• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Manfaat Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Bioekologi Burung Seriti. 1. Klasifikasi dan Morfologi.

Menurut Peterson (2005) klasifikasi burung Seriti dapat diklasifikasikan dalam Taksonomi adalah:

Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Subpylum : Vertebrata Class : Aves Orde : Apodiformes Family : Apodidae Subfamily : Apodinae Genus : Collocalia

Spesies : Collocalia esculenta

Burung seriti (Collocalia esculenta) termasuk famili Apodidae (Yunani : a = tidak ; podos – kaki), dan sering disebut juga white – bellied swiftlet

(burung seriti berdada/perut putih) (Lack 1956 ; Bryant dan Hails 1983). Menurut tim penulis Penerbit Swadaya (1992) genus Collocalia sp terdiri atas 6 spesies yaitu Collocalia gigas (walet besar), Collocalia maxima (walet sarang hitam), Collocalia fuciphaga (walet putih), Collocalia brevirostris

(walet gunung), Collocalia vanikorensis (walet sarang lumut), dan Collocalia esculenta (walet sapi/seriti). Burung ini membuat sarang dari bahan tumbuh-tumbuhan seperti rumput-rumputan, lumut, ijuk dan bahan-bahan lainnya yang direkatkan dengan saliva (air liur) (Tompkins dan Clayton 1999).

Burung seriti tidak menggunakan sistem ekholokasi karena burung seriti dapat menemukan sarang dengan penglihatannya yang tajam (Adiwibawa 2000). Sistem ekholokasi adalah suatu sistem yang digunakan oleh burung untuk mengenal keadaan lingkungan suatu tempat (terutama dalam keadaan gelap), dengan mengeluarkan suara putus-putus berfrekuensi tertentu dan kemudian menangkap kembali pantulan suara itu dengan telinganya, untuk

menentukan jarak dan arah dari benda yang memantulkan (Adiwibawa 2000; Price et al., 2004)

Menurut Whendrato et al., (1989) burung seriti merupakan jenis burung pemakan serangga terbang, biasanya burung ini menangkap serangga sebagai makanannya sambil berterbangan diatas rerumputan, pepohonan, atau diatas perairan dan cara menangkapnya sambil terbang. Serangga yang bermanfaat bagi burung seriti sebagai pakan adalah jenis serangga terbang, berukuran tubuh kecil, dan berkulit lunak.

Burung seriti mempunyai warna bulu bagian atas berwarna gelap atau hitam kehijau-hijauan atau kebiru-biruan dan bagian perut berwarna putih, bentuk ekor sedikit bercelah tidak dalam dan pendek, terbangnya cepat hingga mencapai 150 km/jam dengan ukuran tubuh sedang/kecil sekitar 9-15 cm sedangkan ukuran dewasa hanya berkisar 10-16 cm dan ukuran paruh kecil agak melengkung berwarna gelap, serta sayap berbentuk sabit yang sempit dan

runcing sangat kuat (Coates dan Bishop 2000; Mackinnon et al., 1993).

Menurut Holmes dan Phillips (1999) bentuk mata seriti bulat dan cekung pita-tunggir lebih pucat tidak jelas dan warnanya abu-abu agak gelap. Burung ini memiliki kaki yang kecil dan lemah, serta berkuku kecil dan runcing digunakan untuk hinggap pada waktu burung seriti istirahat dalam posisi menggantung di sarang (BPRSB 1979). Seriti memiliki 2 butir telur berwarna putih dan bulat pendek agak lonjong (Abeng 2004).

Gambar 1. Burung Seriti (Collocalia esculenta) Sumber : Taslim H. 2002. Trading Sarang Walet. Jakarta : Penebar Swadaya.

