup 155 macam diagnosis penyakit maka seharusnya kebutuhan obat di Puskesmas disesuaikan dengan 155 macam diagnosis penyakit, maka estimasi kebutuhan obat sebanyak 932 item. Sementara sampai dengan bulan Desember 2014 ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan hanya sebanyak 114 item. Ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dikhawatirkan secara jangka panjang berdampak terhadap kebutuhan obat di Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa petugas obat di Puskesmas mengeluhkan ketersediaan obat ini, karena ketersediaan obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan tidak sesuai lagi dengan LPLPO kebutuhan Puskesmas, sehingga pasien pengguna obat di Puskesmas menerima jumlah dan jenis obat yang diresepkan oleh dokter untuk kebutuhan obat seminggu hanya bisa diberikan untuk kebutuhan obat selama 2-3 hari saja.

Hasil wawancara peneliti dengan kepala seksi Farmasi di Instalasi Farmasi Kabupaten Labuhanbatu Selatan diketahui bahwa Instalasi Farmasi Kabupaten

(23)

tersebut belum memiliki sumber daya manusia yang cukup dan terampil baik itu di Instalasi Farmasi maupun di Puskesmas terkait dengan kurangnya kelengkapan pencatatan dan pelaporan obat, belum adanya tim perencanaan obat, pengadaan obat-obatan yang masih kurang jenis dan jumlahnya, penyimpanan yang masih belum memadai, yang diasumsikan menyebabkan proses-proses yang terkait dengan pengelolaan obat di instalasi farmasi Kabupaten tidak berjalan optimal.

Simanullang (2014) dalam penelitiannya tentang Analisis Perencanaan Kebutuhan Obat Dalam Implementasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kota Medan menyatakan bahwa perencanaan kebutuhan obat pada era JKN belum sepenuhnya sesuai dengan pedoman teknis pengadaan obat khususnya menyangkut tim perencanaan yang belum terbentuk secara lintas program dan lintas sektoral terkait.

Lubis (2004) dalam penelitiannya tentang Manajemen Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Tembakau Deli Tahun 2004 menyimpulkan bahwa prosedur pengelolaan obat yang sudah ditetapkan belum sepenuhnya mendukung pelaksanaan pengelolaan obat dengan baik, perlu perhatian dan pengkajian ulang pada proses perencanaan kebutuhan obat dengan menggunakan metode konsumsi dan epidemiologi.

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian pada latar belakang maka dikemukakan permasalahan, yaitu :

1. Bagaimana ketersediaan input (SDM, LPLPO, Data penyakit) pada pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan terhadap ketersediaan obat di Puskesmas pada tahun 2015.

2. Bagaimana pelaksanaan proses ( Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, Pendistribusian dan Penghapusan) sebagai fungsi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan terhadap pemenuhan ketersediaan obat di Puskesmas pada tahun 2015.

3. Bagaimana output (Ketersediaan obat Puskesmas) yang dicapai dari pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan pada tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui ketersediaan input ( SDM, LPLPO, Data Penyakit) pada pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan terhadap ketersediaan obat di Puskesmas pada tahun 2015.

2. Mengetahui bagaimana pelaksanaan proses (Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, Pendistribusian dan Penghapusan) sebagai fungsi dari manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten

(25)

Labuhanbatu Selatan terhadap pemenuhan ketersediaan obat di Puskesmas pada tahun 2015.

3. Mengetahui output (Ketersediaan obat di Puskesmas) yang dicapai dari pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan pada tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Pengembangan ilmu pengetahuan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama berkaitan dengan pelaksanaan fungsi manajemen logistik serta menjadi bahan bacaan bagi peneliti berikutnya di masa yang akan datang.

1.4.2 Instansi terkait

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu masukan bagi Instalasi Farmasi Kabupaten Labuhanbatu Selatan dalam penentuan arah kebijakan menyangkut pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di Instalasi Farmasi Kabupaten Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

1.4.3 Peneliti

Merupakan pengalaman yang sangat berharga bagi peneliti dalam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Instalasi Farmasi

(26)

Instalasi farmasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu bagian atau unit pelaksana fungsional dibawah pimpinan seorang apoteker yang memenuhi syarat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara professional, tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pengendalian mutu dan pendistribusian serta penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten (Permenkes RI No. 58 tahun 2014)

Visi dan Misi Instalasi Farmasi Kabupaten 1. Visi Instalasi Farmasi Kabupaten

Visi merupakan suatu pernyataan tentang keadaan atau status suatu instalasi farmasi yang diinginkan oleh pimpinan instalasi farmasi kabupten pada titik waktu tertentu yang akan datang. Status masa depan instalasi farmasi itu meliputi lingkup dan sifat pelayanan bagi semua konsumen internal dan eksternal, posisi pada fasilitas pelayanan kesehatan, penerimaan eksistensi instalasi farmasi kabupaten oleh fasilitas pelayanan kesehatan, yaitu puskesmas, professional kesehatan dan semua stakeholder, tingkat keterampilan serta kemampuan kompetensi tenaga kerja dan sebagainya ( Febriawati, 2013)

2. Misi Instalasi Farmasi Kabupaten

Maksud dari pernyataan suatu misi adalah mengartikulasikan semua kegiatan dan tindakan untuk mencapai visi yang sudah ditetapkan.

