Ori Vir region
Media dasar yang digunakan untuk mengkulturkan eksplan tersusun dari garam makro, mikro dan senyawa organik sesuai dengan media MS, vitamin L2 (1 mg/l), glukosa (3%), agar-agar (8 g/l). Media diatur pH-nya sehingga mencapai 5.8 dan disterilkan dalam otoklaf dengan pemanasan 121 °C dan tekanan 121 psi selama 18 menit.
Untuk media regenerasi I (media MSR-I), ke dalam media dasar ditambahkan BAP (4 mg/l) dan IAA (0.25 mg/l). Media MSR-I digunakan dalam perlakuan pre-kultur, kokultivasi, dan dalam proses induksi pembentukan tunas dari eksplan. Jika telah terinduksi membentuk tunas pada media MSR-I, selanjutnya eksplan disubkultur dalam media pemanjangan tunas (MSR-II) yang tersusun dari media dasar dengan penambahan BAP (1 mg/l), GA3 (2 mg/l), AgNO3 (5 mg/l), dan kalsium pantotenat (2 mg/l).
Kokultivasi dan Pemeliharaan Kultur. Eksplan daun muda diperoleh dengan memotong kedua ujungnya (dibuang), dan lembaran daun kemudian dipotong dua secara transversal. Pada percobaan pre-kultur eksplan daun muda ditanam dalam media MSR-I selama sembilan hari.
Introduksi gen kimera P5CS ke dalam genom cabai Tit Super dilakukan dengan cara merendam eksplan di dalam suspensi Agrobacterium selama 15 menit. Kemudian eksplan dikokultivasi dengan cara menanam eksplan dan bakterinya tanpa antibiotik selama 24 jam. Selanjutnya eksplan dicuci dengan aqua steril dan dibilas dengan MSO cair yang diberi antibiotik cefotaxime [500 mg/l]. Eksplan ditiriskan di atas tisue steril, kemudian ditanam dalam media MSR-I yang telah ditambahkan antibiotik cefotaxime sampai tunas berukuran 1 cm. Selanjutnya eksplan disubkultur ke dalam media seleksi (media MSR-II dengan penambahan antibiotik kanamycin [50 mg/l] dan cefotaxime [500 mg/l]. Antibiotik kanamaycin ditambahkan untuk menekan pertumbuhan sel tanaman asal sehingga sel transgenik dapat tumbuh dan dibedakan dari sel yang lain. Dalam hal ini sel tanaman asal akan mati (peka terhadap kanamaycin = KanS), sedangkan sel transgenik akan tetap hidup (tahan kanamyacin = KanR ). Antibiotik cefotaxime ditambahkan untuk membunuh isolat Agrobacterium.
Eksplan disubkultur ke dalam media seleksi yang masih segar setiap 14 hari sekali. Setiap eksplan yang berhasil membentuk tunas dalam media MSR-II kemudian dipindahkan ke dalam media perkaran yang terdiri dari MSO ditambah IAA 0.1 mg/l.
Semua kultur in vitro diinkubasi dalam ruang kultur dengan intensitas penyinaran 1000-1500 lux selama 24 jam. Suhu ruangan diatur sehingga berkisar antara 20-28°C.
Analisis total nucleic acid PCR untuk gen P5CS. Keberadaan gen P5CS pada genom masing-masing calon cabai transgenik R0 hasil transformasi genetika dianalisis menggunakan total nucleic acid PCR dengan primer spesifik untuk gen
nptII. Total genom tanaman cabai diisolasi dari daun menggunakan metode CTAB yang dikembangkan oleh Graham et al. (1994) dan digunakan sebagai templat untuk PCR. Komponen reagensia dan tahapan PCR yang dilakukan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Amplifikasi PCR dengan primer spesifik nptII menghasilkan produk amplifikasi berupa potongan DNA berukuran 250 bp. Reaksi PCR menggunakan plasmid pBI-P5CS digunakan sebagai kontrol (+), sedangkan reaksi PCR dengan genom tanaman non-transgenik sebagai templat dan reaksi PCR tanpa templat DNA masing-masing digunakan sebagai dua kontrol (-). Hasil total nucleic acid PCR dipisahkan menggunakan elektroforesis gel agarosa sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya.
