• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PEMBAHASAN

6. Gambaran Jarak Rumah

Tabel 5.6

Distribusi frekuensi jarak rumah yang memiliki Balita usia 1-5 tahun terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung Bulan Agustus 2013 (n=100)

Jarak Frekuensi Persentase (%)

Jauh 25 25%

Dekat 75 75%

Total 100 100%

Berdasarkan Tabel 5.6 dapat dijelaskan bahwa sebagian kecil (25%) atau 25 keluarga yang memiliki Balita usia 1-5 tahun memiliki jarak rumah jauh ke pelayanan imunisasi, (75%) atau 75 keluarga yang memiliki balita 1-5 tahun memiliki jarak rumah dekat ke pelayanan imunisasi.

7.Gambaran sikap ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun

Tabel 5.7

Distribusi frekuensi sikap ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung Bulan Agustus 2013 (n=100)

Sikap Frekuensi Persentase (%)

Negatif 52 52%

Positif 48 48%

Total 100 100%

Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dijelaskan bahwa sebagian besar (52%) atau 52 ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun memiliki sikap negatif terhadap kelengkapan imunisasi dasar, (48%) atau 48 ibu yang memiliki balita 1-5 tahun memiliki sikap positif terhadap kelengkapan imunisasi dasar.

C. Hasil Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara dua variabel atau bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah adakah perbedaan yang signifikan antara dua atau lebih kelompok (sampel). Hasil analisis bivariat pada penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

1. Hubungan antara tingkat pengetahuan ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung tahun 2013

Tabel 5.8

Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung bulan Agustus

Tahun 2013

Tingkat pengetahuan

Kelengkapan imunisasi Total P

Value OR (95% CI) Tidak lengkap Lengkap N % N % N % Kurang baik 12 46,2 14 53,8 26 100 0,000 27.704 Cukup 0 0 16 100 16 100 Baik 2 3,4 56 96,6 100 100 Total 14 14,0 86 86,0 100 100

Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada balita usia 1-5 tahun dapat dijelaskan bahwa dari 26 ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik yang tidak memberikan Imunisasi dasar secara lengkap sebanyak 12 orang ibu (46,2%) dengan yang memberikan sebanyak 14 orang ibu (53,8%), sedangkan yang memiliki tingkat pengetahuan cukup yang tidak memberikan imunisasi dasar lengkap tidak ada dengan yang memberikan sebanyak

16 orang ibu (100%), dan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan baik yang tidak memberikan imunisasi sebanyak 2 orang ibu (3,4%) dengan yang memberikannya sebanyak 56 orang ibu (96,6%).

Hasil uji statistik diperoleh P value=0,000 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi, nilai OR=27.704 yang berarti bahwa ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik beresiko 27 kali lebih besar untuk tidak memberikan imunisasi dasar lengkap terhadap balitanya dibandingkan ibu yang berpengetahuan cukup dan baik.

2. Hubungan antara tingkat pendidikan terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung Tahun 2013

Tabel 5.9

Hubungan antara tingkat pendidikan terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap di Puskesmas Situ Gintung Bulan Agustus

Tahun 2013 Tingkat

pendidikan

Kelengkapan imunisasi Total P

value OR (95% CI) Tidak lengkap Lengkap N % N % N % Rendah 12 52,2 11 47,8 23 100 0,000 36,15 3 Tinggi 2 2,6 75 97,4 77 100 Total 14 14,0 86 86,0 100 100

Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan imunisasi dapat dijelaskan bahwa dari 23 orang ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah yang tidak memberikan Imunisasi dasar lengkap sebanyak 12 orang ibu (52,2%) dengan yang memberikan Imunisasihanya 11 orang ibu (47,8%), sedangkan ibu yang

memiliki tingkat pendidikan tinggi yang tidak memberikan imunisasi 2 orang ibu (2,6%) dengan yang memberikan sebanyak 75 orang ibu ( 97,4%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai P value=0,000 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kelengkapan imunisasi, nilai OR=36,153, yang berarti bahwa ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun yang memiliki tingkat pendidikan rendah memiliki resiko 36 kali lebih besar untuk tidak memberikan imunisasi terhadap balitanya dibandingkan ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.

