• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan perangkat sensor tingkat warna daun untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman kedelai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan perangkat sensor tingkat warna daun untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman kedelai"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGEMBANGAN PERANGKAT SENSOR TINGKAT WARNA DAUN

UNTUK MENENTUKAN KEBUTUHAN PUPUK TANAMAN KEDELAI

OLEH:

ROMY WINANDAR

F14063405

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

PENGEMBANGAN PERANGKAT SENSOR TINGKAT WARNA DAUN

UNTUK MENENTUKAN KEBUTUHAN PUPUK TANAMAN KEDELAI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

ROMY WINANDAR

F14063405

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Judul Skripsi : Pengembangan Perangkat Sensor Tingkat Warna Daun untuk

Menentukan Kebutuhan Pupuk Tanaman Kedelai.

Nama

: Romy Winandar

NIM

:

F14063405

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

(Dr. Ir. I Wayan Astika, M.Si.)

(Ir. Mohamad Solahudin, M.Si.)

NIP. 19631131 198903 1012

NIP.19650915 199103 1002

Mengetahui:

Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Desrial, M.Eng.)

NIP. 19661201 199103 1004

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul “Pengembangan Perangkat Sensor Tingkat Warna Daun untuk Menentukan Kebutuhan Pupuk Tanaman Kedelai” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Nopember 2010 Yang membuat penyataan

(5)

© Hak cipta milik Romy Winandar, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

(6)

DEVELOPMENT OF LEAF COLOR SENSOR FOR DETERMINING FERTILIZER NEED OF SOYBEAN.

I Wayan Astika, Mohamad Solahudin, and Romy Winandar.

Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java,

Indonesia.

e-mail: drakmes@yahoo.co.id

ABSTRACT

Until now fertilization recommendation for soybean crop has been so common that the use of fertilizer by farmers is not optimal. One method of precision farming system is to estimate fertilizer needs based on the level of soybean leaf color. The objective of this study is to estimate the soil fertility by using leaf color and make a map of soil fertility variables with an image sensor device. Tests were conducted on a soybean field. The land was fertilized with different doses in its parts. To make a map, it is necessary to create an image sensor device in form of a cart that has working principle to capture the image of leaf color and leaf color chart (LCC) in a single image using a charge coupled device (CCD) camera. Image-making process was carried out continuously by using a tool that was driven on land across the above of every two rows of plants. To support the continuous image capture, there was a counter switch to give a signal when to shoot at any given distance while the tool was being driven over the plants on the land. Based on the data of image processing, a map of soil fertility variables could be made. There were 24 images in a single line of soil fertility variables map with different color-level. Soil fertility parameters from laboratory test showed a positive relationship with land fertility and the correlation coefficients was significant. Meanwhile, the prediction accuracy of leaf color level was already good, for leaf color levels 2, 3, and 4 respectively by 71.4%, 61.1% and 100%.

(7)

ROMY WINANDAR. F14063405. Pengembangan Perangkat Sensor Tingkat Warna Daun untuk Menentukan Kebutuhan Pupuk Tanaman Kedelai. Di bawah I Wayan Astika dan Mohamad Solahudin. 2011.

RINGKASAN

Hingga saat ini rekomendasi pemupukan untuk tanaman kedelai masih bersifat umum yang diterapkan untuk semua lahan, sehingga petani mengunakan pupuk dengan takaran yang berlebihan yang menyebabkan produksi kedelai tidak optimal. Metode precision farming perlu dikembangkan guna menghasilkan pekerjaan pertanian yang efektif dan efisien. Tingkat warna daun dapat dijadikan parameter untuk menduga status hara tanaman yang nantinya akan digunakan sebagai referensi dosis pemupukan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menduga kesuburan tanah melalui warna daun dan membuat peta variabel kesuburan tanah dengan perangkat sensor citra. Penelitian dilakukan di Lab. Sistem Manajemen Mekanisasi Pertanian dan Lab. Lapangan Departemen TMB IPB pada bulan Mei sampai September 2010.

Alat sensor citra tampak daun kedelai yang digunakan berupa gerobak dengan dua buah roda. Pada bagian depan terdapat sebuah kamera charge coupled device (CCD) yang terhubung dengan sebuah komputer jinjing. Dudukan kamera CCD dapat diubah-ubah ketinggiannya agar dapat mengatur luas tangkapan citra. Jarak antar roda alat ini juga dapat diatur dengan membongkar pasang garpu roda. Terdapat pula sakelar pencacah yang terhubung dengan pararel port di komputer jinjing pada bagian roda.

Uji coba dilakukan pada sebuah lahan kedelai seluas 288 m2 yang dibagi menjadi tiga buah petakan lahan. Lahan tersebut akan mendapatkan pemupukan berbeda pada setiap bagiannya. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan kesuburan tanah yang bervariasi. Pendugaan kesuburan tanah melalui warna daun dan membuat peta variabel kesuburan tanah pada lahan kedelai maka dibuat perangkat sensor citra yang mempunyai prinsip kerja menangkap citra warna daun berserta bagan warna daun (BWD) dalam satu citra dengan menggunakan kamera. Citra-citra tersebut kemudian akan disimpan dengan penamaan yang berurutan. Proses pengambilan citra dilakukan secara kontinu dengan menggunakan alat yang didorong di lahan dengan melintasi bagian atas setiap dua baris tanaman. Untuk menunjang pengambilan citra secara kontinu terdapat sakelar pencacah sebagai pemberi sinyal untuk melakukan pemotretan pada setiap jarak tertentu. Skala warna yang ikut dipotret dalam citra untuk proses image processing ini adalah bagan warna daun (BWD) standar yang diterbitkan oleh Badan Litbang Pertanian-IRRI. Semua citra dari hasil pemotretan kemudian akan diolah untuk memisahkan warna daun dan warna BWD dengan warna-warna lainnya guna mendapatkan nilai tingkat warna daun dari setiap citra yang ada dan akan dibuat peta variabel kesuburan tanah dari data tersebut. Dilakukan pula uji laboratorium untuk mengetahui kandungan hara pada beberapa bagian lahan untuk mengetahui korelasi antara kesuburan tanah dengan tingkat warna daun.

(8)
(9)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1988 di kota Singkawang, Kalimantan Barat sebagai anak kedua dari empat bersaudara pasangan bapak Drs. Jarminto dan Ibu Riyanti Suliyah S.Pd. Penulis menempuh pendidikan pertama kali di TK Rodatul Alfal Singkawang dan selesai pada tahun 1994, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 43 Pontianak yang diselesaikan pada tahun 2000. Pendidikan berikutnya dilanjutkan penulis di SMP Negeri 3 Pontianak dan lulus pada tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan sekolah menegah di SMA Negeri 1 Pontianak dan masuk dalam program IPA serta lulus pada tahun 2006.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengembangan Perangkat Sensor Tingkat Warna Daun untuk Menentukan Kebutuhan Pupuk Tanaman Kedelai” dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini dimulai sejak bulan Juni sampai September 2010.

Pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih antara lain kepada: 1. Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa mendoakan serta memberi dukungan kepada penulis. 2. Dr. Ir. I Wayan Astika, M. Si selaku dosen pembimbing akademik I dan Ir. Mohamad

Solahudin, M.Si dosen pembimbing akademik II atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis.

3. Iqbal Syahputra dan Ilham Eko Nugroho atas segala bantuannya dalam proses penelitian. 4. Pak Gozali yang sangat membantu dalam proses penelitian.

5. Mas Windy, Try, dan Isa yang selalu memberikan semangat. 6. Teman-teman di Asrama Kalimantan Barat Rahadi Ostman.

7. Teman-teman di Keluarga Pelajar dan Mahasiswa Kalimantan Barat yang sebagai keluarga besar saya di Bogor.

8. Teman-teman TEP angkatan 42 dan 43 atas bantuannya selama pembuatan penelitian ini. 9. Proyek Imhere IPB yang telah membantu pembiayaan penelitian.

Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini memberikan manfaat dan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian.

Bogor, 7 Nopember 2010

(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 2

2.1. KACANG KEDELAI ... 2

2.2. MORFOLOGI TANAMAN KEDELAI ... 2

2.3. MUSIM TANAM ... 3

2.4. POLA TANAM ... 3

2.5. KESUBURAN TANAH ... 3

2.6. PEMUPUKAN ... 4

2.7. ANALISA TANAH ... 6

2.8. BAGAN WARNA DAUN ... 7

2.9. PRECISION FARMING ... 8

2.10. PENGOLAHAN CITRA ... 9

2.11. PENELITIAN TERDAHULU ... 10

III. METODE PENELITIAN ... 13

3.1. WAKTU DAN TEMPAT ... 13

3.2. ALAT DAN BAHAN ... 13

3.3. TAHAPAN PENELITIAN ... 13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1. DESKRIPSI ALAT ... 16

4.2. RANCANGAN FUNGSIONAL ... 17

4.3. RANCANGAN STRUKTURAL ... 18

4.4. UJI COBA ... 23

4.5. LAHAN ... 25

4.6. UJI KINERJA ... 27

4.7. PROGRAM ... 28

4.8. PETA ... 30

4.8. KELEMAHAN ALAT ... 31

4.9. PENGUKURAN PERTUMBUHAN TANAMAN DAN KESUBURAN TANAH ... 31

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman

(Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995)) ... 6

Tabel 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ( Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995)) ... 7

