• Tidak ada hasil yang ditemukan

Galat antara penyelesaian metode perturbasi homotopi dengan

R = DSolve { • ,# == D − E ∗ + ∗ ∗ 1 − + 1 & ⁄ − H ∗ ∗ , c• ,# == H ∗ ∗ − I ∗ c, ,# == N1 ∗ I ∗ c − K ∗ , 0# == 0.1, T2 0# == 0, V1 0# == 0.1}, { ,#, c ,#, ,#}, ,# s:=0.1; E:=0.02; I =0.3; K:=2.4;k:=0.0027 ; Tm:=1500;r:=3; N1:=10; a2=NDSolve[{ T'[t] == s - E *T[t]+r*T[t]*(1 - (T[t] + 1)/Tm) - k*V[t]*T[t], i'[t] == k*V[t]*T [t]- I*i[t], V'[t] == N1* I*i[t] - K*V[t], T[0]==0.1,i[0]==0,V[0]==0.1},{T[t],i[t],V[t]},{t,0,1}] Clear[v1a,v2a,v3a]; fT6[t_]:=0.1` +0.3979529946`t +0.5928490160863474`t2 +0.5886990223518619`t3 +0.4378458844918733`t4 +0.2592468077449956`t5 +0.12579035922563367`t6; fI6[t_]:=0.000027000000000000002`-8.1`*^-6 t +0.000022549589271007`t2 -.00009467199529289067`t3 +0.0003621527641045448`t4+0.000082220009127436`t5 -0.0013193672741750742`t6; fV6[t_]:=0.1` -0.239919`t +0.28789064999999997`t2 - 0.230289970410729`t3 +0.13810286945956635`t4 - 0.06630417187173247`t5 +0.02657320387819802`t6; fT3[t_]=a2[[1,1,2]]; fI3[t_]=a2[[1,2,2]]; fV3[t_]=a2[[1,3,2]]; t1=Table[i,{i,0,0.1,0.01}];

yt3=fT3[t1] yt6=fT6[t1] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err] t2=Table[i,{i,0,1,0.1}]; yt3=fI3[t2] yt6=fI6[t2] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err] fV3[t_]=a2[[1,3,2]]; t3=Table[i,{i,0,1,0.1}]; yt3=fV3[t3] yt6=fV6[t3] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err]

B 6. Galat antara penyelesaian metode perturbasi homotopi dengan penyelesaian numerik pada kasus orang tua (manula)

R = DSolve { • ,# == D − E ∗ + ∗ ∗ 1 − + 1 & − H ∗ ∗ , c• ,# == H ∗ ∗ − I ∗ c, ,# == N1 ∗ I ∗ c − K ∗ , 0# == 0.1, T2 0# == 0, V1 0# == 0.1}, { ,#, c ,#, ,#}, ,# s:=0.05;α:=0.04;β=0.6; γ:=4.8;k:=0.0027 ; Tm:=1500;r:=1.5; N1:=10; a2=NDSolve[{ T'[t] s - α*T[t]+r*T[t]*(1 - (T[t] + 1)/Tm) - k*V[t]*T[t],i'[t] k*V[t]*T [t]- β*i[t], V'[t] == N1*β*i[t] - γ*V[t], T[0] 0.1,i[0] 0,V[0] 0.1},{T[t],i[t],V[t]},{t,0,1}]

ana1=Plot[{T[t]/.a2[[1,1]],i[t]/.a2[[1,2]],V[t]/.a2[[1, 3]]},{t,0,1}] Clear[v1a,v2a,v3a]; fT6[t_]:=0.1`+0.1959629973`t +0.1430717103736336`t2 +0.0696458029240768`t3 +0.025176920366689465` t4 +0.007501820361002101`t5 +0.001756600318225527`t6; fI6[t_]:=0.000027000000000000002`-0.0000162`t - 0.0000334631253645`t2 -0.000045873744253434915`t3 + 0.0009670736690553361`t4 - 0.000222622568471745`t5 - 0.0013412972034706901`t6; fV6[t_]:=0.1`-0.479838`t + 1.1515625999999999`t2 - 1.8425670862507286`t3 + 2.2110114785989534`t4 - 2.122324816024942`t5 + 1.6982927100178673`t6; fT3[t_]=a2[[1,1,2]]; fI3[t_]=a2[[1,2,2]]; fV3[t_]=a2[[1,3,2]]; t1=Table[i,{i,0,0.1,0.01}]; yt3=fT3[t1] yt6=fT6[t1] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err] t2=Table[i,{i,0,1,0.1}]; yt3=fI3[t2] yt6=fI6[t2] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err] t3=Table[i,{i,0,1,0.1}]; yt3=fV3[t3] yt6=fV6[t3] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err]