2. Penyebaran

Burung seriti (Collocalia esculenta) tersebar di beberapa daerah diantaranya wilayah Peninsular, Malaysia, Thailand, Archiplago, Andaman, Pulau Nicobar, Philipina, Irlandia baru, Roma, di Indonesia : Sumatra, Pulau Nias, Pulau Batu dan Pulau Mentawai, Sumbawa, Flores, Sumba, Damar, Wetar, dan Alor, Sulawesi Selatan, Banggai, Sulawesi utara, Sangihe, Papua Nugini, Maluku Selatan, Kai, Ambon, Pulau Roti, dan juga burung seriti ini tersebar di Maluku Utara: Ternate, Tidore, Obi, Pulau Sula, Halmahera, Kasiruta dan Bacan. (Chantler 2000 ; Coates dan Bishop 2000 ; Palliser 2001).

3. Habitat

Menurut Soetjipta (1993) habitat merupakan tempat dengan setiap unit kehidupan yang berada didalamnya mampu melakukan aktivitas hidup dan mengalami interaksi dengan lingkungannya. Hal ini disebabkan karena hewan mempunyai kemampuan hidup, tumbuh dan berkembang pada kondisi lingkungan yang sesuai. Berdasarkan fungsinya, habitat burung seriti terbagi atas habitat untuk mencari makan (feeding habitat), habitat untuk beristirahat (rosting habitat) dan habitat untuk berbiak (nesting habitat) (Marzuki et al. 2002). Habitat burung seriti untuk beristirahat dan berbiak yaitu di dalam gua, di pemukiman penduduk dan di bawah jembatan, sedangkan habitat burung seriti untuk mencari makan yaitu padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan, dan daerah perairan (Djana 2004).

Setiap mahluk hidup membutuhkan tempat untuk kelangsungan hidupnya dalam mencari makan, bercengkerama, berlindung dan berkembangbiak (Yunanto 2004a). Pada umumnya mencari daerah yang potensial diperlukan pengetahuan tentang lingkungan ideal untuk seriti. Berikut ini dua faktor lingkungan yaitu: habitat makro (kondisi di luar tempat bersarang) faktor yang mempengaruhinya adalah faktor makanan, hunian, air, ketinggian tempat, keamanan dan musim, sedangkan habitat mikro (kondisi di dalam tempat bersarang) faktor yang mempengaruhinya adalah kelembaban, suhu, aroma,

cahaya, juga sangat mempengaruhi perkembangbiakan seriti (Whendrato et

Burung seriti menyukai daerah lembab dan basah, dan tersedia pakan yang berlimpah sehingga memberikan perkembangan populasi seriti lebih banyak, serta kurang menyukai daerah yang terlalu dingin karena dapat memperlambat perkembangan populasi seriti (Yamin dan Sukma 2002). Burung ini lebih banyak memilih hidup pada daerah yang bersuhu 24-30ºC dan kelembaban ideal 60-80 %, serta cahaya yang dibutuhkan tidak terlalu terang atau gelap disebut habitat mikro (Yamin dan Hartono 2002). Kelembaban dan suhu juga sangat berpengaruh pada perilaku kawin, produksi sarang, kwalitas sarang, penetasan telur dan perkembangan kesehatan seriti itu sendiri (Yunanto 2004b).

Menurut Whendrato et al., (1989) kawasan dimana seriti berkeliaran berburu mangsa atau serangga sebagai makanannya disebut habitat makro. Kawasan yang dipilih sebagai habitat makro adalah padang rumput, persawahan, perladangan, perkebunan, hutan dan daerah perairan yang selalu terdapat serangga terbang, baik yang terdapat di dataran rendah dengan ketinggian sekitar 500 m dpl - 1000 m dpl maupun diatas 500 m dpl - 1000 m dpl. Habitat mikro burung seriti adalah rumah penduduk, di bawah jembatan, dan gua-gua.

Gua merupakan tempat hidup burung seriti yang mencakup ruangan-ruangan kecil misalnya rekah-rekahan dan celah-celah yang biasa terdapat dalam batu gamping. Seriti membuat sarang di dinding gua yang kering dan menjorok kedalam berbentuk lubang, selain untuk menyembunyikan diri, hal tersebut juga merupakan suatu usaha untuk menghindarkan diri dari terjangan air yang terkadang meluap sampai keatap gua (Ko 1986). Pada dinding gua yang basah, sarang yang terbentuk kurang kuat, lembek dan lekas berubah warna dari putih menjadi kecoklatan (BPRSB 1979).

