• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Dekranasda Kota Bogor

Dekranasda (Dewan Kerajinan Nasional Daerah) merupakan stakeholder pemerintah yang bergerak pada bidang promosi kerajinan dari tingkat nasional, provinsi, hingga kota/kabupaten. Dekranasda Kota Bogor diresmikan pada tanggal 26 Februari 2008 oleh Walikota Bogor dan saat ini diketuai oleh Ibu YAA selaku istri dari Walikota Bogor. Hal tersebut juga berlaku hingga tingkat nasional dimana kepengurusan dilakukan oleh pejabat pemerintahan. Berikut merupakan lambang dari Dekranasda Kota Bogor.

Gambar 3 Logo Dekranasda Kota Bogor

Jabatan tertinggi kepengurusan Dekranasda diduduki oleh para pejabat pemerintahan, namun dalam pelaksanaannya pemerintah memerlukan bantuan pihak lain. Dekranasda Kota Bogor bekerjasama dengan Koperasi Daerah dan pengusaha atau pihak swasta yang mempunyai dua tempat untuk menjual hasil kerajinan, yaitu di Jl. Bina Marga No. 1B Kelurahan Baranang Siang, Kecamatan Bogor Timur, yang berupa galeri dan di lantai P2 Mal Botani Square Bogor, berupa pameran yang sudah berlangsung sejak Januari 2015.

Dekranasda Kota Bogor menampung segala hasil kerajinan yang dibuat oleh pelaku UMKM Kota Bogor. Sistem yang digunakan adalah sistem konsinyasi dimana pelaku UMKM dapat menitipkan barangnya pada Dekranasda Kota Bogor namun, jika dalam rentan waktu yang ditentukan barang tidak terjual maka akan dikembalikan kepada pelaku UMKM dan kemudian dilakukan evaluasi bersama. Persyaratan utama untuk dapat menitipkan barang pada Dekranasda tidak lah sulit, hanya menunjukkan identitas yang menunjukkan pelaku berasal dari Kota Bogor. Setelah menunjukkan identitas, maka akan dilakukan survei produk yang akan dijual.

Produk kerajinan yang akan dijual, dinilai oleh para pengelola Dekranasda Kota Bogor dari pihak swasta yaitu Bapak SPD, Ibu TN, dan Bapak AVN Saat ini terdapat 120 pengrajin yang mendaftarkan UMKMnya ke Dekranasda Kota Bogor. Tidak heran apabila terus terjadi peningkatan jumlah pengrajin yang mendaftar, karena tidak ada kerugian berarti yang akan dialami oleh pengrajin. Diahnisa (2015) menyatakan bahwa dilihat dari aset dan tingkat penjualan mayoritas UMKM yang menjadi anggota Dekranasda berada pada klasifikasi

mikro. Tugas utama dari Dekranasda Kota Bogor adalah sebagai sumber informasi dan media promosi bagi para pengrajin yang mendaftar. Alat promosi yang digunakan berupa pameran dari mulai tingkat lokal, nasional, hingga internasional. Produk yang dipromosikan melalui lembaga ini sudah sampa ke kota/negara Abu Dhabi, Dubai, Malaysia, dan Filipina. Sedangkan di tingkat nasional, pengrajin diuntungkan dengan adanya International Handicraft Trade Fair (INACRAFT), yang merupakan pameran tingkat nasional yang rutin diselenggarakan setiap tahun.

Keuntungan tersebut berkorelasi dengan kewajiban pengrajin kepada Dekranasda. Pengrajin memberikan hasil keuntungannya sebesar 10% kepada pengelola Dekranasda Kota Bogor. Biaya kompensasi tersebut digunakan untuk membayar pajak, biaya perawatan, dan utilitas (air, listrik, biaya sewa tukang angkat). Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, beliau menyatakan bahwa tidak terdapat keuntungan yang berarti dalam mengelola Dekranasda Kota Bogor, akan tetapi jika sudah mencintai produk kerajinan lokal maka uang tidak ada artinya. Pengelola juga menyatakan bahwa pameran di Mal Botani Square jauh lebih efektif dibandingkan galeri utama dilihat dari banyaknya jumlah pembeli dalam sebulan.

Dekranasda Kota Bogor selain berfungsi sebagai pusat informasi dan promosi, juga dirancang untuk menjadi pusat seluruh kegiatan pengrajin dalam melakukan aktivitas sebagai usaha mengembangkan kerajinan di Kota Bogor. Dengan rancangan tersebut dipercaya bahwa pengrajin Kota Bogor akan terus berkembang tidak hanya dalam meningkatkan kualitas produk, akan tetapi terus meningkatkan kreativitas yang berbasis kerajinan Kota Bogor.