Tabel 3. Hubungan antara tinggi kamera dan tangkapan gambar ... 17

Tabel 4. Dosis pemberian pupuk pada lahan A dan B ... 26

Tabel 5. Dosis pemberian pupuk pada lahan C ... 27

Tabel 6. Nilai RGB pada proses thresholding. ... 28

Tabel 7. Data pertumbuhan tanaman. ... 31

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan warna daun (BWD) ... 8

Gambar 2. Hubungan antara nomor skala warna dan kadar klorofil daun kedelai varietas wilis Kampung Muara (Balai Penelitian Tanaman Pangan (1984) dalam Ismunadji (1985)) ... 12

Gambar 3. Tahapan penelitian ... 14

Gambar 4. Rancangan alat sensor citra BWD ... 16

Gambar 5. Alat sensor citra tampak untuk menduga kesuburan tanah melalui tingkat warna daun ... 18

Gambar 6. Roda dan garpu ... 18

Gambar 7. Garpu ... 19

Gambar 8. Kamera yang digunakan ... 20

Gambar 9. Sakelar pencacah ... 21

Gambar 10. Program pengambil citra ... 22

Gambar 11. Aplikasi pengolah citra ... 23

Gambar 12. Aplikasi pengolah citra ... 23

Gambar 13. Ketelitian pengambilan citra. ... 24

Gambar 14. Citra hasil uji coba di lab ... 25

Gambar 15. Peta lahan ... 26

Gambar 16. Berbagai ragam citra hasil tangkapan kamera. ... 28

Gambar 17. Contoh citra hasil thresholding. ... 29

Gambar 18. Peta lahan berdasarkan tingkat warna daun ... 30

Gambar 19. Sebaran kandungan N pada beberapa tingkat warna daun ... 33

Gambar 20. Hubungan antara rata-rata kandungan N pada tanah dan beberapa tingkat warna daun ... 33

Gambar 21. Sebaran kandungan P pada beberapa tingkat warna daun ... 34

Gambar 22. Hubungan antara rata-rata kandungan P pada tanah dan beberapa tingkat warna daun ... 34

Gambar 23. Sebaran kandungan keasaman H2O pada beberapa tingkat warna daun ... 35

Gambar 24. Hubungan antara rata-rata kandungan keasaman H2O pada beberapa tingkat warna daun ... 35

Gambar 25. Sebaran kandungan C-org pada beberapa tingkat warna daun ... 36

Gambar 26. Hubungan antara rata-rata kandungan C-org pada tanah dan beberapa tingkat warna daun ... 36

Gambar 27. Sebaran kandungan K pada beberapa tingkat warna daun ... 37

Gambar 28. Hubungan antara rata-rata kandungan K pada tanah dan beberapa tingkat warna daun ... 37

Gambar 29. Sebaran kandungan KTK pada beberapa tingkat warna daun ... 38

Gambar 30. Hubungan antara rata-rata kandungan KTK pada tanah dan beberapa tingkat warna daun ... 38

Gambar 31. Sebaran kandungan keasaman KCl pada beberapa tingkat warna daun ... 39

Gambar 32. Hubungan antara rata-rata kandungan keasaman KCl pada tanah dan beberapa tingkat warna daun ... 39

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Spesifikasi kamera ... 44

Lampiran 2. Ketelitian pengambilan citra pada beberapa tingkat pemakaian trigger dan panjang citra ... 45

Lampiran 3. Perbandingan antara citra asli dengan hasil image processing ... 47

Lampiran 4. Foto lahan tanaman kacang kedelai. ... 50

Lampiran 5. Gambar teknik alat ... 51

(15)

I.

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Luas areal tanam kedelai kurang dari 5% dari seluruh areal tanaman pangan di Indonesia, padahal komoditas ini memegang posisi sentral dalam seluruh kebijaksanaan pangan nasional karena peranannya sangat penting dalam menu makan penduduk. Konsumsi kedelai di Indonesia mencapai 2.2 juta ton per tahun dari jumlah itu sekitar 1.6 juta ton harus diimpor (Adisarwanto, 2007). Menjadi penting untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa harus bergantung dengan impor.

Produktivitas kedelai di Indonesia dinilai masih rendah, dari aspek produktivitas per hektarnya Indonesia dan India selalu berada pada posisi sekitar 1.0 ton/ha. Angka ini jauh dibandingkan Amerika Serikat dan Brazil yang produktivitas per hektarnya sudah lebih dari 2.0 ton (Adisarwanto, 2007). Perbedaan tingkat produktivitas ini sebenarnya bukan semata-mata disebabkan oleh perbedaan karakter agroklimat semata tetapi juga teknologi produksi yang telah diterapkan petani.

Salah satu sarana produksi yang sangat vital peranannya dalam mendukung upaya peningkatan produksi kedelai nasional adalah pupuk, terutama N, P, dan K.Pemakaian pupuk yang berlebihan juga dapat berdampak pada kerusakan lingkungan di ekosistem pertanian seperti erosi tanah dan pencucian pupuk kimia yang masuk ke badan perairan, seperti sungai, kolam dan danau. Hal ini telah mengganggu lingkungan perairan, seperti pendangkalan sungai, danau, dan pencemaran perairan yang mengganggu kehidupan ikan, udang, dan satwa alam lainnya.

Hingga saat ini rekomendasi pemupukan untuk tanaman kedelai masih bersifat umum yang diterapkan untuk setiap lahan, sehingga petani menggunakan pupuk dengan takaran yang berlebihan dan sebagian lainnya dengan takaran yang lebih rendah sehingga produksi kacang kedelai tidak optimal. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam peningkatan pendapatan petani, tetapi juga terkait dengan keberlanjutan sistem produksi (sustainable production system), kelestarian lingkungan, dan penghematan sumberdaya energi. Dari hasil penelitian menunjukan potensi biologis tertinggi tingkat produktivitas kedelai yang pernah dicapai di Indonesia antara 2.5-3.0 ton/ha. Pengembangan precision farming yang memanfaatkan teknologi baru guna menghasilkan pekerjaan pertanian yang efektif dan efisien sangat perlu dilakukan.

Warna daun kedelai dapat digunakan sebagai parameter kesuburan tanah. Kehijaun pada daun akan menunjukan jumlah klorofil yang terdapat pada daun. Jumlah klorofil pada daun sangat ditentukan oleh banyaknya nitrogen yang diserap oleh tanaman. Penelitian ini akan dapat menentukan kebutuhan pupuk tanaman yang akhirnya dapat dikonversikan dalam dosis pupuk yang diberikan pada tanaman kedelai. Penerapan dosis pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman akan menyebabkan penghematan konsumsi pupuk.

1.2

Tujuan

(16)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kedelai

Kedelai (Glycine max L. Merrill) telah ditanam di Indonesia sejak awal abad ke 18 dan kemungkinan diperkenalkan oleh imigran dari dataran Cina. Areal produksi kedelai yang sebelumnya terbatas di Jawa dan Bali sejak tahun 1950 menyebar ke pulau-pulau lain termasuk Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan kepulauan Indonesia timur. Sampai 1974 permintaan kedelai dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Akan tetapi, sejak tahun 1975 konsumsi produk-produk kedelai mulai meningkat secara nyata. Meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan semakin bertambahan kebutuhan akan sumber protein murah dalam menu sehari-hari (Adisarwanto, 2007).

2.2

Morfologi Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai menurut Adisarwanto (2008) didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, daun, batang, bunga, dan biji sehingga pertumbuhannya dapat maksimal.

2.2.1 Akar

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Perkembangan akar kedelai sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik dan kimia tanah, jenis tanah serta pengolahan tanah.

2.2.2 Batang dan cabang

Cabang akan muncul pada batang tanaman. Jumlah cabang akan tergantung pada varietas dan kondisi tanah, tetapi ada pula varietas kedelai yang tidak bercabang. Jumlah batang bisa menjadi sedikit bila jumlah penanaman dirapatkan dari 250,000 tanaman per hektar menjadi 500,000 tanaman per hektar. Jumlah batang tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan jumlah biji yang dihasilkan.

2.2.3 Daun

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih dalam bentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (trifoliate leaves) yang tumbuh selepas masa perkecambahan.

Umumnya bentuk daun kedelai ada dua, yaitu bulat (oval) dan lancip (lancelot). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik. Bentuk daun diperkirakan memiliki korelasi yang erat dengan potensi produksi biji. Umumnya, daerah yang memiliki kondisi tanah yang subur sangat cocok dengan kedelai yang berdaun lebar. Daun mempunyai stomata yang berjumlah antara 190-320 buah/m2.

2.2.4 Bunga

(17)

2.2.5 Buah

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100 – 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abu-abu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau akan berubah menjadi kehitaman.

2.3

Musim Tanam

Kedelai dapat ditemukan hampir di sepanjang tahun di lapang sehingga biji kedelai segar selalu tersedia. Adisarwanto (2007) mengelompokan empat musim tanam utama kedelai di Indonesia:

1) Awal musim hujan. Di lahan kering, waktu tanam bulan Oktober atau November

tergantung mulainya musim hujan. Tanaman dipanen pada bulan Januari.

2) Akhir musim hujan. Kedelai ditanam pada akhir bulan Januari dan Febuari,

setelah panen kedelai atau padi gogo di lahan kering. Tanaman dipanen dalam bulan Mei.

3) Awal musim kemarau. Ini dilakukan di lahan sawah pada awal bulan April

setelah panen padi sawah. Tanaman dipanen pada akhir Juni.