Di bawah jembatan tempat hidup burung seriti memiliki suhu rendah (sekitar 23°C) atau pada suhu tinggi (sekitar 26°C) yang stabil dan tidak memerlukan kelembaban yang sangat tinggi. Di bawah jembatan juga terdapat sungai kecil yang mengalir keluar. Terdapat ruangan yang terbuat dari kayu merupakan sirip tempat burung seriti meletakkan sarang dan sirip-sirip tersebut tidak terlalu kering dan basah sekali (Adiwibawa 2000).

B. Perilaku.

Menurut Soetjipta (1993) perilaku hewan sebagai usaha adaptasi hewan terhadap perubahan lingkungan sehingga hewan tersebut dapat tetap hidup dan berkembangbiak. Perilaku merupakan kegiatan teramati pada suatu mahluk hidup dalam menjalani hidupnya yang seringkali beradaptasi terhadap lingkungan.

Pasangan seriti jantan dan betina akan saling bergantian mengoles air liurnya sedikit demi sedikit ke sarang yang berada di dinding tempat meletakkan sarang (Budiman 2002a). Seriti dapat membuat sarang sepanjang tahun tanpa berhenti. Namun sarang yang dibuat di luar musim berbiak berukuran lebih kecil dibandingkan sarang yang dibuat pada musim berbiak. Pada saat musim berbiak waktu yang dibutuhkan untuk membuat sarang adalah 40 hari, sedangkan di luar musim berbiak lamanya pembuatan sarang adalah 80 hari karena produksi air liur seriti sedikit (BPRSB 1979).

Musim berbiak seriti banyak ditandai dengan adanya sekawanan seriti yang saling berkejaran, secara alami seriti akan memilih musim kawin dan berbiak menjelang musim hujan, hal ini berkaitan dengan melimpahnya makanan (Marzuki et al., 2002). Selang waktu 5-8 hari seriti betina mulai bertelur, sampai telur berjumlah 2 butir, selanjutnya pasangan seriti akan saling bergantian untuk mengerami telur-telur tersebut selama 21-24 hari, setelah itu anak seriti yang baru menetas akan disuapi oleh induknya selama 45 hari, kemudian anak-anak seriti ini dapat terbang dan mencari makan sendiri (BPRSB 1979).

C. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta) 1. Kriteria Sarang

Kriteria sarang seriti menurut Djana (2004) adalah : a. Sarang dibuat oleh pasangan seriti (jantan dan betina) b. Sarang seriti direkatkan dengan air liur (saliva)

c. Sarang seriti menempel pada bidang vertikal dan horisontal.

d. Sarang seriti terbuat dari beberapa jenis tumbuhan seperti lumut, rumput, ijuk, daun cemara, pinus, dan jenis tumbuhan lainnya.

Gambar 2. Sarang Seriti (Collocalia esculenta) Keterangan : Bar = 2 cm

2. Peletakkan sarang

Pada umumnya sarang seriti menempel pada suatu bidang vertikal, misalnya pada sirip kayu dan menempel di celah-celah batu pada dinding gua. Tempat membuat sarang dapat ditentukan oleh jantan, betina ataupun keduanya dan sarang seriti dibuat oleh pasangan seriti (Taslim 2002).

Menurut Whendrato et al., (1989) tempat yang dipilih seriti untuk menempelkan sarang yaitu tidak terkena air hujan, dan tempat yang suhu dan kelembabannya stabil, tidak licin dan mengkilap, berwarna kotor dan agak lembab, dinding kasar atau guratan-guratan pada dinding, terlindungi dari hembusan angin kencang. Tempat peletakkan dan meletakkan sarang seriti mempunyai ciri-ciri diantaranya adalah seriti berjejeran di dekat sarang yang sudah ada, membentuk kumpulan sarang baik ke kiri-kanan, kadang ke atas dan ke bawah mengelompok pada koloninya, pada tonjolan dan lubang dinding yang terdapat tumpuan mendatar sehingga sarang dapat dengan mudah diletakkan tergantung pada ujung atau bendolan (Whendrato et al., 1989).