B 7. Galat antara penyelesaian metode perturbasi homotopi dengan penyelesaian numerik pada kasus anak-anak

R = DSolve { • ,# == D − E ∗ + ∗ ∗ 1 − + 1 &

c• ,# == H ∗ ∗ − I ∗ c, ,# == N1 ∗ I ∗ c − K ∗ , 0# == 0.1, T2 0# == 0, V1 0# == 0.1}, { ,#, c ,#, ,#}, ,# s:=0.2;α:=0.01;β=0.15; γ:=1.2;k:=0.0027 ; Tm:=1500;r:=6; N1:=10; a2=NDSolve[{ T'[t] s - α*T[t]+r*T[t]*(1 - (T[t] + 1)/Tm) - k*V[t]*T[t],i'[t] k*V[t]*T [t]- β*i[t], V'[t] == N1*β*i[t] - γ*V[t], T[0] 0.1,i[0] 0,V[0] 0.1},{T[t],i[t],V[t]},{t,0,1}] ana1=Plot[{T[t]/.a2[[1,1]],i[t]/.a2[[1,2]],V[t]/.a2[[1, 3]]},{t,0,1}] Clear[v1a,v2a,v3a]; fT6[t_]:=0.1`+0.3979529946`t+0.5928490160863474`t2 +0.5886990223518619`t3+0.4378458844918733`t4+0.25924 68077449956`t5+0.12579035922563367`t6; fI6[t_]:=0.000027000000000000002`-8.1`*^- 6t+0.000022549589271007`t2 - 0.00009467199529289067`t3+0.0003621527641045448`t4 0.00008222000912743716`t5-0.0013193672741750742`t6; fV6[t_]:=0.1`-0.239919`t+0.28789064999999997`t2- 0.230289970410729`t3 +0.13810286945956635`t4- 0.06630417187173247`t5 +0.02657320387819802`t6; fT3[t_]=a2[[1,1,2]]; fI3[t_]=a2[[1,2,2]]; fV3[t_]=a2[[1,3,2]]; t1=Table[i,{i,0,0.1,0.01}]; yt3=fT3[t1] yt6=fT6[t1] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err] t2=Table[i,{i,0,1,0.1}]; yt3=fI3[t2] yt6=fI6[t2]

err=Abs[yt6-yt3] Norm[err] t3=Table[i,{i,0,1,0.1}]; yt3=fV3[t3] yt6=fV6[t3] err=Abs[yt6-yt3] Norm[err]

ABSTRACT

WAHFUANAH. Homotopy Perturbation Method to Solve a Model of HIV Infection of Cells (T CD4+). Supervised by JAHARUDDIN and ALI KUSNANTO.

Acquired immunodefficiency syndrome (AIDS) is defined as symptoms of human immune system deterioration caused by human immunodefficiency virus (HIV). The virus damages the leucocytes; therefore, once a person is infected by the HIV, his/her immune system will be paralyzed and eventually he/she will not be able to survive from any disease. HIV is transmitted in many ways, such as having unsafe sex, using unsterilized syringe and blood transfusion. Homotopy perturbation method is implemented to give approximate and analytical solutions of nonlinear ordinary differential equation systems as a model for HIV infection of CD4+ T cells. A modification of the homotopy perturbation method (HPM), based on the use of numerical solution, is proposed. Some plots are presented to show the reliability and simplycity of the homotopy perturbation method. The results obtained in this study indicate that the homotopy perturbation method is highly efficient to solve models of HIV infection of cells (T CD4+). Errors resulting from this method is so small that the solution obtained by is very close to the exact solution.

RINGKASAN

WAHFUANAH. Penyelesaian Model Infeksi HIV pada Sel Darah Putih (T CD4+) dengan Menggunakan Metode Perturbasi Homotopi. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan ALI KUSNANTO.

HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan sejenis retrovirus, yaitu virus yang dapat menggandakan dirinya sendiri pada sel yang ditumpanginya. HIV merusak sistem kekebalan tubuh terutama sel darah putih. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai macam penyakit, kuman, bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. Virus HIV hidup di semua cairan tubuh tetapi hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu yaitu darah, sperma, cairan vagina dan ASI. Penularan dapat juga terjadi melalui hubungan seksual, tranfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi. Selain itu virus ini dapat menular antara ibu dan bayi selama kehamilan, kelahiran dan masa menyusui. Target utama dari infeksi HIV adalah limposit T Helper (sel darah putih), sedangkan yang dikenal sebagai sel T CD4+ adalah antibodi terhadap virus HIV yang dihasilkan oleh limposit T Helper. Sel darah putih merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Jika jumlah sel darah putih menyusut, maka sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi. Infeksi HIV menyebabkan deplesi imunitas sel terutama sel darah putih dan juga menyebabkan turunnya fungsi sel tersebut. Banyak kasus dimana orang positif mengidap HIV, tapi tidak menjadi sakit dalam waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, virus dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem kekebalan tubuh.

Dalam penelitian ini akan diturunkan suatu model matematika yang menyatakan hubungan antara jumlah sel darah putih sehat, jumlah sel darah putih yang terinfeksi virus HIV, dan jumlah virus yang menginfeksi sel darah putih. kemudian model infeksi virus HIV pada sel darah putih (T CD4+) yang telah diperoleh akan diselesaikan dengan menggunakan metode perturbasi homotopi. Dalam tulisan ini dibahas tiga komponen dasar dari pembentukan model, yaitu sel darah putih sehat yang belum terinfeksi virus HIV, sel darah putih yang terinfeksi oleh virus HIV, dan virus HIV yang menyerang sel darah putih yang dapat melumpuhkan sistem kekebalan tubuh. Model infeksi virus HIV pada sel darah putih (T CD4+) berupa suatu persamaan matematika yang berbentuk taklinear. Model ini diselesaikan dengan menggunakan metode perturbasi homotopi Dalam metode ini, terlebih dahulu dikonstruksi suatu persamaan homotopi berdasarkan bentuk dari model infeksi virus HIV tersebut. Kemudian dirumuskan bentuk dari deformasi orde tinggi berdasarkan penyelesaian pendekatan awal yang diberikan pada deformasi orde nol.

Penyelesaian model infeksi virus HIV tersebut diperoleh dalam bentuk deret yang suku-sukunya diperoleh dari deformasi orde nol dan deformasi orde tinggi. Penyelesaian dengan metode ini digambarkan dengan bantuan software Matematica. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan orde deformasi deret yang digunakan.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukan bahwa metode perturbasi homotopi sangat efisien untuk menyelesaikan model infeksi HIV pada

sel darah putih. Galat yang dihasilkan dari metode ini sangat kecil sehingga penyelesaian yang diperoleh dengan metode ini mendekati penyelesaian yang sesungguhnya. Selain itu, dalam penelitian ini kajian hasil dibagi dalam tiga kasus, pertama yaitu kasus pada orang dewasa sebagai acuan. Kasus kedua adalah kasus pada orang tua (manula) dengan asumsi laju pertambahan sel darah putih lebih kecil dari laju kematiannya. Dan kasus ketiga kasus pada anak-anak dimana laju pertambahan sel darah putih lebih besar dari laju kematian alaminya.

Berdasarkan ketiga kasus tersebut diperoleh bahwa jika laju sel darah putih yang dihasilkan lebih kecil dari pada laju kematiannya, maka populasi sel darah putih terinfeksi akan mengalami kepunahan lebih lambat dan populasi virus HIV akan menurunn tapi akan meningkat tajam setelah faktor penambah sel darah putih berkurang. Jika laju sel darah putih yang dihasilkan lebih besar dari pada laju kematiannya, maka populasi sel darah putih terinfeksi dan virus akan stabil dan mengalami kepunahan (hilang dari sistem). Namun jumlah virus baru yang dihasilkan oleh sel darah putih terinfeksi selama waktu hidupnya tidak begitu berpengaruh karena lama kelamaan jumlah virus akan berkurang oleh faktor kematian alaminya.