3. Hubungan antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi di Puskesmas Situ Gintung Bulan agustus tahun 2013.

Tabel 5.10

Hubungan antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi di Puskesmas Situ Gintung Bulan Agustus tahun 2013.

Pekerjaan Kelengkapan imunisasi Total P

Value OR (95% CI) Tidak lengkap Lengkap N % N % n % Bekerja 8 53,3 7 46,7 15 100 0,000 15.04 8 Tidak bekerja 6 7,1 79 92,9 85 100 Total 14 14,0 86 86,0 100 100

Hasil analisis hubungan antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi dapat dijelaskan bahwa dari 15 ibu bekerja yang tidak memberikan imunisasi diantaranya 8 orang ibu (53,3%) dengan yang memberikan imunisasi hanya 7 orang (46,7%), sedangkan ibu yang tidak bekerja 6 orang ibu (7,1%) tidak memberikan imunisasi secara lengkap dengan yang memberikan imunisasi secara lengkap sebanyak 79 orang ibu (92,9%).

Hasil uji statistik diperoleh P value=0,000 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kelengkapan imunisasi, nilai OR=15.048 yang berarti bahwa ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun yang bekerja beresiko 15 kali lebih besar untuk tidak memberikan Imunisasi dasar lengkap terhadap balitanya dibandingkan ibu yang tidak bekerja.

4. Hubungan antara tingkat penghasilan hasil keluarga yang memiliki Balita usia 1-5 tahun terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung tahun 2013

Tabel 5.11

Hubungan antara tingkat penghasilan keluarga terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung bulan Agustus

Tahun 2013

Penghasilan Kelengkapan imunisasi Total P

Value OR (95% CI) Tidak lengkap Lengkap N % N % N % Kurang 5 29,4 12 70,6 17 100 0,037 4.498 Cukup 8 12,7 55 87,3 63 100 Tinggi 1 5,0 19 95,0 20 100 Total 14 14,0 86 86,0 100 100

Hasil analisis hubungan antara penghasilan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada balita usia 1-5 tahun dapat dijelaskan bahwa dari 17 ibu yang memiliki penghasilan kurang yang tidak memberikan Imunisasi dasar secara lengkap sebanyak 5 orang ibu (29,4%) dengan yang memberikan sebanyak 12 orang ibu (70,6%), sedangkan keluarga yang memilki penghasilan cukup 8 orang ibu (12,7%) tidak memberikan imunisasisecara lengkap dengan yang memberikan sebanyak 55 orang ibu (87,3%),

dan keluarga yang memiliki penghasilan tinggi 1 orang ibu (5,0%) tidak memberikan imunisasi dasar lengkap dengan yang memberikan sebanyak

19 orang ibu (95,0%).

Hasil uji statistik diperoleh P value=0,037 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara penghasilan dengan kelengkapan imunisasi, nilai OR=4.498yang berarti bahwa ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun yang memiliki penghasilan kurang beresiko 4 kali lebih besar untuk tidak memberikan Imunisasi dasar lengkap terhadap balitanya dibandingkan ibu yang berpenghasilan cukup dan tinggi.

5. Hubungan antara jarak rumah yang memiliki Balita usia 1-5 tahun ke pelayanan imunisasiterhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung tahun 2013

Tabel 5.12

Hubungan antara jarak terhadap kelengkapan imunisasi dasar di Puskesmas Situ Gintung bulan Agustus

Tahun 2013

Jarak Kelengkapan imunisasi Total P

Value OR (95% CI) Tidak lengkap Lengkap N % N % N % Jauh 11 44,0 14 56,0 25 100 0,000 18.857 Dekat 3 4,0 72 96,0 75 100 Total 14 14,0 86 86,0 100 100

Hasil analisis hubungan antara jarak rumah ke pelayanan imunisasidengan kelengkapan imunisasi dasar pada balita usia 1-5 tahun dapat dijelaskan bahwa dari 25 ibu yang memiliki jarak rumah jauh yang tidak memberikan Imunisasi dasar secara lengkap sebanyak 11 orang ibu (44,0%) dengan yang memberikan sebanyak

14 orang ibu (56,0%), sedangkan ibu yang memiliki jarak rumah dekat 3 orang ibu (4,0%) tidak memberikan imunisasisecara lengkap dengan yang memberikan sebanyak 72 orang ibu (96,0%).

