SKRIPSI
PENGEMBANGAN PERANGKAT SENSOR TINGKAT WARNA DAUN
UNTUK MENENTUKAN KEBUTUHAN PUPUK TANAMAN KEDELAI
OLEH:
ROMY WINANDAR
F14063405
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
DEVELOPMENT OF LEAF COLOR SENSOR FOR DETERMINING FERTILIZER NEED OF SOYBEAN.
I Wayan Astika, Mohamad Solahudin, and Romy Winandar.
Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,
Indonesia.
e-mail: [email protected] ABSTRACT
Until now fertilization recommendation for soybean crop has been so common that the use of fertilizer by farmers is not optimal. One method of precision farming system is to estimate fertilizer needs based on the level of soybean leaf color. The objective of this study is to estimate the soil fertility by using leaf color and make a map of soil fertility variables with an image sensor device. Tests were conducted on a soybean field. The land was fertilized with different doses in its parts. To make a map, it is necessary to create an image sensor device in form of a cart that has working principle to capture the image of leaf color and leaf color chart (LCC) in a single image using a charge coupled device (CCD) camera. Image- making process was carried out continuously by using a tool that was driven on land across the above of every two rows of plants. To support the continuous image capture, there was a counter switch to give a signal when to shoot at any given distance while the tool was being driven over the plants on the land. Based on the data of image processing, a map of soil fertility variables could be made. There were 24 images in a single line of soil fertility variables map with different color-level. Soil fertility parameters from laboratory test showed a positive relationship with land fertility and the correlation coefficients was significant. Meanwhile, the prediction accuracy of leaf color level was already good, for leaf color levels 2, 3, and 4 respectively by 71.4%, 61.1% and 100%.
ROMY WINANDAR. F14063405. Pengembangan Perangkat Sensor Tingkat Warna Daun untuk Menentukan Kebutuhan Pupuk Tanaman Kedelai. Di bawah I Wayan Astika dan Mohamad Solahudin. 2011.
RINGKASAN
Hingga saat ini rekomendasi pemupukan untuk tanaman kedelai masih bersifat umum yang diterapkan untuk semua lahan, sehingga petani mengunakan pupuk dengan takaran yang berlebihan yang menyebabkan produksi kedelai tidak optimal. Metode precision farming perlu dikembangkan guna menghasilkan pekerjaan pertanian yang efektif dan efisien. Tingkat warna daun dapat dijadikan parameter untuk menduga status hara tanaman yang nantinya akan digunakan sebagai referensi dosis pemupukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga kesuburan tanah melalui warna daun dan membuat peta variabel kesuburan tanah dengan perangkat sensor citra. Penelitian dilakukan di Lab. Sistem Manajemen Mekanisasi Pertanian dan Lab. Lapangan Departemen TMB IPB pada bulan Mei sampai September 2010.
Alat sensor citra tampak daun kedelai yang digunakan berupa gerobak dengan dua buah roda. Pada bagian depan terdapat sebuah kamera charge coupled device (CCD) yang terhubung dengan sebuah komputer jinjing. Dudukan kamera CCD dapat diubah-ubah ketinggiannya agar dapat mengatur luas tangkapan citra. Jarak antar roda alat ini juga dapat diatur dengan membongkar pasang garpu roda. Terdapat pula sakelar pencacah yang terhubung dengan pararel port di komputer jinjing pada bagian roda.
Uji coba dilakukan pada sebuah lahan kedelai seluas 288 m2 yang dibagi menjadi tiga buah petakan lahan. Lahan tersebut akan mendapatkan pemupukan berbeda pada setiap bagiannya. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kesuburan tanah yang bervariasi. Pendugaan kesuburan tanah melalui warna daun dan membuat peta variabel kesuburan tanah pada lahan kedelai maka dibuat perangkat sensor citra yang mempunyai prinsip kerja menangkap citra warna daun berserta bagan warna daun (BWD) dalam satu citra dengan menggunakan kamera. Citra-citra tersebut kemudian akan disimpan dengan penamaan yang berurutan. Proses pengambilan citra dilakukan secara kontinu dengan menggunakan alat yang didorong di lahan dengan melintasi bagian atas setiap dua baris tanaman. Untuk menunjang pengambilan citra secara kontinu terdapat sakelar pencacah sebagai pemberi sinyal untuk melakukan pemotretan pada setiap jarak tertentu. Skala warna yang ikut dipotret dalam citra untuk proses image processing ini adalah bagan warna daun (BWD) standar yang diterbitkan oleh Badan Litbang Pertanian-IRRI. Semua citra dari hasil pemotretan kemudian akan diolah untuk memisahkan warna daun dan warna BWD dengan warna-warna lainnya guna mendapatkan nilai tingkat warna daun dari setiap citra yang ada dan akan dibuat peta variabel kesuburan tanah dari data tersebut. Dilakukan pula uji laboratorium untuk mengetahui kandungan hara pada beberapa bagian lahan untuk mengetahui korelasi antara kesuburan tanah dengan tingkat warna daun.
