• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

GAFTAR GAMBAR

1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan ………...… 3 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya ………...…….. 4 3 Ikan patin (Pangasius pangasius) ………...…… 11 4 Proses pembuatan sosis ikan patin……....………...… 22 5 Proses pembuatan bahan baku..………...……... 23 6 Perubahan Total protein terlarut bahan baku selama penyimpanan beku... 34 7 Perubahan pH bahan baku selama penyimpanan beku... 37 8 Perubahan WHC bahan baku selama penyimpanan beku... 39 9 Cooking loss sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan

beku... 41 10 Kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama

penyimpanan beku... 42 11 Kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama

penyimpanan ... 43 12 Nilai TVB Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ....…...… 52 13 Reaksi kimia degradasi histidin menjadi histamin ………...…… 53 14 Log Total Mikroba Sosis Patin pada berbagai suhu penyimpanan ... 54 .

15 pH Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..………...… 56 16 Sineresis Sosis Ikan Patin pada berbagai suhu penyimpanan ..…...…. 57 Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengukuran protein terlarut bahan baku sela ma penyimpanan…… 68 2 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap total protein terlarut bahan baku ……… 68 3 Uji Wilayah Berganda Duncan total protein terlarut bahan baku... 68 4 Hasil pengukuran pH bahan baku selama penyimpanan ………….……... . 69

5 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap pH bahan baku ………. ... 69 6 Uji Wilayah Berganda Duncan pH bahan baku………... 69 7 Hasil pengukuran WHC bahan baku selama penyimpanan…………... . 70 8 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan

beku terhadap WHC bahan baku…...………... 70 9 Uji Wilayah Berganda Duncan WHC bahan baku………... 70 10 Hasil pengukuran cooking loss sosis pengaruh jenis baha n baku dan lama

penyimpanan beku……… 71 11 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan

beku terhadap cooking loss sosis …….……… 71

12 Uji Wilayah Berganda Duncan cooking loss sosis……….... 71 13 Hasil pengukuran kekerasan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan

baku dan lama penyimpanan beku………...………. 72 14 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan (obyektif) sosis …..…...………... 72

15 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis……….… 72

16 Hasil pengukuran kekenyalan (obyektif) sosis pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku……….…… 73 17 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan (obyektif) sosis ………..…………... 73 18 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis….…………... 73

19 Hasil uji hedonik penampakan irisan sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ………. 74 20 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penampakan irisan sosis ....……… 75 21 Uji Wilayah Berganda Duncan penampakan irisan sosis………. 75 22 Hasil uji hedonik kekerasan sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……… 76 23 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekerasan sosis ………...……… 77

24 Uji Wilayah Berganda Duncan kekerasan sosis……….. 77

25 Hasil uji hedonik kekenyalan sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ………... .. 78 26. Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap kekenyalan sosis …..……….. 79

27 Uji Wilayah Berganda Duncan kekenyalan sosis……….. 79

28 Hasil uji hedonik aroma sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……….. 80 29 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap aroma sosis ...……… 81

30 Uji Wilayah Berganda Duncan aroma sosis……….. 81

31 Hasil uji hedonik juicines sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……… 82 32 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan

beku terhadap juicines sosis ...……… 83

33 Uji Wilayah Berganda Duncan juiciness sosis……… 83

34 Hasil uji hedonik rasa sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpanan beku ……….. 84 35 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap rasa sosis ...……… 85 36 Uji Wilayah Berganda Duncan rasa sosis………... 85

37 Hasil uji hedonik penerimaan umum sosis pengaruh jenis bahan baku

dan lama penyimpana n beku ……… 86 38 Analisis sidik ragam pengaruh jenis bahan baku dan lama penyimpanan beku terhadap penerimaan umum sosis ……… 87

39 Uji Wilayah Berganda Duncan penerimaan umum sosis……… 87

40 Analisis sidik ragam nilai TVB sosis pada berbagai suhu penyimpanan.... 88 41 Uji Wilayah Berganda Duncan TVB sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 88 42 Analisis sidik ragam nilai TPC sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 88 43 Uji Wilayah Berganda Duncan TPC sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 88 44 Analisis sidik ragam pH sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 89 45 Uji Wilayah Berganda Duncan pH sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 89

