• Tidak ada hasil yang ditemukan

41.1 58.9 19.6 3.6 76.8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Ayah Ibu % Remaja Dewasa muda Dewasa madya

Gambar 3. Sebaran contoh berdasarkan usia orang tua

Pendidikan orang tua

Karakteristik keluarga lain yang diidentifikasi dalam penelitian ini adalah tingkat pendidikan akhir orang tua. Pendidikan orang tua, baik ayah maupun ibu memiliki peranan penting dalam memahami pentingnya gizi dan kesehatan bagi anak. Pemahaman tersebut dapat lebih mudah diterima oleh orang tua yang tingkat pendidikannya tinggi. Menurut Soetjiningsih (1995), orang tua yang memiliki pengetahuan serta pendidikan tinggi akan lebih mengerti tentang pemilihan pengolahan pangan serta cara pemberian makan yang sehat dan bergizi untuk anaknya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Rahmawati (2006) yang menyatakan bahwa orang tua, terutama ibu, yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan serta informasi gizi dan kesehatan bagi anaknya.

Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa tingkat pendidikan ayah dan ibu memiliki persentase terbesar pada tingkat yang sama, yaitu Sekolah Dasar atau sederajat. Selain itu diketahui pula bahwa tidak ada orang tua yang tidak pernah sekolah ataupun tidak tamat SD. Hanya 1,8 persen responden yang pendidikan akhirnya Perguruan Tinggi. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan akhir orang tua dapat diamati pada Tabel 7.

Tabel 7. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan orang tua

Ayah Ibu Tingkat Pendidikan

n % n %

Tidak pernah sekolah - - - -

Tidak tamat SD 1 1,8 1 1,8 SD/sederajat 19 33,9 29 51,8 SLTP/sederajat 16 28,6 20 35,7 SLTA/sederajat 18 32,1 5 8,9 Akademi/Diploma/PT 2 3,6 1 1,8 Total 56 100,0 56 100,0

Pekerjaan orang tua

Sebanyak 30,4 persen ayah contoh bekerja sebagai karyawan. Lokasi penelitian yang dekat dengan kampus juga memberikan peluang pekerjaan lain bagi 28,6 persen ayah, yaitu supir angkutan umum.

Sebagian besar responden (78,6%) merupakan ibu rumah tangga. Artinya responden termasuk dalam masyarakat tradisional yang menggunakan waktunya di rumah untuk mengasuh dan merawat anak-anak. Berdasarkan hasil wawancara, pada umumnya responden tidak bekerja dengan alasan karena tingkat pendidikan responden yang rendah sehingga lapangan pekerjaan yang ada bagi responden sangat terbatas. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sukarni (1994) yang menyatakan bahwa pekerjaan memiliki hubungan dengan tingkat pendidikan sehingga nantinya akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonominya. Tabel 8 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jenis pekerjaan orang tua.

Tabel 8. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan orang tua

Ayah Ibu Jenis Pekerjaan n % n % Buruh/kebun 12 21,4 - - Petani pemilik - - - - Pedagang/wiraswasta 8 14,3 6 10,7 Pegawai negri/swasta/karyawan 17 30,4 1 1,8 Jasa angkutan 16 28,6 - - PRT - - 5 8,9 IRT - - 44 78,6 Lainnya 3 5,4 - - Total 56 100,0 56 100,0 Besar keluarga

Gambar 4 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan jumlah anggota keluarga. Penelitian ini didominasi oleh contoh dengan keluarga berukuran

31

sedang (44,6%) sedangkan contoh dengan keluarga besar tercatat hanya 12,5 persen. 12.5 44.6 42.9 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (≥ 8 orang)