Pada uji coba alat terdapat 24 citra dalam satu baris peta variabel kesuburan lahan dengan tingkat warna BWD yang berbeda-beda. Pada peta tersebut terdapat bagian kosong yang berwarna putih yang diakibatkan kurangnya citra yang didapatkan dalam satu baris. Hasil dari pengujian kesuburan tanah dengan tingkat warna daun tanaman kedelai pada masing-masing parameter kesuburan menunjukan hubungan yang positif kecuali pada parameter jumlah nitrogen dalam tanah, koefisien korelasi dari setiap parameter sudah cukup baik. Data-data variabel kesuburan tanah digunakan untuk membuat peta variabel kesuburan tanah menggunakan data unsur fosfor dengan
koefisien korelasi sebesar 0.98. Perbandingan antara pengujian tingkat warna daun secara manual dengan kesimpulan pada image processing menghasilkan akurasi cukup baik yakni untuk tingkatan warna daun 2, 3, dan 4 secara berturut-turut sebesar 71.4%, 61.1% dan 100%.
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Luas areal tanam kedelai kurang dari 5% dari seluruh areal tanaman pangan di Indonesia, padahal komoditas ini memegang posisi sentral dalam seluruh kebijaksanaan pangan nasional karena peranannya sangat penting dalam menu makan penduduk. Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2.2 juta ton per tahun dari jumlah itu sekitar 1.6 juta ton harus diimpor (Adisarwanto, 2007). Menjadi penting untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa harus bergantung dengan impor.
Produktivitas kedelai di Indonesia dinilai masih rendah, dari aspek produktivitas per hektarnya Indonesia dan India selalu berada pada posisi sekitar 1.0 ton/ha. Angka ini jauh dibandingkan Amerika Serikat dan Brazil yang produktivitas per hektarnya sudah lebih dari 2.0 ton (Adisarwanto, 2007). Perbedaan tingkat produktivitas ini sebenarnya bukan semata-mata disebabkan oleh perbedaan karakter agroklimat semata tetapi juga teknologi produksi yang telah diterapkan petani.
Salah satu sarana produksi yang sangat vital peranannya dalam mendukung upaya peningkatan produksi kedelai nasional adalah pupuk, terutama N, P, dan K.Pemakaian pupuk yang berlebihan juga dapat berdampak pada kerusakan lingkungan di ekosistem pertanian seperti erosi tanah dan pencucian pupuk kimia yang masuk ke badan perairan, seperti sungai, kolam dan danau. Hal ini telah mengganggu lingkungan perairan, seperti pendangkalan sungai, danau, dan pencemaran perairan yang mengganggu kehidupan ikan, udang, dan satwa alam lainnya.
Hingga saat ini rekomendasi pemupukan untuk tanaman kedelai masih bersifat umum yang diterapkan untuk setiap lahan, sehingga petani menggunakan pupuk dengan takaran yang berlebihan dan sebagian lainnya dengan takaran yang lebih rendah sehingga produksi kacang kedelai tidak optimal. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam peningkatan pendapatan petani, tetapi juga terkait dengan keberlanjutan sistem produksi (sustainable production system), kelestarian lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi. Dari hasil penelitian menunjukan potensi biologis tertinggi tingkat produktivitas kedelai yang pernah dicapai di Indonesia antara 2.5-3.0 ton/ha. Pengembangan precision farming yang memanfaatkan teknologi baru guna menghasilkan pekerjaan pertanian yang efektif dan efisien sangat perlu dilakukan.
Warna daun kedelai dapat digunakan sebagai parameter kesuburan tanah. Kehijaun pada daun akan menunjukan jumlah klorofil yang terdapat pada daun. Jumlah klorofil pada daun sangat ditentukan oleh banyaknya nitrogen yang diserap oleh tanaman. Penelitian ini akan dapat menentukan kebutuhan pupuk tanaman yang akhirnya dapat dikonversikan dalam dosis pupuk yang diberikan pada tanaman kedelai. Penerapan dosis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman akan menyebabkan penghematan konsumsi pupuk.
1.2
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah merancang perangkat sensor untuk menduga kesuburan tanah melalui warna daun dan membuat peta variabel kesuburan tanah dengan perangkat sensor citra.