Toleransi cabai transgenik yang mengekspresikan gen P5CS terhadap cekaman kekeringan dengan pemberian PEG. Planlet cabai transgenik yang telah lulus seleksi media yang mengandung kanamisin dan yang menunjukkan hasil positif dari hasil analisis PCR dengan gen nptII serta tanaman kontrol, ditanam dalam media MS cair dengan penambahan BAP (1 mg/l), GA3 (2 mg/l), AgNO3 (5 mg/l), dan kalsium pantotenat (2 mg/l) serta PEG 0 dan 15% setara dengan potensil osmotik 0 dan -0.41 MPa (Michel dan Kaufmann 1973). Setelah 10 hari perlakuan perendaman dalam larutan PEG tersebut kemudian dilakukan pengukuran kandungan prolina total daun. Kandungan prolina daun dianalisis berdasarkan metode Bates et al. (1973); Sudarsono et al. (2006) Daun (0.2g) digerus dan dihomogenasi dengan 10 ml asam sulfosalisilat (3% b/v). Setelah
disentrigugasi dengan kecepatan 5000xg selama 15 menit menggunakan
Eppendorf table top centrifuge, 2 ml supernatan yang didapat direaksikan dengan 2 ml larutan asam ninhidrin 0.14 M (dengan komposisi ninhidrin 1.25 g, asam asetat glacial serta dipanaskan di atas penangas air hingga suhu 100°C selama 60 menit. Reaksi diakhiri dengan mendinginkan larutan dalam es selama 5 menit. Hasil reaksi diekstraksi dengan 4 ml toluene (99.5%) sehingga terbentuk kromoform dan absorbansi kromoformnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Sebagai standar digunakan DL-Proline (Sigma) yang dilarutkan dalam asam sulfosalisilat (3% b/v).
HASIL
Transformasi gen P5CS dan regenerasi tanaman cabai transgenik. Introduksi gen P5CS ke genom cabai melalui transformasi genetika dengan bantuan Agrobacteriun terpilih telah dilakukan tiga kali. Dua dari tiga kali transformasi genetika yang dilakukan tidak menghasilkan tunas yang KanR. Tunas tersebut gagal membentuk planlet karena kontaminasi atau mati pada media seleksi Kanamaycin [100 mg/l]. Transformasi genetika yang ke-3 (Tabel 8) berhasil diperoleh 145 tunas yang KanR. Dari 145 tunas yang didapat berhasil diperoleh 67 planlet. A. tumefaciens yang digunakan dalam transformasi genetika telah diuji positif membawa plasmid pBI-P5CS berdasarkan hasil PCR. Amplifikasi bagian dari gen kimera P5CS dengan teknik PCR menggunakan primer spesifik untuk gen nptII menghasilkan potongan DNA hasil amplifikasi dengan ukuran 250 bp (Gambar 13)
Gambar 13 Hasil total nucleic acid PCR untuk mendeteksi integrasi gen P5CS: dalam genom cabai transgenik dengan marker nptII
Keterangan: 1 = cv. Tit Super kontrol, 2 sampai 30 = cv.Tit Super transforman.
Tabel 8 Perkembangan jaringan daun cabai var. Tit Super dalam berbagai tahapan transformasi genetika dengan bantuan Agrobacterium hingga menjadi tanaman transgenik. Transformasi genetika untuk mengintroduksikan gen P5CS dengan bantuan Agrobacterium
dilakukan sebanyak empat eksperimen.
Hasil transformasi dengan Agrobacterium: No. exp. Jumlah
eksplan Tunas Planlet Tanaman
Tanaman berbiji 1. 200 - - *) - - 2. 300 - - - - 3. 250 145 67 - - Total 750 P** - 58% 26.8% - -
Keterangan: *[-] Terkontaminasi dan tidak lolos seleksi kanamaycin [100mg/l) sehingga tidak dapat diperoleh tunas dan planlet. **P adalah persentase terhadap total jumlah eksplan, dihitung dengan rumus P=(jumlah respons/jumlah eksplan)x100%.
Produk PCR NptI I 250 bp Produk PCR NptI I 250 bp
Gambar 14 Perkembangan eksplan daun muda cabai var Tit Super dalam tahapan transformasi dengan bantuan Agrobacterium (A1) Prekultur eksplan daun muda cabai var Tit Super dalam media MSR-I, (A2) Kokultivasi eksplan daun muda cabai var Tit Super dalam mdia MSR-I, (B1dan B2) Respon tunas cabai var Tit Super yang resisten dan sensitif terhadap kanamaycin dalam media MSR-II, (C1 dan C2) Planlet cabai var. Tit Super transgenik dalam media perakaran.