Profil Pelaksanaan Pameran Dekranasda di Mal Botani Squre

Pameran merupakan alat promosi andalan yang digunakan oleh Dekranasda Kota Bogor dalam mempromosikan produk kerajinan yang mereka tamping dar i UMKM yang ada di Kota Bogor. Pameran di Mal Botani Square berlangsung dari Januari hingga Desember 2015 sesuai dengan kontrak yang disepakati dengan pihak pengelola mal. Tempat diselenggarakan pameran ini berada di lantai bawah mal/ P2 yang merupakan satu-satunya jalan menuju lantai atas jika pengunjung mal parkir di lantai bawah.

Pelaksanaan pameran dilakukan setiap hari dengan mengikuti jam operasional mal yaitu buka pada pukul 10.00 dan tutup pada pukul 21.00 malam. Terdapat setidaknya satu orang yang menjaga kasir untuk melakukan transaksi pembelian dan pembukuan serta satu orang wiraniaga yang bertugas untuk melayani pengunjung pameran. Variasi jenis produk kerajinan yang dipamerkan berupa kain batik, lukisan, pakaian, pajangan, vas bunga, bingkai, gantungan kunci, peralatan memasak, aksesoris wanita, alat tulis, meja makan, wayang, hingga bantal tidur. Produk yang dijual rata-rata memiliki ciri khas yang menunjukkan asal produk yaitu Kota Bogor seperti pajangan berbentuk tugu kujang lalu kaos yang bertuliskan kalimat sunda atau pemandangan yang ada di

Kota Bogor. Contoh gambar jenis-jenis barang yang ditawarkan pada pameran Dekransda Kota Bogor di Mal Botani Square.

Gambar 4 Contoh produk pada pameran Dekranasda Kota Bogor

Data yang diperoleh dalam tiga bulan terakhir, jenis barang yang banyak dibeli adalah kaos, pin, dan aksesoris. Hal ini terjadi mungkin karena harga jenis barang tersebut tidak terlalu mahal sehingga tidak diperlukan pertimbangan yang terlalu matang dalam membeli produk tersebut. Lain halnya dengan menjual satu set meja makan yang mencapai harga jutaan rupiah yang tentunya memerlukan pertimbangan yang sangat matang. Kisaran harga yang dijual pada pameran dari Rp2 500 hingga Rp7 500 000. Jika pada hari-hari tertentu pihak pengelola memberikan diskon, seperti pada saat ulang tahun mal atau saat ulang tahun Kota Bogor.

Kepengurusan Dekranasda yang diduduki oleh para pejabat pemerintah membawa keuntungan bagi pihak pengelola pameran. Salah satu contohnya adalah tidak ada biaya pokok yang diminta oleh pihak pengelola mal kepada pihak pengelola, padahal untuk membuka usaha di dalam mal membutuhkan biaya yang cukup banyak. Namun, hal tersebut menyebabkan pihak pengelola pameran sungkan dalam melakukan negosiasi dengan pihak pengelola mal yang berkaitan dengan efektivitas pameran. Hal tersebut dikemukakan oleh pengelola karena menyadari bahwa lagu dan pencahayaan merupakan elemen penting dalam menarik minat pengunjung.

Pihak pengelola mengakui bahwa terjadi peningkatan pembelian setelah diadakan pameran tersebut berada di Mal Botani Square. Pernyataan tersebut didukung dengan data yang diberikan oleh pihak pengelola yaitu omzet pada bulan Januari – Februari 2015 yang mencapai Rp28 509 914 sedangkan pada galeri utama di Bina Marga hanya mencapai Rp 6 000 000. Namun beberapa pelaku UMKM tidak sependapat pihak pengelola, pasalnya berdasarkan hasil

wawancara dengan salah seorang pelaku UMKM, beliau justru sama sekali tidak merasa diuntungkan dengan adanya pameran Dekranasda di mal karena sudah tiga bulan tidak satupun produk beliau laku terjual.