4) Akhir pada musim kemarau. Dilakukan di lahan sawah pada akhir bulan Juli

dengan pola tanam padi-kedelai-kedelai atau padi-padi-kedelai. Karena kemungkinan tidak ada hujan sepanjang pertumbuhan tanaman (Juli-Oktober), diperlukan irigasi untuk kedelai akhir musim kemarau

2.4

Pola Tanam

Sekitar 60% kedelai di Indonesia dipanen di lahan sawah, yang hanya ditanami padi sekali setahun. Akan tetapi sepanjang pertumbuhan kedelai, lahan tersebut menjadi lahan kering yang mungkin mendapat irigasi dan mungkin pula tidak. Selebihnya kedelai ditanam di lahan kering yang sepenuhnya tergantung dari curah hujan (Adisarwanto, 2007).

Menurut Adisarwanto (2007) kedelai di sawah biasanya ditanam secara monokultur, meskipun kadang-kadang ditumpangsarikan dengan jagung. Dua pola tanam kedelai yang secara umum terdapat di sawah adalah padi-padi-kedelai dan padi-kedelai-kedelai. Biasanya kedelai ditanam setelah tanam padi pertama, hanya bila air tidak cukup untuk menanam padi kedua. Dengan pola tanam ini, pertanaman kedelai pertama disebut pertama awal musim kemarau, sedangkan pertanaman awal kedelai kedua disebut pertanaman akhir musim kemarau.

Penempatan arah tanam di daerah tropik tidak menunjukan perbedaan antara ditanam arah Timur-Barat dan Selatan-Utara. Hal yang terpenting adalah kacang kedelai harus ditanam sejajar dengan arah saluran irigasi sehingga air tidak menggenang dalam petakan (Adisarwanto, 2007).

2.5

Kesuburan Tanah

Disamping kondisi fisik atau jenis tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan kacang kedelai, faktor lain yang sangat penting untuk diperhatikan adalah kesuburan tanah. Tingkat kesuburan tanah dipengaruhi oleh kandungan atau kecukupan unsur hara dalam tanah (Hardjowigeno, 1995).

Seperti halnya tanaman lain, menurut Adisarwanto (2007) kacang kedelai pun memerlukan unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro antara lain karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalsium (Ca), kalium (K), magnesium (Mg), dan sulfur (S). sementara unsur hara mikro anatara lain besi (Fe), mangan (Mn), tembaga (Cu), seng (Zn), molybdenum (Mo), boron (B), dan klor (Cl).

(18)

perkolasi. Pemberian pupuk juga membantu penyerapan unsur hara. Hal ini sangat penting, karena unsur hara berperan dalam pertumbuhan tanaman. Tiga unsur hara yang diperlukan dalam jumlah besar adalah nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).

2.5.1 Nitrogen (N)

Pertumbuhan tanaman yang baik dan hasil yang tinggi membutuhkan suplai nitrogen yang cukup, bila suplai N tidak cukup, tanaman akan menunjukan pertumbuhan organ dan keseluruhan tanaman yang tidak normal. Gejala kekurangan N yang paling jelas dan biasa terlihat adalah berkurangnya warna hijau dari dedaunan karena hilangnya klorofil, pigmen hijau yang berperan dalam proses fotosintesis. Mengel dan Kirkby (1979) dalam Gani (2006) menyatakan, kekurangan nitrogen dicirikan oleh kecepatan pertumbuhan yang rendah dan tanaman kerdil. Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991) tanaman akan tumbuh lambat bilamana terjadi kekurangan N, juga akan tampak kurus, kerdil, dan berwarna pucat dibandingkan tanaman sehat. Kekurangan N ditandai oleh berkurangnya anakan, jumlah malai per satuan luas, dan juga jumlah gabah per malai berkurang pada tanaman serealia. Karena itu pertumbuhan dan hasil tanaman, khususnya padi, berhubungan erat dengan warna hijau dari daun.

Kelebihan N pun akan berakibat negatif pada tanaman. Kelebihan N biasanya memberikan warna gelap, sukulen, pertumbuhan vegetatif yang hebat, dan membuat tanaman mudah rusak karena dingin (frost) dan membeku (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud, 1991). Kedelai tidak memerlukan cukup banyak pemberian nitrogen karena tanaman kedelai dapat mengikan nitrogen dari udara dengan bantuan bakteri rizobium.

2.5.2 Fosfor (P)

Fosfor (P) berperan untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar energi (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembuangan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991), apabila terjadi kekurangan unsur P akan menghambat pertumbuhan tanaman dan menyebabkan penurunan hasil tanaman.

2.5.3 Kalium (K)

Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanamanan terhadap penyakit serta kekeringan (Marsono, 2001). Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdikbud (1991), kalium di dalam tananam dapat berfungsi untuk menguatkan batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Meningkatkan resistensi tanaman terhadap serangan penyakit, terutama terhadap penyakit yang disebabkan oleh cendawan.

Gejala yang nampak pertama kali dari kekurangan K dapat dilihat pada bagian daun. Selanjutnya, dalam jumlah yang terbatas biasanya diikuti oleh melemahnya bagian batang tanaman yang mengakibatkan terjadinya kerebahan pada tanaman biji-bijian. Kekurangan K betul-betul dapat mengurangi hasil dan menurunkan resistensi tanaman terhadap penyakit-penyakit tertentu, seperti

powldry-midew (kerusakan pada bagian batang) pada tanaman gandum, busuk akar dan winter killed

pada tanaman Alfalfa. Kekurangan K juga dapat mengakibatkan menurunnya kualitas tanaman buah-buahan dan sayuran (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdibud, 1991)

2.6

Pemupukan

(19)

pemilihan jenis pupuk, takaran atau dosis, dan waktu aplikasi. Penambahan pupuk akan lebih baik bila didasarkan pada hasil analisa kondisi kesuburan tanah yang akan ditanami. Kondisi unsur hara yang diperlukan oleh tanaman tersebut juga perlu diketahui (Adisarwanto, 2008).

Jenis dan takaran unsur hara sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman kedelai. Secara umum, jenis unsur hara dapat dibedakan menjadi jenis unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro terdiri dari unsur hara nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S). Sementara unsur hara mikro antara lain boron (Bo), klor (Cl), kopper (Co), besi (Fe), molybdenum (Mo), dan seng (Zn) (Adisarwanto, 2007).

2.6.1 Nitrogen (N)

Unsur hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman yaitu nitrogen, fosfor, dan kalium. Dari ketiga unsur hara makro tersebut, tanaman kedelai membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang paling banyak, hampir mencapai 10 kali lipat dibandingkan fosfor dan 3 kali lipat dibandingkan kalium (10:1:3) (Adisarwanto, 2007).

Hasil-hasil penelitian mengenai respon tanaman kedelai terhadap aplikasi pupuk nitrogen menunjukan hasil yang berfariasi. Hal ini dimungkinkan oleh kemampuan tanaman kedelai menambat nitrogen secara hayati. Bila nodulasi sangat efektif maka penambahan nitrogen tidak perlu dilakukan (Adisarwanto, 2007).

Di sisi lain, menurut Adisarwanto (2007) penambahan nitrogen terlalu banyak justru akan menekan aktifitas penambatan secara hayati sehingga mengurangi jumlah nitrogen yang tertambat. Sebagai starter, penambahan pupuk nitrogen pada tanaman kedelai hanya berkisar antara 50-75 kg/ha. Menurut Pasaribu (1989) nitrogen yang diperlukan tanaman kedelai bersumber dari dalam tanah juga dari N atmosfer melalui simbiosis dengan bakteri Rhizobium. Bakteri ini membentuk bintil akar (nodul) pada akar tanaman kedelai dan dapat menambat N dari udara. Hasil fiksasi nitrogen ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan N yang diperlukan oleh tanaman kedelai. Fiksasi yang efektif 50-75% dari total kebutuhan tanaman akan nitrogen tersebut dapat dipenuhi.

2.6.2 Fosfor (P)

Aplikasi pupuk fosfor di tanah sawah untuk tanaman kedelai setelah penanaman padi seringkali tidak menunjukan respon positif. Hal ini disebabkan aplikasi dari penambahan pupuk fosfor yang diberikan pada tanaman padi, disamping ketersediaan fosfor yang sedikit untuk tanaman. Pertanaman kedelai di lahan kering, misalnya di daerah Sumatra dilaporkan tanaman kedelai memberikan respon yang cukup baik pada penambahan fosfor. Saat ini, penggunan pupuk SP36 untuk tanaman kedelai berkisar 50-100 kg/ha (Adisarwanto, 2007).

2.6.3 Kalium (K)

Di lahan sawah berjenis vertisol dilaporkan bahwa tanaman kedelai mengalami kahat kalium. Hal ini ditunjukan dengan adanya tanaman yang mengalami gejala klorosis daun, baik ketika tanaman masih muda maupun akan mendekati pembentukan polong. Aplikasi pupuk KCl sebanyak 100-150 kg/ha dapat menekan gejala tersebut (Adisarwanto, 2007).

2.6.4 Kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan belerang (S)

(20)

nitrogen, sebaiknya tidak memakai pupuk urea tetapi pupuk Za. Disamping mengandung nitrogen pupuk tersebut juga mengandung belerang (Adisarwanto, 2007).