(27)

Pernyataan misi mengemukakan alsan dasar dan menetapkan peranan yang akan dilakukan oleh instalasi farmasi dalam lingkungannya. Pernyataan misi itu harus jelas menunjukan lingkupn dan arah kegiatan yang akan dilakukan oleh instalasi farmasi dan sejauh mungkin harus menyediakan suatu model untuk pembuatan keputusan oleh personel pada semua tingkat dalam instalasi farmasi kabupaten (Febriawati, 2013)

Tujuan pembentukan Instalasi Farmasi dan Alat Kesehatan Kabupaten adalah untuk melaksanakan pengelolaan obat dan alat kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna agar obat dan alat kesehatan tersedia dalam jumlah dan jenis yang cukup dan pada waktu yang tepat, serta melaksanakan pemeliharaan mutu obat dan alat kesehatan yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan upaya kesehatan yang menyeluruh, terarah dan terpadu di Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Proses pengelolaan obat dapat terwujud dengan baik apabila didukung dengan adanya ketersediaan dan kemampuan sumber daya dalam suatu sistem.

Dalam Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/068/2010, dinyatakan bahwa tujuan utama pengelolaan obat kabupaten/kota adalah tersedianya obat dengan kualitas baik, tersebar secara merata, jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat di unit pelayanan kesehatan.

Pengelolaan obat yang efisien dan efektif dilakukan dengan harapan dapat menjamin :

(28)

1. Tersedianya rencana kebutuhan jenis dan jumlah obat sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar kabupaten/kota.

2. Tersedianya anggaran pengadaan obat yang dibutuhkan tepat pada waktunya.

3. Terlaksananya pengadaan obat yang efektif dan efisien.

4. Terjaminnya penyimpanan obat dengan mutu yang baik.

5. Terjaminnya pendistribusian obat yang baik dengan waktu tunggu yang pendek.

6. Terpenuhinya kebutuhan obat yang mendukung pelayanan kesehatan dasar sesuai dengan jenis, jumlah dan waktu yang dibutuhkan.

7. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) dalam jumlah dan kualifikasi yang tepat.

8. Digunakannya obat secara rasional sesuai dengan pedoman yang disepakati.

9. Tersedianya informasi pengelolaan dan penggunaan obat yang sahih, akurat dan mutakhir.

2.2 Kedudukan Instalasi Farmasi

Merupakan unit pelaksana dibawah seksi Farmasi dalam lingkungan Dinas Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Dinas Kesehatan.

2.3 Organisasi dan Sumber Daya Manusia pada Instalasi Farmasi

(29)

Banyak para ahli yang telah memberikan pengertian tentang organisasi, diantaranya :

1. Chester Bernard menyatakan bahwa organisasi sebagai sistem kegiatan yang terkoordinir secara sadar; atau suatu kekuatan dari dua manusia atau lebih.

2. Max Weber memberikan deskripsi tentang organisasi sebagai tatanan hubungan social yang dihubungkan dan dibatasi oleh aturan.

3. Richard J. Scoot menjelaskan tentang organisasi yang mengharuskan memiliki batasan-batasan yang jelas, adanya aturan-aturan yang normative, adanya jenjang otoritas, adanya sistem komunikasi dan adanya sistem insentif.

2.3.1 Bentuk Organisasi 1. Organisasi Garis

Merupakan bentuk organisasi tertua dan paling sederhana, diprakarsai oleh Henry Fayol. Bentuk organisasi ini dirancang untuk organisasi kecil, jumlah anggota atau karyawan yang terlibat sedikit dan saling berinteraksi diantara mereka. Spesialisasi tugas tidak begitu ketat.

Bentuk organisasi ini lebih tepat digunakan pada organisasi pengelolaan obat baik di instalasi farmasi maupun instalasi depo obat dibawahnya seperti puskesmas dan pustu.