Perbedaan pendapat antara pihak pengelola dengan pelaku UMKM bisa dikarenakan jenis barang yang dijual. Hasil pembukuan dari pihak pengelola menunjukkan bahwa produk yang banyak dibeli adalah gantungan kunci, kaos khas bogor, serta aksesoris wanita. Produk yang dijual oleh pelaku UMKM adalah sarung bantal, taplak meja, dan sebagainya. Pelaku usaha UMKM justru lebih diuntungkan dengan adanya International Handicraft Trade Fair (INACRAFT), bahkan mengatakan bahwa perbandingan keuntungan dengan pameran di mal adalah 90:10. Pelaku UMKM juga mengatakan bahwa pameran yang diadakan kurang menarik dilihat dari kurangnya variasi produk dan tempatnya yang tidak terlalu strategis. Maka tidak heran apabila pelaku mengatakan bahwa pameran tersebut tidak efektif karena membandingkannya dengan acara pada tingkat nasional, sedangkan pihak mengelola mengatakan efektif karena membandingkan dengan galeri pameran pada tingkat daerah.

Observasi penulis mengenai tempat pameran Dekranasda di Mal Botani Square adalah letaknya kurang strategis, karena hanya dapat menjangkau pengunjung mal yang membawa motor dan sebagian pengunjung mal yang membawa mobil. Meskipun berada pada jalan utama yang harus dilalui pengunjung dari lantai bawah, namun pameran ini tidak mampu menjangkau pengunjung mal yang masuk dari pintu-pintu utama mal yang letaknya berada tepat satu lantai diatas lantai pameran. Kemungkinan pengunjung mal yang melalui pintu utama untuk mampir ke pameran sangatlah minim, karena pada lantai bawah tempat diadakan pameran hanya terdapat pameran tersebut dan parkiran. Selain itu, pengunjung mal yang membawa motor pun tidak semuanya tertarik dengan pameran, karena berdasarkan pengamatan penulis terdapat beberapa pengunjung mal yang hanya melewati pameran tanpa melihat produk atau dekorasi pameran. Maka dapat dikatakan bahwa pihak pengelola kurang tepat dalam memperhitungkan posisi pameran dan pasar yang menjadi target.

Pernyataan tersebut ternyata tidak sependapat dengan pihak pengelola sekaligus wiraniaga yang ada pada pameran. Mereka mengatakan bahwa pameran tersebut sudah strategis karena merupakan jalan utama bagi para pengendara mobil dan motor yang memparkirkan kendaraannya di lantai terbawah. Wiraniaga menyampaikan dengan yakin karena sering mendapati pengunjung yang langsung membeli produk. Namun setelah diwawancara lebih lanjut, wiraniaga mengakui bahwa daya beli mayoritas pengunjung pameran dapat dikatakan rendah, karena sangat jarang produk seperti sofa set, lemari kaca, dan produk lainnya yang harganya lebih dari Rp500 000 dibeli oleh pengunjung.

Merujuk pada Evelina (2005) yang berhubungan dengan komponen daya tarik adalah warna dekorasi pameran yang harusnya merupakan warna yang cerah. Akan tetapi observasi penulis menyatakan bahwa warna dekorasi memang bukan merupakan warna yang cerah karena warna yang mendominasi adalah warna coklat tua dan coklat muda keemasan.

Wiraniaga menyampaikan bahwa pameran ramai pada akhir minggu dan sangat sepi pada awal minggu. Hal tersebut sangat sesuai dengan pengamatan penulis setidaknya dalam mencari responden. Pada awal minggu, penulis dapat

menghabiskan waktu sepanjang hari untuk mendapatkan responden, sedangkan pada akhir minggu penulis hanya membutuhkan waktu 60 menit untuk mendapatkan lima responden dalam satu waktu sesuai dengan teknik pengambilan responden yang telah ditentukan. Dari segi pengelolaan, keramaian pengunjung pada akhir minggu merupakan suatu keuntungan yang cukup merepotkan. Keuntungannya adalah kesempatan produk terjual menjadi lebih besar, namun merepotkan karena jumlah wiraniaga yang bekerja hingga saat ini hanyalah satu orang. Maka tidak jarang pada akhir minggu pihak pengelola yang semestinya hanya bertugas sebagai kasir justru membantu wiraniaga untuk melayani pelanggan yang bertanya-tanya. Situasi seperti ini memang sudah dikhawatirkan pihak pengelola sebelumnya, mereka mengakui bahwa sedang mencari wiraniaga tambahan setidaknya satu orang untuk mendampingi wiraniaga yang ada. Namun, hingga sekarang belum menemukan karakter yang sesuai dengan yang diharapkan.