2.7

Analisa Tanah

Menurut Hardjowigeno (1995) adanya kekurangan unsur hara dapat diketahui dengan beberapa cara, misalnya:

2.7.1 Analisa laboratorium

Contoh tanah diambil di lapangan kemudian dianalisis di laboratorium terhadap pH, kapasitas tukar kation, Ca, Mg, K, Na, N, P, bahan organik terstruktur dan sebagainya. Sehingga diketahui kadar unsur hara tersebut di dalam tanah. Apabila kadar unsur hara yang ada di dalam tanah dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing tanaman, maka akan diketahui apakah kadar unsur-unsur hara dalam tanah tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang atau tinggi.

2.7.2 Gejala-gejala pertumbuhan tanaman

Kekurangan unsur hara dapat memperlihatkan gejala-gejala pertumbuhan tertentu. Misalnya, kekurangan Fe akan menyebabkan klorosis, kekurangan N menyebabkan tanaman kerdil dan sebagainya.

2.7.3 Analisis tanaman

Kekurangan unsur hara dalam tanah juga dapat dilihat dari analisis tanaman. Misalnya dengan mengambil contoh daun, kemudian dianalisis di laboratorium.

2.7.4 Percobaan tanaman

Percobaan-percobaan pertumbuhan dan produksi tanaman (biological test) di lapangan dengan berbagai macam dan jumlah pupuk dapat mengetahui kekurangan-kekuangan unsur hara yang perlu ditambahkan di tanah.

Berikut ini akan disajikan kriteria penilaian hasil analisis tanah dan batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Batas antara kecukupan dan defisiensi unsur hara berdasarkan analisa tanaman (Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995))

Unsur Hara Tebu Padi Jagung Kedelai

N (%) 1.5 2,5 3,0 4,2

P (%) 0.05 0,10 0,25 0,26

K (%) 2.25 1,0 1,90 1,71

Ca (%) 0.15 0,15 0,40 0,36

Mg (%) 0.10 0,10 0,25 1,26

S (%) 0,01 0,01 - -

B (ppm) 1 3,4 10 21

Cu (ppm) 5 6 5 10

Fe (ppm) 10 70 15 51

Mn (ppm) 10 – 20 20 15 21

Mo (ppm) - - 0,1 1,0

Zn (ppm) 10 10 15 21

(21)

Tabel 2. Kriteria penilaian sifat kimia tanah ( Staf Pusat Penelitian Tanah (1983) di dalam Hardjowigeno (1995))

Sifat Tanah Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

C (%) < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00

N (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75

C/N < 5 5-10 11-15 16-25 > 25

P2O5 HCl

(mg/100 g) < 10 10-20 21-40 41-60 > 60

P2O5 Bray 1

(ppm) < 10 10-15 16-25 26-35 > 35

P2O5 Olsen

(ppm) < 10 10-25 26-45 46-60 > 60

K2O HCl 25%

(mg/100 g) < 10 10-20 21-40 41-60 > 60

KTK

(me/100 g) < 5 5-16 17-24 25-40 > 40

Basa (%)

Kejenuhan < 20 20-30 36-50 51-70 > 40

Almunium (%) < 10 10-20 21-30 31-60 > 40

pH H2O

< 4,5 (Sangat Masam)

4,5 – 5,5 (Agak Masam) 6,6 -7,5 (Netral) 7,6-8,5 (Agak Alkalis) > 8,5 (Alakalis)

2.8

Bagan Warna Daun

Bagan warna daun (BWD) umumnya digunakan sebagai indikator jumlah pupuk nitrogen (N) yang dibutuhkan tanaman padi (Balasubramanian dan Morales, 2000). Bagan warna daun (Gambar 1) pertama kali dikembangkan di Jepang, dan kemudian peneliti-peneliti dari Universitas Pertanian Zhejiang-Cina mengembangkan suatu BWD yang lebih baik dan mengkalibrasi dengan padi indica, japonica, dan hibrida. Alat ini kemudian menjadi model bagi BWD yang didistribusikan oleh Crop Resources and Management Network (CREMNET) – IRRI untuk tanaman padi berupa suatu alat yang sederhana, mudah digunakan, dan tidak mahal untuk menentukan waktu pemupukan N pada tanaman padi. BWD ini merupakan alat yang cocok untuk mengoptimalkan penggunaan N, dengan berbagai sumber pupuk N, pupuk organik, pupuk bio, ataupun pupuk kimia.

(22)

Gambar 1. Bagan warna daun (Gani, 2006)

BWD terdiri dari empat warna hijau, dari hijau kekuningan (Tingkat 2 pada kartu) sampai hijau tua (Tingkat 5 pada kartu). BWD tidak dapat menunjukan perbedaan warna hijau daun yang terlalu kecil sebagaimana pada klorofil meter (SPAD). Namun, BWD bisa dibandingkan dengan SPAD untuk menentukan ketepatan relatifnya dalam menentukan status N tanaman kacang tanah (Gani, 2006).

2.9

Precision Farming

Precision farming atau pertanian presisi merupakan konsep pertanian mengandalkan adanya variabilitas di lapangan. Hal ini membutuhkan penggunaan teknologi baru, seperti global positioning system (GPS), sensor, satelit atau foto udara, sensor real time, dan alat-alat manajemen informasi (GIS) untuk menilai dan memahami variasi yang ada di lahan pertanian. Informasi yang dikumpulkan dapat digunakan untuk mengevaluasi optimalitas input seperti perkiraan pemberian pupuk, pengolahan tanah, irigasi dan drainase, serta dapat pula untuk memprediksi hasil panen. Precision farming bertujuan untuk menghindari proses yang tidak efisien hingga tahap pemanenan, terlepas dari keadaan tanah dan kondisi iklim (Deer & Company, 1997).

Deer & Company (1997) berpendapat bahwa terdapat dua buah metode dasar dalam penerapan

precision farming yang pertama adalah map-based variabel rate application dan yang kedua adalah

(23)

2.10

Pengolahan Citra

Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2004) menyatakan analisis citra (image analysis) dapat dilakukan melalui dua metode, image processing dan pattern recognition.

Image processing adalah sekelompok teknik komputasi untuk menganalisa, peningkatan mutu citra (enhancing), kompresi dan rekonstruksi citra. Pattern recognition adalah proses pengolahan informasi, penerapan pola visual maupun pola logika ke dalam kelas berdasarkan ciri dari setiap pola dan hubungan antar pola.

Pada umumnya, citra nonfotografik yang direkam bersifat digital, yang direkam dalam bentuk elemen-elemen gambar (pixel = picture element). Elemen-elemen gambar (pixel) menyatakan tingkat keabuan atau tingkat warna yang terekam pada citra. Informasi yang terkandung dalam pixel tersebut bersifat diskrit (atau dengan ukuran presisi tertentu). Diskrit dalam pengolahan data nilai keabuan dan titik-titik koordinat dinyatakan dengan presisi angka tak terhingga (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Pixel (picture element) adalah sebuah titik yang merupakan elemen paling kecil pada citra. Angka numerik (1 byte) dari pixel disebut digital number (DN). DN bisa ditampilkan dalam warna kelabu, berkisar antara putih dan hitam (gray scale), tergantung level energi yang terdeteksi (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Data citra yang didapatkan dalam bentuk format digital mentah merupakan sekumpulan data numerik. Unit terkecil dari data digital adalah bit, yaitu angka biner, 0 atau 1. Kumpulan dari data sejunlah 8 bit data adalah sebuah unit data yang disebut byte, dengan nilai dari 0-255. Dalam hal citra digital nilai level energi dituliskan dalam satuan byte. Kumpulan byte ini dengan struktur tertentu bisa dibaca oleh software dan disebut citra digital 8-bit (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak bergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar piksel sama pada seluruh bagian citra. Titik-titik tersebut menggambarkan posisi koordinat dan menunjukan warna citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB) (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2004) menyatakan koordinat meberikan informasi warna piksel berdasarkan; brightness (ketajaman) warna cahaya (hitam, abu-abu, putih) dari sumber hue (corak warna) yang ditimbulkan oleh warna (merah, kuning, hijau). Citra (x,y) disimpan dalam memori komputer atau penyimpanan bingkai citra dalam bentuk array N x M dari contoh diskrit dengan jarak sama, sebagai berikut:

f(0,0) f(0,1) .... f(0,M-1)

f(x,y) = f(1,0) f(1,1) .... f(1,M-1) .... .... .... .... f(N,0) f(N,1) ... f(N,M-1)

Citra dengan modus skala kebutuhan dengan format 8-bit memiliki 256 tingkat keabuan atau intensitas warna. Nilai tersebut berkisar antara 0-255, dimana nilai 0 menunjukan tingkat paling gelap (hitam), sedangkan nilai 255 menunjukkan tingkat paling terang dan tingkat abu-abu berada diantaranya. Citra dengan 24 bit mempunyai tiga kombinasi warna, tiap piksel dinyatakan dengan :

(24)

Kemungkinan kombinasi warna yang ada adalah 256x256x256 = 16,777,216. Untuk mempermudah pengkodean, citra dapat diubah dari domain spasial menjadi domain yang lain. Proses perubahan ini dinamakan transformasi.

Citra sebagai keluaran suatu sistem perekaman data dapat bersifat optik berupa foto, bersifat analog berupa sinyal-sinyal video seperti gambar pada monitor televisi atau bersifat digital yang dapat langsung disimpan pada suatu pita magnetik (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Sebuah warna didefinisikan sebagai jumlah relatif dari intensitas ketiga warna pokok RGB (merah, hijau, biru) yang diperlukan untuk membentuk sebuah warna. Intensitas dapat berkisar dari 0% sampai 100%. Jumlah bit yang digunakan untuk mempresentasikan resolusi dari intensitas menunjukan jumlah warna yang dapat ditampilkan. Intensitas nol untuk ketiga warna pokok berarti warna putih (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green,

Blue), model CMY (Cyan, Magenta, Yellow), YcbCr (luminese serta dua komponen krominasi Cb dan Cr), dan HSI (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan (Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer, 2004).

