• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 10 Kromatogram lapis tipis dari 9 fraksi hasil KLT preparatif, dari kiri

Rendemen (%) B1 0.0133 6.39 B2 0.0054 2.43 B3 0.0050 2.25 B4 0.0114 5.14 B5 0.1899 85.54 B6 0.0008 0.36 B7 0.0015 0.68 B8 0.0016 0.72 B9 0.0011 0.50

Berdasarkan pemisahan yang dilakukan diperoleh 9 fraksi (fraksi B1-B9). Noda yang terbentuk dapat dilihat pada pola KLT fraksi hasil KLTP pada Gambar 10. Noda yang terbentuk dapat dideteksi dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Gambar 10 Kromatogram lapis tipis dari 9 fraksi hasil KLT preparatif, dari kiri

kekanan: Fraksi B (fraksi kolom teraktif) (0), fraksi B1-B9. (Kondisi KLT: plat KLT Silica gel G60F254, Visualisasi noda: 254 dan 366 nm).

Aktivitas Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan Fraksi Hasil Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)

Fraksi yang telah diperoleh dari hasil pemisahan dengan menggunakan KLTP kemudian masing-masing diuji aktivitas inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase) serta aktivitas antioksidannya. Hal ini bertujuan untuk melihat potensi dari fraksi hasil KLTP dalam menghambat kerja enzim tirosinase serta antioksidan. Adapun hasil pengujian aktivitas inhibitor tirosinase dan antioksidan terhadap 9 fraksi KLTP yang diperoleh, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Nilai IC50 inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase) dan antioksidan pada fraksi hasil KLTP

Nama fraksi

KLTP Inhibitor tirosinase (μgmL-1) Antioksidan (μgmL-1) monofenolase difenolase Metode DPPH

metode ABTS B1 1278.00 1678.20 5.75 24.78 B2 1725.90 -* 76.38 140.56 B3 1284.61 -* 50.37 106.387 B4 -* -* 51.77 -** B5 -* -* -** -** B6 -* -* -** -** B7 -* -* -** -** B8 -* -* -** -** B9 -* -* -** -** asam kojat 156.75 245.19 - - asam askorbat - - 9.79 10.93

Keterangan : IC50: konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas inhibitor tirosinase sebesar 50%; -* : tidak mencapai inhibisi 50% sampai konsentrasi maksimum 2000 μgmL-1. -**: : tidak mencapai inhibisi 50% sampai konsentrasi maksimum 166.67 μgmL-1.

Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa fraksi hasil kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) yang memiliki potensi yang paling baik dalam menghambat enzim tirosinase adalah fraksi B1 dengan nilai IC50: 1278.00 μg/ml pada monofenolase dan IC50: 1678.20 μg/ml pada reaksi difenolase. Nilai IC50 fraksi B1 yang diperoleh pada jalur monofenolase dan difenolase lebih rendah daripada ekstrak pekat metanol kulit batang dan fraksi hasil kolom, hal ini

mungkin disebabkan karena komponen yang terkandung dalam ekstrak pekat metanol kulit batang lebih banyak sehingga efek inhibisi yang dihasilkan juga lebih besar, sedangkan dalam hasil fraksi kemungkinan komponen senyawanya telah terpisahkan sehingga efek inhibisinya menurun.

Fraksi lainnya yang juga memiliki potensi pada jalur monofenolase adalah fraksi B2, dan B3, sedangkan fraksi lainnya tidak mampu menginhibisi 50% enzim tirosinase sampai pada konsentrasi maksimum 2000 μgmL-1, jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan fraksi hasil KLTP sebagai inhibitor tirosinase menurun dibandingkan ekstrak kasar dan fraksi hasil kolom, hal ini disebabkan karena dengan dua kali fraksinasi, efek inhibisi yang diperoleh menurun dibandingkan dengan ekstrak kasar yang memiliki inhibisi yang cukup besar.

Data aktivitas antioksidan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa fraksi hasil KLTP yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan metode DPPH dan ABTS adalah juga fraksi B1 dengan nilai IC50 sebesar 5.75 μg/ml dan 24.78 μg/ml . Fraksi lain yang juga memiliki potensi yang baik adalah fraksi B2, B3, dan B4. tetapi fraksi B4 hanya memiliki potensi dalam menghambat radikal bebas DPPH.

Fraksi B1 KLTP yang memiliki aktivitas inhibitor tirosinase dan antioksidan kemudian di fraksinasi lebih lanjut dengan KLT preparatif, hal ini disebabkan karena fraksi B1 memiliki 2 spot/noda, sehingga diperlukan langkah pemurnian untuk memisahkan kedua spot tersebut. Adapun hasil pemurnian dengan menggunakan KLTP diperoleh 2 fraksi yaitu fraksi B1.1 dan B1.2, dan masing-masing kemudian diuji aktivitas inhibitor tirosinase dan antioksidan untuk melihat diantara 2 fraksi tersebut yang memiliki aktivitas terbaik. Data hasil fraksinasi dan uji aktivitas inhibitor tirosinase untuk fraksi hasil KLTP lanjutan dapat dilihat pada Tabel 8.