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kedelai
Kedelai (Glycine max L. Merrill) telah ditanam di Indonesia sejak awal abad ke 18 dan kemungkinan diperkenalkan oleh imigran dari dataran Cina. Areal produksi kedelai yang sebelumnya terbatas di Jawa dan Bali sejak tahun 1950 menyebar ke pulau-pulau lain termasuk Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan kepulauan Indonesia timur. Sampai 1974 permintaan kedelai dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Akan tetapi, sejak tahun 1975 konsumsi produk-produk kedelai mulai meningkat secara nyata. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan semakin bertambahan kebutuhan akan sumber protein murah dalam menu sehari-hari (Adisarwanto, 2007).
2.2
Morfologi Tanaman Kedelai
Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai menurut Adisarwanto (2008) didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, dan biji sehingga pertumbuhannya dapat maksimal.
2.2.1 Akar
Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah serta pengolahan tanah.
2.2.2 Batang dan cabang
Cabang akan muncul pada batang tanaman. Jumlah cabang akan tergantung pada varietas dan kondisi tanah, tetapi ada pula varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila jumlah penanaman dirapatkan dari 250,000 tanaman per hektar menjadi 500,000 tanaman per hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah biji yang dihasilkan.
2.2.3 Daun
Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih dalam bentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa perkecambahan.
Umumnya bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lancelot). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan memiliki korelasi yang erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang memiliki kondisi tanah yang subur sangat cocok dengan kedelai yang berdaun lebar. Daun mempunyai stomata yang berjumlah antara 190-320 buah/m2.
2.2.4 Bunga
Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar 60% bunga rontok sebelum membentuk polong.
2.2.5 Buah
Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman.
2.3
Musim Tanam
Kedelai dapat ditemukan hampir di sepanjang tahun di lapang sehingga biji kedelai segar selalu tersedia. Adisarwanto (2007) mengelompokan empat musim tanam utama kedelai di Indonesia:
1) Awal musim hujan. Di lahan kering, waktu tanam bulan Oktober atau November
tergantung mulainya musim hujan. Tanaman dipanen pada bulan Januari.
2) Akhir musim hujan. Kedelai ditanam pada akhir bulan Januari dan Febuari,
setelah panen kedelai atau padi gogo di lahan kering. Tanaman dipanen dalam bulan Mei.
3) Awal musim kemarau. Ini dilakukan di lahan sawah pada awal bulan April
setelah panen padi sawah. Tanaman dipanen pada akhir Juni.
4) Akhir pada musim kemarau. Dilakukan di lahan sawah pada akhir bulan Juli
dengan pola tanam padi-kedelai-kedelai atau padi-padi-kedelai. Karena kemungkinan tidak ada hujan sepanjang pertumbuhan tanaman (Juli-Oktober), diperlukan irigasi untuk kedelai akhir musim kemarau
2.4
Pola Tanam
Sekitar 60% kedelai di Indonesia dipanen di lahan sawah, yang hanya ditanami padi sekali setahun. Akan tetapi sepanjang pertumbuhan kedelai, lahan tersebut menjadi lahan kering yang mungkin mendapat irigasi dan mungkin pula tidak. Selebihnya kedelai ditanam di lahan kering yang sepenuhnya tergantung dari curah hujan (Adisarwanto, 2007).
Menurut Adisarwanto (2007) kedelai di sawah biasanya ditanam secara monokultur, meskipun kadang-kadang ditumpangsarikan dengan jagung. Dua pola tanam kedelai yang secara umum terdapat di sawah adalah padi-padi-kedelai dan padi-kedelai-kedelai. Biasanya kedelai ditanam setelah tanam padi pertama, hanya bila air tidak cukup untuk menanam padi kedua. Dengan pola tanam ini, pertanaman kedelai pertama disebut pertama awal musim kemarau, sedangkan pertanaman awal kedelai kedua disebut pertanaman akhir musim kemarau.
Penempatan arah tanam di daerah tropik tidak menunjukan perbedaan antara ditanam arah Timur-Barat dan Selatan-Utara. Hal yang terpenting adalah kacang kedelai harus ditanam sejajar dengan arah saluran irigasi sehingga air tidak menggenang dalam petakan (Adisarwanto, 2007).
2.5
Kesuburan Tanah
Disamping kondisi fisik atau jenis tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang kedelai, faktor lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kesuburan tanah. Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh kandungan atau kecukupan unsur hara dalam tanah (Hardjowigeno, 1995).
Seperti halnya tanaman lain, menurut Adisarwanto (2007) kacang kedelai pun memerlukan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro antara lain karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalsium (Ca), kalium (K), magnesium (Mg), dan sulfur (S). sementara unsur hara mikro anatara lain besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molybdenum (Mo), boron (B), dan klor (Cl).