Divisi Penelitian dan Pengembangan Wahana Komputer (2004) menyatakan model warna RGB dapat juga dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus sebagai berikut :

Indeks warna merah (Ired) =

Indeks warna hijau (Igreen) =

Indeks warna biru (Iblue) =

Dengan R, G, dan B masing-masing merupakan besaran yang menyatakan besaran nilai intensitas warna merah, hijau, dan biru.

2.11

Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai penggunaan image processing dalam analisis kebutuhan pupuk menggunakan BWD pada tanaman kedelai masih belum pernah dilakukan sebelumnya, tapi penelitian image processing secara umum untuk pembuatan peta perlakuan terhadap suatu lahan pertanian telah ada. Seperti yang diacu dalam Tangwongkit et al (2006) yang melakukan peneltian aplikasi penyemprot otomatis yang didasarkan pada image processing citra lahan yang dilewati oleh alat. Dalam penelitiannya dia menggunakan sebuah traktor yang terdapat webcam di bagian depan. Webcam tersebut berfungsi sebagai pengambil gambar lahan yang kemudian digunakan sebagai data masukan dalam penentuan penyemprotan pestisida. Dalam peneltiannya juga digunakan aplikasi C++ sebagai pengolah citra yang selanjutnya akan memetakan lahan berdasarkan cakupan gulma. Nantinya dalam aplikasi penyemprotan akan diberikan perlakuan berbeda pada setiap lahan tergantung cakupan gulma yang terdapat di dalam lahan.

(25)

antara BWD dengan berbagai macam varietas tanaman padi, dan pengaruh antara tipe tanah dengan kandungan unsur hara yang ada.

Astika (2010) melakukan penelitian mengenai penggunaan kamera telepon genggam untuk memperkirakan warna daun padi seperti saat mengunakan bagan warna daun (BWD). Daun akan diletakan dengan latar belakang kertas putih dan latar belakang kulit manusia di bawah dua kondisi pencahayaan yakni di bawah bayangan manusia (sekitar 100 lux) serta di bawah cahaya matahari langsung (850 lux). Citra hasil pemotretan kemudian akan diproses untuk mendapatkan nilai komponen RGB pada kedua citra latar belakang dan citra daun. Dengan metode ini didapatkan keakuratan pendugaan warna daun sebesar 66% pada saat citra berada di bawah bayangan manusia serta keakuratan 68% jika menggunakan latar belakang kertas putih.

Gani (2006) menceritakan dalam penelitiannya bahwa warna daun merupakan sebuah indikator penting yang menunjukan kebutuhan pupuk tanaman padi. Daun yang berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan menunjukan bahwa tanaman padi mengalami kekurangan nitrogen. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur warna daun seperti cara yang cukup sulit dan mahal dengan menggunakan SPAD-502, yakni alat yang nantinya mencatat secara digital jumlah relatif molekul klorofil dalam daun tanaman dengan mengunakan prinsip perbedaan daya absorbansi klorofil pada setiap daun. Terdapat pula metode lain yakni dengan fluoresensi klorofil yang prosesnya adalah dengan menganalisis fotosintesa tanpa merusak tanaman. Cara sederhana lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan bagan warna daun yang cara kerjanya adalah dengan membandingkan warna daun termuda padi dengan deretan warna pada BWD. Kecocokan warna dengan BWD tersebut yang akan menjadi referensi pemupukan dimana setiap warna BWD nomor 2 sampai nomor 5 memiliki referensi pemupukan berbeda. Dalam penelitiannya juga disertakan dosis pemupukan untuk setiap tingkatan warna daun tanaman padi.

Ismunadji (1985) melakukan penelitian mengenai diagnosis status hara nitrogen kedelai dan padi berdasarkan warna daun. Dalam penelitiannya diterangkan pengaruh hara nitrogen pada tingkat kehijauan daun untuk beberapa jenis tanaman seperti padi dan kedelai. Ismunadji menggunakan standar warna yang diadopsi dari sistem Munsell yang telah diperbaiki (Munsell renovation system JIS Z 8721). Standar warna ini memiliki skala 0 sapai 8 dengan skala 0 berwarna hijau paling terang dan skala 8 berwarna hijau paling gelap. Skala warna yang ada kemudian dibandingkan dengan jumlah klorofil per luas daun (mg/100 cm2). Hasil perbandingan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

(26)
(27)

III.

METODE PENELITIAN

3.1

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan bulan September 2010. Penelitian dilakukan lahan percobaan Departemen Teknik Mesin dan Budidaya di Leuwikopo, Laboratorium Analisa Tanah dan Laboratorium Bagian Sistem dan Manajemen Mekanisasi Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Budidaya, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

3.2

Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : 1. Komputer jinjing dengan spesifikasi sebagai berikut :

a. Procesor Intel Pentium 4 dengan kecepatan 3.2 GHz ( dual processor). b. Graphic Card 64 MB.

c. Monitor 15 “ d. Hard Disc 80 GB.

e. RAM 512 MB.

2. Sistem operasi Microsoft Window XP Home Edition. 3. Kamera webcam dan kamera CCD .

4. Bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0. 5. Bagan warna daun IRRI 4 level.

6. Alat uji laboratorium.

7. Bahan pembuat rangka alat sensor citra warna daun : (ban, triplek, besi pipa, plat siku. besi hollow, sensor sakelar).

3.3

Tahapan Penelitian

(28)

Gambar 3. Tahapan Penelitian

3.2.1 Pembuatan alat

Alat ini nantinya akan digunakan sebagai model alat pemupuk. Alat ini berupa gerobak yang terdapat kamera pada bagian depannya. Alat ini diharapkan dapat dioperasikan di lahan basah dan kering. Konsep desain dari alat sensor citra BWD ini adalah secara fungsional alat dapat berkerja untuk mengambil foto tanaman kacang kedelai baik di lahan kering dan menyimpannya dengan baik. Oleh karena itu alat dirancang dengan dapat meletakkan kamera serta komputer jinjing di atasnya.

(29)

3.2.2 Pembuatan program dengan menggunakan VB 6.0

Akan dibuat program dengan mengunakan aplikasi Visual Basic 6.0. Dalam programan ini akan diaplikasikan model matematis mengenai respon kesuburan tanah dengan tingkat bagan warna daun (BWD) tanaman serta terdapat pula program yang digunakan untuk mengambil citra di lahan

3.2.3 Penyiapan lahan

Kegiatan pertama dalam penelitian ini adalah menyiapkan lahan tanaman kedelai yang akan dijadikan contoh pengambilan data-data. Lahan kacang kedelai yang disiapkan memiliki panjang 23 meter dan lebar 15 meter yang akan dilakukan pengolahan tanah terlebih dahulu. Kedelai akan ditanam dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Berikutnya, dalam proses ini akan diambil data-data berupa kesuburan tanah dengan mengambil contoh tanah dan diuji di lab, pengambilan citra daun kedelai sebagai acuan dalam pembuatan program komputer, dan pengamatan metode budidaya kedelai. Tahapan ini diharapkan mendapatkan data-data kesuburan tanah yang didapatkan dengan metode uji laboratorium dan mencocokan warna tanaman dengan bagan warna daun.

3.2.4 Sampling lahan

Agar dapat mengetahui kesuburan tanah pada budidaya kedelai dapat dilakukan dengan dua cara yaitu uji tanah di laboratorium dan mencocokan warna daun tanaman dengan BWD. Pengujian tanah di laboratorium diperlukan contoh tanah yang berasal dari lahan. Pengambilan contoh tanah yang biasa dilakukan adalah dengan mengambil tanah di beberapa titik yang menjadi acuan. Contoh tanah tersebut kemudian diuji di laboratorium untuk diketahui kandungan hara yang terdapat di dalamnya. Metode kedua untuk dapat mengetahui kesuburan tanah adalah dengan menggunakan bagan warna daun. Alat ini akan dicocokan dengan keadaan warna daun sehingga diketahui kesuburan tanah di daerah tersebut.

Percobaan kedua yang dilakukan adalah dengan mengambil contoh citra tanaman kedelai yang nantinya akan digunakan dalam pembuatan program komputer. Pengambilan gambar ini dapat dilakukan pada beberapa waktu berbeda sesuai dengan keadaan pencahayaan sinar matahari di lahan.

3.2.5 Uji kinerja

Alat yang telah dibuat kemudian akan dicoba di lahan kedelai. Akan dilakukan beberapa perubahan bila masih ditemukan ketidakcocokan di lapangan.

3.2.6 Pemetaan kebutuhan pupuk

(30)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Deskripsi Alat

Alat sensor citra tampak tanaman kedelai ini adalah alat berupa gerobak yang terdapat kamera CCD di bagian depannya yang digunakan untuk mengambil citra tanaman kedelai. Alat akan dilewatkan pada bagian atas tanaman untuk dapat mengambil citra tanaman kedelai dengan baik maka. Oleh karena itu, alat harus dibuat agar tidak merusak tanaman saat melintas di bagian atasnya. Alat dibuat menyerupai gerobak dengan menggunakan tiga buah roda dimana terdapat dua buah roda besar dengan diameter 60 cm di bagian samping dan satu buah roda kecil pada bagian belakang yang digunakan sebagai roda kendali pada awal perancangan. Akan tetapi setelah ujicoba di lahan, roda kecil sebagai roda kendali dilepas karena menyulitkan mengemudikan alat pada lahan yang tidak rata. Gambar alat dapat dilihat pada Gambar 4.