Data pada tabel 8 menunjukkan bahwa fraksi hasil kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) lanjutan yang memiliki potensi yang paling baik dalam menghambat enzim tirosinase adalah fraksi B1.1 dengan nilai IC50: 1037.32 μg/ml pada monofenolase dan 1257.24 μg/ml pada reaksi difenolase. Nilai IC50 fraksi B1 yang diperoleh pada jalur monofenolase dan difenolase lebih tinggi daripada ekstrak pekat metanol kulit batang (IC50: 78.79 μg/ml), Fraksi B1.2 tidak memiliki

potensi pada jalur monofenolase dan monofenolase, jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan fraksi hasil KLTP sebagai inhibitor tirosinase tetap berbeda jauh bila dibandingkan dengan kemampuan inhibisi ekstrak kasar dan kontrol positif asam kojat walaupun dengan beberapa kali proses fraksinasi.

Tabel 8 Nilai IC50 uji aktivitas inhibitor tirosinase (monofenolase dan difenolase), uji antioksidan, dan bobot fraksi hasil KLTP lanjutan

Fraksi hasil KLTP lanjutan

Bobot fraksi (g)

Inhibitor tirosinase (µg/mL) antioksidan (µg/mL) monofenolase difenolase metode DPPH Metode ABTS B1.1 0.0043 1037.32 1257.24 14.40 40.67 B1.2 0.0052 -* -* 127.54 -** Asam kojat 156.75 245.19 - - Asam askorbat - - 9.79 10.93

Keterangan : IC50: konsentrasi ekstrak yang mampu menghambat aktivitas inhibitor tirosinase sebesar 50%; -* : tidak mencapai inhibisi 50% sampai konsentrasi maksimum 2000 μgmL-1. -**: : tidak mencapai inhibisi 50% sampai konsentrasi maksimum 166.67 μgmL-1.

Data aktivitas antioksidan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa fraksi hasil KLTP yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi dengan metode DPPH dan ABTS adalah fraksi B1.1 dengan nilai IC50 sebesar 14.40 μg/ml, dan 40.67 μg/ml. Bila dibandingkan dengan data hasil uji antioksidan pada fraksi B1 KLTP, ternyata mengalami penurunan aktivitas, dapat disimpulkan bahwa komponen yang ada dalam fraksi B1 KLTP lebih baik dibanding dengan fraksi B1.1.

Uji Kualitatif Fitokimia

Pengujian fitokimia lanjutan pada fraksi D KLTP bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekundernya. Berdasarkan uji yang dilakukan diketahui bahwa fraksi B1.1 mengandung senyawa flavonoid. Hasil ini juga didukung dengan analisis kualitatif menggunakan KLT dan noda/spot yang terbentuk kemudian diuapi dengan amonia. Warna noda pada sinar tampak adalah merah kecoklatan dan berwarna merah gelap ketika disinari dengan sinar UV. Ketika diuapi dengan amonia, warna yang terbentuk adalah coklat lemah, hal ini menandakan bahwa fraksi B1.1 merupakan senyawa flavonoid golongan isoflavon (Harborne 1987).

Analisis Spektrofotometer Infra Merah (IR)

Fraksi B1.1 yang diperoleh dari hasil KLTP lanjutan kemudian dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer IR. Spektrofotometer IR dapat digunakan untuk menentukan gugus-gugus fungsi yang terdapat pada suatu senyawa, sehingga serapan yang ditunjukkan dapat memperkuat dugaan bahwa fraksi tersebut merupakan senyawa flavonoid. Spektrum inframerah dari fraksi B1.1 dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil absorpsi inframerah gugus fungsi fraksi B1.1 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil absorpsi inframerah gugus fungsi fraksi B1.1 pada ekstrak metanol kulit batang R. apiculata

Bilangan gelombang (cm-1)

Dugaan gugus fungsi Kisaran bilangan gelombang (cm-1)

3348.18 Uluran-OH fenol 3650-3300*

2917.88 Tekukan C-H aromatik 2926±10*

1651.49 Uluran C=O 1900-1550**

1437-1408 Tekukan C=C aromatik 1496-1466 & 1650-1600**

1317.01 C-O fenol 1425-1350**

1020.07 Uluran C-O eter siklik 1200-1150** 708.41 Tekukan C-H aromatik 900-675** Keterangan: * Pavia et al. (1996), ** Colthup et al. (1975).