46 Analisis sidik ragam sineresis sosis pada berbagai suhu penyimpanan... 89 47 Uji Wilayah Berganda Duncan sineresis sosis pada berbagai suhu

penyimpanan... 89 48 Jenis bahan baku fillet, lumat, dan surimi daging ikan patin ………… 90 49 Sosis ikan patin dari bahan baku fillet, lumat, dan surimi……… 90

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Masalah yang perlu mendapatkan perhatian sungguh-sungguh sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk adalah penyediaan protein. Ikan patin adalah salah satu sumber protein hewani yang mudah didapat dan harganya terjangkau. Menurut data statistik Departemen Kelautan dan Perikanan (2004) produksi ikan patin mencapai 23.962 ton/tahun dari total produksi budidaya ikan air tawar sebesar 346.453 ton/tahun, dengan harga jual pada tingkat konsumen Rp.8.000 sampai dengan Rp.12.000 per kilogram.

Pembuatan sosis dengan menggunakan daging ikan patin merupakan upaya penganekaragaman pengolahan ikan, sehingga diharapkan dapat diterima secara umum karena penampakan dan rasanya telah mengalami modifikasi menjadi lebih menarik dengan citarasa yang disukai. Pengolahan ikan patin menjadi sosis memiliki beberapa keuntungan antara lain memudahkan pengangkutan, memperluas areal pemasaran, memperpanjang daya simpan, menambah variasi produk perikanan menjadi produk siap saji, dan secara tidak langsung merangsang peningkatan produk hasil perikanan.

Agustini dan Swastawati (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan hasil perikanan melalui penganekaragaman produk-produk value-added memiliki prospek yang bagus di masa mendatang dan dapat mendukung suksesnya pelaksanaan Program Ketahanan Pangan Nasional .

Untuk menghasilkan sosis dengan mutu yang baik, diperlukan bahan baku dengan kualitas yang baik, sehingga penanganan pra-olahannya perlu dilakukan untuk menjaga kualitas yang maksimal. Penyimpanan beku adalah suatu cara untuk mempertahankan kualitas dan memperpanjang daya simpan bahan baku, dengan menghambat reaksi metabolisme dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme penyebab kerusakan. Sedangkan penanganan bentuk pra-olahan daging ikan sebelum diolah menjadi sosis adalah fillet, daging lumat, dan surimi yang bertujuan untuk mempermudah pengolahan dalam rangkaian proses produksi serta efisiensi dalam penyimpanan.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Menguji perubahan mutu (total protein terlarut, water holding

capacity, dan pH) bahan baku dalam bentuk fillet, daging lumat, dan surimi selama penyimpanan beku.

2. Menerangkan pengaruh perubahan mutu bahan baku fillet, daging

lumat, dan surimi selama penyimpanan beku terhadap sifat fisik (cooking loss, kekerasan, kekenyalan) dan penerimaan konsumen terhadap sosis yang dihasilkan (organoleptik).

3. Mengukur perubahan mutu sosis (TPC, TVB, pH, sineresis, dan proksimat) selama penyimpanan pada suhu -5oC, 5oC, dan 10oC.

Hipotesis

Penyimpanan bahan baku pra-olahan (fillet, daging lumat, dan surimi) pada suhu beku dapat mempertahankan mutu daging ikan dan menghasilkan produk sosis dengan sifat fisik dan organoleptik yang disukai konsumen.

TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Daging Ikan

Berdasarkan warna daging, ikan dapat dibedakan atas daging putih dan daging merah. Perbedaan warna ini disebabkan oleh protein mioglobin pada daging merah (Dyer dan Dingle, 1961). Hadiwiyoto (1993) menyatakan, daging ikan warna merah mempunyai kandungan mioglobin tinggi dan diimbangi jaringan pengikat dan pembuluh darah, sedangkan daging putih mempunyai kandungan protein tinggi.

Menurut Suzuki (1981), daging merah terdapat hampir di sepanjang tubuh bagian samping di bawah kulit, sedangkan daging putih terdapat di hampir seluruh bagian tubuh ikan. Berdasarkan proporsi daging merah terdapat tiga jenis ikan, yaitu cod dengan proporsi daging merah terkecil, mackarel dengan proporsi daging merah sedang, dan frigate mackarel dengan proporsi terbanyak.