[image:30.612.154.522.294.538.2]

Gambar 4. Rancangan alat sensor citra BWD

Alat juga dibuat agar dapat dibongkar pasang pada beberapa bagiannya. Hal ini dilakukan dengan dasar pertimbangan alat akan digunakan pada berbagai tempat berbeda sehingga dengan bentuk alat yang dapat dibongkar pasang akan memudahkan trasportasi. Selain itu, dengan bentuk alat yang dapat dibongkar pasang itu maka bentuk alat dapat disesuaikan dengan penggunaan untuk penelitian tanaman kedelai, gulma, dan padi.

Sumber tenaga yang digunakan untuk mendorong alat di lahan adalah dengan menggunakan tenaga manusia. Terdapat pula kamera berserta komputer jinjing yang digunakan sebagai alat pengambil gambar. Alat sensor warna daun untuk mengetahui kebutuhan pupuk tanaman ini akan didorong dengan melintasi bagian atas tanaman. Saat didorong maka sakelar pencacah yang berada di

Gagang

pendorong  Komputer

(31)

roda yang berfungsi sebagai pencacah yang akan memberikan sinyal kepada program di komputer jinjing untuk melakukan proses.

4.2

Rancangan Fungsional

4.2.1 Pemotretan

Alat ini akan digunakan untuk melakukan pengambilan gambar warna daun. Dalam pengambilan citra ini dibutuhkan sebuah kamera yang mampu digunakan pada luar ruangan (outdoor) dengan kemampuan mobile yang baik, menangkap warna, dapat diprogram dengan aplikasi Visual Basic 6.0, dan dapat dengan mudah dibongkar pasang pada alat. Untuk melakukan hal itu maka dipilih sebuah kamera CCD. Keterangan mengenai kamera CCD yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Dalam proses pengambilan citra ada beberapa persiapan kamera yang terlebih dahulu dilakukan. Persiapan pertama adalah memastikan kamera terpasang dengan tepat pada dudukan kamera. Kamera harus level atau datar guna mendapatkan hasil citra yang baik. Penyetelan tinggi kamera juga harus dilakukan. Penentuan tinggi kamera yang sesuai berdasarkan tangkapan citra (image) sebenarnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan antara tinggi kamera dan tangkapan citra Tinggi kamera dengan tanah

(cm) Panjang tangkapan citra (cm) Lebar tangkapan citra (cm)

108 70 100 131.5 88 123

98 66 96

4.2.2 Memicu kamera

Alat sensor warna daun mempunyai kemampuan untuk melakukan pengambilan citra pada jarak tertentu saat dioperasikan di lahan. Diperlukan sebuah komponen trigger yang dapat memberikan sinyal pada program mengenai jarak tempuh yang telah dilalui alat. Komponen trigger ini pula yang memberikan perintah pada program untuk melakukan pengambilan citra.

Komponen trigger yang digunakan pada alat ini terdapat dua macam. Pertama trigger magnet dan yang kedua trigger sakelar. Trigger magnet ini berupa lempengan triplek yang terdapat pada roda dan terdapat magnet yang disusun melingkar dengan sudut dan jumlah tertentu. Sudut dan jumlah magnet inilah yang akan menentukan sinyal yang akan diberikan pada program. Prinsip yang sama digunakan pada trigger sakelar dimana magnet akan diganti dengan tonjolan-tonjolan kecil pada papan triplek yang nantinya akan menekan sakelar pada jarak tertentu.

4.2.3 Menyimpan citra ke komputer

(32)

4.3

Rancangan Struktural

[image:32.612.284.418.503.683.2]

Alat sensor warna daun ini terdiri dari beberapa bagian, yaitu meja, roda, dudukan kamera, dudukan garpu, gagang, sakelar pencacah, kamera, BWD, dan komputer jinjing. Gambar alat dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Alat sensor citra tampak untuk menduga kesuburan tanah melalui tingkat warna daun

4.3.1 Roda

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada alat ini terdapat dua buah roda yang berfungsi untuk membantu pergerakan di lahan. Roda-roda tersebut berdiameter 60 cm yang biasa digunakan sebagai roda becak. Pemilihan roda becak untuk digunakan pada alat ini adalah karena roda becak memiliki diameter yang cukup besar sehingga dapat menopang meja yang akan dilewatkan di atas tanaman. Roda ini menggunakan as roda yang sama dengan as becak dan dipotong sepanjang 30 cm agar dapat masuk pada garpu gerobak.

(33)

4.3.2 Garpu

[image:33.612.253.504.145.368.2]

Garpu diikat pada dudukan garpu oleh dua buah baut ukuran 14. Masing-masing baut dipasang mur dan ring, ini berfungsi agar besi hollow yang digunakan sebagai bahan garpu tidak bengkok dan agar ikatan tetap kuat.

Gambar 7. Garpu

Garpu terdiri atas dua buah besi hollow ukuran 3x4 cm dengan panjang 73 cm. Dua buah besi hollow ini kemudian dilas pada sebuah besi hollow lainnya dengan panjang 30 cm. Masing-masing kaki garpu terdapat lima buah lubang untuk mengatur tinggi gerobak. Kaki pertama terdapat lubang dengan ukuran 3 inchi dan ukuran 5 inchi pada kaki lainnya. Lubang-lubang tersebut disusun vertikal dengan jarak antar lubang sebesar 5 cm. Lubang tersebut berfungsi sebagai lubang untuk menempatkan as roda.

4.3.3 Meja

Meja berfungsi untuk meletakan komputer jinjing, baterai, dan kabel-kabel. Meja terbuat dari besi siku ukuran 4x4 cm yang berfungsi sebagai rangka meja dan terdapat papan triplek dengan ukuran panjang 75 cm dan lebar 40 cm. Papan triplek tersebut sengaja tidak direkatkan dengan rangka dengan alasan agar mudah dalam menyimpan dan memindah-mindahkan alat. Rangka bagian depan dilakukan penguatan dengan menambahkan besi hollow 2x3 cm pada setiap sudutnya. Hal tersebut dikarenakan terdapat beban yang cukup besar berupa dudukan kamera yang mengakibatkan rangka meja sedikit bengkok.

Meja pada alat ini juga berfungsi sebagai tempat menempelkan gagang, dudukan kamera, dan dudukan garpu. Dudukan kamera disambung dengan dua buah baut ukuran 10 di bagian depan, sedangkan dudukan garpu dipasang melintang di tengah dengan menggunakan empat buah baut ukuran 14.

4.3.4 Dudukan Kamera

Dudukan kamera berfungsi untuk menempatkan kamera dengan posisi yang sesuai. Dudukan kamera ini juga mempunyai kemampuan untuk diatur ketinggiannya. Hal ini berfungsi untuk menyesuaikan lebar tangkapan citra kamera.

Lubang 

(34)

4.3.5 Gagang Pendorong

Gagang berfungsi sebagai alat kedali. Gagang alat sensor warna daun ini menggunakan pipa besi berdiameter 3 cm. Penempatan gagang ini diletakan pada bagian belakang meja dengan menggunakan empat buah baut ukuran 14.

4.3.6 Kamera

Kamera pada alat ini berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan citra warna daun yang terdapat di lahan. Awalnya kamera yang digunakan adalah berupa kamera webcam ( Gambar 8a ), namun kamera ini akan menghasilkan citra yang kurang baik bila digunakan di luar ruangan. Hal ini disebabkan oleh intensitas cahaya yang cukup besar yakni 800 lux. Karena intensitas cahaya matahari yang cukup besar itulah maka bila menggunakan kamera webcam tersebut harus ditutup dengan pelindung hingga intensitas cahaya yang ada menjadi kurang dari 20 lux. Penutup yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah berupa kain putih dan terpal.

Penggunaan kamera webcam memberikan hasil gambar yang tidak begitu baik maka kamera tersebut diganti dengan kamera CCD (Gambar 8b). Spesifikasi kamera CCD yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

(a) Webcam (b) CCD

Gambar 8. Kamera yang digunakan

4.3.7 Sakelar pencacah

(35)

(a) Sakelar pencacah (b) Sensor

Gambar 9. Sakelar pencacah

Prinsip yang sama juga diaplikasikan dalam sensor sakelar. Akan terdapat delapan buah tonjolan pada papan yang terdapat di roda yang nantinya saat berputar akan menekan tombol sakelar yang terdapat di garpu untuk menghubungkan atau memutuskan arus listrik.

Dalam pemilihan konter juga terdapat perbandingan yang terbaik yang harus dipakai. Hal ini sangat mempengaruhi ketelitian. Proses otomatisasi pencacahan menggunakan pemrograman microkontroler yang terdapat pada file inpout32.dll dengan penggal program API (Application Program Interface) sebagai berikut:

Public Declare Function Inp Lib "inpout32.dll" _ Alias "Inp32" (ByVal PortAddress As Integer) As Integer Public Declare Sub Out Lib "inpout32.dll" _

Alias "Out32" (ByVal PortAddress As Integer, ByVal Value As Integer)

4.3.8 Komputer jinjing

Penyimpanan dan penjalanan aplikasi pengambil citra menggunakan komputer jinjing yang memiliki kemampuan untuk menjalankan aplikasi visual basic dan memiliki pararel port sebagai koneksi dengan sakelar pencacah dan USB port untuk koneksi ke kamera.