Wiraniaga merupakan elemen penting dalam efektivitas pameran, karena merupakan salah satu elemen yang diukur untuk melihat penilaian terhadap pameran. Wiraniaga semestinya mempunyai sifat yang santun dan sopan dalam betutur kata serta memiliki kemampuan dalam berinteraksi karena berhubungan langsung dengan calon pembeli. Penampilan yang menarik dapat menjadi nilai lebih bagi seorang wiraniaga. Berdasarkan pengamatan penulis, wiraniaga yang ada sudah dapat dikatakan sopan dan santun, serta interaktif dengan calon pembeli. Selain itu, wiraniaga juga sudah menguasai materi yang ada karena mampu menjawab semua pertanyaan pembeli tanpa harus bertanya pada pihak pengelola. Materi tersebut antara lain mengenai harga, jenis lain produk, serta kepengurusan.

Pameran merupakan salah satu komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Dekranasda Kota Bogor. Salah satu bentuk komunikasi yang penting dan mudah untuk dimengerti adalah komunikasi verbal. Dalam hal ini, pihak yang melakukan komunikasi verbal dan bertatap muka langsung dengan pengunjung pameran adalah wiraniaga. Oleh karena itu, tidak menjadi masalah apabila pihak pengelola sedikit selektif dalam memilih wiraniaga karena mempunyai peranan penting dalam komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Dekranasda Kota Bogor. Seperti yang disampaikan oleh Jefkins (1994) yang menyatakan bahwa kepercayaan, kredibilitas, dan nama baik suatu perusahaan bisa dikokohkan dengan bertatap muka secara langsung dengan para pengunjung pameran baik itu pengunjung biasa maupun pengunjung bisnis seperti para distributor yang notabene merupakan calon pelanggan.

Uraian di atas tidak hanya berhubungan dengan komponen daya tarik saja, komponen penerimaan dari suatu pameran salah satunya diukur dari bagaimana wiraniaga berpakaian dan bertutur kata. Mengenai komponen penerimaan, karena merupakan pameran yang diselenggarakan dengan tema Kota Bogor sudah seharusnya konsep yang dibangun adalah nuansa khas Sunda. Berdasarkan pengamatan penulis, dekorasi pada pameran sudah sesuai dengan adat Sunda karena menggunakan bambu-bambu. Akan tetapi pada produk yang ditawarkan, masih terdapat kerajinan yang bukan berasal dari Sunda seperti pajangan dari kayu, ukiran-ukiran dari kayu yang identik dengan kerajinan Jawa Tengah. Hal serupa diakui oleh salah seorang pelaku UMKM yang memproduksi kerajinan pajangan tugu kujang. Beliau menyebutkan bahwa setidaknya barang khas Bogor

seharusnya diletakkan ditempat yang paling strategis karena ini merupakan dewan kerajinan daerah.

Pernyataan tersebut diakui oleh pihak pengelola, mereka menyatakan bahwa kerajinan khas Bogor itu terlalu sempit dan sedikit sehingga hanya akan membatasi kreativitas dari pengrajin. Oleh karena itu, pihak pengelola hanya menetapkan syarat yakni pengrajin harus mempunyai kartu tanda penduduk (KTP) Bogor, sedangkan produknya boleh diproduksi dimana saja dan tidak harus berupa kerajinan khas Bogor.

Selain berkaitan dengan komponen penerimaan, sumber daya manusia berupa wiraniaga juga sangat dibutuhkan pada komponen pemahaman. Pasalnya, informasi melalui poster atau media lain sangat minim sekali pada pameran. Informasi yang didapatkan oleh pengunjung pameran hanya berupa harga dan itupun tidak semua produk ditempeli label harga. Informasi yang berguna bagi pengunjung setidaknya mampu meningkatkan keinginan pengujung dalam membeli produk.