Gambar 1 Tipe daging merah dalam berbagai jenis ikan; (A) cod, (B) mackerel, dan (C) frigate mackerel (Suzuki, 1981). Badan ikan umumnya mempunyai bentuk dan ukuran yang simetris dan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu, kepala, badan (tubuh), dan ekor. Bagian kepala adalah bagian muka yang dimulai dari ujung mulut sampai akhir insang. Bagian badan dimulai dari akhir tutup insang sampai sirip belakang, sedangkan bagian ekor dimulai dari sirip ekor sampai dengan ujung ekor. Di dalam badan ikan terdapat kerangka ikan, daging/otot dan organ-organ lainnya (Hadiwiyoto, 1993).

Gambar 2 Daging ikan dan komponen penyusunnya (Hadiwiyoto, 1993)

Menurut Hadiwiyoto (1993), daging yang terletak di bagian punggung dan perut merupakan jaringan pengikat yang terbanyak dan tersusun oleh segmen-segmen yang disebut miomer dan miomata yang tampak seperti garis-garis zigzag. Potongan melintang badan ikan akan menampakkan garis-garis konsentris miotoma sehingga jelas sekali lokasi mioseptanya. Miotoma sebenarnya adalah jaringan pengikat sedangkan miosepta adalah jaringan pengikat yang lebih besar dan tersusun oleh miotoma- miotoma. Penyusun miotoma adalah suatu bundel benang-benang daging yaitu

endomisium yang merupakan sel daging ikan. Satu sel daging tersusun oleh benang-benang halus yang disebut miofibril.

Badan ikan terdiri atas tulang dan daging/otot. Daging atau otot kebanyakan terdapat pada bagian tubuhnya dan merupakan jaringan-jaringan pengikat yang meliputi bagian punggung, perut, pangkal sirip punggung, pangkal sirip ekor, pangkal sirip belakang, pangkal sirip dada, pangkal sirip depan, dan bagian kepala (Hadiwiyoto, 1993).

deMan (1997) menambahkan, jaringan ikat otot ikan jumlahnya lebih rendah daripada dalam otot mamalia, mengakibatkan tekstur daging ikan lebih empuk jika dibandingkan dengan daging mamalia.

Komposisi Kimia Daging Ikan

Sifat kimia dari daging ikan meliputi komponen-komponen kimia penyusun daging ikan. Daging ikan merupakan bahan biologik yang secara kimiawi sebagian besar tersusun oleh unsur-unsur organik ya itu, oksigen (75%), hidrogen (10%), karbon (9.5%), dan nitrogen (2.5%). Unsur-unsur tersebut merupakan penyusun senyawa-senyawa protein, karbohidrat, lipida, vitamin, enzim dan sebagainya (Irawan, 1995). Komposisi kimia rata-rata daging ikan dapat di lihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia rata-rata daging ikan

Komponen Kimia Komposisi (%)

Air 66 – 84 Protein 16 – 22 Karbohidrat 1 – 3 Lemak 0.1 – 22 Bahan Anorganik 0.8 - 2 *Sumber : Suzuki (1981) Protein

Protein ikan merupakan bagian yang pent ing untuk dipelajari dalam dasar-dasar ilmu dan teknologi ikan terutama dari segi-segi kimianya. Hal ini disebabkan, protein ikan yang mencapai 11 – 27% merupakan komponen terbesar kedua jumlahnya setelah air (Hadiwiyoto, 1993). Berdasarkan lokasinya dalam daging, protein ikan dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu, protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma (Xiong,

2000). Berdasarkan sifat kelarutan protein daging ikan deMan (1997) memilahnya menjadi tiga golongan yang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Penggolongan protein daging ikan berdasarkan kelarutan N

o

Kekuatan ion pada saat pelarutan

Nama golongan lokasi

1 Sama dengan atau lebih

besar dari nol

“myogen” mudah larut

Terutama sarkoplasma, cairan sel otot

2 Lebih besar dari, sekitar

0.3 “Struktur” kurang larut Terutama myofibril, unsur kontraktil

3 Tidak larut “Stroma”

Terutama

jaringan ikat, dinding sel dsb

*Sumber : deMan (1997)

Protein miofibrillar

Protein miofibril adalah protein-protein yang terdapat pada benang-benang daging (miofibril dan miofilamen). Yang termasuk golongan protein ini adalah tipe golongan protein globulin, misalnya myosin, aktin, dan tropomyosin (Xiong, 2000).