%

Gambar 4. Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga

Sebagian besar contoh dalam penelitian ini memiliki jumlah anggota keluarga kurang dari tujuh orang atau termasuk keluarga kecil dan keluarga sedang. Besar keluarga memiliki kaitan dengan kondisi gizi individu anggota keluarga tersebut. Hal ini ditegaskan Sukarni (1994) bahwa besar keluarga mempengaruhi kondisi gizi serta kesehatan terutama anak-anak. Semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin rendah pula status gizi balita.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan negatif antara besar keluarga contoh dengan status gizi (indeks BB/U) contoh (p value =0,003; r = -0,386). Hal ini disebabkan karena keluarga kecil lebih mudah dalam mengatur dan memenuhi kebutuhan pangan bagi setiap anggota keluarganya. Jumlah anggota keluarga yang besar akan mempersulit dalam memenuhi kebutuhan pangan, terutama balita yang memerlukan perhatian khusus karena belum bisa mengurus keperluannya sendiri serta ada dalam masa pertumbuhan. Apabila kebutuhan pangan balita telah terpenuhi maka konsumsi zat gizi juga akan terpenuhi dan selanjutnya akan meningkatkan status gizi.

Pendapatan keluarga

Pendapatan perkapita perbulan keluarga digunakan sebagai pendekatan terhadap pengeluaran perkapita keluarga contoh. Hasilnya diperoleh bahwa rata-rata pendapatan keluarga sebesar Rp174 241.09. Pendapatan terendah keluarga contoh perkapita perbulan tercatat sebesar Rp21 429.00 sedangkan pendapatan tertingginya adalah sebesar Rp500 000.00. Lebih dari separuh keluarga contoh tergolong keluarga miskin (Gambar 5).

39.3 60.7 0 10 20 30 40 50 60 70

Miskin (≤ Rp.183067,-) Tidak miskin (>Rp. 183067,-)

%

Gambar 5. Sebaran contoh berdasarkan pendapatan perkapita menurut kategori garis kemiskinan Kabupaten Bogor (2006)

Badan Pusat Statistik menetapkan garis kemiskinan Kabupaten Bogor tahun 2006 adalah sebesar Rp183 067.00 perkapita perbulan. Berdasarkan batas tersebut maka diketahui bahwa lebih dari separuh jumlah contoh memilikii pendapatan perkapita perbulannya dibawah batas garis kemiskinan tersebut. Oleh karena itu diketahui bahwa lebih dari separuh jumlah contoh adalah keluarga miskin.

Penduduk yang miskin memiliki daya beli yang rendah terutama karena harus memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan negatif antara tingkat

pendapatan perkapita perbulan dengan besar keluarga (p value =0,001; r =-0,448). Hal ini menggambarkan bahwa semakin banyak jumlah anggota

keluarga maka tingkat pendapatan perkapita keluarga tersebut akan semakin rendah. Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak menyebabkan akan semakin banyak pula yang harus dipenuhi kebutuhannya terutama golongan anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan.

Menurut Suhardjo (1989), anak-anak yang tumbuh dalam keluarga miskin adalah yang paling rawan terhadap gizi kurang diantara semua anggota keluarga. Anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh karena kebutuhan zat gizi dalam pangan yang sangat dibutuhkan oleh anak, tidak terpenuhi akibat tingkat pendapatan orang tuanya yang rendah.

Jenis kelamin dan umur balita

Karakteristik contoh yang diidentifikasi meliputi jenis kelamin dan umur balita (Gambar 6). Lebih dari separuh jumlah contoh (64,3%) merupakan balita perempuan. Hal ini sesuai dengan data profil desa yang menunjukkan bahwa di Desa Cikarawang proporsi balita perempuan lebih banyak dibandingkan dengan

33

balita laki-laki. Proporsi terbesar (37,5%) umur contoh ada pada kisaran usia 24-36 bulan dengan usia minimum 10 bulan sedangkan usia maksimum 58 bulan. Rata-rata usia contoh adalah 29,6 bulan dengan standar deviasi 11,9 bulan.