4.3.9 Bagan warna daun (BWD)

Bagan Warna Daun (BWD) yang digunakan adalah standar IRRI. BWD dapat membantu untuk mengetahui apakah tanaman perlu segera diberi pupuk N atau tidak dan berapa takaran N yang perlu diberikan. Pemberian N berdasarkan pengukuran warna daun dengan BWD dapat menghemat pemakaian pupuk sebanyak 15-20% dari takaran umum digunakan petani tanpa menurunkan hasil. BWD berbentuk persegi panjang dengan empat kotak skala warna, mulai dari hijau muda sampai hijau tua dan diletakan tepat berada di bawah tangkapan kamera.

Sakelar 

pencacah 

(36)

4.3.10Program komputer

Dalam pengolahan citra dari hasil citra yang didapatkan digunakan aplikasi Visual Baic 6.0. Pengolahan dan pengambilan citra digunakan dua buah aplikasi terpisah yakni pertama aplikasi untuk mengambil citra saat berada di lahan dan yang kedua adalah aplikasi untuk mengolah citra.

Aplikasi pengambil citra di lapangan memiliki kemampuan untuk dapat menghitung sakelar pencacah dan menangkap citra. Cara kerja dari aplikasi ini adalah program akan membaca sinyal jarak yang diberikan oleh konter. Sinyal ini kemudian yang memberikan perintah pada program untuk mengambil citra dimana program ini telah terhubung dengan kamera CCD. Tampilan aplikasi ini dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Program pengambil citra

(37)
[image:37.612.204.460.308.510.2]

Gambar 11. Aplikasi pengolah citra

Gambar 12. Aplikasi pengolah citra

4.3

Uji Coba

Sebelum melakukan uji coba di lahan, harus dilakukan persiapan alat terlebih dahulu. Persaiapan alat yang pertama dilakukan adalah memastikan semua komponen terpasang dengan baik mulai dari roda, gagang, dudukan kamera sampai semua perangkat elektronik yang digunakan.

(38)

maka asroda harus ditempatkan pada lubang yang paling bawah. Pengaturan jarak antara roda juga perlu dilakukan agar roda tidak akan menabrak tanaman saat dioperasikan.

[image:38.612.128.529.204.448.2]

Persiapan selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengatur jumlah tonjolan pada roda yang digunakan sebagai komponen sakelar pencacah. Pengaturan jumlah tonjolan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2. Dijelaskan pada Lampiran 2 bahwa bila menggunakan jumlah magnet 8 buah dengan keliling roda 188.4 cm maka lebar tangkapan yang paling sesuai digunakan adalah sebesar 72 cm, 86 cm, 118 cm, dan 142 cm dengan ketelitian diatas 98 %. Ketelitian alat terhadap lebar tangkapan dapat dilihat pada Gambar 13 dan Lampiran 2.

Gambar 13. Ketelitian pengambilan citra

(39)
[image:39.612.229.450.76.445.2]

Gambar 14. Citra hasil uji coba di lab

Gambar 14 adalah sebuah citra gabungan dari empat buah citra pemotretan. Hasil yang didapatkan cukup baik dimana citra tepat tersambung dengan foto lainnya. Terdapat pula overlap yang terjadi namun tidak cukup besar yakni sekitar 1 sampai 2 cm. Hal ini menunjukan bahwa alat telah berkerja dengan baik bila dioperasikan di tempat yang datar.

4.4

Lahan

Penelitian ini menyiapkan lahan khusus tanaman utama kacang kedelai. Lahan yang dipersiapkan secara keseluruhan memiliki ukuran panjang 24 meter dan lebar 12 meter, Denah lahan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kegiatan penyiapan lahan berupa pengolahan tanah harus dilakukan untuk menciptakan kondisi tanah yang paling sesuai untuk pertumbuhan tanaman dan permukaan tanah cenderung sudah mengeras akibat lahan telah diberakan lebih dari 2 bulan. Pembuatan saluran drainase juga diperlukan untuk mempercepat pembuangan kelebihan air dan untuk mencegah peningkatan erosi akibat tindakan pengolahan tanah.

(40)

Lahan tersebut kemudian akan dibagi menjadi tiga yakni lahan A, B, dan C dengan delapan baris pada setiap lahan setiap lahan akan dipisahkan dengan saluran drainase. Peta lahan dapat di lihat pada Gambar 15. Varietas tanaman kedelai yang digunakan dalam penelitian kali ini varietas kedelai Anjasmoro. Proses penanaman kedelai menggunakan alat bantu berupa tugal yang digunakan untuk membuat lubang tanam kacang kedelai sedalam 10 cm.

B

A

C

 

Gambar 15. Petalahan

Lahan A dengan luas 23 m x 3 m akan dibuat delapan baris tanaman kedelai dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm. Lahan A tersebut akan diberikan pupuk urea, KCl, dan SP18. Dosis dari pemberian pupuk pada lahan A antara lain urea sebanyak 0.63 kg, KCl sebanyak 0.84 kg, dan SP18 sebanyak 0.84 kg.  

[image:40.612.188.464.188.420.2]

Lahan B juga akan dilakukan pemberian pupuk. Pupuk yang diberikan pada lahan ini berbeda. Lahan B yang ukurannya 3 m x 23 m ini akan mendapatkan pupuk urea sebanyak 0.21 kg, pupuk KCl sebanyak 0.315 kg, dan pupuk SP 18 sebanyak 0.315 kg. Keterangan pemberian pupuk dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Dosis pemberian pupuk pada lahan A dan B

Nama lahan Urea (kg) KCl (kg) SP18 (kg)

A 0.63 0.84 0.84

B 0.21 0.31 0.31

Lahan C akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dari kedua lahan sebelumnya. Lahan C yang memiliki luas 3 x 23 m ini akan dilakukan variasi pemupukan di setiap barisannya. Baris pertama dan kedua sepanjang 12 m awal akan diberikan dosis pupuk urea sebanyak 0.078 kg, KCl

25 m 

(41)

sebanyak 0.15 kg, dan SP18 sebanyak 0.15 kg. Baris tiga dan empat akan diberikan pemupukan 0.028 kg, KCl sebanyak 0.039 kg, SP18 sebanyak 0.039 kg, dan sisa 12 meter selanjutnya tidak akan diberikan pupuk.

Tabel 5. Dosis pemberian pupuk pada lahan C

Baris Urea (kg) KCl (kg) SP18 (kg)

1 dan 2 (12 m pertama) 0.078 0.15 0.15

3 dan 4 (12 m pertama) 0.028 0.039 0.039

5 dan 6 (7.5 m pertama) 0.026 0.035 0.035

5 dan 6 (7.5 m kedua) 0.0087 0.013 0.013

7 dan 8 Tidak dipupuk

Pada baris lima dan enam akan terdapat perbedaan pemupukan pada setiap 7.5 meter. Pada 7.5 m pertama akan dilakukan pemupukan dengan dosis urea sebanyak 0.026 kg, KCl sebanyak 0.035 kg, dan SP18 sebanyak 0.035 kg. Pada 7.5 m kedua akan diberikan urea sebanyak 0.0087 kg, KCl sebanyak 0.013 kg, dan SP18 sebanyak 0.013 kg. Sisanya tidak akan diberikan pupuk. Baris tujuh dan delapan tidak akan dilakukan pemberian pupuk untuk mengetahui pertumbuhan tanaman bila tidak mendapatkan tambahan pupuk sedikitpun.

4.5

Uji Kinerja

Dilakukan beberapa persiapan terlebih dahulu seperti mengatur ketinggian alat, ketinggian kamera, pemasangan perangkat elektonik dan memastikan kesiapan lahan pada tahap pengoperasian alat. Ketinggian alat yang digunakan adalah sebesar 100 cm dan ketinggian kemera sebesar 98 cm dari tanah. Pengambilan citra dilakukan selama dua hari. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan pencahayaan yang sama pada setiap pemotretan.

Uji coba alat pertama dilakukan pada jam 10 pagi dengan kondisi cuaca cerah penyinaran matahari sekitar 800 lux. Saat pengambilan citra, tanaman sudah berumur 33 hari. Pengambilan citra pertama kali dilakukan pada lahan A. Sensor jarak yang digunakan adalah sakelar pencacah dengan delapan buah sensor. Data yang akan diambil adalah citra warna daun dengan terdapat BWD didalamnya. Dalam sekali pengambilan citra, lebar tangkapan kamera dapat menjangkau dua baris tanaman kedelai. Lahan A yang terdapat delapan baris, alat akan melintas sebanyak empat kali begitu pula pada lahan B dan C.

Saat pengambilan citra terdapat beberapa kendala yakni sulitnya pengendalian alat karena tanaman yang sudah mulai besar. Kondisi tanaman yang sudah mulai besar ini yang menyebabkan beberapa kali tanaman tertabrak oleh roda. Terdapat pula beberapa kendala lainnya, yakni sulitnya untuk menjaga ketinggian kamera agar tetap pada jarak 98 cm dari tanah akibat kontur lahan yang tidak rata.