Hasil uji statistik diperoleh P value=0,000 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara jarak dengan kelengkapan imunisasi, nilai OR=18.857 yang berarti bahwa ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun yang memiliki jarak rumah jauh beresiko 19 kali lebih besar untuk tidak memberikan Imunisasi dasar lengkap terhadap balitanya dibandingkan ibu yang memiliki jarak rumah dekat ke pelayanan imunisasi.

6. Hubungan antara sikap dengan kelengkapan imunisasidi Puskesmas Situ Gintung Bulan agustus tahun 2013.

Tabel 5.13

Hubungan antara sikap dengan kelengkapan imunisasidi Puskesmas Situ Gintung Bulan agustus tahun 2013

Sikap Kelengkapan imunisasi Total P

Value OR (95% CI) Tidak lengkap Lengkap N % N % n % Negatif 13 25,0 39 75,0 52 100 0,003 15.667 Positif 1 2,1 47 97,9 48 100 Total 14 14,0 86 86,0 100 100

Hasil analisis hubungan antara sikap dengan kelengkapan imunisasidapat dijelaskan bahwa dari 52 ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun dengan sikap negatif (tidak mendukung pemberian imunisasi dasar lengkap) tidak memberikan Imunisasisebanyak 13 orang ibu (25,0%) dengan yang memberikan Imunisasisebanyak 39 orang ibu (75,0%), sedangkan ibu yang memiliki sikap positif

(mendukung pemberian imunisasi dasar lengkap) 1 orang ibu (2,1%) tidak memberikan imunisasi dasar lengkap dengan yang memberikan sebanyak 47 orang ibu (97,9%).

Hasil uji statistik diperoleh P value=0,003 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan kelengkapan imunisasi, nilai OR=15.667, yang berarti bahwa ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun yang memiliki sikap negatif beresiko 16 kali lebih besar untuk tidak memberikan Imunisasiterhadap balitanya dibandingkan ibu yang memiliki sikap positif.

BAB VI PEMBAHASAN

Pembahasan ini akan menguraikan makna hasil penelitian yang dilakukan tentang tingkat pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu, pendapatan keluarga, jarak, dan sikap ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Situ Gintung tahun 2013. Pembahasan ini mencakup perbandingan antara hasil penelitian dengan konsep teoritis dan penelitian sebelumnya. Bab ini juga akan menjelaskan tentang keterbatasan penelitian yang telah dilaksanakan.

A. Analisis Univariat

1. Gambaran kelengkapan imunisasi

Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu (Hidayat, 2009).

Imunisasi bertujuan agar zat kekebalan tubuh balita terbentuk sehingga resiko untuk mengalami penyakit yang bersangkutan lebih kecil. Tujuan diberikan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat, 2008). Macam – macam imunisasi itu ada dua macam, diantanya adalah

imunisasi aktif dan pasif. Menurut Yusrianto (2010), imunisasi aktif adalah

pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk meragsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya adalah imunisasi polio atau campak. Sedangkan imunisasi pasif adalah penyuntikan sejumlah antibodi sehingga kadar antibodi dalam tubuh meningkat. Contohnya adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka kecelakaan. Contoh lain adalah yang terdapat pada bayi yang baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai jenis antibodi dari ibunya melalui darah plasenta selama masa kehamilan, misalnya antibodi terhadap campak. Hasil analisis data penelitian ini terlihat bahwa sebagian kecil ibu yang