2. Organisasi Garis dan Staf

(30)

Bentuk organisasi ini dimiliki oleh organisasi besar, cakupan kerjanya yang luas, beraneka ragam dan rumit serta memiliki karyawan yang banyak. Staf dalam hal ini bertugas sebagai tenaga ahli yang memberikan pertimbangan, saran bagi seorang manager organisasi.

3. Organisasi Fungsional

Bentuk organisasi ini menjadi pilihan alternatif dalam struktur organisasi yang melaksanakan pelayanan obat, terlebih jika bidang pengelolaan obat adalah merupakan salah satu bidang dari keseluruhan fungsi organisasi. Dinas kesehatan dalam hal ini dapat saja memiliki sub dinas bidang farmasi yang mengurusi pengelolaan obat.

2.3.2 Sumber Daya Manusia

Instalasi Farmasi harus memiliki Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian yang sesuai dengan beban kerja dan petugas penunjang lain agar tercapai sasaran dan tujuan daripada Instalasi Farmasi tersebut (Permenkes RI No. 58 tahun 2014).

UU No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menjelaskan bahwa sumber daya manusia dalam hal ini yang berperan sebagai tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri dari Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.

1. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

2. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri dari atas Sarjana

(31)

Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.

2.4 Standar Prosedur Operasional

Di dalam UU No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Standar Prosedur Operasional adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang Pekerjaan Kefarmasian.

2.5 Manajemen Logistik Obat

Manajemen logistik merupakan proses pengelolaan yang strategis mengatur pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi dan informasi terkait melalui organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan baik jangka waktu sekarang maupun waktu yang akan datang melalui pemenuhan pesanan dengan biaya efektif (Tunggal, 2010)

Manajemen logistik adalah manajemen yang mengendalikan barang- barang layanan dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai disposisi (Sabarguna, 2009)

Manajemen logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni dalam proses perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Manajemen logistik mampu menjawab tujuan dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut dengan ketersediaan bahan logistik setiap saat bila dibutuhkan dan dipergunakan secara efisien dan efektif. Keberhasilan suatu organisasi mencapai tujuan juga didukung oleh penegelolaan faktor-faktor antara lain Man, Money, Machine,

(32)

Methode dan Material. Pengelolaan yang baik dan seimbang pada kelima faktor tersebut akan memberikan kepuasan kepada kostumer, baik kostumer internal maupun eksternal (Subagya, 1994)

Gambaran siklus sistem administrasi manajemen logistik sebagai berikut :

Gambar 2.5 Siklus Administrasi Manajemen Logistik (Subagya, 1994)

Pengertian obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Permenkes RI No. 16 tahun 2013)

Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang dipergunakan dalam menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada manusia maupun hewan, termasuk dengan tujuan untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh manusia. Dalam hal ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat diutamakan pada obat esensial, sedangkan dari aspek jaminan mutu diberlakukan pada semua jenis obat. Obat esensial

Unsur

Manajemen :

Man

Money

Material

Machine

Methode

Fungsi Manajemen

 Planning

 Organizing

 Actuating

 Controllingg

 Methode

Fungsi Logistik

 Perencanaan

 Penganggaran

 Pengadaan

 Penyimpanan

 Penyaluran

 Penghapusan

 Pengendalian

(33)

adalah obat yang paling banyak dibutuhkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan obat generik adalah obat dengan nama resmi untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Syamsuni, 2005)

Fungsi-fungsi manajemen logistik obat pada dasarnya sama dengan fungsi manajemen pada umumnya, hanya karena untuk kepentingan tujuan logistik maka fungsi manajemen logistik obat adalah sebagai berikut (Aditama, 2005) :

2.5.1 Fungsi Perencanaan

Perencanaan kebutuhan farmasi merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan periode pengadaan Sediaan Farmasi sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan Obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia (Permenkes RI No. 58 tahun 2014).

Dalam tahapan perencanaan logistik, perencanaan logistik dikatakan baik apabila mampu menjawab hal-hal sebagai berikut :

1. Apa yang dibutuhkan untuk menentukan jenis barang yang tepat (what) 2. Berapa yang dibutuhkan untuk menentukan jumlah yang tepat (how much) 3. Bila mana dibutuhkan untuk menentukan waktu yang tepat (when)

4. Dimana dibutuhkan untuk menentukan tempat yang tepat (where)

(34)

5. Siapa yang mengurus dan siapa yang menggunakan untuk menentukan orang atau unit yang tepat (who)

6. Bagaimana diselenggarakan untuk menentukan proses ysng tepat (how) 7. Mengapa dibutuhkan untuk memeriksa apakah keputusan yang diambil

sudah tepat (why)

Menurut Febriawati (2013) yang menjadi pedoman dasar dalam perencanaan pengadaan obat adalah :

1. DOEN ( Daftar Obat Esensial Nasional) 2. FORNAS (Formularium Nasional) 3. Anggaran yang tersedia

4. Penetapan Prioritas 5. Siklus Penyakit 6. Sisa Persediaan

7. Data pemakaian periode lalu

Kegiatan pokok dalam perencanaan pengadaan obat adalah :

a) Seleksi / perkiraan kebutuhan, meliputi memilih obat yang akan dibeli dan menentukan jumlah obat yang dibeli.

b) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.