, Laki-laki 35,7% , Perempuan 64,3% ≤23bln 33,9% 24-36bln 37,5% ≥37bln 28,6%

Jenis kelamin

Umur

Gambar 6. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin dan umur balita

Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan gizi seseorang menentukan perilaku gizinya kelak. Bahkan Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa pengetahuan tentang gizi dan makanan merupakan faktor penentu kesehatan seseorang. Separuh jumlah responden memiliki pengetahuan gizi yang termasuk pada kategori sedang, sedangkan yang tingkat pengetahuan gizinya tergolong baik sebanyak 28,6 persen. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu dapat diamati pada Tabel 9.

Tabel 9. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu

Tingkat Pengetahuan Gizi n %

Baik 16 28,6

Sedang 28 50,0

Rendah 12 21,4

Total 56 100,0

Tabel 10 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi ibu. Sebanyak 23,2 persen responden memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori sedang dengan tingkat pendidikan akhirnya adalah tingkat SD atau sederajat. Seluruh responden yang tingkat pendidikan akhirnya adalah tingkat Akademi/diploma/Perguruan Tinggi memiliki tingkat pengetahuan gizi kategori baik. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, memiliki tingkat pengetahuan yang lebih baik dibandingkan dengan responden yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya oleh Rahmawati (2006) bahwa orang tua, terutama ibu, yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan serta informasi gizi dan kesehatan bagi anaknya.

Tabel 10. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan gizi ibu

Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu

Baik Sedang Rendah Total

Tingkat Pendidikan Ibu

n % n % n % n %

Tidak pernah sekolah - - - -

Tidak tamat SD - - - - 1 1,8 1 1,8 SD/sederajat 5 8,9 13 23,2 11 19,6 29 51,8 SLTP/sederajat 10 17,9 10 17,9 - - 20 35,7 SLTA/sederajat - - 5 8,9 - - 5 8,9 Akademi/Diploma/PT 1 1,8 - - - - 1 1,8 Total 16 28,6 28 50,0 12 21,4 56 100,0

Lampiran 8 menunjukkan persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi ibu. Sebagian besar responden menjawab dengan benar definisi dari zat gizi, contoh pangan yang mengandung protein hewani, dan nama garam yang baik untuk masak; masing-masing 78,6 persen, 87,5 persen, 96,4 persen. Pertanyaan lain yang dijawab benar oleh sebagian besar responden adalah nama kondisi bayi apabila ibu saat hamil kekurangan zat besi, nama kondisi anak yang kekurangan pangan dalam jangka waktu yang lama, serta umur anak mulai diperkenalkan dengan makanan seperti makanan orang dewasa, masing-masing 82,1 persen, 92,9 persen, dan 83,9 persen.

Persentase terbesar responden menjawab salah untuk pertanyaan tentang jenis zat gizi yang dibutuhkan anak sebagai zat pertumbuhan, jenis pangan sumber karbohidrat, dan periode pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan, masing-masing 55,4 persen, 55,4 persen, dan 60,7 persen (Gambar 7). 44.6 44.6 39.3 55.4 55.4 60.7 0 20 40 60 80

Zat gizi yang dibutuhkan anak s ebagai zat pertum buhan

Jenis pangan s um ber karbohidrat Jangka waktu pem berian ASI

eks klus if

%

s alah benar

Gambar 7. Persentase contoh berdasarkan jawaban pertanyaan pengetahuan gizi

Robertson (1998) menyatakan bahwa pada empat sampai enam bulan pertama kehidupan manusia, satu-satunya bentuk pangan yang dapat diterima