memiliki balita usia 1-5 tahun terdapat 14 orang (14%) tidak memberikan imunisasi dasar lengkap dengan kata lain ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Situ Gintung sebagian kecil tidak memberikan imunisasi. Peneliti menganalisis masih adanya balita yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap di Puskesmas Situ Gintung yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor kurangnya pengetahuan ibu karena menganggap bahwa bayi yang di imunisasi akan selalu demam atau sakit sehingga mereka tidak memberikan imunisasi kepada bayinya. Selain itu kurangnya sumber informasi mengenai imunisasi di masyarakat yang disebabkan oleh kurangnya edukasi dari petugas kesehatan, dan di dukung oleh jarak yang sangat jauh terhadap

tempat pelayanan imunisasi sehingga kesulitan untuk mencapai tempat pelayanan.

2. Gambaran tingkat pengetahuan ibu yang memiliki balita usia 1-5

tahun

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh diantaranya melelui pendidikan formal, non formal dan media masa. Pengetahuan atau domain kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan itu sendiri dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri maupun dari orang lain (Notoatmodjo, 2003).

Hasil analisis data penelitian ini terlihat bahwa sebagian kecil responden memiliki pengetahuan kurang yaitu 26 responden (26%). Dengan kata lain ibu yang tinggal diwilayah Puskesmas Situ Gintung masih ada yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik mengenai imunisasi karena peneliti menganalisis bahwa tingkat pengetahuan ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Situ Gintung di pengaruhi oleh karakteristik tempat atau tingkat pendidikan, selain itu kurangnya media informasi di tengah masyarakat menyebabkan informasi tidak dapat diterima oleh masyarakat.

3. Gambaran tingkat pendidikan ibu balita usia 1-5 tahun

Menurut Notoatmodjo (2003), mengartikan pendidikan sebagai bimbingan yang diberikan secara sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat, maka tingginya tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi sehingga akan semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

Hasil analisis data penelitian ini terlihat bahwa sebagian kecil ibu balita usia 1-5 tahun, terdapat 23 orang (23%) memiliki tingkat pendidikan rendah. dengan kata lain ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di wilayah kerja Puskesmas Situ Gintung memiliki tingkat pendidikan rendah, karena masih ada ibu balita usia 1-5 tahun yang hanya tamat SD dan tamat SLTP. Peneliti menganalisis bahwa masih adanya tingkat pendidikan rendah pada ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Situ Gintung karena di pengaruhi oleh faktor budaya masyarakat yang beranggapan bahwa setinggi-tingginya wanita sekolah atau memiliki pendidikan tinggi, akhirnya akan tetap ke dapur juga sehingga mereka beranggapan seorang wanita tidak perlu memiliki tingkat pendidikan tinggi.

4. Gambaran pekerjaan ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun

Pekerjaan adalah barang apa yang dilakukan (diperbuat, dikerjakan) (Depdikbud, 2006). Dalam kelengkapan imunisasi tidak ada alasan untuk

ibu bekerja tidak memberikan imunisasi, karena untuk ibu yang bekerjapun dapat memberikan imunisasi dengan cara mendatangi langsung ke Puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan lain.

Hasil analisis data penelitian ini terlihat bahwa sebagian kecil ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun, yang bekerja yaitu 15 orang (15%). Hal ini dipengaruhi oleh kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat sehingga sebagian ibu yang tinggal di wilayah Puskesmas Situ Gintung bekerja untuk menambah penghasilan keluarga tidak hanya mengandalkan dari penghasilan suami sehingga daya beli keluarga tinggi yang akhirnya dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Sedangkan sebagian besar ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Situ Gintung yang tidak bekerja, dapat mengisi waktu luang hanya untuk mengurus keluarganya sehingga mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk memberikan imunisasi dasar lengkap kepada balitanya.