Suzuki (1981) menyatakan, protein miofibrillar bersifat sedikit larut dalam air pada pH netral tetapi larut dalam larutan garam kuat. Protein miofibrillar adalah protein yang membentuk miofibril, yang terdiri dari protein struktural (aktin, miosin, dan aktomiosin) dan protein regulasi (troponin, tropomiosin, dan aktinin). Protein miofibrillar merupakan bagian terbesar dari protein ikan yaitu sekitar 66 – 77% dari total protein ikan, dan bila dibandingkan dengan daging mamalia dan unggas daging ikan mengandung protein miofibril yang terbanyak. Miofibril sangat berperan dalam penggumpalan dan pembentukan gel pada daging ikan yang diolah.

Protein sarkoplasma

Suzuki (1981) menyatakan, protein sarkoplasma mengandung protein yang dapat larut dalam air, disebut miogen. Kandungan protein sarkoplasma dalam daging ikan tergantung pada jenis ikan, biasanya terdapat dalam jumlah sekitar 10% dari total protein ikan. Hadiwiyoto (1993), menyatakan

bahwa protein yang tergolong protein sarkoplasma adalah protein albumin, mioalbumin, mioprotein.

Sarkoplasma mengandung bermacam- macam protein yang larut dalam air (miogen). Pada pembuatan surimi, protein sarkoplasma harus dihilangkan dulu karena dapat menghambat pembentukan gel.

Protein stroma

Protein stroma (jaringan pengikat) kebanyakan terdapat dalam miosepta dan endomisium, tetapi ada juga yang terdapat pada sarkolemma atau bagian tubuh yang lain tetapi jumlahnya tidak banyak sekitar 6% dari seluruh protein ikan.

Kolagen adalah salah satu jenis protein jaringan pengikat yang dominan baik dalam jumlahnya maupun peranannya, struktur kolagen menyerupai benang-benang jala. Kolagen tidak larut dalam air maupun larutan garam tetapi larut dalam larutan alkali dan jika dipanaskan maka strukturnya akan berubah menjadi peptida-peptida dengan berat moekul yang lebih rendah.(Hadiwiyoto, 1993).

Lemak

Winarno (1993), menyatakan bahwa berdasarkan kandungan lemaknya, ikan terbagi menjadi 3 golongan yaitu, ikan dengan kandungan lemak rendah (kurang dari 2%) seperti kerang, cod, lobster, bawal, gabus; ikan dengan kandungan lemak medium (2 – 5%) seperti rajungan, oyster, udang, ikan mas, lemuru, salmon; dan ikan dengan kandungan lemak tinggi (5 – 20%) seperti herring, mackarel, salmon, tuna, sepat, tawas, nila.

Menurut Junianto (2003), Kandungan lemak daging merah ikan lebih tinggi dibandingkan daging putih ikan. Namun kandungan protein daging merah ikan lebih rendah dibandingkan daging putih ikan. Berdasarkan kandungan lemak dan protein, ikan digolongkan seperti Tabel 3.

Kandungan lemak ikan bermacam- macam tergantung pada jenis ikan, umur, jumlah daging merah, dan kondisi makanan (Suzuki, 1981). Irawan (1995) menambahkan bahwa kandungan lemak erat kaitannya dengan

kandungan protein dan kandungan air. Pada ikan yang kandungan lemaknya rendah, umumnya mengandung protein dalam jumlah yang cukup besar.

Tabel 3 Penggolongan ikan berdasarkan kandungan protein dan lemak

Tipe Prot (%) Lemak (%) Jenis Ikan

A. Protein tinggi, lemak rendah 15 – 20 < 5 Cod

B. Protein tinggi, lemak sedang 15 – 20 5 – 15 Salmon

C. Protein rendah, lemak tinggi < 5 > 15 Trout

D.Protein sangat tinggi, lemak rendah > 20 < 5 Tuna

E. Protein rendah, lemak rendah < 15 < 5 Oyster

*Sumber : Junianto (2003)

Air

Air adalah komponen terbesar penyusun daging ikan sebesar 66 – 84% dan menurut Suzuki (1981), kadar air pada daging ikan mempunyai hubungan yang berlawanan dengan kadar lemak. Makin tinggi kadar air maka makin rendah kadar lemaknya.

