• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Jumlah dan Bagi Hasil Deposito Mudharabah Perbankan Syariah di Indonesia

Perbankan syariah mulai berkembang sejak pertama kali berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) sebagai bank syariah pertama di Indonesia pada tahun 1992. Industri perbankan syariah terus mengalami perkembangan yang cukup baik khususnya pada kurun waktu setelah disahkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah bulan Maret 2015, industri perbankan syariah telah memiliki jaringan sebanyak 12 Bank Umum Syariah (BUS), 22 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 162 Bank Pembiayaan rakyat Syariah (BPRS), dengan total jaringan kantor mencapai 2 934 unit yang tersebar di seluruh Indonesia.

Perkembangan industri perbankan syariah salah satunya dapat dilihat dari jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh bank syariah sebagai modal utama dalam menjalankan usaha keuangannya. Diantara produk-produk DPK bank syariah, deposito mudharabah merupakan produk penghimpunan dana yang memberikan proporsi terbesar terhadap total DPK perbankan syariah. Pada periode triwulan I 2011, proporsi deposito mudharabah terhadap total DPK perbankan syariah sebesar 59.55% dan meningkat menjadi 61.75% pada triwulan I 2015, sedangkan dilihat dari perkembangan jumlahnya, jumlah deposito

mudharabah yang dihimpun oleh bank syariah pada triwulan I 2011 sebesar Rp 47.44 triliun dan meningkat menjadi Rp 131.52 triliun pada triwulan I 2015. Dalam rentang waktu 4 tahun, jumlah deposito mudharabah telah tumbuh sebesar 177.27%.

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 (diolah)

Gambar 4 Perkembangan deposito mudharabah periode triwulan I 2011 – triwulan I 2015

Gambar 4 menunjukkan perkembangan jumlah deposito mudharabah selama periode triwulan I 2011 sampai dengan periode triwulan I 2015. Dapat dilihat bahwa selama periode triwulan I 2011 sampai dengan triwulan I 2012, perkembangan

47.44 52.12 59.35 70.81 72.08 68.89 73.51 84.73 96.42 99.68 103.8 107.81 111.64 119.04 122.11 135.63 131.52 0 20 40 60 80 100 120 140 160 P er k em b an g an ( R p T riliu n ) periode (triwulan)

25 deposito mudharabah mengalami tren positif. Setelah itu, pada periode triwulan II 2012, perkembangan deposito mudharabah mengalami penurunan terhadap periode triwulan I 2012 dari Rp 72.08 triliun menjadi Rp 68.89 triliun. Pada periode-periode selanjutnya, kemampuan bank syariah dalam menghimpun dana deposito

mudharabah cukup stabil. Hal ini ditunjukkan dari tren perkembangan deposito

mudharabah yang selalu positif sampai dengan periode IV 2014. Akan tetapi, pada periode triwulan I 2015, perkembangan deposito mudharabah cenderung mengalami penurunan terhadap periode triwulan IV 2014 dari Rp 135.63 triliun menjadi Rp 131.52 triliun.

Dalam penelitian ini digunakan 7 Bank Umum Syariah (BUS) sebagai sampel untuk mengetahui gambaran dari perkembangan deposito mudharabah dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhinya. Ketujuh BUS tersebut setelah diurutkan berdasarkan jumlah deposito mudharabah dari yang terbesar hingga yang terkecil pada periode triwulan I 2015 antara lain Bank Syariah Mandiri, BRI Sayriah, BNI Syariah, Bank Panin Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Bukopin Syariah, dan BCA Syariah. Jumlah deposito mudharabah dari 7 BUS sampai dengan periode triwulan I 2015 sebesar Rp 67.283 triliun atau sebesar 51.16% terhadap jumlah deposito mudharabah perbankan syariah di Indonesia.

Tabel 5 Jumlah deposito mudharabah pada 7 sampel BUS periode triwulan I 2011 – triwulan I 2015

Periode (Q – Y)a

Deposito mudharabah (Rp miliar)

BSMb BRIS BNIS BPS BMS BBS BCAS

I – 2011 17 449 4 811 2 469 352 2 375 1 289 501 II – 2011 18 687 5 222 2 308 371 2 131 1 398 462 III – 2011 21 394 6 817 2 841 225 2 425 1 668 494 IV – 2011 23 525 7 901 3 245 393 2 945 1 917 678 I – 2012 22 779 7 011 3 215 486 2 515 1 779 747 II – 2012 22 099 7 406 3 182 635 2 414 2 025 722 III – 2012 21 300 7 869 3 342 844 3 946 2 121 727 IV – 2012 21 827 9 393 3 702 1 006 4 712 2 322 986 I – 2013 23 624 10 467 5 377 1 253 5 402 2 598 948 II – 2013 24 682 11 016 4 741 1 177 5 236 2 719 1 015 III – 2013 27 214 10 939 5 008 1 626 5 387 2 747 1 132 IV – 2013 26 834 10 917 4 917 2 431 6 070 2 592 1 409 I – 2014 25 845 10 545 6 006 1 994 5 448 2 813 1 381 II – 2014 29 169 11 285 6 873 2 362 5 499 2 743 1 498 III – 2014 30 684 11 554 7 756 3 027 5 182 2 799 1 499 IV – 2014 31 936 12 653 8 873 4 176 4 613 3 267 2 009 I – 2015 31 317 12 691 9 718 4 388 3 938 3 201 2 030 a(Q – Y): Quarter – Year

bSampel Bank Umum Syariah; BSM: Bank Syariah Mandiri, BRIS: Bank Rakyat Indonesia Syariah, BNIS: Bank Negara Indonesia Syariah, BPS: Bank Panin Syariah, BMS: Bank Mega Syariah, BBS: Bank Bukopin Syariah, BCAS: Bank Central Asia Syariah.