Ad.a Pemilihan Jenis Obat yang akan dibeli 1. Pemilihan jenis Obat.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

312/MENKES/SK/IX/2013 tentang Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) 2013 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

(35)

HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah maka Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Dati II diwajibkan menyediakan obat esensial dengan nama Generik untuk kebutuhan Rumah Sakit, Puskesmas, dan unit pelaksana teknis lain di wilayahnya.

2. Kriteria pemilihan.

Pemilihan obat idealnya dilakukan setelah mengetahui gambaran pola penyakit di wilayah kerja masing-masing, karakteristik pasien yang dilayani maupun tenaga kesehatan yang melayani pasien.

3. Proses memilih jenis obat.

Terdapat beberapa cara memilih obat, ada yang dilakukan oleh seorang petugas, ada yang dilakukan oleh suatu komite yang khusus dibentuk sebagai pelaksana pemilihan obat, ada juga yang mengikutsertakan konsultan farmakologi. Komite yang dibentuk terdiri dari berbagai disiplin ilmu antara lain : dokter, perawat, apoteker, asisten apoteker dan petugas kesehatan lainnya.

4. Obat Generik.

Obat generik pada dasarnya sama dengan obat dengan nama dagang dari segi khasiat, keamanan dan mutunya, bahkan bentuk obat serta kemasannya. Perbedaannya dengan obat nama dagang adalah pada obat generik tidak ada biaya promosi.

(36)

5. Memilih bentuk obat.

Apabila dalam pengadaan obat dipilih obat-obatan yang harganya mahal, maka jumlah obat yang diperoleh akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan memilih obat yang sama dengan bentuk obat yang lebih murah.

Ad.b Menentukan jumlah obat

Menentukan jumlah obat diperlukan data dan informasi yang lengkap, akurat dan dapat dipercaya.

Metode menyusun perkiraan kebutuhan obat di tiap unit pelayanan kesehatan setidaknya dikenal 3 metode yaitu :

1. Metode Konsumsi

Didasarkan atas analisa data konsumsi perbekalan farmasi pada tahun sebelumnya. Langkah-langkah metode ini adalah :

a. Pengumpulan dan pengolahan data, yang diperoleh dari pencatatan dan pelaporan informasi baik kartu stock, buku penerimaan dan pengeluaran serta catatan harian penggunaan obat.

b. Analisa data untuk informasi dan evaluasi.

c. Perhitungan perkiraan kebutuhan farmasi yaitu : pemakaian nyata pertahun; pemakaian rata-rata perbulan; kekurangan jumlah obat; kebutuhan obat sesungguhnya; menghitung obat yang akan datang.

(37)

d. Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan alokasi dana.

2. Metode Epidemiologi

Didasarkan pada data jumlah kunjungan, frekuensi penyakit dan standar pengobatan yang ada. Langkah-langkah metode ini adalah : a. Pengumpulan dan pengolahan data

b. Menyediakan pedoman/standar pengobatan yang digunakan sebagai perencanaan.

c. Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi.

d. Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.

3. Metode Kombinasi

Merupakan kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi. Berupa perhiyungan kebutuhan obat yang telah mempunyai data konsumsi yang jelas namun kasus penyakit cenderung berubah (naik atau turun).

2.5.2 Fungsi Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang berkesinambungan dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi

(38)

kontrak, pemantauan proses pengadaan, dan pembayaran (Permenkes RI No. 58 tahun 2014).

Siklus pengadaan mencakup :

1. Pemilihan metode pengadaan. Pengadaan perbekalan kesehatan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pembelian secara langsung dan melalui produksi sendiri.