A1 A2
B1 B2
Ekspresi gen P5CS pada planlet cabai. Ekspresi gen P5CS pada tanaman cabai transgenik diketahui berdasarkan analisa kandungan prolina total daun. Kandungan prolina total daun cabai baik kontrol maupun cabai transgenik setelah perendaman dengan larutan PEG 15% selama 10 hari dapat dilihat seperti yang terdapat pada Gambar 15 dan Tabel 9, terlihat bahwa tanaman cabai transgenik yang diduga mengandung gen P5CS setelah perendaman dengan PEG selama 10 hari menunjukkan peningkatan kandungan prolina total daun yang sangat tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol. Tanaman kontrol yang direndam dalam PEG 15% selama 10 hari menyebabkan organ daunnya mati hampir seluruh sel-sel pada lamina (helaian daunnya) mati, sehingga kandungan prolina daunnya mengalami penurunan dibandingan dengan kandungan prolina dengan perendaman PEG 0%, sedangkan daun tanaman cabai transgenik yang direndam dalam larutan PEG 15% selama 10 hari masih tetap hijau dan segar, jaringan daun cuma mengalami kematian sel-selnya di pangkal petiolus saja (Gambar 15). Cabai transgenik P5CS dapat bertahan hidup pada kondisi cekaman kekeringan dengan adanya over produksi prolina yang merupakan salah satu senyawa yang bersifat osmopektan yang berguna untuk mejaga turgor sel tetap dalam keadaan yang normal, sedangkan tanaman cabai yang non transgenic daunnya mengalami kematian dalam kondisi cekaman kekeringan yang diberi perlakuan PEG, karena senyawa prolina yang dimilikinya secara alami tidak bisa menjaga turgor selnya akibat cekaman kekeringan tersebut, sehingga menyebabkan air akan tertarik ke luar dari sel daun, akhirnya sel-sel daun akan mati.
Gambar 15 Penampilan daun regeneran cabai cv Tit Super yang direndam dalam larutan PEG 15% selama 10 hari secara in vitro (A) Kontrol dan (B) Transgenik P5CS
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 K ( PEG 0%) TS 32 (PEG 0%) TS 11 (PEG 0%) TS 29 (PEG 0%) K (PEG 15%) TS 29 (PEG 15%) TS 20 (PEG 15%) TS 11 (PEG 15%) TS 9 (PEG 15%) GENOTIPE CABAI PR O L IN A D A U N
Gambar 16 Pengaruh perendaman PEG 0 dan 15% selama periode 10 hari secara
in vitro terhadap kandungan prolina total daun tanaman cabai kontrol dan transgenik R0. Keterangan : K = tanaman cabai Tit Super non transgenic, TS = tanaman cabai Tit Super transgenik
0 500 1000 1500 2000 2500 K ( PEG 0%) TS 32 (PEG 0%) TS 11 (PEG 0%) TS 29 (PEG 0%) GENOTIPE CABAI PR O L IN A D AU N 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 K (PEG 15%) TS 29 (PEG 15%) TS 20 (PEG 15%) TS 11 (PEG 15%) TS 9 (PEG 15%) GENOTIPE CABAI PR O L IN A D A U N
Gambar 17 (A) Distribusi kandungan prolina total daun cabai transgenik R0 dan non transgenik dalam kondisi optimum, (B) Distribuís kandungan prolina total daun cabai transgenik R0 dan non tansgenik dalam kondisi cekaman dengan perendaman PEG 15% selama 10 hari. Keterangan : K = tanaman cabai Tit Super non transgenic, TS = tanaman cabai Tit Super transgenik
Kontrol
PEG 15% A
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 18000 K TS 11 TS 29 GENOTIPE CABAI PR O L IN A D A U N OPT PEG 15%
Gambar 18 Distribusi kandungan prolina total daun cabai transgenik R0 dan non transgenik dalam kondisi optimum dan dalam kondisi cekaman dengan perendaman PEG 15% selama 10 hari pada genotype yang sama
Tabel 9 Kandungan prolina daun cabai transgenik dan non transgenik pada kondisi optimum dan dengan perendaman dalam larutan PEG 15% selama 10 hari
Prolina (ug/g daun) Genotipe Cabai
Optimum Cekaman Kekeringan
Persentase Peningkatan /Penurunan Prolina (%)* Kontrol 2169,28 280,70 -87 Trasgenik No 11 440,69 10991,92 2394 Transgenik No 29 384,58 16598,49 4215
*Penurunan=[ (OPT-CEKAMAN)/OPT] x 100%. OPT=tanaman dalam kondisi optimum, dan CEKAMAN=tanaman dalam kondisi cekaman kekeringan.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian eksplan daun muda tanaman cabai sangat peka terhadap infeksi Agrobacterium. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya eksplan yang mati setelah dilakukan proses kokultivasi. Cara seleksi sel transforman juga dapat mempengaruhi regenerasi tunas transgenik. Gen neomycin phosphotransferase (nptII) atau gen marker selektif lainnya yang ditransfer ke sel tanaman agar dapat menseleksi sel yang ditransformasi dengan menambahkan antibiotik kanamisin pada medium kultur. Jaringan yang tidak ditansformasi akan
memucat dan mati, dan hanya sel yang mengekspresikan gen nptII yang tetap hidup. Walaupun sel mengekspresikan neomysin phosphotansferase, kanamisin seringkali dilaporkan menghambat regenerasi tunas transforman (Everett et al. 1987; Graham dan McNicol et al. 1990). Hal ini disebabkan matinya sel-sel pada jaringan yang mengelilingi sel transforman.