35

oleh tubuh bayi adalah Air Susu Ibu (ASI). ASI memiliki beberapa keuntungan apabila dibandingkan dengan susu formula, misalnya kandungan protein pada ASI cocok bagi metabolisme tubuh bayi. Selain itu, ASI mengandung zat antibodi yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh bayi terhadap berbagai penyakit. Kandungan lemak dan zat besi pada ASI juga sangat mudah dicerna dan diserap oleh tubuh bayi sehingga dapat dengan mudah digunakan untuk memenuhi kebutuhannya. Kelebihan lain dari ASI adalah suhu ASI yang sesuai dengan kondisi bayi, steril, serta adanya ikatan yang kuat antara ibu dengan bayinya akibat dari praktek pemberian ASI. Oleh sebab itu, tidak diragukan lagi bahwa pemberian ASI secara eksklusif enam bulan sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Lebih dari separuh responden tidak dapat menjawab dengan benar pertanyaan: jenis pangan yang sumber karbohidrat serta nama jenis zat gizi yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan (protein). Kedua pertanyaan ini ingin menggambarkan pengetahuan responden mengenai pentingnya dua jenis zat gizi (karbohidrat dan protein) bagi pertumbuhan balita. Ketidaktahuan yang dimiliki lebih dari separuh responden terhadap jenis dan manfaat pangan sumber karbohidrat dan protein ini dapat berdampak pada konsumsi pangan balitanya yang kurang berkualitas yang selanjutnya dapat mengganggu pertumbuhan serta perkembangan anak balita tersebut.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Lebih dari separuh responden (53,8%) berperilaku hidup bersih dan sehat kategori baik. Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang perilaku hidup bersih dan sehatnya termasuk kategori rendah.

Tabel 11. Sebaran contoh berdasarkan perilaku hidup bersih dan sehat ibu

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat n %

Baik 30 53,8

Sedang 26 46,2

Rendah - -

Total 56 100,0

Persentase contoh berdasarkan kategori PHBS ibu dapat diamati pada Gambar 8. Lebih dari separuh responden (58,9%) memiliki kebiasaan yang baik untuk selalu mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar. Perilaku ibu untuk selalu mencuci tangan dapat mengurangi risiko terjadinya salah satu penyakit infeksi, yaitu diare. Menurut WHO (2004), dengan mencuci tangan maka penyakit diare dapat dikurangi hingga mencapai 45 persen. Oleh

karena itu, perilaku responden yang selalu mencuci tangan ikut mendukung upaya kesehatan untuk dirinya sendiri sehingga dapat terhindar dari penyakit.

21.4 0 0 0 14.3 30.4 0 89.3 55.4 58.9 39.3 64.3 37.5 100 44.6 41.1 58.9 1.8 7.1 32.1 3.6 0 20 40 60 80 100 120 Tempat ibu melakukan aktivitas mencuci

Frekuensi ibu membersihkan kamar mandi dalam seminggu Kebiasaaan ibu memasak air untuk

minum sampai mendidih Menu makanan keluarga yang biasa

disajikan

Frekuensi ibu menggosok gigi dalam sehari

Frekuensi ibu mandi dalam sehari Kebiasaan ibu untuk selalu mencuci tangan sebelum makan dan sesudah

buang air besar

%

baik sedang rendah

Gambar 8. Persentase contoh berdasarkan kategori PHBS ibu

Mandi dan menggosok gigi merupakan salah satu upaya seseorang untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri. Berdasarkan Gambar 8 dapat diamati bahwa lebih dari separuh responden memiliki frekuensi mandi dan gosok gigi kategori sedang, yaitu sebanyak dua kali sehari, masing-masing 58,9 persen dan 55,4 persen. Selain itu, terlihat juga bahwa tidak ada responden yang praktek mandi dan menggosok giginya hanya satu kali dalam sehari.

Perilaku kesehatan merupakan suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan (Notoatmodjo 2007). Tersedianya menu yang lengkap merupakan salah satu perilaku yang berkaitan dengan upaya seseorang untuk mempertahankan serta meningkatkan kesehatannya. Dalam hal penyediaan menu makanan yang lengkap (nasi, lauk pauk, sayur, dan buah) diketahui bahwa hanya kurang dari lima persen (3,6%) responden yang menyediakan menu lengkap.

Berdasarkan hasil wawancara, hampir seluruh responden menyatakan kadang-kadang mengkonsumsi buah-buahan. Ketersediaan buah yang tidak memadai merupakan salah satu kendala untuk menyajikan menu seimbang dalam rumah tangga. Berdasarkan hasil wawancara, hal ini disebabkan oleh keterbatasan ekonomi yang diakui oleh responden sebagai alasan utama untuk tidak menyediakan buah-buahan di rumah.