2. Penetapan / pemilihan pemasok.

3. Penetapan masa kontrak.

4. Pemantauan status pemesanan.

5. Penerimaan dan pemeriksaan perbekalan kesehatan.

6. Pembayaran.

7. Penyimpanan.

8. Distribusi .

9. Pengumpulan informasi penggunaan obat.

Menurut WHO, ada empat strategi dalam pengadaan obat yang baik:

1. Pengadaan obat-obatan dengan harga mahal dengan jumlah tepat.

2. Seleksi terhadap supplier yang dapat dipercaya dengan produk yang berkualitas.

3. Pastikan ketepatan waktu pengiriman obat.

4. Mencapai kemungkinan termurah dari harga total.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam proses perencanaan pembelian/pengadaan obat (Subagya, 1994) :

1. Kelengkapan dan mutu informasi 2. Standar penggunaan obat

(39)

3. Cara perhitungan proyeksi kebutuhan 4. Data awal persediaan obat

5. Periode penganggaran 6. Alokasi anggaran 7. Strategi pengadaan

Didalam Permenkes RI No. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit dijelaskan bahwa proses pengadaan obat merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui :

1. Pembelian; secara tender (Oleh Panitia Pembelian Barang Farmasi) atau secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan.

2. Produksi sendiri/pembuatan sediaan obat 3. Sumbangan/droping/hibah

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, obat pada dasarnya termasuk dalam kriteria barang/jasa khusus, karena jenis, jumlah dan harganya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sehingga dapat dilakukan pengadaan melalui penunjukan langsung.

Dengan telah terbangunnya sistem e-Catalogue obat, maka Lembaga/Dinas/Instansi tidak perlu melakukan proses pelelangan, namun dapat langsung memanfaatkan sistem e-Catalogue obat dengan prosedur e-Purchasing.

e-Purchasing merupakan tata cara pembelian barang/jasa berdasarkan e-catalogue obat. Sedangkan e-Catalogue obat adalah sistem informasi elektronik

(40)

yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga obat dari berbagai penyedia barang/jasa tertentu. Dengan dikembangkannya sistem e-Catalogue obat tersebut, maka pengadaan obat oleh Lembaga/Dinas/Instansi dapat dilaksanakan dengan :

1. Pengadaan obat yang tersedia dalam daftar e-Catalogue Portal Pengadaan Nasional dilakukan dengan e-Purchasing.

2. Pengadaan obat yang belum ada dalam daftar e-Catalogue menggunakan proses pengadaan sesuai dengan Peraturan Presiden No. 70 Tahun 2012.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam proses pengadaan diantaranya ( Anief, 2005) adalah :

1. Waktu pembelian mencegah terjadinya kekosongan persediaan

2. Lokasi produksi farmasi berada, apabila waktu yang diperlukan untuk mengirimnya singkat maka waktu pembelian dapat dilakukan pada saat barang hampir habis

3. Frekuensi dan volume pembelian; makin kecil volume barang/jumlah barang yang dibeli makin tinggi frekuensi dalam melakukan pembelian 2.5.3 Fungsi Penyimpanan

Dalam Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik dijelaskan bahwa penyimpanan Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.

(41)

Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Exfire First Out) dan FIFO (First In First Out).

Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan obat-obatan yang diterima pada tempat yang dinilai aman. Tujuan penyimpanan adalah :

1. Memelihara mutu obat ; dengan memperhatikan penataan ruang:

ruangan yang kering (tidak lembab); ada ventilasi; lantai dari tegel atau semen apabila tidak ada lemari atau rak untuk obat maka obat diletakkan dilantai dengan pemberian alas; golongan antibiotic harus dalam wadah tertutup dan terhindar dari cahaya matahari;

begitu juga dengan vaksin dan serum.

2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab ; mempunyai ruang khusus atau gudang obat dan pelayanan obat;

memiliki pintu lengkap dengan kunci; serta memiliki lemari khusus untuk bahan-bahan narkotika.

3. Memudahkan pencarian dan pegawasan ; penyusunan obat dengan memperhatikan kadaluarsa; pengelompokan obat berdasarkan bentuk sediaan; disusun menurut abjad dengan nama generik.

4. Menjaga kelangsungan persediaan.

(42)

Penyimpanan perbekalan Farmasi di gudang atau bagian logistik farmasi dapat menggunakan beberapa sistem penyimpanan (Quick dkk, 1997). Macam- macam sistem penyimpanan tersebut adalah :

1. Fixed Location

Sistem ini diibaratkan seperti rumah, dimana seluruh penghuni dapat mengetahui semua letak barang, karena dalam pengaturan barang masing- masing item persediaan selalu di simpan dalam tempat yang sama dan disimpan dalam rak yang spesifik, rak tertutup atau dalam rak bertingkat.

Kerugian dalam sistem ini antara lain :

a. Tidak fleksibel, jika ada perubahan dalam jumlah pemesanan atau perubahan dalam pengemasan atau keputusan untuk mengubah tempat menjadi lebih besar atau lebih kecil.

b. Jika ada item baru yang dipesan, mungkin tidak ada tempat lagi untuk menyimpannya.

c. Kemungkinan resiko terjadi pencurian tinggi, karena seluruh karyawan mengetahui tempat-tempat item yang diperhitungkan (Obat yang bernilai mahal).

d. Tempat penyimpanan harus dibersihkan dan dijaga kebersihannya karena digunakan untuk jangka waktu yang lama.