Hasil spektrum inframerah menunjukkan bahwa pada fraksi B1.1 terdapat uluran –OH fenol pada serapan 3348.18 cm-1, tekukan C-H aromatik pada 2917.88 cm-1, gugus C=O pada serapan 1651.49 cm-1, tekukan aromatik pada 1437-1408 cm-1, pada bilangan gelombang 1317.01 cm-1 terdapat C-O fenol, uluran C-O eter siklik terdapat pada bilangan gelombang 1020.07 cm-1, dan terakhir tekukan C-H aromatik terdapat pada 708 cm-1. Berdasarkan data spektrum FTIR maka diduga bahwa dalam fraksi B1.1 mengandung kelompok senyawa isoflavon (Gambar 11).

Kelompok senyawa isoflavon merupakan salah satu kelompok senyawa yang termasuk golongan senyawa flavonoid yang memiliki gugus fungsi OH dan C=O, beberapa literatur menyebutkan bahwa kelompok senyawa ini memiliki sifat sebagai inhibitor tirosinase. Chang et al. (2007) dan Chang (2009) melaporkan bahwa 3 senyawa turunan isoflavon yang diisolasi dari hasil fermentasi Aspergillus orizae pada soyagerm koji, yaitu 6,7,4 trihidroksiisoflavon, 7,8,4 trihidroksiisoflavon, dan 5,7,8,4 tetrahidroksiisoflavon menunjukkan efek inhibitor tirosinase pada jalur monofenolase dan difenolase.

Senyawa isoflavon yang diisolasi dari tanaman Glycyrrhiza yaitu haginin A (2,3-dimetoksi-7,4-dihidroksisoflav-3-ene), dilaporkan dapat menghambat enzim tirosinase pada jalur monofenolase dengan efek inhibitor non-kompetitif. Senyawa ini ternyata memiliki efek inhibisi 10 kali lipat dibandingkan dengan asam kojat pada jalur monofenolase (Kim et al. 2008).

Simpulan

Ekstrak kasar metanol kulit batang Rhizophora apiculata (IC50 monofenolase: 78.79 µg/mL, dan difenolase: 1116.65 µg/mL) memiliki potensi sebagai inhibitor tirosinase dan dan ekstrak ini juga memiliki potensi sebagai antioksidan (IC50 DPPH: 3.31 µg/mL dan ABTS: 18.47 µg/mL). Hasil fraksinasi dengan kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis preparatif menunjukkan bahwa golongan senyawa yang diduga sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan adalah isoflavon

Saran

Perlu dilakukan proses pemurnian lebih lanjut untuk memperoleh senyawa murni yang bersifat sebagai inhibitor tirosinase dan antioksidan, uji karakteristik dengan LC-MS dan spektroskopi NMR untuk menentukan senyawa penciri secara kuantitatif.

Arung ET, Kusuma IW, Iskandar YM, Yasutake S, Shimizu K, Kondo R. 2005. Screening of Indonesian plants for tyrosinase inhibitory activity. Journal Wood science 51: 520-525.

Batubara I, Darusman LK, Mitsunaga T, Rahminiwati M, Djauhari E. 2010. Potency of Indonesia medicinal plants as tyrosinase inhibitors and antioxidant agent. Journal of Biologi Science, 10: 138-144.

Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2009. Screening anti-acne potency of Indonesia medicinal plants: Antibacterial, lipase inhibition and antioxidant activities. Journal Wood Science. 55: 230-235.

Chang T, Ding HY, Tai SSK, Wu CY. 2007. Mushroom tyrosinase inhibitory effects of isoflavones isolated from soygerm koji fermented with Aspergillus oryzae BCRC 32288. Journal of Food chemistry. 105: 1430-1438.

Chang T. 2009. An updated review of tyrosinase inhibitor. International Journal of Molecular Science. 10: 2440-2476.

Colthup NB, Daly LD, Wilberly SE. 1975. Introduction to infrared and Raman spectroscopy. 2nd edition. New York: Academic Press.

Dimitrios B. 2006. Sources of natural fenolic antioxidants. Trends in Food Science and Technology. 17: 505-512.

Duke CN. 2006. Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa, R. annamalai, (indo-west pacific still mangrove), species profile for Pacific Island forestry (www.traditionaltree.org):1-20.

Gao M, Xiao H, Yang S. Screening of antitumor compound from Rhizophora apiculata blume. Journal of biotechnology, 136s:s577-s588.

Hakim EH, Syah YM, Juliawati LD, Mujahidin D. 2008. Aktivitas antioksidan dan inhibitor tirosinase beberapa stilbenoid dari tumbuhan Moraceae dan Dipterocarpaceae yang potensial untuk bahan kosmetik. Jurnal Matematika dan Sains, 13: 33-42.

Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry 1st ed. New York: McGrawHill.

Harborne JB. 1987. Metode fitokimia. penuntun cara modern menganalisis tumbuhan. Bandung: ITB press. Terjemahan Kosasih Padmawinata

Kariosentono H. 2008. Kelainan pigmentasi kulit dan penuaan dini serta peran pendidikan kedokteran di bidang ilmu kesehatan [terhubung berkala]

Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik, penerjemah: Saptorahardjo A. Terjemahan dari Basic Concepts of Analytical Chemistry. Jakarta: UI Press. Kim JH, Baek SH, Kim DH, Chung DK, Lee CH. 2008. Downregulation of

melanin synthesis by Haginin A and its application to in vivo lightening model. Journal Invest Dermatol. 128: 1227-1235.

Krishnaiah D, Sarbatly R, Nithyanandam R. 2010. A review of the antioxidant potential of medicinal plant species. Journal Food and Bioproducts

Processing, article in press. DOI : 10.1016/j.fbp.2010.04.008.

Likhitwitayawuid. K. 2008. Stilbenes with tyrosinase inhibitor activity. Current Science. 94: 44-52.

Loo AY, Jain K, Darah I. 2007. Antioxidant and radical scavenging activities of the pyroligneous acid from a mangrove plant, Rhizophora apiculata. Journal of Food Chemistry, 104: 300-307.

Lopolisa CP. 2010. Penapisan senyawa penciri inhibitor tirosinase pada batang Xylocarpus granatum. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , Institut Pertanian Bogor.

Macrini DJ, Suffredini IB, Varella AD, Younes RN, Ohara MT. 2009. Extracts from Amazonian plants have inhibitory activity against tyrosinase: an in vitro evaluation. Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 45:715-721.

Miyazawa M. 2007. Inhibitory compound of tyrosinase activity from the sprout of Polygonium hydropiper L.(Benitade). Biology Pharmaceutical Bulletin.

30: 595-597.

Moon JK, Shibamoto T. 2009. Antioxidant assays for plant and food components. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 57: 1655-1666.

Nurrefiyanti ALL. 2010. Potensi ekstrak Rhizophora sp sebagai inhibitor tirosinase. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam , Institut Pertanian Bogor.

Pavia DL, Lampman GM, Kriz GS. 1996. Introduction of spectroscopy-A guide for student of organic chemistry. 2nd Edition. Saunders College Publishing. Philadelplia.

Pinnell S . 2003. Oxidative stress, and topical anti oxidant protection. Journal American Academical Dermatol  48 : 1-12

Premanathan M, Arakaki R, Izumi H, Kathiresan K, Nakano M, Yamamoto N, Nakashima H. 1999. Antiviral properties of a mangrove plant, Rhizophora apiculata Blume, against human immunodeficiency virus. Antiviral Research 44:113–122.

Prota G, Thompson R.H. 1976. Melanin pigmentation in mammals. Endeavor 35: 32-38.

Purnobasuki H. 2005. Potensi Mangrove sebagai tanaman obat. Jurnal biota IX 2: 125-126.

Rahim A, Rocca E, Steinmetz J, Kassim M, Ibrahim M, Osman H. 2008. Antioxidant activities of mangrove Rhizophora apiculata bark extracts. Journal of Food Chemistry 107: 200-207.

Roberta R, Pellegrini N, Prottegente A, Pannala A, Yang M, Evans CR. 1999. Antioxidant activity applying an improved ABTS radical cation decolorization assay. Journal Free Biology & Medicine 26: 1231-1237.

Rouessac F, Rouessac A. 2007. Chemical analysis: modern Instrumentation Methods and techniques. edisi ke- 2, England: John wiley & Sons.

Supriyanti FMT. 2009. Pemanfaatan senyawa bioaktif dari ekstrak kulit batang Artocarpus sp sebagai inhibitor tirosinase pada pigmentasi kulit. Jurnal Pengajaran MIPA 13: 105-115.

Sur TK, Seal T, Pandit S, Bhattacharyya D. 2004. Hypoglycemic activities of a mangrove plant Rhizophora apiculata blume. Natural Product Sciences 10: 11-15.

Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum. Zheng ZP, Cheng KW, Chao J, Wu J, Wang M. 2008. Tyrosinase inhibitors from

paper mulberry (Broussonetia papyrifera). Journal Food Chemistry 106: 529-535.

