• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap II. Validasi Kit Komersial

Gambar 9 Petumbuhan folikel 4.3 mm dan 4.9 mm pada ovarium kanan (a)

Gambar 8 Vulva kambing kacang yang diduga estrus (a) dan tidak estrus (b).

Rataan temperatur vagina yang diperoleh adalah 38.35±0.35ºC, pengukuran temperatur ini tidak memberikan arti terhadap respon estrus meskipun ada peningkatan dari normal. Temperatur normal kambing kacang menurut Pamungkas et al.(2005) adalah 37.9±0.5ºC.

Gambaran perkembangan dan pertumbuhan folikel dan corpus luteum (CL) dalam satu kali pengamatan dilihat berdasarkan ukuran keduanya. Hasil pengamatan secara keseluruhan menunjukkan adanya stagnasi dari ukuran folikel dan CL ke 3 ekor kambing kacang. Kisaran ukuran folikel dan CL adalah 4.3–4.9 mm dan 4.0–4.6 mm dengan rataan ukuran ovarium 12.8±0.5 mm (Gambar 10).

Gambar 9 Petumbuhan folikel 4.3 mm dan 4.9 mm pada ovarium kanan (a)

dan CL 4.0 dan 4.6 mm pada ovarium kiri (b).

Nilai kisaran folikel tersebut tidak sama dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariyaratna dan Gunawardana (1997) pada kambing lokal dan saanen yaitu lebih dari 5 mm. Menchaca dan Rubianes (2002) mengatakan bahwa 1 atau 2 folikel mampu berkembang menjadi folikel dominan dengan diameter diatas 5 mm. Dibawah pengaruh LH ukuran folikel dapat mencapai 6-9 mm atau tahap pre-ovulatori (Fatet et al. 2011).

b a

19

Gambar 10 Ukuran ovarium kiri (a) dan kanan (b) tanda panah. Analisa Hormon

Hasil analisa hormon kambing kacang 5 dan 9 terlihat bahwa profil hormon progesteron memiliki pola yang datar selama 9 minggu (62 hari), sehingga profil hormon yang diperoleh tidak memperlihatkan keadaan fungsi fisiologis estrus pada kedua kambing kacang tersebut (Gambar 11 dan Gambar 13). Walaupun terdapat pertumbuhan CL mencapai 6,2 mm, tetapi bukan merupakan CL yang siklik. Keadaan fisiologis yang tidak siklik ini, diperkuat dengan gambaran ukuran corpus luteum yang tetap berada pada kisaran 2.0–6.7 mm (Gambar 12 dan Gambar 14).

Gambar 11 Profil hormon E2 (pg/mL, warna biru) dan P4 (ng/mL, warna merah) pada kambing kacang 5 selama pengamatan 62 hari.

20

Gambar 12 Ukuran folikel dan CL kambing kacang 5 yang terdeteksi dengan USG

Gambar 13 Profil hormon E2 (pg/mL, warna biru) dan P4 (ng/mL, warna merah) kambing kacang 9 selama pengamatan 62 hari.

Gambar 14 Ukuran folikel dan CL kambing kacang 9 yang terdeteksi dengan USG

21 Pada penelitian ini, konsentrasi plasma P4 yang dihasilkan tetap pada pola yang datar sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan CL selama 62 hari pengamatan dimana CL memiliki ukuran kecil yang tidak mampu memberikan gambaran visualisasi respon estrus, sehingga kambing kacang 5 dan 9 tidak menunjukkan siklus estrus. Hal itu dibuktikan dengan tidak ditemukannya folikel yang mengalami ovulasi selama pengamatan. Ukuran folikel yang diperoleh hanya berkisar antara 3.0–5.6 mm, dimana ukuran tersebut berdasarkan perbandingan pada penelitian kambing lain termasuk kedalam folikel yang tidak bisa ovulasi. Shabankareh et al. (2009) mengkategorikan ukuran folikel pada domba sanjabi yaitu ˂ 2 mm sangat kecil, 2–3.5 mm kecil, 3.5–5 sedang dan, ≥ 5 mm besar. Menurut Menchaca dan Rubianes (2002) terdapat korelasi yang tinggi antara konsentrasi serum progesteron dengan pertumbuhan dan perkembangan folikel. Folikel antral mencapai diameter untuk ovulasi adalah 5–7 mm (Souza et al. 1998). Arashiro et al. (2010) mengatakan bahwa pada saat ovulasi, rataan diameter folikel dominan pada kambing adalah 7.4±0.1 mm, kambing serrana 7.1±0.1 mm (Simoes et al. 2006), kambing shiba 7.8±0.2 mm (Medan et al. 2005).