2. Fluid Location

Sistem ini dirancang seperti hotel, ruangan penyimpanan ditandai hanya pada waktu barang datang. Penyimpanan dibagi menjadi beberapa tempat yang dirancang dan masing-masing ditandai sebuah kode. Setiap item

(43)

disimpan dalam suatu tempat yang disukai pada waktu pengiriman.

Administrasi sistem fluid location ini berdasarkan pada :

a. Unit pengadaan memberikan informasi mengenai tipe, volume, dan jumlah barang yang datang.

b. Staf gudang menganalisis di mana lokasi barang yang akan digunakan untuk barang yang akan datang dan dapat memilih tempat yang tepat. Data ini dapat dilaporkan di dalam sistem pengontrolan stok.

c. Jika tempat sudah tidak cukup lagi, maka barang-barang lain dapat dipindah untuk menciptakan ruangan yang baru lagi.

d. Pelaporan sistem pengontrolan stok harus diperbaharui.

Sistem ini membutuhkan sistem klarifikasi dimana item dapat dialokasikan dengan kode yang khusus terhadap stok item yang lain. Stok beberapa batch dari beberapa item harus selalu dilaporkan letaknya secara fisik dari setiap item yang disimpan. Batch yang berbeda dari setiap item mungkin disimpan dalam beberapa tempat yang berbeda.

3. Semi Fluid Location

Merupakan kombinasi dari kedua sistem sebelumnya. Sistem ini diibaratkan seperti hotel yang digunakan oleh tamu, selalu mendapatkan tempat yang sama. Barang yang khusus diberikan tempat tersendiri, setiap item ditandai dengan penempatan barang yang cocok supaya mempermudah dalam mengambil stok. Dalam sistem ini, karyawan harus mengetahui di mana letak setiap item, untuk memudahkan dalam

(44)

mengingat setiap item. Untuk barang yang slow moving perlu dilakukan pemilihan lokasi dan penataan ulang. Keistimewaan dari sistem ini adalah ketika mengambil stok selalu diperhatikan tempat yang sama.

Pengaturan penyimpanan obat dan persediaan menurut WHO adalah sebagai berikut :

1. Simpan obat-obatan dengan kesamaan secara bersamaan di atas rak.

Kesamaan berarti dalam cara pemberian oral (luar, oral, suntikan) dan bentuk ramuannya.

2. First Expiry First Out (FEFO)

Obat dengan tanggal kadaluwarsa yang lebih pendek ditempatkan di depan obat yang berkadaluwarsa lebih lama.

3. First In First Out (FIFO)

Menyimpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan prosedur obat yang baru diterima ditempatkan dibelakang obat yang sudah ada.

4. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan catatan pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan.

2.5.4 Fungsi Pendistribusian

Distribusi merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu dari instalasi farmasi dalam pemenuhan pesanan atau permintaan unit-unit pelayanan kesehatan dengan tujuan terlaksananya penyebaran obat secara merata dan teratur serta dapat diperoleh pada saat dibutuhkan, terjaminnya mutu, keabsahan obat dan ketepatan, kerasionalan serta efisiensi penggunaan obat (Permenkes RI No. 58 tahun 2014).

(45)

Penyaluran atau distribusi merupakan kegiatan atau usaha untuk mengelola pemindahan barang dari satu tempat ketempat lainnya ( Subagya, 1994 dalam Febriawati, 2013).

Tahapan distribusi antara lain :

1. Semua jenis logistik yang dibeli atau diadakan baik melalui pihak ketiga (Rekanan) maupun pembelian sendiri harus melalui dan diterima oleh Panitia Penerima Barang.

2. Sebelum Panitia Penerima Barang menerima logistik yang diserahkan, terlebih dahulu diwajibkan kepada Timnya untuk melakukan pemeriksaan atas logistik yang diserahkan tersebut, dengan melakukan pengecekan secara cermat terhadap jenis barang apakah sudah sesuai dengan kontrak, baik jenis, spesifikasi dan jumlahnya.

3. Kelengkapan dokumen pengiriman seperti faktur dll, agar sesuai dengan kontrak ( nama rekanan, tanggal pengiriman, jenis dan jumlah dan lain sebagainya)

4. Dilihat apakah pengiriman telah melampaui batas waktu sesuai dengan batas waktu yang tertera dalam kontrak. Jika melampaui, maka Panitia Penerima Barang membubuhkan tanggalnya sesuai dengan tanggal pada saat barang tersebut diterima. Jangan pernah menyesuaikan tanggal penerimaan barang dengan tanggal yang tertera dalam kontrak.