Lampiran 1 Prosedur penelitian

a. Preparasi sampel Rhizopohora apiculata

R. apiculata dari Makassar

Sulawesi selatan

Serbuk batang Serbuk kulit

batang

Serbuk akar

Diidentifikasi/ determinasi

Dipisahkan

Batang Kulit batang Akar

  Pengeringan dan pembuatan serbuk

Penentuan kadar air

b. Ekstraksi dan uji aktivitas awal sampel R. apiculata (lanjutan)

Ekstrak etil asetat Batang, kulit batang, dan akar

Maserasi dengan etil asetat

Ekstrak teraktif inhibitor tirosinase

Uji fitokimia

Uji aktivitas inhibitor

tirosinase

Uji aktivitas antioksidan:

DPPH, ABTS

Ekstrak n-heksana

Batang, kulit batang, dan akar

Ampas Serbuk batang

Serbuk kulit

batang Serbuk akar

Maserasi dengan n-heksana

Ampas

Ekstrak metanol Batang, kulit batang, dan akar

Maserasi dengan metanol

c. Fraksinasi ekstrak teraktif inhibitor tirosinase (lanjutan)

Penentuan eluen terbaik

Fraksinasi dengan kromatografi kolom

Uji aktivitas inhibitor tirosinase

Uji aktivitas antioksidan: DPPH, ABTS

Fraksi aktif inhibitor tirosinase

Dipisahkan dengan KLT Preparatif

Fraksi hasil KLT Preparatif

- Uji inhibitor tirosinase

- Uji aktivitas Antioksidan: DPPH, ABTS

Fraksi KLTP teraktif

Uji kualitatif fitokimia

Identifikasi dengan spektrofotometer IR

Senyawa inhibitor tirosinase Ekstrak teraktif inhibitor tirosinase

Lampiran 3 Kadar air serbuk batang, kulit batang, dan akar R. apiculata Sampel Ulangan Bobot (g) Kadar air (%) Rerata kadar air (%) kosong isi kering + kosong kering Batang 1 1.9163 3.0207 4.6536 2.7373 9.38 9.50 2 1.9628 3.0233 4.6963 2.7335 9.59 3 1.9848 3.0229 4.7194 2.7346 9.54 Kulit batang 1 1.9058 3.0014 4.6143 2.7085 9.76 9.33 2 1.9635 3.0044 4.7003 2.7368 8.91 3 1.9235 3.0046 4.6475 2.7240 9.34 Akar 1 1.8748 3.03 4.6498 2.7750 8.42 8.40 2 1.9681 3.0315 4.7447 2.7766 8.41 3 1.9359 3.031 4.7128 2.7769 8.38

Contoh perhitungan kadar air: Sampel batang (ulangan 1)

Bobot kering : (bobot kering bahan + bobot cawan kosong) – (bobot cawan kosong)

: 4.6536 g – 1.9163 g : 2.7373 g

Kadar air : bobot basah bahan – bobot kering x 100% Bobot basah bahan

: 3.0207 g – 2.7373 g x 100% 3.0207 g

Lampiran 4 Kadar abu serbuk batang, kulit batang, dan akar R. apiculata Sampel Ulangan Bobot (g) Kadar abu (%) Rerata kadar abu (%) cawan sampel cwn + sampel abu Batang 1 28.5866 1.0008 28.7215 0.1349 13.48 13.17 2 31.4009 1.0007 31.5258 0.1249 12.48 3 26.4765 1.0009 26.6120 0.1355 13.54 Kulit batang 1 30.7808 1.0009 30.8900 0.1092 10.91 10.82 2 26.4012 1.0007 26.5111 0.1099 10.98 3 40.0288 1.0011 40.1345 0.1057 10.56 Akar 1 33.4938 1.0013 33.5912 0.0974 9.73 9.98 2 33.1292 1.0015 33.2260 0.0968 9.67 3 27.0029 1.0014 27.1086 0.1057 10.56

Contoh perhitungan kadar abu berdasarkan bobot kering Sampel batang (ulangan 1)

Bobot abu : (bobot cawan + sampel) – bobot cawan porselen : 28.5866 g – 28.5866 g

: 0.1349 g

Kadar abu : bobot abu x 100% (1- Kadar air) x bobot sampel

: 0.1349 g x 100% (1- 0.0950) x 1.0008 g

: 13.48%

Lampiran 5 Rendemen ekstrak kasar R. apiculata BL Sampel Pelarut Rerata kadar air (%) Bobot sampel (g) Bobot ekstrak kasar (g) Rendemen (%) Batang n-heksana 9.50 60.0045 1.6547 3.05 etil asetat 9.50 60.0045 1.6174 2.98 metanol 9.50 60.0045 4.6339 8.53 Kulit batang n-heksana 9.33 60.0076 1.3590 2.50 etil asetat 9.33 60.0076 1.4983 2.75 metanol 9.33 60.0076 12.4874 22.95 Akar n-heksana 8.40 60.0019 1.0783 1.96 etil asetat 8.40 60.0019 1.7503 3.18 metanol 8.40 60.0019 4.8666 8.85