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindrom (kumpulan gejala) yang timbul akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat terinfeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS bukan merupakan penyakit, melainkan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh berbagai macam mikro organisma yang menyerang tubuh akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh penderita.

HIV merupakan sejenis retrovirus (virus yang dapat menggandakan dirinya sendiri pada sel yang ditumpanginya) yang merusak sistem kekebalan tubuh terutama sel darah putih. Sel darah putih ini berfungsi untuk membantu tubuh melawan berbagai macam penyakit, kuman, bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh. HIV hidup di semua cairan tubuh tetapi hanya bisa menular melalui cairan tubuh tertentu yaitu darah, sperma, cairan vagina dan ASI. Penularan dapat terjadi melalui hubungan seksual, tranfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, kelahiran dan masa menyusui. Sejak pertama kali ditemukan tanggal 5 Juni 1981 (Weiss 1993), AIDS diperkirakan menginfeksi 38.6 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang pada tahun 2006 dan meningkat tajam pada tahun 2009 yang menginfeksi lebih dari 90 juta orang dan menyebabkan kematian lebih dari 26 juta orang (Wikipedia.org/wiki/HIV).

Target utama dari infeksi HIV adalah limposit T Helper (sel darah putih), sedangkan yang dikenal sebagai sel T CD4+ adalah antibodi terhadap virus HIV yang dihasilkan oleh limposit T Helper. Sel darah putih merupakan bagian penting dari sistem kekebalan tubuh. Jika jumlah sel darah putih menyusut, maka sistem tersebut menjadi terlalu lemah untuk melawan infeksi. Infeksi HIV menyebabkan deplesi imunitas sel terutama sel darah putih dan juga menyebabkan turunnya fungsi sel tersebut. Seseorang yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS. Banyak kasus dimana orang positif mengidap HIV, tapi tidak menjadi sakit dalam waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus

merusak sistem kekebalan tubuh. Akibatnya, virus dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem kekebalan tubuh.

Sejumlah model telah dikembangkan untuk mendeskripsikan tentang sistem kekebalan tubuh pasien penderita AIDS. Pada tulisan ini akan dibahas tiga komponen dasar dari pembentukan model yaitu sel darah putih sehat yang belum terinfeksi virus HIV, sel darah putih yang terinfeksi oleh virus HIV, dan virus HIV yang menyerang sel darah putih yang dapat melumpuhkan sistem kekebalan tubuh. Model infeksi virus HIV pada sel darah putih (T CD4+) berupa suatu persamaan matematika yang umumnya berbentuk taklinear. Masalah taklinear ini biasanya sulit diselesaikan baik secara analitik maupun numerik, karena faktor taklinear yang sangat kuat. Terdapat beberapa metode untuk menyelesaikan masalah taklinear. Salah satu pendekatan analitik untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear adalah metode perturbasi homotopi (He 1998, 2000).

1.2 Tujuan penelitian

Berdasarkan dari uraian di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menurunkan suatu hubungan antara jumlah sel darah putih sehat, jumlah sel

darah putih yang terinfeksi virus HIV, dan jumlah virus yang menginfeksi sel darah putih.

2. Menyelesaikan model infeksi virus HIV pada sel darah putih (T CD4+) yang telah diperoleh dengan menggunakan metode perturbasi homotopi.

3. Menginterpretasikan hasil yang diperoleh menggunakan bantuan software Matematica dan membandingkannya dengan hasil numeriknya.

1.3 Metodologi Penelitian

Pada penelitian ini, dibahas penurunan model matematika untuk menjelaskan infeksi virus HIV pada sel darah putih. Masuknya virus HIV ke sel darah putih menyebabkan terbentuknya dua tipe sel darah putih, yaitu sel darah putih sehat dan sel darah putih terinfeksi virus HIV.

Untuk menentukan penyelesaian bagi model infeksi HIV pada sel darah putih (T CD4+), digunakan metode perturbasi homotopi. Dalam metode ini, terlebih dahulu dikonstruksi suatu persamaan homotopi berdasarkan bentuk dari model

infeksi virus HIV tersebut. Kemudian dirumuskan bentuk dari deformasi orde tinggi berdasarkan penyelesaian pendekatan awal yang diberikan pada deformasi orde nol.