(46)

2.5.5 Fungsi Penghapusan

Penghapusan adalah serangkaian kegiatan dalam pembebasan barang/obat- obatan milik kekayaan negara dari pertanggung-jawaban berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Subagya, 1994)

Alasan penghapusan barang antara lain :

a. Barang hilang, akibat kesalahan sendiri, kecelakaan, bencana alam, administrasi yang salah, tercecer atau tidak ditemukan.

b. Tehnis dan ekonomis : setelah nilai barang dianggap tidak ada manfaatnya disebabkan faktor-faktor kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, obsolete (meningkatkan efisiensi atau efektifitas), kadaluarsa, aus atau deteriorasi (barang mengurang karena susut), menguap atau handling, busuk karena tidak memenuhi spesifikasi sehingga barang tidak dapat dipergunakan lagi.

c. Surplus dan akses

d. Tidak bertuan : Barang-barang yang tidak diurus

e. Rampasan yaitu barang-barang bukti dari suatu perkara Program Tujuan dari proses penghapusan adalah :

1. Penghapusan pertanggung-jawaban para petugas terhadap barang/obat- obatan yang diurusnya.

2. Menghindarkan pembiayaan.

3. Menghindarkan kerugian negara akibat hancurnya barang tersebut.

4. Menjaga keselamatan kerja dan pengotoran lingkungan.

5. Sebagai sumber dana bagi negara.

(47)

Penghapusan dapat ditinjau dari dua aspek antara lain:

a. Aspek yuridis, administrasi dan prosedur

Dalam aspek yuridis mencakup hal-hal Pembentukan panitia penilai, identifikasi dan inventarisasi peraturan-peraturan yang mengikat, persyaratan atau ketentuan terhadap barang yang dihapus, penyelesaian kewajiban sebelum barang dihapus.

b. Aspek rencana pelaksana teknis

Evaluasi, rencana pemisahan dan pembuangan serta rencana tindak lanjut.

Dalam Permenkes Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotik diatur mengenai penghapusan, bahwa obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk sediaan.

Penghapusan atau pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.

Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan formulir pemusnahan.

Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir pemusnahan resep dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Cara-cara penghapusan yang lazim dilakukan antara lain :

(48)

1. Pemanfaatan langsung

Usaha merehabilitasi/merekondisi komponen-komponen yang masih dapat digunakan kembali dan dimasukkan sebagai persediaan baru.

2. Pemanfaatan kembali

Usaha meningkatkan nilai ekonomis dari barang yang dihapus menjadi barang lain.

3. Pemindahan

Mutasi kepada instansi yang memerlukan dalam rangka pemanfaatan langsung.

4. Hibah

Pemanfaatan langsung atau peningkatan potensi kepada badan atau pihak di luar instansi (Pemerintah),

5. Penjualan/pelelangan

Dijual baik di bawah tangan atau dilelang.

6. Pemusnahan

Menyangkut keamanan dan keselamatan lingkungan.

2.6 Puskesmas

2.6.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengupayakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI No. 75 tahun 2014)

(49)

Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat.

2.6.2 Fungsi Puskesmas

Sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan sangat strategis dalam upaya peningkatan status kesehatan masyarakat umum.

Puskesmas juga diharapkan dapat bertindak sebagai motivator, fasilitator dan turut serta memantau terselenggaranya proses pembangunan di wilayah kerjanya agar berdampak positif terhadap kesehatan masyarakat. Hasil yang diharapkan dalam menjalankan fungsi ini antara lain adalah terselenggaranya pembangunan diluar bidang kesehatan yang mendukung terciptanya lingkungan dan perilaku sehat. Sebagai pusat pembangunan berwawasan kesehatan puskesmas harus secara pro aktif menjalin kemitraan dengan bidang pembangunan (sektor) lain ditingkat kecamatan melalui pertemuan-pertemuan koordinasi membahas situasi dan upaya peningkatan kesehatan lingkungan dan perilaku hidup sehat masyarakat.

(50)

2.6.3 Program Puskesmas

Upaya pelayanan yang diselenggarakan meliputi:

1. Program Kesehatan Masyarakat Esensial

Puskesmas memiliki program esencial yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan sebagian besar masyarakat Indonesia dengan kemampuan dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan internasional yang berkaitan dengan kesakitan, kecacatan dan kematian. Program esencial tersebut antara lain : (a) promosi kesehatan, (b) kesehatan lingkungan, (c) kesehatan Ibu dan Anak, termasuk keluarga berencana, (d) perbaikan gizi, (e) pemberantasan penyakit menular, dan (f) pengobatan. Rincian masing-masing kegiatan dari program esencial tersebut diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama dengan puskesmas mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan serta sesuai dengan kemampuan dan potensial setempat.