Deskripsi Karakteristik Pengunjung Pameran

Responden dalam penulisan ini adalah pengunjung mal yang melewati gerai pameran Dekranasda Kota Bogor di Mal Botani Square. Artinya, responden merupakan pengunjung yang memang sudah memasuki pameran dan bersedia untuk diwawancarai sehingga dapat dikatakan ini merupakan penelitian eksperimental. Beberapa pengunjung pameran yang telah memenuhi kriteria sebagai responden tidak bersedia untuk diwawancarai, hal tersebut yang menjadi kelemahan dalam penelitian ini. Pemilihan responden berdasarkan pendekatan lapang yang dilakukan yaitu pada awal minggu, tengah minggu, dan akhir minggu. Dalam satu hari diambil 15 reponden yang merupakan akumulasi dari tiga waktu yang ditentukan yaitu pukul 11.00; 14.00; 18.00 dimana setiap waktu diambil lima responden. Pengambilan data dilakukan dari tanggal 4-16 Maret 2015. Karakteristik pengunjung pameran Dekranasda dalam rentan waktu tersebut dapat dilihat secara lebih rinci pada Tabel 3.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan sifat biologis yang menetap pada pengunjung pameran sesuai dengan yang tertulis dalam kartu identitas mereka. Berdasarkan Tabel 4, mayoritas pengunjung pameran adalah perempuan dengan jumlah 54 pengunjung (60%), sedangkan laki-laki berjumlah 36 pengunjung (40%). Hal ini dapat disebabkan karena banyaknya barang yang ditawarkan pada pameran adalah aksesoris, perhiasan, pajangan rumah, serta kain-kain yang erat kaitannya dengan perempuan. Pernyataan tersebut didukung dengan hasil pengamatan penulis yang menemuka bahwa pengunjung wanita yang lebih sering melihat-lihat produk meskipun pengunjung mal laki-laki yang melewati pameran tidak kalah jumlah. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola yang bertugas

sebagai kasirpun membenarkan bahwa lebih sering melakukan transaksi dengan perempuan dibandingkan laki-laki

Tabel 3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan karakteristik responden pameran Dekranasda Kota Bogor di Mal Botani Square tahun 2015

Karakteristik

pengunjung Kategori Jumlah

Persentase (%) Rata- rata Jenis Kelamin Laki- laki 36 40.0 Perempuan 54 60.0 Usia Rendah (16-19) 21 23.3 24 Sedang (20-27) 52 57.7 Tinggi (>27) 17 19.0 Pekerjaan PNS 1 1.1 Pegawai Swasta 17 18.9 Wiraswasta 9 10.0

Tidak Bekerja Publik 63 70.0

Pendidikan Rendah (SMP) 14 15.6 Sedang (SMA) 55 61.1 Tinggi (Diploma/S1/S2) 21 23.3 Pengeluaran Rendah (< 880 ribu) 22 24.4 1 743 889 Sedang (880 ribu – 2.6 juta) 56 62.2 Tinggi (2.6 juta) 12 13.4 Lokasi Demografik Bogor 84 93.3 Jabodetabek 2 2.2 Luar Jabodetabek 4 4.5 Total 90 100 Usia

Usia merupakan lama hidup pengunjung sejak dilahirkan hingga menjadi responden dalam hitungan tahun. Usia pengunjung pameran berada pada kisaran 16 tahun hingga 52 tahun. Terlihat dalam tabel bahwa mayoritas pengunjung berada pada usia 20-27 tahun mencapai 57.7% dari total 90 responden. Sedangkan pada kategori rendah (<20 tahun) terdapat 21 responden, dan pada kategori tinggi (>27 tahun) terdapat 17 responden. Pembagian umur responden tersebut berdasarakan data emik yaitu disesuaikan dengan kondisi lapang.

Sumarwan (2011) menyatakan bahwa perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Jika merujuk kepada data responden berdasarkan karakteristik usia, maka dapat dinyatakan

bahwa yang lebih menyukai produk kerajinan Kota Bogor adalah pengunjung pada kisaran umur 20-27 tahun karena sudah mempunyai keinginan untuk melihat-lihat produk meskipun belum dapat diketahui apakah berakhir pada pembelian produk atau tidak.

Jenis Pekerjaan

Jenis pekerjaan merupakan profesi atau aktivitas sehari-hari yang sedang dilakukan oleh responden. Jenis pekerjaan dibagi menjadi empat kategori yaitu 1) Pegawai Negeri Sipil (PNS), 2) Pegawai Swasta, 3) Wiraswasta, dan 4) Tidak bekerja publik dimana ibu rumah tangga dan pelajar masuk kedalam kategori tidak bekerja. Jumlah responden terbanyak terdapat pada kategori tidak bekerja sebanyak 63 reponden atau 70% dari keseluruhan responden. Sedangkan yang paling sedikit berada pada kategori PNS yakni hanya terdapat satu orang responden. Hal ini mungkin disebabkan karena empat dari enam hari proses pengambilan data merupakan hari kerja dimana memungkinkan hanya yang tidak bekerja untuk mengunjungi mal tempat diadakannya pameran.