Penyelesaian model infeksi virus HIV tersebut diperoleh dalam bentuk deret yang suku-sukunya diperoleh dari deformasi orde nol dan deformasi orde tinggi. Pendekatan penyelesaiannya digambarkan dengan bantuan software Matematica. Interpretasi hasil yang diperoleh dilakukan berdasarkan orde deformasi deret yang digunakan. Kemudian memanfaatkan data dari penyelesaian numeriknya untuk membandingkan hasil-hasil yang diperoleh.

1.4 Sistematika Penulisan

Karya ilmiah ini terdiri atas empat bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang, tujuan, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berupa landasan teori yang berupa definisi dan teori yang mendukung karya ilmiah ini, ilustrasi penggunaan metode perturbasi homotopi dan model matematika yang dikaji dalam penelitian ini. Bab ketiga berupa pembahasan yang berisi analisis metode yang digunakan untuk menyelesaikan model infeksi HIV pada sel darah putih (T CD4+) dengan menggunakan metode perturbasi homotopi, hasil numerik, serta interpretasi numerik. Bab terakhir pada tulisan ini berisi kesimpulan dari keseluruhan penulisan, dan beberapa saran untuk kelanjutan untuk penelitian ini.

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Metode Homotopi

Dalam penelitian ini, diperlukan suatu metode matematika yang disebut metode perturbasi homotopi. Uraian mengenai metode ini disarikan dari (Liao, 2004). Metode homotopi merupakan bentuk umum dari metode perturbasi dan metode dekomposisi Adomain (Jaharuddin 2008). Dalam metode perturbasi, faktor taklinear diperlemah dengan memperkenalkan suatu parameter kecil. Kemudian dalam metode dekomposisi adomain, penyelesaian masalah taklinear dinyatakan dalam suatu deret pangkat (polinomial) yang hanya terdefinisi pada daerah kekonvergenannya. Pada metode homotopi, faktor taklinear tidak perlu diperlemah seperti yang dilakukan pada metode perturbasi. Penyelesaian masalah taklinear dengan menggunakan metode homotopi berupa deret, tapi tidak perlu dimisalkan dalam bentuk deret pangkat (polinomial) seperti yang dilakukan pada metode dekomposisi Adomain.

Untuk mengilustrasikan metode perturbasi homotopi (HPM), tinjau masalah nilai awal berikut : (He 1998, 2000)

= , ϵ Ω 2.1

dengan syarat awal

0 = , dengan = , , , … , dan = , , , … ,

dengan

A : Operator turunan yang bentuknya taklinear

u : Fungsi yang akan ditentukan dan bergantung pada peubah bebas r : Fungsi kontinu yang diketahui pada domain Ω

Misalkan u0 pendekatan awal dari penyelesaian masalah nilai awal (2.1) dan

p ϵ[0,1] suatu parameter. Definisikan fungsi real v(r, p) : x [0, 1] → R dan suatu fungsi H sebagai berikut:

, = 1 − ! − ! " # + − # 2.2

Berdasarkan persamaan (2.2), maka untuk p = 0 dan p = 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:

, 0 = ! − ! " ,

, 1 = − . 2.3 Dengan demikian , 0 = " dan , 1 = masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan , 0 = 0 dan , 1 = 0. Jadi, peningkatan nilai p dari 0 ke 1 menyatakan perubahan nilai H(v, p) dari ! − ! " ke

− . Dalam topologi, proses ini disebut deformasi, sedangkan ! −

! " dan − disebut homotopi.

Proses deformasi yang ditinjau meliputi deformasi orde nol dan deformasi orde tinggi. Pada deformasi orde nol memberikan penyelesaian awal ", sedangkan deformasi orde tinggi memberikan penyelesaian , ,

, . . . , &. Untuk menentukan & ' = 1, 2, 3, . . . dilakukan sebagai berikut. Misalkan fungsi , penyelesaian dari persamaan berikut

, = 0

atau

1 − ! − ! " # − − # 2.4

Jika kedua ruas pada persamaan (2.4) diturunkan terhadap hingga ' kali dan mengevaluasi pada p=0 kemudian dibagi oleh m!, maka diperoleh persamaan berikut:

! &− ᵡ& &* = ℎ , -& &* #

-& &* # = ' − 1 !1 /

&* , #

/ &* |12".