(42)

(a) Citra blur (b) BWD menabrak tanaman

[image:42.612.199.488.77.314.2]

(c) Tanaman Jarang (d) Tanaman Penuh

Gambar 16. Berbagai ragam citra hasil tangkapan kamera

4.6

Program

Pengambilan informasi tingkat warna daun yang terdapat pada tanaman diambil dari image processing citra hasil pemotretan. File-file tersebut diolah dengan menggunakan aplikasi Visual Basic 6.0. Pengolahan citra dilakukan dengan cara memisahkan antara warna daun dengan warna yang lain. Pengolaha citra atau proses thresholding warna ini mengunakan tiga tahap pemisahan warna. Setiap tahap pengolahan citra terdapat batas nilai RGB. Batas nilai RGB yang digunakan juga dibedakan berdasarkan besarnya pencahayaan pada saat pengambilan citra. Batas thresholding untuk setiap pengambilan citra dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai RGB pada proses thresholding

Waktu pengambilan

citra

Thresholding tingkat 1 Thresholding tingkat 2 Thresholding tingkat 3

R G B R G B R G B

Pagi >190 - ‐  >210 >150 >165 >100 >150 -

Siang >190 - ‐  >200 >140 >160 >90 >145 -

Sore >190 - ‐  >190 >140 >160 >90 >145 -

Tabel 6 menjelaskan mengenai batas-batas nilai warna yang digunakan dalam proses

thresholding. Batas-batas ini yang nantinya berfungsi sebagai pemisah antara warna yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan. Terdapat tiga buah perlakuan dalam thresholding citra berdasarkan waktu pengambilannya. Dalam tiap perlakuan juga akan dilakukan tiga buah tingkatan sistem thresholding

(43)

Gambar 17. Contoh citra hasil thresholding

4.7

Peta

Setelah dilakukan pengolahan citra maka dibuat peta perlakuan dengan referensi tingkat warna BWD. Peta perlakuan berfungsi menunjukan perlakuan apa yang harus diberikan pada setiap bagian pada citra yang mewakili kondisi di lapangan. Peta yang dibuat adalah berupa peta perlakuan dimana setiap bagian di lahan akan mendapatkan perlakuan pemberian pupuk yang berbeda berdasarkan tingkat warna daunnya. Tingkat warna daun pada setiap citra didapatkan dari proses pengolahan citra.

Pada bagian awal telah dijelaskan bahwa pengaturan ketinggian kamera yang digunakan adalah sebesar 98 cm dengan panjang tangkapan sebesar 66 cm. Akan tetapi, setelah dilakukan penelitian berikutnya, pengaturan panjang tangkapan sebesar 66 cm akan menyebabkan ketelitian hanya mampu mencapai 71.4%. Hal ini pula yang menyebabkan hasil tangkapan citra yang didapatkan maksimal 24 buah citra dari yang seharusnya berjumlah 34 dari lintasan lahan sepanjang 23 m.

Selain mendapat pengaruh besar dari pengaturan tinggi kamera, jumlah citra yang didapat per lintasan lahan sepanjang 23 m juga dipengaruhi oleh kemampuan operator dalam mengoperasikan alat. Pengoperasian yang tidak benar seperti berbelok-belok dan sulitnya mempertahankan tinggi kamera agar tetap 98 cm yang diakibatkan kontur lahan yang tidak rata tentu saja dapat menyebabkan jumlah citra per lintasan berkurang. Hal tersebut menyebabkan setiap lintasan terdapat perbedaan jumlah citra yang ada.

Peta lahan dibuat terpisah dari kegiatan pengambilan citra. Citra yang telah didapatkan dari proses pemotretan kemudian akan diolah dengan menggunakan aplikasi Visual Basic. Pada aplikasi ini akan dipisahkan warna selain daun kedelai dengan proses thresholding. Pada proses thresholding

harus dilakukan secara teliti karena beragamnya karakteristik setiap citra yang didapatkan. Selain mendapatkan nilai tingkat BWD dari setiap citra yang ada, pada proses pengolahan citra ini didapatkan pula nilai luas daun per tanaman dan jumlah pixel daun yang ada dalam satu citra.

(44)

Data tidak tersedia

[image:44.612.191.514.66.464.2]

Lahan A

Lahan B

Lahan C

Gambar 18. Peta lahan berdasarkan tingkat warna daun

4.8

Kelemahan Alat

Alat sensor citra tampak daun kedelai ini memiliki beberapa kelemahan. Dalam pengoperasiannya, sulit untuk menjaga ketinggian kamera untuk tetap berada di jarak yang terus sama dengan permukaan tanah karena keadaan lahan yang tidak rata. Terdapat beberapa kesulitan pula saat mengendalikan alat ketika sedang berputar. Alat yang memiliki ukuran cukup besar agak sulit untuk berputar karena lintasan yang terbatas sehingga menyebabkan terdapat beberapa tanaman kedelai yang tertabrak.

Terdapat kelemahan lain dalam menggunakan sakelar pencacah sebagai sensor jarak. Mekanisme sakelar pencacah yang menggunakan papan berputar dengan delapan buah tonjolan dan akan menekan sakelar ketika berputar memiliki kontruksi yang tidak cukup kuat. Terdapat beberapa kendala pula bila menggunakan komputer jinjing di lahan, karena komputer jinjing tersebut akan sering error bila terlalu lama terkena sinar matahari langsung.

Kesulitan pula didapatkan dalam menjaga sambungan kabel-kabel peralatan untuk tetap terpasang sempurna karena kondisi lahan tidak rata yang menyebabkan alat sering terguncang. Kamera CCD yang dipakai juga belum cukup baik, kamera tersebut belum memiliki shuter speed

Lahan A  Lahan B  Lahan C 

(45)

yang tinggi untuk mengambil citra dalam keadaan bergerak. Kamera CCD yang digunakan juga belum memiliki diafragma otomatis yang dapat mengatur kamera pada berbagai pencahayaan.

4.9

Pengukuran Pertumbuhan Tanaman dan Kesuburan Tanah

4.9.1 Pertumbuhan tanaman

[image:45.612.112.516.217.628.2]

Pengamatan pertumbuhan tanaman juga dilakukan adalah pengamatan berat, tinggi, lebar tajuk, dan tingkat warna daun. Data pertumbuhan tanaman dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 dapat dilihat perbedaan pertumbuhan tanaman pada setiap lahan.

Tabel 6. Data pertumbuhan tanaman

Kode tanaman * Massa (g) Tinggi tanaman

(cm)

Lebar tajuk (cm)

Tingkt warna daun

a1 10 42 20 3

a2 10 39 20 3

a3 20 29 14 3

a4 25 25 10 2

a5 10 33 18 2

a6 15 37 14 3

a7 15 30 10 2

a8 5 16 7 3

a9 10 32 15 3

b1 20 29 10 3

b2 10 28 13 3

b3 5 28 10 3

b4 25 35 10 3

b5 5 23 10 3

b6 10 27 17 3

b7 15 30 17 3

b8 10 28 15 2

b9 5 14 12 3

c1 10 30 13 3

c2 20 34 14 2

c3 15 33 14 3

c4 10 36 16 3

c5 10 25 10 2

c6 10 36 14 2

c7 15 50 23 4

c8 10 43 22 3

c9 15 34 18 4

Keterangan : * = diambil dari lahan A,B, atau C dengan jumlah sampel masing-masing 9 tanaman/lahan

(46)

sekitar 71.4%, 61%, dan 100%. Hal ini disebabkan oleh kualitas citra yang kurang baik sehingga menyulitkan pembacaan pada saat proses image processing.

Tabel 7. Akurasi pendugaan tingkat warna daun Pengukuran manual Jumlah sampel Pendugaan Akurasi (%) 2 3 4 5

2 7 5 2 - - 71.4

3 18 1 11 6 - 61.1

4 2 - - 2 - 100

4.9.2

Analisis kesuburan tanah

Pengujian tanah dilakukan dengan mengambil sampel tanah pada beberapa titik di lahan. Pengujian tanah ini berfungsi sebagai pembanding penggunaan BWD pada tanaman kedelai. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan mengambil sebanyak setengah kilogram tanah pada sekitar tanaman kedelai dengan kedalaman 0 sampai 30 cm atau sama dengan kedalaman perakaran kedelai.

Lahan tanaman kedelai pada percobaan kali ini adalah seluas 288 m2 yang telah mengalami pemupukan pertama. Kemudian lahan dibagi menjadi tiga buah yakni lahan A, B, dan C. Pada lahan A dilakukan pengambilan sampel tanah dari lima titik berbeda yakni pada setiap sudut lahan dan bagian tengah lahan. Sampel tanah pada lahan A diberikan nama A1, A3, A5, A7, dan A9. Lahan B juga dilakukan lima buah pengambilan sampel tanah pada lima titik yang sama seperti pada lahan A. Lima titik pada lahan B diberikan nama B1, B3, B4, B5, B7, dan B9. Dilakukan perlakuan yang sama pada lahan C, akan tetapi pada lahan C pengambilan sampel ditambah menjadi sembilan buah sampel tanah. Hal ini dikarenakan bervariasinya unsur hara yang terdapat pada lahan. Sampel tanah pada lahan C diberi nama C1, C3, C5, C7, C9, C10, C11, dan C12.

Pengujian tana

Gambar

Gambar 4. Rancangan alat sensor citra BWD
Gambar  5. Alat sensor citra tampak untuk menduga kesuburan tanah melalui tingkat warna daun
Gambar 7. Garpu
Gambar 11. Aplikasi pengolah citra
+7

Referensi

Dokumen terkait