5. Gambaran pendapatan keluarga yang memiliki balita usia 1-5 tahun Status ekonomi seseorang akan mempengaruhi kemampuan seseorang membiayai pelayanan kesehatan. Sering kali terjadi seseorang semestinya tahu masalah kesehatan ketika ia ataupun keluarganya sakit tidak dibawa ke pelayanan kesehatan karena tidak mampu membiayai. Begitu pula dengan masalah imunisasi, bisa jadi seorang ibu ingin sekali

mengimunisasikan anak-anaknya akan tetapi tidak jadi karena tidak punya biaya (Mahfoedz, 2006).

Hasil analisis data penelitian ini terlihat bahwa responden yang memiliki penghasilan kurang yaitu 17 responden (17%). Dengan kata lain ibu yang tinggal diwilayah Puskesmas Situ Gintung masih ada yang memiliki penghasilan kurang dari UMR. Peneliti menganalisis bahwa masih ada yang memiliki penghasilan kurang di Puskesmas Situ Gintung di pengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pekerjaan keluarga.

6. Gambaran jarak rumah ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun Jarak adalah ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau tempat. Jarak dekat adalah ruang sela yang pendek antara dua benda atau tempat. Sedangkan jarak jauh adalah ruang sela yang panjang antara dua tempat dsb (Depdikbud, 2013).

Hasil analisis data penelitian ini terlihat bahwa sebagian kecil ibu Balita usia 1-5 tahun yaitu 25 responden (25%) yang memiliki jarak rumah jauh ke tempat pelayanan imunisasi. Peneliti menganalisis bahwa ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Situ Gintung sebagian kecil memiliki jarak rumah jauh ke tempat pelayanan imunisasi, sehingga dapat mempengaruhi ibu dalam pengambilan keputusan terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap. Dalam hal ini ibu yang memiliki jarak rumah dekat terhadap tempat pelayanan pemberian imunisasi dasar akan

memberikan kepada balitanya karena tidak perlu repot berjalan jauh atau mengeluarka uang untuk ongkos kendaraan ke tempat pelayanan sedangka ibu yang memiliki jarak rumah jauh akan merasa terbebani untuk pergi ke tempat pelayanan imunisasi karena harus mengeluarkan tenaga atau uang untuk ongkos kendaraan.

7. Gambaran sikap ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun

Hasil analisis data penelitian ini terlihat bahwa sebagian ibu balita usia 1-5 tahun memiliki sikap negatif yaitu 52 orang atau (52%). dengan kata lain ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di wilayah Puskesmas Situ Gintung memiliki sikap negatif terhadap kelengkapan imunisasi. Peneliti menganalisis bahwa ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Situ Gintung memiliki sikap negatif, karena sikap dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang berkaitan dengan objek tertentu. Dalam hal ini ibu yang memiliki sikap positif tentang kelengkapan imunisasi karena ibu mengetahui manfaat kelengkapan imunisasi bagi bayinya serta penyakit apa saja yang dapat terjadi apabila ibu tidak memberikan imunisasi. Sedangkan ibu yang memiliki sikap negatif terhadap kelengkapan imunisasi karena ibu kurang mengetahui manfaat kelengkapan imunisasi bagi balitanya, karena beranggapan bayi yang diberikan imunisasi akan demam atau sakit sehingga hal tersebut mendorong untuk ibu tidak memberikan imunisasi dasar lengkap.

Pernyataan tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Green dalam Notoatmodjo (2003). Ini memperlihatkan bahwa sikap akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap apa yang dilakukan, selain sikap, pengetahuan juga akan mempengaruhi perilaku seseorang karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, dan pengetahuan itu sendiri dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri maupun dari orang lain. Sehingga apabila seorang ibu yang sudah mempunyai pengalaman baik dari diri sendiri maupun dari orang lain tentang kelengkapan imunisasi akan memiliki sikap positif dan memberikan imunisasi terhadap bayinya. Sebaliknya apabila seorang ibu tidak memiliki pengalaman sama sekali tentang kelengkapan imunisasi, mereka akan bersikap negatif dan tidak mau memberikan bayinya imunisasi dasar lengkap.