3. Pembuatan dan bentuk Sarang.

Sarang seriti dibuat dari air liurnya (saliva) yang kemudian menjadi keras. Perubahan warna sarang yang terbuat dari air liur adalah akibat pengaruh makanan, pengaruh tempat tempelan sarang serta pengaruh zat-zat lain yang

mencemarinya (Adiwibawa 2000). Keadaan iklim dapat mempengaruhi awal pembuatan sarang. Burung seriti memilih tempat untuk membuat sarang pada tempat yang suhu dan kelembabannya stabil dan tempat yang mudah menempeli sarang.

Dalam bersarang, burung seriti membutuhkan waktu lebih lama karena mencari bahan rumput-rumputan kering. Hal ini membutuhkan waktu kira-kira 60-70 hari tergantung musim kemarau atau penghujan.

Bentuk sarang seriti yaitu ada yang berbentuk mangkok dan pojok tergantung dari tempat seriti melekatkan sarang (Whendrato et al., 1989). Sarang seriti ada yang berbentuk seperti mangkok dibelah dua apabila melekat pada tengah-tengah sirip dan ada yang dibelah empat atau tiga apabila melekat di sudut sirip.

4. Bahan Penyusun Sarang

Sarang seriti terbuat dari bahan dasar berupa serabut memanjang yang diambil dari alam. Bahan dasar tersebut berupa tumbuh-tumbuhan, misalnya rumput, bunga rumput, daun pohon cemara (Casuarina equisetifolia), tangkai daun berjari, serat kelapa, ijuk, bunga tebu, lumut, mahkota bunga, tulang daun dari pohon flamboyan (Delonix regia) dan daun pinus (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Bahan dasar sarang burung seriti bisa juga dari hewan atau bahan buatan manusia, misalnya bulu seriti atau tali rafia yang direkatkan dengan air liur. Bahan-bahan tersebut diambil sambil terbang saat bahan tersebut melayang tertiup angin atau masih melekat pada sesuatu (ranting pohon atau yang lainnya) yang mudah diambil (Adiwibawa 2000).

Menurut Nugroho (1996) sarang burung seriti terdiri dari bahan rumput kering yang dilumuri oleh air liur kira-kira sebesar 15% dan kadang-kadang sedikit bulu. Menurut Alikodra (1989) lumut, lumut kerak, dan ranting-ranting direkatkan dengan air liur sebagai perekat bahan-bahan pembentuk sarang seriti.

Persentase berat liur kering sarang burung seriti tergantung pada jenis serat yang dipakai dan susunan bahan dasar sarang seriti. Berat liur kering dapat mencapai sekitar 60 % dari berat total sarang (Djana 2004).

D. Pemanfaatan Sarang Burung Seriti.

Data mengenai produksi sarang seriti (Collocalia esculenta) hingga kini belum tersedia. Perlu di ingat bahwa tidak semua sarang seriti tersebut memiliki nilai komersial karena tergantung bahan sarang yang di pakai, saat ini hanya sarang dari jenis bahan pinus Pinus merkusii yang bernilai karena adanya kesulitan dalam proses pemisahan material tumbuhan dari air liur seriti (Soehartono dan Mardiastuti 2003). Sarang seriti yang sudah di panen dapat dikelola dengan baik karena adanya temuan teknologi yang mudah memisahkan air liur dari bahan sarang dan hingga kini hanya sedikit perusahan pembersih sarang di Indonesia yang mampu memproses sarang seriti (Soehartono dan Mardiastuti 2003).