& ='!1 "|12"

dan

0 , m ≤ 1 ᵡ& =

1 , m lainnya Penurunan diberikan pada lampiran (A.1). Deret Taylor dari fungsi , terhadap adalah

,

= " + 3 & 4 &2

&. 2.5

Dalam metode perturbasi homotopi, fungsi , yang dinyatakan dalam bentuk

2.5 merupakan penyelesaian persamaan

, = 0

atau

1 − ! − ! " # + − #

= 0. 2.6

Jadi untuk = 1 diperoleh

, 1 = "+ 3 & 4 &2

.

Karena = , 1 , maka diperoleh

= "+ 3 &

4 &2

.

Hasil ini menunjukan hubungan antara penyelesaian eksak dari masalah nilai awal

2.1 dengan penyelesaian pendekatan awal " dan & , ' = 1,2,3, … yang ditentukan berdasarkan persamaan (2.5) dan (2.6).

(bukti pada lampiran A.1)

Selanjutnya, untuk lebih memahami metode ini, misalkan diberikan suatu masalah nilai awal yang dinyatakan oleh sistem berikut :

/7

/, = 8 − 39*: /8

/,

= 7 − 39*: 2.7

dengan syarat awal

7 0 = 2 dan

8 0 = 3. 2.8

Penyelesaian eksak masalah nilai awal (2.7) dan (2.8) adalah:

7 , = 9:+ 9*:

8 , = 9:+ 29*:.

Selanjutnya akan dicari penyelesaian dari masalah nilai awal 2.7 dan 2.8 dengan menggunakan metode perturbasi homotopi. Berdasarkan persamaan 2.6 diperoleh

1 − =//, − /7/, > + =" //, − + 39*:> = 0

1 − =//, − /8/, > + =" //, − + 39*:>

= 0 . 2.9

Dipilih 7" , dan 8" , suatu konstanta, masing-masing dan . Misalkan penyelesaian persamaan 2.9 dinyatakan dalam bentuk:

= ,"+ , + , + , + …

= ,"+ , + , + ,

+ … . 2.10

Jika persamaan 2.10 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.9 , dan menyusun berdasarkan perpangkatan dari , maka koefisien dari memberikan persamaan berikut:

/ ,

/ ,

/, − + 39*:

= 0 2.11

dengan ,"= dan ," = .

Penyelesaian 2.11 diperoleh dengan mengintegralkan kedua ruas pada persamaan 2.11 terhadap t, sehingga diperoleh

, = , + 39*:− 3 , = , + 39*:− 3.

Bentuk yang lain dari ,@ dan ,@ dapat dilihat pada lampiran (A.2).

Dengan demikian penyelesaian 7 , dan 8 , dengan menggunakan metode perturbasi homotopi berbentuk:

7 , = ,"+ , + , + , + ⋯

8 , = ,"+ , + , + , + ⋯ .

Jika syarat awal 7 0 = 2 dan 8 0 = 3 digunakan, maka penyelesaian untuk

7 , dan 8 , hingga orde kelima adalah:

7 , = −7 + 99*:7, 2 − , − , B 24 + , C 40 8 , = −6 + 99*:− , − 3, −7, 6 + , C 60

Galat antara penyelesaian numerik dan penyelesaian dengan menggunakan metode perturbasi homotopi diberikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Galat antara penyelesaian numerik dan penyelesaian dengan menggunakan metode perturbasi homotopi.

t x y 0.1 0 0 0.2 4.96048 x10-13 1.90998 x10-11 0.3 1.27041 x10-10 2.35053 x10-9 0.4 3.25772 x10-9 3.85606 x10-8 0.5 3.25658 x10-8 2.76954 x10-7 0.6 1.94302 x10-7 1.26404 x10-6 0.7 8.36485 x10-7 4.32742 x10-6

0.8 2.87515 x10-6 1.21391 x10-5

Dari Tabel 1 terlihat bahwa galat antara penyelesaian numerik dengan penyelesaian pendekatan menggunakan metode perturbasi homotopi sangatlah kecil, sehingga metode perturbasi homotopi bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah nilai awal dan masalah nilai batas.

2.2 Model Matematika

Model yang akan dianalisis merupakan suatu model yang dibangun berdasarkan proses infeksi virus HIV pada sel T CD4+ yang dihasilkan Limposit T Helper sel darah putih. Proses infeksi virus HIV pada sel darah putih sampai menghasilkan virus-virus baru terdiri dari beberapa fase, yaitu:

1. Fase adsorpsi, yaitu pelekatan virus pada membran plasma sel darah putih. 2. Fase penetrasi, yaitu pemasukan Ribonucleic Acid (RNA) virus pada sel darah

putih.