37

Perilaku bersih sehat ibu lainnya yang telah dilakukan dengan baik oleh responden adalah memasak air untuk dikonsumsi hingga mendidih. Gambar 8 menunjukkan bahwa seluruh responden selalu memasak air yang dikonsumsi sampai mendidih. Air yang digunakan sebagai air minum merupakan salah satu media yang dapat menjadi tempat berpindahnya patogen dan zat-zat kimia beracun ke tubuh manusia (WHO 2007). Hal ini dapat dicegah apabila air yang dikonsumsi bebas dari mikroorganisme patogen dan salah satu cara untuk menguranginya adalah dengan memanaskan air yang digunakan hingga mendidih.

Perilaku kesehatan lingkungan termasuk dalam salah satu perilaku hidup bersih dan sehat (Notoatmodjo 2007). Perilaku kesehatan lingkungan yang diukur dalam penelitian ini adalah frekuensi responden membersihkan kamar mandi, dan tempat responden melakukan aktivitas mencuci. Sebanyak 37,5 persen responden termasuk kategori baik dalam hal membersihkan kamar mandi, yaitu membersihkan kamar mandi sebanyak lebih dari sama dengan tiga kali dalam seminggu. Selain itu, tercatat lebih dari separuh responden menggunakan kamar mandi pribadi sebagai tempat untuk mencuci, dan sangat disayangkan bahwa masih ada responden yang melakukan aktivitas mencuci di sungai (Lampiran 1). Sungai merupakan salah satu tempat yang masih digunakan warga untuk membuang sampah padat serta limbah. Oleh karena keterbatasan ekonomi, responden tidak mampu menyediakan kamar mandi pribadi di rumahnya sehingga menyebabkan 21,4 persen responden mencuci di sungai-sungai dekat tempat tinggalnya walaupun air yang digunakan tidak terjamin kebersihannya.

Perilaku Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi)

Hampir seluruh responden (89,3%) memilki perilaku Kadarzi yang termasuk kategori baik (Tabel 12). Tidak ada responden yang berada pada kategori rendah.

Tabel 12. Sebaran responden berdasarkan perilaku Kadarzi

Perilaku Kadarzi n %

Baik 50 89,3

Sedang 6 10,7

Rendah - -

Total 56 100,0

Kadarzi diamati dari lima perilaku, yaitu mengkonsumsi beraneka ragam makanan, menimbang berat badan secara rutin setiap bulan terutama bagi ibu

hamil, ibu menyusui, dan balita, mengkonsumsi garam beriodium, memberikan ASI eksklusif selama enam bulan, serta mendapatkan dan memberikan sumplementasi bagi anggota yang membutuhkan. Persentase kategori perilaku ibu untuk setiap pertanyaan perilaku Kadarzi dapat diamati pada Lampiran 9.

Mengkonsumsi beraneka ragam makanan berarti mengkonsumsi pangan sebanyak 2-3 kali sehari. Frekuensi makan lebih dari separuh ibu, ayah, dan contoh termasuk kategori baik, yaitu makan sebanyak tiga kali setiap hari. Aneka ragam makanan juga berarti mengkonsumsi pangan yang mengandung tiga kelompok sumber makanan, yaitu kelompok sumber zat tenaga (makanan pokok), sumber zat pembangun (lauk pauk) serta sumber zat pengatur (sayuran dan buah-buahan). Berdasarkan definisi tersebut diketahui bahwa lebih dari separuh responden memiliki kebiasaan yang baik untuk menyediakan menu sayuran saat makan siang. Namun sebagian besar responden tidak selalu menyediakan buah-buahan setiap hari dirumah. Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu dapat dilihat pada Tabel 13.

Kebiasaan responden untuk menyediakan makanan yang beraneka ragam di rumah memberi peluang bagi balitanya untuk dapat menerima pangan yang berkualitas dan berkuantitas gizi baik. Makan makanan yang beragam dapat mencukupi kebutuhan gizi seseorang karena tidak ada satu jenis panganpun yang kandungan zat gizinya lengkap. Konsumsi pangan yang kurang beragam akan menimbulkan ketidakseimbangan antara masukan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dampak negatif selanjutnya adalah akan mengakibatkan terjadinya penyakit kekurangan gizi.