Penundaan penambahan kanamisin pada medium dapat meningkatkan regenerasi sel transforman. Sel lain itu sel akan membelah sehingga dapat menghasilkan sejumlah neomysin phosphotransferase yang cukup (Chabaud et al. 1988; Boulter et al. 1990). Beberapa peneliti melaporkan bahwa penggunaan agen selektif lainnya, seperti hygromysin memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan seleksi dengan kanamisin (Lusdorf et al. 1991; Puonti-Kaerlas et al. 1990). Namun hasil yang berlawan juga dijumpai, seperti yang dilaporkan oleh D’Halluin et al. (1990).
Setelah inokulasi kalus cabai dengan Agrobacterium dan dikulturkan pada media seleksi yang mengandung kanamisin 50 mg/l, terjadi inisiasi kalus baru dan terus berkembang sampai umur empat minggu. Kalus yang terseleksi dan membentuk tunas kemudian dipindahkan ke dalam media perpanjang tunas yang mengandung antibiotik kanamisin 50 mg/l sampai tinggi shootlet 5 cm. Kemudian shootlet-shootlet yang terbentuk dipindahkan ke media perakaran. Kalus maupun tunas yang dapat tumbuh di dalam media seleksi yang mengandung kanamisin tersebut dapat dipastikan telah memiliki gen ketahanan terhadap kanamisin (nptII). Sehingga bisa dipastikan bahwa proses transformasi
Agrobacterium yang membawa plasmid pBI-P5CS telah berhasil.
Regeneran yang diduga membawa gen P5CS menunjukkan morfologi daun yang lebih besar dibandingkan dengan tunas tanaman kontrol. Hal ini diduga karena gen P5CS akan mendorong terbentuknya senyawa prolina yang merupakan salah satu senyawa osmolit yang berfungsi menjaga homeostasi osmotik agar sel tetap turgor. Homeostasi atau keseimbangan ionik bertujuan juga untuk mempertahankan konsentrasi ion di tingkat seluler, jaringan dan organ tanaman.
Gambar 19 Penampilan daun regeneran cabai cv Tit Super secara in vitro (A) Kontrol dan (B) Transgenik
Hasil PCR menunjukkan adanya pita pada ukuran 250 bp baik pada plasmid maupun pada sel tanaman cabai yang tahan terhadap kanamisin (Gambar 13). Tampak bahwa gen nptII telah positif berada dalam genom tanaman cabai. Gen nptII yang merupakan gen ketahanan terhadap antibiotik kanamisin diamplifikasi menggunakan primer spesifik nptII.
Ekspresi gen P5CS pada tanaman cabai transgenik bisa diketahui berdasarkan kandungan prolinanya. Prolina akan terakumulasi di dalam jaringan tanaman apabila tanaman tersebut mengalami cekaman kekeringan atau pada keadaan cekaman salinitas tinggi. Widyasari dan Sugiyarta (1997) menyatakan dalam keadaan normal, prolina yang dihasilkan bersifat umpan balik dan karena kehadiran air, prolina akan dioksidasi kembali menjadi asam glutamat (Gambar 20). Oleh karena itu dalam kondisi normal konsentrasi prolina akan selalu rendah. Pada kondisi cekaman kekeringan oksidasi prolina akan dihambat sehingga produksi prolina akan bertambah dan dengan adanya gen P5CS produksi prolina semakin meningkat karena enzim P5CS memicu katalisis glutamat menjadi prolina. Oleh karena itu adanya akumulasi prolina dapat menjadi indikator tanaman yang toleran terhadap kekeringan.
Hasil analisis kandungan prolina pada cabai transgenik dan non transgenik menunjukkan adanya variasi yang cukup tinggi (Gambar 17). Kadar prolina yang bervariasi ini kemungkinan disebabkan masuknya transgen P5CS ke dalam genom
A B
tanaman terjadi pada intensitas dan posisi yang berbeda. Hal ini menyebabkan ekspresi transgen P5CS dari masing-masing planlet cabai transgenik berbeda pula.
Gambar 20 Rangkaian reaksi oksidasi prolina
SIMPULAN
Introduksi gen P5CS telah berhasil dilakukan pada genom cabai cv. Tit Super, dibuktikan dengan didapatkannya 67 planlet yang tahan kanamisin dan diperkuat dengan hasil PCR. Morfologi tunas yang diduga mengandung gen P5CS lebih besar dibandingkan dengan morfologi daun tanaman cabai kontrol. Ekspresi gen P5CS pada genom tanaman cabai terbukti dapat meningkat kandungan prolina total daun yang mengalami cekaman kekeringan akibat perendaman dengan PEG.