Contoh perhitungan rendemen ekstrak kasar batang n-heksana Rendemen : bobot ekstrak kasar x 100%

(1 – kadar air) x bobot sampel : 1.6547 g x 100% (1 – 0.095 ) x 60.0045 g : 3.05%

Lampiran 6 Contoh perhitungan IC50 Inhibitor Tirosinase baik monofenolase dan difenolase ekstrak teraktif (ekstrak metanol kulit batang Rhizophora apiculata)

Ekstrak metanol kulit batang (monofenolase dan difenolase): Konsentrasi

(μgmL-1) % inhibisi monofenolase % inhibisi difenolase

4000 63.3333 66.1937 2000 62.2695 52.5440 1000 62.1206 42.2701 500 61.0496 43.2975 250 60.6383 39.0900 125 54.3262 32.8767 62.5 47.1631 29.5988

Kurva persamaan garis antara konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai sumbu X dan % inhibisi monofenolase sebagai sumbu Y sebagai berikut:

Diperoleh persamaan garis sebagai berikut: Y : 7.786 ln (x) + 16

50 : 7.786 ln (x) + 16 Ln (x) : 50 - 16/ 7.786 (x) : 78.79 μg/ml.

Lampiran 6 (Lanjutan)

Kurva persamaan garis antara konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai sumbu X dan % inhibisi difenolase sebagai sumbu Y sebagai berikut:

Diperoleh persamaan garis sebagai berikut: Y : 7.847 ln (x) – 5.071

50 : 7.847 ln (x) – 5.071 Ln (x) : 50 – 5.071/ 7.847 (x) : 1116.65 μg/ml.

Lampiran 7 Contoh perhitungan IC50 antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH untuk ekstrak teraktif (ekstrak metanol kulit batang Rhizophora apiculata)

Contoh perhitungan IC50 antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH sebagai berikut:

Ekstrak metanol kulit batang (ulangan 1 dan 2) Konsentrasi (μg/mL) % inhibisi ulangan 1 % inhibisi ulangan 2 166.67 80.15 81.71 133.33 80.91 76.07 100.00 79.58 81.91 66.67 81.47 78.40 33.33 79.02 79.77 16.67 80.53 78.79 13.33 76.56 81.52 10.00 72.78 80.54 6.67 65.22 58.75 3.33 47.64 50.97 1.67 32.14 40.86 Kurva regresi antara % penangkapan radikal bebas DPPH versus konsentrasi

ekstrak (ppm) untuk ulangan 1:

Diperoleh persamaan regresi: Y : 21.99 ln (x) + 21.44 50 : 21.99 ln (x) + 21.44 (x) : 3.66 μg/ml

Lampiran 7 (Lanjutan)

Kurva regresi antara % penangkapan radikal bebas DPPH versus konsentrasi ekstrak (ppm) untuk ulangan 2:

Diperoleh persamaan regresi: Y : 20.51 ln (x) + 27.62 50 : 20.51 ln (x) + 27.62 (x) : 2.977 μg/ml

Jadi IC50 dari ekstrak metanol kulit batang ulangan 2 adalah 2.977 μg/ml.

Rata-rata nilai IC50 antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH adalah:

IC50 rata-rata : 3.66 μg/ml + 2.977 μg/ml 2

: 3.31 μg/ml.

Lampiran 8 Contoh perhitungan IC50 antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas ABTS untuk ekstrak teraktif (ekstrak metanol kulit batang Rhizophora apiculata)

Contoh perhitungan IC50 antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas ABTS sebagai berikut:

Ekstrak metanol kulit batang Konsentrasi (μg/mL) % inhibisi ulangan 1 % inhibisi ulangan 2 166.67 90.13 89.40 133.33 89.47 89.29 100.00 89.58 89.29 66.67 89.91 89.05 33.33 80.82 57.02 16.67 40.24 44.88 13.33 35.70 40.48 10.00 30.60 25.48 6.67 19.40 21.90 3.33 11.42 12.86

Kurva regresi antara % penangkapan radikal bebas ABTS versus konsentrasi ekstrak (ppm) untuk ulangan 1:

Diperoleh persamaan regresi: Y : 29.07 ln (x) – 32.88 50 : 29.07 ln (x) – 32.88 (x) : 17.31 μg/ml

Lampiran 8 (Lanjutan)

Kurva regresi antara % penangkapan radikal bebas ABTS versus konsentrasi ekstrak (ppm) untuk ulangan 2:

Diperoleh persamaan regresi: Y : 25.11 ln (x) – 24.76 50 : 25.11 ln (x) – 24.76 (x) : 19.63 μg/ml

Jadi IC50 dari ekstrak metanol kulit batang ulangan 2 adalah 19.63 μg/ml.