Manfaat pupuk yang paling banyak dirasakan adalah menyediakan unsur hara yang diperlukan bagi tanaman. Selain menyediakan unsur hara, pemupukan juga membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang seperti N, P, dan K yang mudah hilang oleh penguapan atau oleh air
perkolasi. Pemberian pupuk juga membantu penyerapan unsur hara. Hal ini sangat penting, karena unsur hara berperan dalam pertumbuhan tanaman. Tiga unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
2.5.1 Nitrogen (N)
Pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil yang tinggi membutuhkan suplai nitrogen yang cukup, bila suplai N tidak cukup, tanaman akan menunjukan pertumbuhan organ dan keseluruhan tanaman yang tidak normal. Gejala kekurangan N yang paling jelas dan biasa terlihat adalah berkurangnya warna hijau dari dedaunan karena hilangnya klorofil, pigmen hijau yang berperan dalam proses fotosintesis. Mengel dan Kirkby (1979) dalam Gani (2006) menyatakan, kekurangan nitrogen dicirikan oleh kecepatan pertumbuhan yang rendah dan tanaman kerdil. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991) tanaman akan tumbuh lambat bilamana terjadi kekurangan N, juga akan tampak kurus, kerdil, dan berwarna pucat dibandingkan tanaman sehat. Kekurangan N ditandai oleh berkurangnya anakan, jumlah malai per satuan luas, dan juga jumlah gabah per malai berkurang pada tanaman serealia. Karena itu pertumbuhan dan hasil tanaman, khususnya padi, berhubungan erat dengan warna hijau dari daun.
Kelebihan N pun akan berakibat negatif pada tanaman. Kelebihan N biasanya memberikan warna gelap, sukulen, pertumbuhan vegetatif yang hebat, dan membuat tanaman mudah rusak karena dingin (frost) dan membeku (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud, 1991). Kedelai tidak memerlukan cukup banyak pemberian nitrogen karena tanaman kedelai dapat mengikan nitrogen dari udara dengan bantuan bakteri rizobium.
2.5.2 Fosfor (P)
Fosfor (P) berperan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar energi (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembuangan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991), apabila terjadi kekurangan unsur P akan menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan penurunan hasil tanaman.
2.5.3 Kalium (K)
Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanamanan terhadap penyakit serta kekeringan (Marsono, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991), kalium di dalam tananam dapat berfungsi untuk menguatkan batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap serangan penyakit, terutama terhadap penyakit yang disebabkan oleh cendawan.
Gejala yang nampak pertama kali dari kekurangan K dapat dilihat pada bagian daun. Selanjutnya, dalam jumlah yang terbatas biasanya diikuti oleh melemahnya bagian batang tanaman yang mengakibatkan terjadinya kerebahan pada tanaman biji-bijian. Kekurangan K betul-betul dapat mengurangi hasil dan menurunkan resistensi tanaman terhadap penyakit-penyakit tertentu, seperti
powldry-midew (kerusakan pada bagian batang) pada tanaman gandum, busuk akar dan winter killed
pada tanaman Alfalfa. Kekurangan K juga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas tanaman buah- buahan dan sayuran (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdibud, 1991)
2.6
Pemupukan
pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, dan waktu aplikasi. Penambahan pupuk akan lebih baik bila didasarkan pada hasil analisa kondisi kesuburan tanah yang akan ditanami. Kondisi unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersebut juga perlu diketahui (Adisarwanto, 2008).
Jenis dan takaran unsur hara sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum, jenis unsur hara dapat dibedakan menjadi jenis unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro terdiri dari unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S). Sementara unsur hara mikro antara lain boron (Bo), klor (Cl), kopper (Co), besi (Fe), molybdenum (Mo), dan seng (Zn) (Adisarwanto, 2007).
2.6.1 Nitrogen (N)
Unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium. Dari ketiga unsur hara makro tersebut, tanaman kedelai membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang paling banyak, hampir mencapai 10 kali lipat dibandingkan fosfor dan 3 kali lipat dibandingkan kalium (10:1:3) (Adisarwanto, 2007).
Hasil-hasil penelitian mengenai respon tanaman kedelai terhadap aplikasi pupuk nitrogen menunjukan hasil yang berfariasi. Hal ini dimungkinkan oleh kemampuan tanaman kedelai menambat nitrogen secara hayati. Bila nodulasi sangat efektif maka penambahan nitrogen tidak perlu dilakukan (Adisarwanto, 2007).