Burung seriti sangat mudah beradaptasi dan toleran terhadap lingkungan manusia, sehingga mudah ditemukan. Bila dibandingkan dengan sarang walet, sarang seriti mempunyai nilai jual lebih rendah yaitu Rp 250.000 sampai Rp 300.000/kilogram. Harga sarang seriti di daerah Kabupaten Halmahera Selatan merupakan nilai yang sangat komersial untuk di jual keluar kota dan mudah terjual ke daerah yang dapat mengelola sarang burung seriti.

Pada umumnya sebagian masyarakat banyak yang menginginkan sarang seriti untuk kebutuhan ekonomi mereka. Sarang seriti yang di jual sangat bermanfaat, serta dapat dikonsumsi oleh masyarakat dan dipercaya berkhasiat bagi kesehatan diantaranya berupa obat-obatan seperti obat sakit pernapasan, obat awet muda, meningkatkan vitalitas dan obat kecantikan, serta menghambat pertumbuhan sel-sel kanker (Widyawati 1998).

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Geografis dan Fisik Wilayah

Kabupaten Halmahera Selatan terletak pada 126º 45’ dan 129º 30’ Bujur Timur, 0º 30’ Lintang Utara dan 2º 00’ Lintang Utara. Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan dengan ibu kota Bacan (Labuha), secara administratif merupakan bagian dari wilayah Provinsi Maluku Utara dengan luas sekitar 40.236,72 Km² yang terdiri atas luas daratan 8.779,32 Km² dan lautan seluas 31.484,40 Km². Kabupaten Halmahera Selatan terletak di kawasan timur Indonesia, tepatnya berbatasan dengan :

- Sebelah Utara dibatasi oleh Kota Tidore Kepulauan dan Kota Ternate. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Seram.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Halmahera.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku.

Kabupaten Halmahera Selatan adalah salah satu daerah hasil pemekaran dari Provinsi Maluku Utara termasuk didalamnya gugusan pulau-pulau yang wilayahnya sebagian besar dikelilingi oleh lautan, tujuh diantaranya Pulau Obi, Pulau Bacan, Pulau Makian, Pulau Kayoa, Pulau Kasiruta (Ruta), Pulau Mandioli dan sebagian Pulau Halmahera di bagian selatan. Dari ketujuh Pulau tersebut yang paling besar adalah Pulau Obi dengan luas wilayah ± 3.111 Km² (PEMDA KABHALSEL 2006).

Dilihat dari topografi wilayah maka kondisi Kabupaten Halmahera Selatan tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lain yang ada di Provinsi Maluku Utara yang sebagian besar merupakan perbukitan dan pegunungan dengan kemiringan rata-rata 15-40 % dan bukit tertinggi adalah gunung sibela yang berada di Pulau Bacan dengan elevasi 2.111 m dpl.

Faktor iklim (curah hujan dan suhu) memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap pembentukan jenis tanah di daerah ini, sehingga menyebabkan tanah yang berada di Kabupaten Halmahera Selatan mempunyai sifat yang berbeda. Kondisi iklim di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan secara umum beriklim tropis dan iklim musim. Keadaan iklim di daerah Kabupaten Halmahera Selatan dipengaruhi oleh besar kecil tekanan angin yang berasal

dari laut Seram dan laut Maluku. Musim angin yang terjadi adalah pada musim barat atau utara dan musim selatan atau timur tenggara yang diselingi dengan 2 musim pancaroba akibat dari transisi kedua musim tersebut. Pada musim barat atau utara berlangsung pada bulan Desember sampai dengan bulan Maret dan bulan April adalah masa transisi ke musim tenggara dan pada saat itu biasanya diikuti dengan musim kemarau. Sedangkan musim selatan atau timur tenggara umumnya berlangsung selama 6 bulan, yang berawal dari bulan November dan biasanya terjadi hujan (PEMDA KABHALSEL 2006). Pada masa transisi antara bulan April dan bulan Nopember kecepatan

angin yang terjadi rata-rata 10,2 km/jam dengan kecepatan terbesar 14,3 Km/jam sedangkan curah hujan yang terjadi rata-rata 1500-2500 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 80-150 Hari. Besarnya curah hujan tersebut menurut klasifikasi Schmidt F.H dan J.H.A Ferguson yang menunjukan bahwa Daerah Halmahera Selatan tergolong dalam klasifikasi tipe iklim A dan B kecuali daerah Saketa yang beriklim C dan daerah Laiwui yang bertipe Am (Klasifikasi Koppen). Salah satu daerah Halmahera Selatan yang berada pada garis katulistiwa yaitu gugusan Pulau Guraici yang berakibat suhu udara di daerah tersebut bersuhu 27 - 30ºC.