Gambar 15 Profil hormon E2 (pg/mL, warna biru) dan P4 (ng/mL, warna merah) kambing kacang 7 selama pengamatan 62 hari.

Profil hormon kambing kacang 7 (Gambar 15) menunjukkan pola progesteron yang datar pada hari ke 0–42. Hal tersebut dikonfirmasi dengan tidak diketemukannya perkembangan corpus luteum yang fungsional yaitu dengan ukuran hanya mencapai 1.7–6.1 mm. Kambing kacang 7 tampak mulai menunjukkan siklus estrus pada hari ke 43 saat folikel mencapai ukuran 7.3 mm kemudian diikuti dengan terjadinya ovulasi pada hari ke 44, dan dilanjutkan dengan perkembangan corpus luteum pada hari ke 47 dengan ukuran 6.2 mm. Corpus luteum terus berkembang mencapai ukuran 12.3 mm pada hari ke 58. Perkembangan corpus luteum tersebut dikonfirmasi dengan adanya peningkatan konsentrasi progesteron dari 19.2 ng/mL pada hari ke 46 dan mencapai puncaknya pada hari ke 56 dengan konsentrasi 42.8 ng/mL. Konsentrasi progesteron mulai menurun setelah hari ke 56 menjadi 20 ng/mL dan terus menurun mencapai konsentrasi terendah 4 ng/mL pada hari ke 62. Analisa estradiol menggunakan kit

22

DRG tidak dapat menggambarkan adanya peningkatan hormon estradiol selama fase folikel pada kambing kacang. Hal serupa pernah dilaporkan oleh Schwarzenberger et al. (2000) pada badak putih Afrika dimana peningkatan hormon estradiol tidak berkorelasi dengan perkembangan folikel.

Hasil analisa hormon progesteron menunjukkan bahwa kambing kacang 7 tidak memperlihatkan siklus estrus mulai hari ke 0–42. Tingginya kenaikan konsentrasi hormon P4 yang terjadi pada hari ke 42–62 ini berkaitan erat dengan pertumbuhan CL yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan klinis ovarium, kisaran ukuran CL antara 4.5–12.3 mm, terlihat pada hari ke 44–58 (Gambar 16). Besarnya ukuran CL terbukti pada gambar hasil pemeriksaan klinis ovaria dengan USG, dimana CL pada hari ke 50–52 masih terdapat cavity dan pada hari ke 54 sudah terlihat kompak berisi sel-sel lutein (Gambar 17). Menurut Simoes et al. (2007) pada kambing serrana CL berukuran 7.1±1.8 mm terlihat pada hari ke 2.9±1.0 setelah ovulasi dan mencapai ukuran maksimum 12.5±1.6 mm pada hari ke 10.7±3.2.

Beberapa penelitian lain yang menggunakan analisa hormon estradiol dapat menggambarkan siklus estrus pada kambing, diantaranya Widiyono et al. (2011) menyatakan bahwa E2 pada plasma kambing bligon berkisar antara 211.25–247.77 pg/mL dan cenderung meningkat di sekitar fase estrus kemudian menurun pada hari ke 3–16. Konsentrasi E2 kambing dwarf meningkat 7.7±1.7 pg/mL pada hari ke 0 (Khanum et al. 2008), rataan tidak melebihi 2.18 pg/mL, dan mencapai 20.77 pg/mL 2 hari sebelum ovulasi, kemudian turun mencapai 3.97 pg/mL pada hari terjadinya ovulasi (Gorecki et al. 2004). Plasma kambing huanghuai mengandung konsentrasi estradiol 4.39±0.57 pg/mL pada saat ovulasi (Pang et al. 2010). Sedangkan kambing perah anglo nubian memiliki konsentrasi estradiol 15.3±5.04 pg/mL pada musim kawin (musim gugur) dan 12.2±3.82 pg/mL bukan musim kawin (musim semi) (Blaszczyk et al. 2004).