Ilyas (1983) mengatakan bahwa air dalam jaringan daging ikan diikat sangat erat oleh senyawa koloidal dan kimiawi sehingga ia tidak mudah bebas oleh tekanan berat. Kekuatan penahan air pada daging ikan segar adalah maksimum, sedangkan pada ikan yang mulai membusuk kekuatan itu jauh berkurang sehingga cairan itu mudah bebas.

Karbohidrat

Karbohidrat dalam daging ikan merupakan polisakarida, yaitu glikogen yang terdapat dalam sarkoplasma di antara miofibril- miofibril. Glikogen dalam daging sifatnya tidak stabil, mudah berubah menjadi asam laktat melalui proses glikolisis sehingga menyebabkan pH daging ikan turun dengan cepat.

Sifat Fungsional Protein.

Protein adalah salah satu komponen penyusun bahan pangan yang mempunyai peranan sangat besar dalam menentukan mutu produk pangan. Protein mampu berinteraksi dengan senyawa-senyawa lain sehingga berpengaruh pada aplikasi proses, mutu dan penerimaan produk. Sifat-sifat seperti inilah yang disebut sifat fungsional protein seperti: water binding, kelarutan, viscositas, pembentukan gel, flavour binding dan aktivitas permukaan (Kinsella, et al. 1979). Zayas (1997) menambahkan, sifat fungsional protein adalah sifat fisiko-kimia protein yang mempengaruhi tingkah laku di dalam sistim bahan pangan selama persiapan, pengolahan, penyimpanan dan konsumsi yang berperan pada mutu dan sensorik sistem bahan pangan tersebut.

Menurut Cheftel et al. (1985) sifat fungsional protein dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian utama yaitu:

1. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dalam air, misalnya: penyerapan air, penahanan air, dan viskositas.

2. Sifat fungsional protein yang berhubungan dengan reaksi protein dengan protein atau protein dengan lemak, misalnya: pembentukan gel, adonan dan tekstur.

3. Sifat fungsional yang berhubungan dengan sifat permukaan protein,

misalnya: emulsifikasi dan daya buih.

Masing- masing sifat fungsional tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling berkaitan satu dengan lainnya. Keberadaan sifat-sifat tersebut selanjutnya akan memberikan karakteristik tersendiri dalam suatu sistim pangan (Tabel 4).

Tabel 4 Sifat fungsional protein yang dibutuhkan dalam sistim pangan.

Sifat Fungsional Bentuk aktivitas Sistim Pangan

Kelarutan Pelarut protein,

bergantung pada pH

Minuman Daya serap/ikat air Pengikatan hidrogen

HOH

Daging, sosis, roti, kue

Pembentukan gel Pembentukan matrik

protein

Daging, keju, dadih

Daya lekat Pengikatan bahan oleh

protein

Daging, sosis, pasta

Elastisitas Ikatan hidrofobik pada

gluten, ikatan sulfida pada gel

Daging, roti

Emulsifikasi Pembentukan dan

stabilitas emulsi lemak

Sosis, sup, bologna

Daya serap lemak Pengikatan lemak bebas Sosis daging

*Sumber : Kinsella (1979)

Sifat kelarutan protein sangat dipengaruhi oleh pH, suhu, dan pelarut yang digunakan. Pengaruh pH didasarkan pada adanya perbedaan muatan antara asam-asam amino yang menyusun protein. Pada pH tertentu perbedaan muatan tersebut dapat mencapai nol (net charge=0) atau terjadinya kesetimbangan yang dikenal sebagai titik isoelektrik. Pada pH tersebut protein memiliki daya tarik menarik yang paling kuat antara sesamanya dan mulai terurai. Pada pH di atas dan di bawah titik isoelektrik dan lebih besarnya muatan negatif pada pH diatas titik isoelektrik. Perubahan muatan ini menyebabkan menurunnya daya tarik menarik antara molekul protein, sehingga molekul protein lebih mudah terurai dan kelarutan protein akan semakin meningkat (Lehninger, 1982).

Ikan Patin (Pangasius pangasius)

Famili Pangasidae adalah ikan berkumis air tawar yang terdapat di seluruh Asia Selatan dan Asia Tenggara. Mempunyai ciri kulit halus, memiliki dua pasang sungut yang relatif pendek, jari-jari sirip punggung dan sirip dada sempurna dengan tujuh jari-jari bercabang, sebuah sirip lemak berpangkal sempit, sirip dubur panjang dan bersambung dengan sirip ekor. Sirip ekor bercagak dalam dengan mulut yang agak mengarah kedepan.