Rata-rata nilai IC50 antioksidan dengan metode penangkapan radikal bebas ABTS adalah:

IC50 rata-rata : 17.31 μg/ml + 19.63 μg/ml 2

: 18.47 μg/ml.

Lampiran 9 Hasil pencarian eluen terbaik untuk kromatografi kolom ekstrak metanol kulit batang Rhizophora apiculata

Dengan eluen tunggal:

Lampiran 9 Lanjutan

Jumlah spot dan harga Rf untuk jenis eluen yang digunakan No Jenis eluen Perbandingan Jumlah spot Harga Rf

1 Metanol 100% 9 0.06, 0.16, 0.25, 0.42, 0.5, 0.56, 0.61, 0.67, 0.88 2 n-heksana 100% 0 - 3 Etil asetat 100% 1 0.98 4 Kloroform 100% 1 0.91 5 Diklorometana 100% 0 - 6 Aseton 100% 2 0.08, 0.18 7 Toluena 100% 0 - 8 n-heksana: etil asetat:metanol 1:1:8 6 0.06, 0.24, 0.46, 0.60, 0.73, 0.83 9 n-heksana: etil asetat:metanol 1:2:7 5 0.06, 0.24, 0.46, 0.60, 0.73 10 n-heksana: etil asetat:metanol 1:3:6 10 0.06, 0.11, 0.15, 0.29, 0.43, 0.60, 0.65, 0.71, 0.77, 0.81 11 n-heksana: etil asetat:metanol 1:4:5 2 0.06, 0.24 12 n-heksana: etil asetat:metanol 1:5:4 3 0.06, 0.24, 0.34 13 n-heksana: etil asetat:metanol 1:6:3 3 0.06, 0.24, 0.34 14 n-heksana: etil asetat:metanol 1:7:2 1 0.06 15 n-heksana: etil asetat:metanol 1:8:1 1 0.06

Lampiran 10 Pengelompokan fraksi hasil kromatografi kolom ekstrak metanol kulit batang Rhizophora apiculata

Nama fraksi kolom Jumlah spot Nilai Rf Bobot fraksi (g) Rendemen (%) A 2 0.5, 0.86 0.0478 1.76 B 4 0.5, 0.56, 0.7, 0.76 0.0711 2.62 C 4 0.05, 0.14, 0.26, 0.30 1.2382 45.60 D 7 0.05, 0.14, 0.30, 0.44, 0.57, 0.65, 0.75 0.0918 3.39 E 5 0.05, 0.14, 0.30, 0.70, 0.78 0.7572 27.89 F 6 0.05, 0.14, 0.30, 0.53, 0.64, 0.72 0.1000 3.68 G 3 0.05, 0.64, 0.71 0.0457 1.683 H 3 0.05, 0.11, 0.72 0.1537 5.661 I 3 0.05, 0.68, 0.76 0.0287 1.057 J 2 0.05, 0.10 0.0113 0.416

Lampiran 11 Pengelompokan fraksi hasil KLT preparative dari fraksi kolom teraktif (fraksi B) Nama fraksi KLTP Jumlah spot Nilai Rf Bobot fraksi (g) Rendemen (%) B1 2 0.04, 0.09. 0.0053 2.39 B2 3 0.04, 0.09, 0.18. 0.0054 2.43 B3 4 0.04, 0.09, 0.13, 0.18. 0.0050 2.25 B4 4 0.04, 0.09, 0.13, 0.27. 0.0114 5.14 B5 5 0.04, 0.09, 0.13, 0.18, 0.30 0.1899 85.54 B6 2 0.18, 0.27 0.0008 0.36 B7 1 0.38 0.0015 0.68 B8 1 0.54 0.0016 0.72 B9 1 0.76 0.0011 0.50

Lampiran 12 Spektum inframerah (IR) dari fraksi KLTP Teraktif inhibitor tirosinase dan antioksidan (fraksi B1.1)

ABSTRACT

ABDULLAH. Potency of Rhizophora apiculata as Tyrosinase Inhibitors and Antioxidants. Under direction of IRMA HERAWATI SUPARTO, and IRMANIDA BATUBARA