Tabel 13 juga menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah dengan baik melakukan perilaku Kadarzi lainnya, yaitu menimbang berat badan secara rutin setiap bulan khususnya bagi balita dan ibu hamil. Hampir seluruh responden membawa balitanya untuk ditimbang di Posyandu selama 4-6 kali selama enam bulan terakhir. Responden juga memiliki kebiasaan untuk mengukur berat badannya secara rutin saat hamil di Puskesmas, Posyandu, atau bidan. Selain menggambarkan perilaku gizi responden yang baik, hasil ini juga menggambarkan peran Posyandu di Kampung Carang Pulang, telah berjalan dengan baik yang ditunjukkan bahwa sebgian besar responden berpartisipasi dalam program penimbangan balita sebanyak 4-6 kali selama enam bulan terakhir.

39

Tabel 13. Sebaran contoh berdasarkan perilaku Kadarzi ibu

Perilaku Kadarzi n % Perilaku Kadarzi n %

Frekuensi ibu makan dalam sehari

Kebiasaan ibu melakukan

penimbangan berat badan saat hamil di Posyandu/bidan/puskesmas

a. 3 kali perhari 31 55,4 a. Selalu 43 76,8

b. 1 atau 2 kali perhari 24 42,9 b. Kadang-kadang 11 19,6

c. Tidak tentu 1 1,8 c. Tidak pernah 2 3,6

Total 56 100,0 Total 56 100

Frekuensi ayah makan dalam sehari Penggunaan garam beriodium setiap kali masak

a. 3 kali perhari 31 55,4 a. Selalu 51 91,1

b. 1 atau 2 kali perhari 24 42,9 b. Kadang-kadang 2 3,6

c. Tidak tentu 1 1,8 c. Tidak pernah 3 5,4

Total 56 100,0 Total 56 100,0

Frekuensi contoh makan dalam sehari Pemberian ASI eksklusif sampai usia contoh 6 bulan

a. 3 kali perhari 32 57,1 a. Memberikan ASI saja sampai usia bayi 6 bulan 14 25,0 b. 1 atau 2 kali perhari 24 42,9 b. Memberikan ASI saja sampai usia bayi < 5 bulan 42 75,0 c. Tidak tentu - - c. Tidak pernah memberikan ASI saja - -

Total 56 100,0 Total 56 100,0

Kebiasaan ibu menyediakan menu sayuran saat makan siang di dalam keluarga

Ibu mendapatkan tablet besi dari Posyandu/bidan saat hamil

a. Selalu 29 51,8 a. Selalu 45 80,4

b. Kadang-kadang 26 46,4 b. Kadang-kadang 5 8,9

c. Tidak pernah 1 1,8 c. Tidak pernah 6 10,7

Total 56 100,0 Total 56 100,0

Kebiasaan ibu menyediakan buah-buahan di rumah untuk dikonsumsi oleh keluarga setiap hari

Konsumsi tablet besi oleh ibu saat hamil

a. Selalu 3 5,4 a. Selalu 37 66,1

b. Kadang-kadang 45 80,4 b. Kadang-kadang 16 28,6

c. Tidak pernah 8 14,3 c. Tidak pernah 3 5,4

Total 56 100,0 Total 56 100,0

Kebiasaan ibu mengkonsumsi

buah-buahan setiap hari Contoh mendapatkan kapsul vitamin A (merah dan biru) dari Posyandu