3. Fase penggabungan, yaitu RNA virus bergabung dengan RNA sel darah putih. 4. Fase replikasi, yaitu pembentukan kapsoid / selubung protein virus. Enzim

virus Reverse Transcriptase (RT) pada genom RNA virus membuat salinan Deoxyribonucleic Acid (DNA).

5. Fase perakitan, yaitu terjadi perakitan fage-fage baru (komponen virus baru) yang sudah sempurna. Salinan DNA bergabung dengan DNA inang membentuk RNA virus dalam jumlah banyak, lalu RNA virus akan membentuk protein virus. Dari protein virus dihasilkan protease yang membuat virus menjadi matang.

6. Fase lisis (pembebasan), pecahnya membran plasma sel darah putih dan keluar virus-virus baru yang siap menyerang sel darah putih lainnya (http://www.ittelkom.ac.id).

Gambar 1 Proses infeksi virus

Proses infeksi diawali masuknya virus ke dalam sel darah putih sehat. Di dalam sel, enzim virus yakni Reverse Transcriptase (RT) pada genom Ribonucleic Acid (RNA) virus, membuat suatu salinan Deoxyribonucleic Acid (DNA). DNA virus akan bergabung dengan DNA inang membentuk RNA virus dalam jumlah banyak, lalu RNA virus akan membentuk protein virus. Dari protein virus dihasilkan protease virus untuk menghasilkan virus baru yang siap menyerang sel darah putih sehat lainnya. Dalam pustaka (Perelson dan Nelson, 2002) diperlihatkan diagram penyebaran virus tersebut seperti pada Gambar 2.

Laju Infeksi (k)

Produksi virus(N)

s Sel darah putih Virus (V) Sel darah terinfeksi putih sehat r

β γ α mati mati mati

Gambar 2 Diagram penyebaran virus

Pada Gambar 2, T menyatakan sel darah putih sehat yang belum terinfeksi virus HIV dan I menyatakan sel darah putih yang terinfeksi oleh virus HIV. Sel T CD4+ baru yang dihasilkan oleh limposit T helper sel darah putih diasumsikan diproduksi dengan laju s dan mati pada laju α, sedangkan sel darah putih yang terinfeksi akan mati secara alami dengan laju β. Virus baru yang dihasilkan oleh sel darah putih terinfeksi selama waktu hidupnya dengan laju N dan virus akan mati secara alami dengan laju γ. Laju poliferasi maksimum yang mengacu pada keberadaan batas maksimum dari populasi dinyatakan dengan r dan laju infeksi virus terhadap sel darah putih dinyatakan dengan k.

Laju kematian T dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu laju sel T CD4+ baru yang dihasilkan oleh limposit T helper sel darah putih dalam tubuh, sel T yang mempunyai laju kematian alami sebesar α sehingga tingkat kematian sel T pada suatu waktu adalah αT, proliferasi (perkembangbiakan) sel darah putih yang ada sehingga jumlah total sel darah putih dibatasi oleh kepadatan populasi sel T pada proliferasi yaitu Tmax.. Pada kehadiran HIV, sel darah putih menjadi

terinfeksi. Virus ini yaitu V menginveksi sel T dengan laju k menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah putih sehat dalam darah sebesar kVT.

Selanjutnya jumlah populasi sel darah putih terinfeksi pada waktu t dipengaruhi oleh tingkat infeksi virus dan kematian alami sel tersebut. Tingkat infeksi virus adalah kVT, dengan laju kematian sel darah putih terinfeksi adalah β, maka kematian sel darah putih terinfeksi pada suatu waktu adalah βI.

Sementara itu, penambahan jumlah virus di dalam tubuh ditandai dengan jumlah total virus yang diproduksi oleh sel darah putih terinfeksi selama waktu hidupnya, yaitu sebanyak N. Jadi tingkat produksi virus baru adalah NβI. Virus mempunyai laju kematian alami sebesar γ, menyebabkan jumlah virus pada waktu t berkurang sebesar γV .