The purpose of this study was to screen the potency of crude extract, fractions from silica gel column chromatography, and fraction from preparative thin layer chromatography (TLC) of Rhizophora apiculata which has the best activity as tyrosinase inhibitors, and antioxidant. Stem, bark and roots of R. apiculata were extracted with n-hexane, ethylacetate and methanol. Each extracts were tested for tyrosinase inhibitors and antioxidant activities. Based on the tyrosinase inhibitors, methanol extracts of R. apiculata bark had the best potency as tyrosinase inhibitors (monophenolase: 78.79 μgmL-1; diphenolase: 1116.5 μgmL-1) and the best radical scavenging activity 1,1-diphenyl-picrylhidrazil (DPPH) and 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonat acid(ABTS) withIC50: 3.81 μgmL-1 and 18.47 μgmL-1, respectively. Fractionation was performed on methanol extracts of R. apiculata bark using silica gel column chromatography and yielded 10 fractions (A to J). Fraction B from column chromatography had the best tyrosinase inhibitors with monophenolase (IC50: 1045.6 μgmL-1), diphenolase (IC50: 846.71 μgmL-1), and the best antioxidants activities with DPPH (IC50: 9.19 μgmL-1), ABTS (IC50: 7.73 μgmL-1). Fraction B was fractionated with preparative TLC resulted 9 fractions (B1 to B9). Fraction B1 had the best tyrosinase inhibitors with monophenolase (IC50: 1278 μgmL-1) and diphenolase (IC50: 1678.2 μgmL-1), dan the best antioxidants activity with DPPH (IC50: 5.75 μgmL-1), ABTS (IC50: 24.78 μgm/L). Fraction B1 further fractionated with preparative TLC resulted 2 fractions (B1.1 and B1.2). Fraction B1.1 had the best tyrosinase inhibitors with monophenolase (IC50: 1037.32 μgmL-1) and diphenolase (IC50: 1257.24 μgmL-1), and antioxidants activity with DPPH (IC50: 14.40 μgmL-1), ABTS (IC50: 40.67 μgmL-1). The result of phytochemical test and infrared spectroscopy on fraction B1.1 showed that the active compounds as tyrosinase inhibitors and antioxidant was an isoflavon compound.

Keyword: Rhizophora apiculata, tyrosinase inhibitors, 1,1-diphenyl-picrylhidrazil

RINGKASAN

ABDULLAH. Potensi Bakau Rhizophora apiculata sebagai Inhibitor Tirosinase dan Antioksidan. Dibimbing oleh IRMA HERAWATI SUPARTO, dan IRMANIDA BATUBARA.

Proses pembentukan melanin atau pigmen pada kulit manusia terjadi dengan bantuan biokatalis (enzim) dan sinar ultraviolet (UV) yang terdapat dalam matahari, biokatalis yang berperan dalam reaksi pencoklatan ini adalah tirosinase yang ditemukan pada hewan, tumbuhan, dan manusia (Chang 2009). Proses pembentukan melanin dapat dicegah dengan suatu senyawa inhibitor (senyawa penghambat) yang dapat diperoleh dari senyawa sintetik ataupun dari bahan alam.

Senyawa yang berasal dari bahan alam telah dilaporkan dapat menghambat enzim tirosinase, seperti senyawa yang berasal dari golongan flavonol (kuersetin, mirisetin, kaempferol), golongan isoflavon, flavanol, kalkon, dan stilbenoid (Chang 2009). Senyawa ini sebagian besar diperoleh dari bahan alam seperti dari ekstrak tumbuhan andalas (Morus macroura) dan beberapa spesies Dipterocarpaceae, seperti Shorea assamica, S. seminis, Vatica umbonata, dan Dryobalanops oblongifolia (Hakim et al. 2008). Dari ekstrak kayu Artocarpus incisus dan Artocarpus heterophyllus diperoleh senyawa isoartocarpesin dan kloroforin yang memiliki aktivitas inhibisi yang sama dengan asam kojat (Arung et al. 2005; Supriyanti 2009), sedangkan dari tumbuhan mulberri (Broussonetia papyrifera) berhasil diisolasi sejumlah senyawa diantaranya adalah golongan senyawa flavon, kuersetin, flavonol, dan luteolin (Zheng et al. 2008).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi tanaman bakau Rhizophora apiculata (batang, kulit batang, dan akar) asal Makassar Sulawesi Selatan sebagai inhibitor tirosinase dan membandingkan potensi antioksidan dari tiap bagian tanaman bakau dengan menggunakan metode penangkapan radikal bebas 1,1-difenil-pikrilhidrazil (DPPH), dan 2,2’-Azinobis(3-etilbenzatiazolin)-6-sulfonatacid (ABTS).

Metode dalam penelitian ini dimulai dari pengambilan sampel R. apiculata di Makassar Sulawesi Selatan, sampel kemudian diidentifikasi di Herbarium Bogoriensis bidang Botani Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong Jawa Barat. Bagian tanaman lalu dipisahkan antara bagian batang, kulit batang, dan akar. Setelah itu, tiap bagian dikeringkan lalu dibuat dalam bentuk serbuk, dilakukan penentuan kadar air, dan kadar abu. Serbuk diekstraksi secara bertingkat dengan cara maserasi dimulai dengan pelarut non polar (n-heksana) kemudian diekstraksi kembali dengan pelarut semi polar

Dokumen terkait