2. Program Kesehatan Masyarakat Pengembangan

Program pengembangan merupakan program yang disesuaikan dengan permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan sesuai dengan tuntutan masyarakat sebagai program inovatif dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia dan dukungan dari masyarakat. Program kesehatan pengembangan tersebut antara lain; (a) usaha kesehatan sekolah, (b) usaha kesehatan olah raga, (c) perawatan kesehatan masyarakat, (d) kesehatan kerja,

(e) kesehatan gigi dan mulut, (f) kesehatan jiwa, (g) kesehatan mata,

(51)

(h) kesehatan usia lanjut, (i) pembinaan pengobatan tradisional ( Permenkes RI No. 75 tahun 2014).

2.6 Kerangka Pikir

Pengelolaan obat yang baik demi terwujudnya pemenuhan kebutuhan obat puskesmas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan dasar masyarakat tergantung kepada ketersediaan obat yang ada di instalasi farmasi kabupaten/kota. Sebagai kerangka pikir penelitian disajikan sebagai berikut :

Gambar 2.6 Kerangka Pikir Pelaksanaan Fungsi Manajemen Logistik Obat OUTPUT Tersedianya Obat

yang dibutuhkan Puskesmas

Cukup Tidak Cukup PROSES

- Perencanaan - Pengadaan - Penyimpanan - Pendistribusian - Penghapusan INPUT

SDM LPLPO Data Penyakit

Puskesmas

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif menggunakan metode wawancara dan observasi dalam menggambarkan fenomena yang terjadi terkait pelaksanaan fungsi manajemen logistik obat di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dengan pertimbangan fungsi manajemen logistik obat di instalasi farmasi diasumsikan belum terlaksana dengan baik dan belum mampu dalam memenuhi kebutuhan obat puskesmas sesuai dengan implementasi era JKN saat ini.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus sampai dengan September 2015.

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini adalah seluruh pengelola obat di wilayah kerja Dinas Kesehatan Labuhanbatu Selatan, yaitu unsur dari pihak Dinas Kesehatan serta unsur dari pihak Puskesmas Kabupaten Labuhanbatu Selatan.

Informan dari pihak Dinas Kesehatan terdiri dari : (a) Kepala Dinas Kesehatan

Gambar

Gambar 2.5 Siklus Administrasi Manajemen Logistik (Subagya, 1994)
Gambar 2.6 Kerangka Pikir Pelaksanaan Fungsi Manajemen Logistik Obat  OUTPUT  Tersedianya Obat yang dibutuhkan Puskesmas Cukup Tidak Cukup PROSES -Perencanaan -Pengadaan -Penyimpanan -Pendistribusian -Penghapusan INPUT SDM LPLPO Data Penyakit Puskesmas
Tabel  4.3  Distribusi  Tenaga  Kefarmasian  di  Fasilitas  Kesehatan  Kabupaten  Labuhanbatu Selatan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi resiko postural stress operator packing adalah dengan penambahan palet yang memanfaatkan prinsip gravitasi dan perubahan ukuran pedal

Penulis tidak hanya melakukan wawancara dengan informan yang telah menonton serial animasi “Toshokan Sensō (Library War)” yang memang dijadikan subjek dalam

Sekitar 75% batu sekunder adalah batu kolesterol, dan 25% batu primer yang langsung terbentuk pada duktus koledokus, dan biasanya merupakan batu pigmen coklat.. Batu

Serpong, Cluster Scientia Garden Blok S No. Ampera Raya No. Parang Tritis Blok A VI No. Cempaka Putih Raya No. Citra Garden II Ruko Citra Niaga Blok B No. KH.Mas Mansyur Kav. Daan

Bagaimana menentukan sasaran pembeli dengan memanfaatkan kelompok pembeli, segmen lini produk dan juga pasar geografis.Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Soppeng melihat

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil skripsi dengan judul “ PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN SANITASI RUMAH TERHADAP PERILAKU ORANG TUA DALAM

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai energy metabolis isi rumen sapi produk fermentasi menggunakan Trichoderma viride yang akan digunakan sebagai bahan pakan

selalu berusaha meningkatkan kualitas kerja dan intergritas diri atas perusahaanya diantaranya ialah dengan melakukan berbagai pelatihan kerja dan program