Gambar 3. Peta Provinsi Maluku Utara

Keterangan : Tanda panah merupakan arah lokasi penelitian

Sumber: Gemilang Utama Surabaya [GUS] 2005. Atlas Indonesia dan Dunia. Surabaya: Gemilang Utama Surabaya.

Gambar 4. Peta Kabupaten Halmahera Selatan

Keterangan : (J 1) jembatan I dan (J II) Jambatan II di Pulau Bacan (Labuha), (G I) Gua I dan (G II) Gua II di Pulau Kasiruta (Ruta) sebagai lokasi pengamatan.

IV. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara selama 5 bulan (Maret hingga Agustus 2006).

B. Alat dan bahan Penelitian.

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Alat bantu untuk mengukur fisik sarang dan pengukuran petak, serta

mengambil sarang yaitu : Meteran/pitaukur, tali, tangga, pisau dan keranjang, serta alat bantu untuk mengukur suhu dan kelembaban yaitu : Termometer dan Higrometer.

2. Alat bantu untuk identifikasi jenis bahan sarang yaitu : Miskroskop, loupe, kaca pembesar, cawan, pinset, dan pisau kecil/silet.

3. Alat bantu untuk pengamatan perilaku yaitu : Monokuler, Binokuler,

lampu/senter dan kompas. Perlengkapan fotografi sebagai alat dokumentasi obyek kegiatan penelitian, serta alat tulis dan lembar data.

C. Tahapan Penelitian. 1. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mempersiapkan penelitian melalui pengumpulan informasi mengenai tempat-tempat sarang burung seriti, perilaku bersarang burung seriti, jenis-jenis bahan penyusun sarang seriti, dan kondisi lokasi sarang.

2. Survey (Menjajaki lapangan)

Pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan untuk menjajaki dan mengenali keadaan lapangan, menentukan lokasi sarang burung seriti, mengukur fisik sarang, suhu dan kelembaban, serta mengukur fisik lokasi sarang burung seriti, mengamati dan mengidentifikasi jenis bahan penyusun sarang seriti dan perilaku bersarang burung seriti.

Berdasarkan pengamatan ini yang dilakukan pada bulan Maret 2006 dapat diketahui bahwa tempat-tempat burung seriti di Kabupaten Halmahera Selatan yang ditemukan adalah di jembatan yang berdekatan dengan hutan tanaman/kebun dan di gua berdekatan dengan pantai karang. Selanjutnya, lokasi tersebut dijadikan sebagai unit contoh pegamatan sarang burung seriti dan perilaku bersarang burung seriti.

3. Pengumpulan Data.

3.1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan jumlah sarang Seriti.

Dalam pengamatan peletakkan dan jumlah sarang seriti dilakukan di dua lokasi diantaranya di bawah jembatan dan di dalam gua yang terdiri atas jembatan I (J I), jembatan II (J II), gua I (G I) dan gua II (G II). Pemetakkan di lokasi jembatan terdiri atas 3 petak berupa sirip-sirip kayu sebagai tempat burung seriti meletakkan sarang, dan di lokasi gua terdiri atas 5 petak berupa celah-celah batu di dinding gua yang merupakan tempat burung seriti meletakkan sarang. Setelah itu, sarang seriti yang terdapat di masing-masing petak dihitung untuk mengetahui jumlah sarang.

(A) (B)

Gambar 5. A. (a) petak 1, (b) petak 2, dan (c) petak 3 merupakan letak sarang pada lokasi di bawah jembatan.