Menurut Campbell, sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespon stimulus atau objek sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu (Notoatmojo, 2003).

B. Analisis Bivariat

1. Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi

Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada balita usia 1-5 tahun dapat dijelaskan bahwa dari 26 ibu yang memiliki pengetahuan kurang baik yang tidak memberikan imunisasi dasar secara lengkap sebanyak 12 orang ibu (46,2%) dengan yang memberikan sebanyak 14 orang ibu (53,8%).

Hasil uji statistik diperoleh P value=0,000 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kelengkapan imunisasi, nilai OR=27.704 yang berarti bahwa ibu yang memiliki balita usia 1-5 tahun yang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik beresiko 27 kali lebih besar untuk tidak memberikan imunisasi dasar lengkap terhadap bayinya dibandingkan ibu yang berpengetahuan cukup dan baik.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Albertina (2008) bahwa ada hubungan antara pengetahuan orang tua dengan kelengkapan imunisasi dasar balita. Begitu pula dengan penelitian Ningrum (2008), Jannah (2009), Ladifre (2009), Istriyati (2011), Widayati (2012) bahwa pengetahuan ibu berhubungan dengan status imunisasi dasar lengkap balita. Tetapi penelitian ini bertentangan dengan penelitian Prayoga (2009), Astrianzah (2011) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan imuisasi dasar lengkap balita.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan dapat diperoleh diantaranya melelui pendidikan formal, non formal dan media masa. Pengetahuan atau domain kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Pengetahuan itu sendiri dapat diperoleh melalui pengalaman diri sendiri maupun dari orang lain (Notoatmodjo,2003).

Menurut Rogers dalam Notoatmojo (2003) suatu perilaku yang di dasarkan oleh pengetahuan akan lebih lama daripada perilaku yang tidak di dasarkan pengetahuan, dan urutan proses dalam diri seseorang sebelum mengadopsi perilaku baru.

Peneliti menganalis bahwa pengetahuan tidak selalu di dapat dari tingginya suatu tingkat pendidikan, karena pengetahuan juga dapat diperoleh dari media massa, pengalaman pribadi ataupun pengalaman orang lain. Suatu pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan, semakin baik pengetahuan ibu maka semakin tinggi pula peluang ibu untuk kelengkapan imunisasi pada bayinya.

Untuk itu peneliti menyarankan Puskesmas Situ Gintung lebih meningkatkan lagi upaya peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi dengan cara meningkatkan penyuluhan-penyuluhan di dalam kegiatan puskesmas dan posyandu di setiap desa dan pemberian Pendidikan Kesehatan kepada para kader posyandu mengenai imunisasi.

2. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan imunisasi Hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan dengan kelengkapan imunisasi dapat dijelaskan bahwa dari 23 orang ibu yang memiliki tingkat pendidikan rendah yang tidak memberikan Imunisasi dasar lengkap sebanyak 12 orang ibu (52,2%) dengan yang memberikan Imunisasi hanya 11 orang ibu (47,8%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai P value=0,000 dengan tingkat kepercayaan 95% maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kelengkapan imunisasi, nilai OR=36,153, yang berarti bahwa ibu yang memiliki Balita usia 1-5 tahun yang memiliki tingkat pendidikan rendah memiliki resiko 36 kali lebih besar untuk tidak memberikan imunisasi terhadap balitanya dibandingkan ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Jannah (2009), Ladifre (2009), Istriyati (2011) bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar balita. Berdasarkan penelitian Ningrum (2008) disimpulkan bahwa pendidikan ibu yang tinggi akan membuat akses ke pelayanan kesehatan anak semakin baik. Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Albertina (2008), Prayoga (2009).

Menurut Notoatmojo (2003), Pendidikan adalah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak dalam pertumbuhan (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan

masyarakat. Pendidikan merupakan pengalaman seseorang mengikuti pendidikan formal yang dinilai berdasarkan ijazah tertinggi yang dimiliki, sehingga pendidikan terbagi menjadi dua yaitu pendidikan rendah (tingkat

Dokumen terkait