a. Selalu 4 7,1 a. Selalu 53 94,6

b. Kadang-kadang 49 87,5 b. Kadang-kadang 2 3,6

c. Tidak pernah 3 5,4 c. Tidak pernah 1 1,8

Total 56 100,0 Total 56 100,0

Frekuensi penimbangan contoh di Posyandu 6 bulan terakhir

Kapsul vitamin A diberikan ibu kepada contoh

a. 4-6 kali 53 94,6 a. Selalu 54 96,4

b. < 4 kali 3 5,4 b. Kadang-kadang 1 1,8

c. Tidak pernah - - c. Tidak pernah 1 1,8

Total 56 100,0 Total 56 100,0

Kebiasaan ibu membawa anggota keluarga ke bidan/dokter/puskesmas ketika sakit untuk mendapatkan pertolongan

a. Selalu 33 58,9

b. Kadang-kadang 23 41,1

c. Tidak pernah - -

Total 56 100,0

Keterangan : a = kategori baik b = kategori sedang c = kategori rendah

Perilaku Kadarazi lain yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi garam beriodium. Mineral iodium yang terdapat dalam garam sangat penting bagi pertumbuhan manusia. Hampir seluruh responden menggunakan garam beriodium dalam makanannya sehari-hari walaupun masih ada responden yang tidak menggunakan garam beriodium (Tabel 13). Fungsi iodium dalam tubuh manusia adalah untuk membentuk hormon tiroksin yang bermanfaat dalam mengatur pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kekurangan iodium yang kronis menyebabkan terjadinya kretinisme dan terganggunya kecerdasan. Selain itu defisiensi mineral iodium dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang mengakibatkan pembengkakan pada bagian leher (Poedjiadi 1994).

Pemberian ASI secara eksklusif enam bulan merupakan perilaku Kadarzi lain yang diamati dalam penelitian ini. Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dapat diamati pada Gambar 9. Responden yang memberikan ASI secara eksklusif selama enam bulan hanya dilakukan oleh 25 persen responden. Sebanyak 75 persen lainnya memberikan ASI secara eksklusif selama kurang dari sama dengan lima bulan. Oleh karena itu, perilaku Kadarzi dalam hal pemberian ASI secara eksklusif enam bulan belum diterapkan dengan baik oleh responden di lokasi penelitian ini. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan Indonesia (2007), di Indonesia ibu yang menyusui bayi 0-6 bulan secara eksklusif baru mencapai 39 persen. Oleh karena itu, bukan hanya di lokasi penelitian ini saja, melainkan di Indonesia secara umum, praktek pemberian ASI secara eksklusif enam bulan yang mencerminkan perilaku gizi ibu masih belum diterapkan dengan baik.

75 25 0 10 20 30 40 50 60 70 80 % ≤ 5 bulan 6 bulan

Gambar 9. Sebaran contoh berdasarkan periode pemberian ASI eksklusif Berdasarkan hasil wawancara, beberapa responden sudah mulai memberikan makanan lain selain ASI sejak usia dua bulan. Dua jenis pangan

41

yang disebutkan oleh responden adalah pisang dan bubur tim. Robertson (1998) menyatakan bahwa makanan padat selain ASI sebaiknya tidak boleh diberikan kepada bayi sampai bayi berusia minimal empat bulan atau sampai enam bulan apabila bayinya belum juga menunjukkan tanda kesiapan organ-organ pencernaan anak untuk menerima bentuk makanan padat. Tanda-tanda kesiapan tersebut dapat diketahui melalui perkembangan kemampuan gerakan otot mulut bayi, misalnya saat berusia 4-6 bulan, bayi sudah dapat mengendalikan gerakan kepala dan menyimpan makanan di dalam mulut dibandingkan mendorong makanan tersebut keluar dengan menggunakan lidahnya. Dengan demikian bayi sudah mulai mau menerima makanan di dalam mulut dan secara tidak langsung mulai mampu mencerna makanan tersebut.

Saat balita menunjukkan tanda-tanda kesiapan dalam menerima makanan selain ASI maka pangan yang diberikan harus mengandung zat gizi yang penting bagi pertumbuhan anak, yaitu protein. Jenis pangan yang bisa diberikan antara lain susu formula dan iron-fortified rice cereal (sereal beras yang difortifikasi zat besi). Sayuran merupakan jenis pangan yang dapat diberikan

Dokumen terkait