Gambar 16 Ukuran folikel dan CL kambing kacang 7 yang terdeteksi dengan USG

Selama siklus estrus rata-rata konsentrasi plasma progesteron kambing mencapai 9.3 ng/mL dan sangat bervariasi antara 2 dan 18 ng/mL (Bearden et al. 2004, Katongole dan Gombe, 1985). Capezzuto et al. (2006) mengatakan bahwa peningkatan konsentrasi P4 pada minggu ke 2, rataan konsentrasi tetap tinggi

23 sampai minggu ke 20 dan menurun pada minggu terakhir kebuntingan dan 2 minggu setelah lahir 0.12±0.04 ng/mL–13.10±4.29 ng/mL. Menurut Fleming et al. (1990) rataan konsentrasi P4 pada saat bunting 1.3–5.6 ng/mL dan pada saat tidak bunting 0.16–2.8 ng/mL. Samartzi et al. (1995) konsentrasi P4 plasma domba chios pada saat estrus 1.57±0.87 ng/mL. Tingkat konsentrasi P4 dalam plasma kambing pada saat terjadinya kelahiran ˂ 1.0 –2.8 ng/mL, > 5.0–7.8 ng/mL pada saat proses kelahiran tertunda (Singer et al. 2004). Widiyono et al. (2011) rataan P4 kambing bligon 0.21–0.70 ng/mL.

Gambar 17 Pertumbuhan dan perkembangan folikel dan CL kambing kacang 7 hari ke 50–54, vesica urinaria (VU).

Profil hormonal E2 pada kambing kacang 5, 7 dan 9 dalam 62 hari pengamatan tidak menggambarkan pola yang sesuai dengan perkembangan folikel, sedangkan profil hormon progesteron memperlihatkan pola yang sama dengan perkembangan corpus luteum (Gambar 12, Gambar 14 dan Gambar 16). Konsentrasi hormon estradiol tidak menunjukkan perubahan profil estrus yang jelas, namun profil progesteron menunjukkan gambaran fungsi corpus luteum yang siklik pada hari ke 40–62.

Hasil analisa hormon E2 selama pengamatan terhadap ke 3 kambing kacang, terlihat bahwa asai yang digunakan secara validasi laboratorium dapat mendeteksi keberadaan hormon tersebut yang digambarkan dengan hasil tes paralelisme, tetapi tidak demikian dengan hasil validasi biologis. Profil hormonal yang ditampilkan tidak menunjukkan gambaran siklus estrus kambing kacang tersebut. Sedangkan hasil analisa hormon progesteron dapat menggambarkan fungsi fisiologis corpus luteum sesuai dengan siklus estrus. Brown et al. (2005) menyatakan validasi biologis sangat penting untuk membuktikan bahwa fluktuasi hormonal yang diukur memberikan informasi fisiologis yang relevan. Dari hasil penelitian ini dibuktikan bahwa kit hormon DRG hanya dapat digunakan untuk memonitor status reproduksi kambing kacang melalui analisa hormon progesteronnya saja. CL FOL CL FOL CL FOL VU H 8 H10 H12

24

5 SIMPULAN

Simpulan

Hasil validasi laboratorium terlihat bahwa kit EIA komersial estradiol dan progesteron DRG International Inc., Jerman untuk manusia ini valid dan dapat digunakan untuk pengujian sampel plasma kambing kacang dengan perbandingan pengenceran masing-masing adalah 1:2 dan 1:4, sedangkan kit ELISA komersial estradiol dan progesteron GBC menunjukkan hasil tidak valid karena antibodi yang digunakan dalam asai tersebut tidak dapat menentukan jumlah konsentrasi hormon yang ada dalam sampel yang diukur.

Profil hormon yang ditampilkan pada validasi biologis menunjukkan kesesuaian profil hormon P4 dengan gambaran perubahan dinamika ovarium dalam 22 hari terakhir pada kambing kacang 7. Respon estrus secara visual pada kambing kacang tidak terlihat dengan jelas, meskipun dari hasil pemeriksaan ovarium dengan USG terdapat pertumbuhan dan perkembangan folikel sebesar 3.0 sampai dengan 7.3 mm dan corpus luteum dengan ukuran 4.3 sampai dengan 12.3 mm. Dari hasil analisis hormon dan perubahan dinamika ovarium kambing kacang 5 dan 9 menunjukkan bahwa kambing tersebut tidak bersiklus, namun kambing kacang 7 dapat menunjukkan siklus estrus yang tidak teratur.

Saran

Perlu dilakukan validasi biologis lebih lanjut pada individu-individu yang bersiklus normal dan bunting sehingga dapat menentukan panjangnya fase folikel dan fase luteal pada kambing kacang dan interval siklus estrus yang lebih komprehensif serta penentuan lama kebuntingan.

Dokumen terkait