Hidup diperairan berarus lambat dan aktif di malam hari, memakan detritus dan invertebrate lainnya dari dasar sungai (Whitten, 1996). Susanto dan Amri (1996) menyatakan ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan (Gambar 3). Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala relatif kecil dengan mulut terletak diujung kepala agak sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan cat fish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba.

Gambar 3 Ikan patin (Pangasius pangasius)

Klasifikasi dan identifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) sebagai berikut :

Phyllum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub ordo : Siluroidae

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius pangasius

Komposisi kimia ikan patin per 100 gr daging ikan dapat dilihat pada Tabel 5. Jika dilihat dari komposisi kandungan protein 16.1 % dan lemak

5.7 %, ikan patin termasuk golongan ikan yang berprotein tinggi dan berlemak sedang.

Tabel 5 Komposisi kimia ikan patin.

Komposisi Kimia % bb Air Protein Lemak Abu 75.7 16.1 5.7 1.0 *Sumber : BPMHP (1998) Penyimpanan Beku

Kerusakan bahan-bahan bio logik seperti hasil- hasil perikanan terutama disebabkan oleh terjadinya otolisa dan karena pertumbuhan mikroba. Pada kondisi suhu tertentu aktifitasnya menjadi optimum dan pada konsisi lain aktifitasnya menurun. Penggunaan suhu rendah dapat digunakan untuk mempertahankan kesegaran serta mempertahankan sifat-sifat asli dari ikan (Hadiwiyoto, 1993). Masa simpan dari daging ikan berbeda-beda tergantung dari jenis ikan, komposisi daging ikan, iklim, lingkungan hidup (habitat) dan perlakuan yang diberikan terhadap ikan setelah ditangkap (Potter, 1973).

Selama penyimpanan beku, protein akan mengalami denaturasi dimana akan terjadi perubahan protein ikan ke arah menjauhi sifat-sifat alami protein (Ilyas, 1983). Perubahan protein otot akan mempengaruhi jumlah drip, yaitu (1) besarnya cairan yang keluar dari daging, dan (2) faktor yang berhubungan dengan daya ikat air oleh protein daging (Soeparno, 1994). Denaturasi protein selama penyimpanan beku menghasilkan agregasi yang disebabkan karena meningkatnya ikatan silang (cross- linking) miosin di dalam intermolekul (Yoon dan Lee, 1990).

Bentuk Pra-olahan

Bentuk pra-olahan bahan baku daging ikan yang sering digunakan dalam proses pengolahan biasanya berupa fillet, daging lumat dan surimi. Selain mempermudah dalam proses pengolahan menjadi bentuk produk lainnya, juga lebih efisien dalam penyimpanan terutama penyimpanan beku dibandingkan menyimpan ikan secara utuh.

Fillet

Fillet dibuat dengan menyayat tubuh ikan patin sejajar dengan tulang punggung, dimulai dari bagian ekor hingga ke bagian kepala, isi perut, sirip maupun tulang. Selanjutnya lembaran daging tersebut disayat sedemikian rupa untuk menghilangkan bagian kulitnya (Afrianto, 1995). Menurut Ilyas (1983), terdapat beberapa tipe fillet, yaitu fillet berkulit (skin-on fillet), fillet tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (single fillet) yakni lempengan daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang, kuduk biasanya dipotong, dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yakni dua fillet tunggal seekor ikan yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak dipotong. Hasil fillet biasanya didapat dari 30 sampai 35% berat ikan.

Daging lumat

Daging lumat didapat dengan melakukan penggilingan terhadap daging ikan yang telah difillet yang bertujuan menghaluskan atau melembutkan daging hingga mempermudah proses selanjutnya. Selain memperkecil ukuran menurut Acton (1972), protein daging lebih mudah terekstrak jika dalam ukuran kecil. Forrest et al. (1975) menambahkan, penggilingan bertujuan untuk memecah dan meningkatkan keseragaman ukuran serabut otot dan jaringan ikat sehingga distribusinya merata dan yang terbentuk lebih stabil.

Surimi

Surimi merupakan produk olahan yang terbuat dari daging ikan lumat yang telah diekstrak dengan air dan diberi bahan anti denaturasi, lalu

Dokumen terkait