B. (a) petak 1, (b) petak 2, (c) petak 3, (d) petak 4, dan (e) petak 5 merupakan letak sarang pada lokasi di dalam gua.

Dalam pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan selama sehari (1 hari) dalam 3 kali pengukuran yaitu pagi, siang, dan sore hari.

Pengamatan sarang yang dilakukan adalah sarang seriti diambil di lokasi

jembatan (3 petak) dan gua (5 petak) di masing-masing petak sebanyak 10 sarang. Untuk pengukuran fisik sarang baik itu sarang mangkok dan sarang pojok dipergunakan beberapa variabel diantaranya adalah :

1. Panjang sarang (cm), yaitu bagian sarang terpanjang. 2. Lebar sarang (cm), yaitu bagian sarang terlebar.

3. Tinggi total sarang (cm), yaitu jarak dari sarang bagian bawah ke bagian tertinggi sarang.

4. Kadalaman sarang (cm), yaitu jarak tegak lurus dari dasar bagian dalam sarang ke bagian permukaan sarang.

5. Bibir sarang (cm), yaitu jarak bagian dalam sarang yang merupakan tepi sarang ke bagian terluar.

Gambar 6. Pengukuran sarang

Keterangan : 1 : Panjang sarang 3 : Tinggi sarang 5 : Bibir sarang 2 : Lebar sarang 4 : Kedalaman sarang

Gambar 7. Bentuk sarang seriti, (a) sarang mangkok dan (b) sarang pojok. c. Jenis bahan penyusun sarang burung seriti.

Sarang seriti di lokasi jembatan dan gua di Kabupaten Halmahera Selatan diambil dan dipisahkan dari air liur dengan bahan-bahan penyusun sarang, untuk diidentifikasi sebanyak 10 sarang pada masing-masing petak. Pengamatan identifikasi menggunakan metode pengenalan dan koleksi

spesimen jenis-jenis tumbuhan dari jenis bahan penyusun sarang seriti, serta kunci identifikasi kelompok jenis bahan sarang seriti dari kelompok tumbuhan lumut, rumput dan serpihan daun menurut Steenis 1987 ; Hasan dan Ariyati 2004 (Lampiran 20).

Identifikasi bahan-bahan penyusun sarang dilakukan dengan cara merendam sarang dengan Aquades selama beberapa menit (satu per satu sarang seriti direndam) dalam sebuah ember kecil, kemudian pemisahan air liur dari bahan-bahan penyusun sarang dengan menggunakan pinset. Proses identifikasi bahan-bahan sarang tersebut dilakukan dengan cara bahan-bahan sarang yang telah dipisahkan tersebut diletakkan dalam ember kecil kering, dilakukan pemotongan spesimen bahan sarang secukupnya, kemudian potongan tersebut direndam dengan air, setelah itu bahan sarang tersebut dibuat preparat basah diletakkan diatas gelas preparat dan ditutup dengan gelas preparat agar bisa diamati di bawah mikroskop.

3.2. Perilaku

Pengamatan perilaku dilakukan di lokasi jembatan di Pulau Bacan dan gua di Pulau Kasiruta (Ruta) Kabupaten Halmahera Selatan dengan menggunakan metode one zero. Perilaku burung seriti yang diamati adalah perilaku bersarang. Pengamatan perilaku burung seriti dilakukan saat burung seriti melakukan aktivitas bersarang di dalam lokasi jembatan dan gua, waktu pengamatan mulai dari jam 06.00 hingga 18.00 WIB (pagi, siang sampai sore hari).

4. Analisis Data

4.1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti.

Data mengenai pola peletakkan dan jumlah sarang dianalisis secara deskriptif kemudian dipetakkan. Untuk mengetahui penyebaran sarang pada setiap petak digunakan perhitungan statistik non-parametrik khi-kuadrat dengan rumus :

X² = ∑ ( σ – E ) ² E Dimana :

σ : Jumlah sarang yang ada pada setiap petak dari hasil sensus E : Nilai harapan (rata-rata jumlah sarang yang ada pada tiap petak)

Dokumen terkait