Konstruksi model matematika untuk model infeksi virus HIV pada sel T CD4+ yang dihasilkan Limposit T helper sel darah putih menggunakan asumsi sel darah putih terinfeksi menghasilkan N virus selama waktu hidupnya dan semua parameter dan variabel yang digunakan taknegatif.

Dengan demikian, uraian di atas dapat diekspresikan secara matematika sebagai suatu sistem persamaan diferensial sebagai berikut:

/ /, = D − E + =1 − &FG+ 1> − H / /, = H − I / /, = JI − K 2.12 dengan:

T : Jumlah sel darah putih sehat yang belum terinfeksi virus HIV I : Jumlah sel darah putih yang sudah terinfeksi virus HIV V : Jumlah virus yang menginfeksi sel darah putih

s : Laju sel T CD4+ baru yang di produksi oleh Limposit T helper sel darah putih

r : Laju proliferasi k : Laju infeksi

N : Jumlah virus baru yang dihasilkan oleh sel darah putih terinfeksi selama waktu hidupnya

α : Laju kematian alami sel darah putih sehat

β : Laju kematian alami sel darah putih yang sudah terinfeksi γ : Laju kematian alami virus yang menginfeksi sel darah putih

persamaan (2.12) merupakan model infeksi HIV pada sel darah putih (T CD4+) yang bentuknya tak linear, persamaan (2.12) akan diselesaikan dengan menggunakan metode perturbasi homotopi.

BAB 3

PEMBAHASAN DAN HASIL

Pada bagian ini akan dibahas perluasan dari metode homotopi yang telah diuraikan pada landasan teori. Kemudian metode perturbasi homotopi tersebut digunakan untuk menyelesaikan model infeksi HIV pada sel darah putih (T CD4+). Alur penelitian yang dilakukan ini mengikuti alur penelitian pada (Liao, 2004) dan (He, 2007)

3.1 Analisis Metode

Berikut ini akan dibahas perluasan dari konsep dasar metode homotopi seperti yang diuraikan pada landasan teori. Untuk itu diperlukan fungsi ,, , ℎ, yang tidak hanya bergantung pada t dan p, tetapi juga bergantung pada parameter bantu h ≠ 0 dan fungsi bantu ≠ 0. Misalkan fungsi H dinyatakan sebagai berikut

, , ℎ, = 1 − ! ,; , ℎ, − " , # +

ℎ ,; , ℎ, − , # (3.1) Selanjutnya, misalkan fungsi , , ℎ, merupakan penyelesaian dari persamaan berikut:

,, , ℎ, = 0

atau

1 − ! ,; , ℎ, − " , # = ℎ ,; , ℎ, − , # 3.2

Berdasarkan persamaan (3.1), maka untuk = 0 dan = 1 masing-masing memberikan persamaan berikut:

, 0, ℎ, = ! ,; 0, ℎ, − "# (3.3)

dan

, 1, ℎ, = ℎ N ,; 1, ℎ, O − # . (3.4)

Menurut persamaan (2.1), maka penyelesaian dari persamaan , 0, ℎ, = 0 dan

, 1, ℎ, P = 0 masing-masing adalah:

" = ,; 0, ℎ, dan = ,; 1, ℎ,

Kedua penyelesaian di atas bergantung pada parameter bantu h dan fungsi bantu , pemilihan parameter bantu h, fungsi bantu T, pendekatan awal ", dan operator linear M perlu memperhatikan validitas dari metode perturbasi homotopi. Dengan pemilihan ini terjamin adanya fungsi ,; , ℎ, dan turunan-turunannya terhadap untuk setiap ϵ 0,1#. Turunan ke m dari fungsi ,; , ℎ, terhadap yang dihitung di = 0 adalah: "& =/ & ,; , ℎ, / & |12" sehingga dinotasikan & ='!1 "& ='!1 / & ,; , ℎ, / & |12"

Deret Taylor dari fungsi ,, terhadap adalah

,, , ℎ, = ,, 0, ℎ, + 3 '!1 4 &2 /& ,; , ℎ, / & |12" & atau ,, , ℎ, = "+ 3 & 4 &2 & 3.5

Selanjutnya h, T, " dan M dipilih sedemikian sehingga digunakan untuk menyesuaikan kekonvergenan deret (3.5) di = 1 terjamin. Jadi untuk = 1 dari

Dokumen terkait