Ditelaah lebih lanjut, mayoritas dari pengisi kategori tidak bekerja merupakan pelajar/ mahasiswa. Hal tersebut mungkin berhubungan dengan letak geografis mal yang berada pada pusat kota dan berada pada sekitar sekolah/ kampus. Dalam pendekatan lapang, syarat untuk menjadi responden adalah pengunjung mal yang memperhatikan gerai pameran. Sehingga apabila terdapat segerombol mahasiswa maka setiap mahasiswa yang ada berhak untuk menjadi responden.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh responden. Dari total keseluruhan responden, pada karakteristik tingkat pendidikan mayoritas pada Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mencapai persentase sampai 61.1%. Pengelompokan dijadikan tiga kategori yaitu Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan satu kategori termasuk Diploma/Sarjana/ dan Pasca Sarjana berdasarkan pertimbangan jumlah responden pada kategori ini hanya sedikit yaitu 21 responden.

Sumarwan (2011) menyatakan bahwa konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi, pendidikan, juga mempengaruhi konsumen dalam pilihan produk maupun merek. Pernyataan tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa tingkat pendidikan akan menentukan bagaimana orang menentukan sikap akan sesuatu yang dalam studi ini berkaitan dengan bagaimana tingkat pendidikan menentukan penilaian responden terhadap pameran.

Tingkat Pengeluaran

Karakteristik pengunjung selanjutnya adalah tingkat pengeluaran. Karakteristik ini merupakan salah satu aspek dengan sensitivitas tinggi karena berkaitan dengan keadaan ekonomi seseorang yang dalam studi ini merupakan

responden penulisan. Sumarwan (2011) menyatakan bahwa konsumen merasa tidak nyaman jika harus mengungkapkan pendapatan yang diterimanya, dan sebagian merasa bahwa pendapatan adala suatu hal yang bersifat pribadi sehingga sangat sensitif jika diberitahukan kepada orang lain, sehingga konsumen tidak ingin mengatakan yang sebenarnya.

Saat melakukan pengambilan data, banyak responden yang bertanya ulang apakah pertanyaan yang diberikan oleh penulis harus dijawab atau tidak. Artinya, terdapat keraguan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan. Meskipun mayoritas responden hanya memberikan spekulasi jumlah pengeluarannya dalam sebulan, namun data telah didapatkan dan dibagi menjadi tiga kateori berdasarkan perhitungan data emik, yang hasilnya 22 responden berada pada kategori rendah (< Rp880 000), 56 responden berada pada kategori sedang (Rp880 000 - Rp2 600 000), dan 12 responden berada pada kategori tinggi (>Rp2 600 000). Data yang didapatkan tidak seperti perkiraan penulis yang akan sangat tinggi dengan pertimbangan responden merupakan pengunjung mal. Namun,karena mayoritas jumlah responden tidak bekerja dan waktu dilaksanakannya pengambilan data, hal tersebut mempengaruhi tingkat pengeluaran yang dimiliki oleh responden.

Lokasi Geografik

Lokasi geografik merupakan letak tempat tinggal responden setidaknya dalam satu bulan terakhir dengan ukuran kota. Berdasarkan pertimbangan penulis mengenai letak diselenggarakannya pameran, maka pembagian kategori mengenai lokasi geografik adalah Bogor, Jabodetabek, dan Luar Jabodetabek dimana semakin jauh lokasi geografik responden tersebut maka akan mendapatkan nilai lebih tinggi. Mayoritas responden bertempat tinggal di Bogor baik kota maupun kabupaten dan mencapai angka 84 responden alias 93.3%. Namun,terjadi ketidakbiasaan, yaitu responden dari luar Jabodetabek terdapat empat responden (4.5%) yakni dua kali lipat lebih banyak dari dalam Jabodetabek yang hanya dua responden (2.2%) meskipun dalam satuan yang kecil.

Pengumpulan data terkumpul pada kategori rendah, yaitu responden yang berasal dari Bogor bukan merupakan sesuatu yang tidak lazim. Pasalnya mal bukan merupakan tempat wisata yang unik yang dapat membuat seseorang rela untuk berpergian jauh hingga ke luar kota hanya untuk datang ke mal. Jika terdapat beberapa responden yang berasal dari luar Jabodetabek, tidak berarti bahwa ia datang hanya untuk melihat pameran Dekranasda atau hanya untuk mampir ke mal itu saja, seperti yang dipaparkan oleh salah satu responden berikut. Pernyataan salah satu responden tersebut menggambarkan bahwa motivasi untuk mendatangi pameran dapat dikatakan rendah melihat tingkat pengetahuan responden mengenai pameran yang minim. Namun, dari pernyataan yang sama

Dokumen terkait