Di sisi lain, menurut Adisarwanto (2007) penambahan nitrogen terlalu banyak justru akan menekan aktifitas penambatan secara hayati sehingga mengurangi jumlah nitrogen yang tertambat. Sebagai starter, penambahan pupuk nitrogen pada tanaman kedelai hanya berkisar antara 50-75 kg/ha. Menurut Pasaribu (1989) nitrogen yang diperlukan tanaman kedelai bersumber dari dalam tanah juga dari N atmosfer melalui simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Bakteri ini membentuk bintil akar (nodul) pada akar tanaman kedelai dan dapat menambat N dari udara. Hasil fiksasi nitrogen ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan N yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Fiksasi yang efektif 50-75% dari total kebutuhan tanaman akan nitrogen tersebut dapat dipenuhi.
2.6.2 Fosfor (P)
Aplikasi pupuk fosfor di tanah sawah untuk tanaman kedelai setelah penanaman padi seringkali tidak menunjukan respon positif. Hal ini disebabkan aplikasi dari penambahan pupuk fosfor yang diberikan pada tanaman padi, disamping ketersediaan fosfor yang sedikit untuk tanaman. Pertanaman kedelai di lahan kering, misalnya di daerah Sumatra dilaporkan tanaman kedelai memberikan respon yang cukup baik pada penambahan fosfor. Saat ini, penggunan pupuk SP36 untuk tanaman kedelai berkisar 50-100 kg/ha (Adisarwanto, 2007).
2.6.3 Kalium (K)
Di lahan sawah berjenis vertisol dilaporkan bahwa tanaman kedelai mengalami kahat kalium. Hal ini ditunjukan dengan adanya tanaman yang mengalami gejala klorosis daun, baik ketika tanaman masih muda maupun akan mendekati pembentukan polong. Aplikasi pupuk KCl sebanyak 100-150 kg/ha dapat menekan gejala tersebut (Adisarwanto, 2007).
2.6.4 Kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S)
Kalsium memiliki peranan penting dalam penambatan nitrogen dari udara (fiksasi nitrogen) sehingga ketersediaan hara ini sangat penting, gejala kahat belerang seringkali timbul di daerah sentra penanaman kedelai, walaupun belum cukup luas. Penanggulangannya yaitu pada saat aplikasi pupuk
nitrogen, sebaiknya tidak memakai pupuk urea tetapi pupuk Za. Disamping mengandung nitrogen pupuk tersebut juga mengandung belerang (Adisarwanto, 2007).
2.7
Analisa Tanah
Menurut Hardjowigeno (1995) adanya kekurangan unsur hara dapat diketahui dengan beberapa cara, misalnya:
2.7.1 Analisa laboratorium
Contoh tanah diambil di lapangan kemudian dianalisis di laboratorium terhadap pH, kapasitas tukar kation, Ca, Mg, K, Na, N, P, bahan organik terstruktur dan sebagainya. Sehingga diketahui kadar unsur hara tersebut di dalam tanah. Apabila kadar unsur hara yang ada di dalam tanah dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing tanaman, maka akan diketahui apakah kadar unsur-unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang atau tinggi.
2.7.2 Gejala-gejala pertumbuhan tanaman
Kekurangan unsur hara dapat memperlihatkan gejala-gejala pertumbuhan tertentu. Misalnya, kekurangan Fe akan menyebabkan klorosis, kekurangan N menyebabkan tanaman kerdil dan sebagainya.
2.7.3 Analisis tanaman
Kekurangan unsur hara dalam tanah juga dapat dilihat dari analisis tanaman. Misalnya dengan mengambil contoh daun, kemudian dianalisis di laboratorium.
2.7.4 Percobaan tanaman
Percobaan-percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman (biological test) di lapangan dengan berbagai macam dan jumlah pupuk dapat mengetahui kekurangan-kekuangan unsur hara yang perlu ditambahkan di tanah.
Berikut ini akan disajikan kriteria penilaian hasil analisis tanah dan batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman (Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995))
Unsur Hara Tebu Padi Jagung Kedelai
N (%) 1.5 2,5 3,0 4,2 P (%) 0.05 0,10 0,25 0,26 K (%) 2.25 1,0 1,90 1,71 Ca (%) 0.15 0,15 0,40 0,36 Mg (%) 0.10 0,10 0,25 1,26 S (%) 0,01 0,01 - - B (ppm) 1 3,4 10 21 Cu (ppm) 5 6 5 10 Fe (ppm) 10 70 15 51 Mn (ppm) 10 – 20 20 15 21 Mo (ppm) - - 0,1 1,0 Zn (ppm) 10 10 15 21 Si (%) - 5 - -
Tabel 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ( Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995))