26

Pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa penghimpunan deposito mudharabah pada setiap BUS mengalami pertumbuhan yang positif dari periode triwulan I 2011 sampai dengan triwulan I 2015 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 130.05%. BUS yang mengalami pertumbuhan deposito mudharabah terbesar adalah BRI Syariah dengan persentase 1 148.18% dan BUS dengan pertumbuhan deposito

mudharabah terendah adalah Bank Mega Syariah dengan persentase 65.82%. Pada Tabel 5 juga dapat dilihat bahwa penghimpunan deposito mudharabah oleh BUS pada beberapa periode mengalami penurunan. Penurunan terbesar dialami oleh Bank Panin Syariah pada triwulan III 2011 dari Rp 352 miliar menjadi Rp 225 miliar atau turun sebesar 39.35%. Pertumbuhan deposito mudharabah yang negatif juga dialami oleh Bank Mega Syariah pada triwulan I 2015 dari Rp 4 613 menjadi Rp 3 938 atau turun sebesar 14.63%.

Pada saat perkembangan jumlah deposito mudharabah perbankan syariah di Indonesia mengalami penurunan yaitu pada periode triwulan II 2012, beberapa BUS yang mengalami penurunan diantaranya Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah, Bank Mega Syariah, dan BCA Syariah. Begitu halnya pada periode triwulan I 2015, penghimpunan deposito mudharabah pada beberapa BUS kembali mengalami penurunan sehingga berdampak pada penurunan jumlah deposito mudharabah

perbankan syariah di Indonesia. Beberapa BUS yang mengalami penurunan tersebut yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Bukopin Syariah, dan BCA Syariah. Diantara beberapa BUS tersebut, penurunan jumlah deposito

mudharabah yang signifikan dialami oleh Bank Mega Syariah yang terus mengalami penurunan sejak periode triwulan IV 2013 sampai dengan triwulan I 2015.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam penghimpunan deposito

mudharabah adalah jumlah bagi hasil yang dibagikan kepada deposan. Bagi hasil menjadi faktor penting untuk menarik masyarakat agar mau menginvestasikan dananya pada produk bank syariah. Besar kecilnya jumlah bagi hasil tergantung dari profitabilitas yang dihasilkan bank syariah dalam mengelola dana. Jika profit

yang dihasilkan semakin besar, maka jumlah bagi hasil yang dibagikan kepada deposan semakin besar sehingga masyarakat tertarik untuk menginvestasikan dananya pada produk bank syariah.

Tabel 6 menunjukkan data jumlah bagi hasil dari 7 BUS yang menjadi sampel penelitian. Perkembangan jumlah bagi hasil deposito mudharabah cenderung berfluktuasi tanpa memperlihatkan tren. Bank Syariah Mandiri (BSM) merupakan BUS yang mampu memberikan jumlah bagi hasil terbesar karena total aset dan total deposito mudharabah yang mampu dihimpun BSM merupakan yang terbesar diantara BUS yang lainnya, kemudian disusul dengan BRI Syariah dengan jumlah deposito mudharabah terbesar kedua.

Data pada Tabel 6 juga menunjukkan bahwa pada triwulan II 2012, jumlah bagi hasil BNI Syariah, Bank Mega Syariah, dan BCA Syariah mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Penurunan jumlah bagi hasil tersebut menunjukkan pengaruhnya terhadap kemampuan bank dalam menghimpun deposito mudharabah yang juga mengalami penurunan pada periode triwulan II 2012. Selanjutnya pada periode triwulan I 2015, jumlah bagi hasil BNI Syariah, Bank Panin Syariah, Bank Mega Syariah, dan Bank Bukopin Syariah mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya. Penurunan jumlah bagi hasil yang signifikan terjadi pada Bank Mega Syariah yang terjadi sejak triwulan IV 2013

27 sampai dengan triwulan I 2015 sehingga berpengaruh pada jumlah deposito

mudharabah yang dihimpun pada periode-periode tersebut.

Tabel 6 Bagi hasil deposito mudharabah pada 7 sampel BUS periode triwulan I 2011 – triwulan I 2015

Periode (Q – Y)a

Bagi hasil deposito mudharabah (Rp juta)

BSMb BRIS BNIS BPS BMS BBS BCAS

I – 2011 80 453 33 435 15 274 1 439 11 436 9 585 803 II – 2011 83 578 34 450 13 418 1 170 9 543 7 836 1 074 III – 2011 98 354 43 821 14 015 780 9 784 8 709 1 024 IV – 2011 94 851 38 451 14 719 1 422 12 128 10 505 1 486 I – 2012 103 254 41 986 20 335 1 357 12 826 8 972 1 570 II – 2012 104 833 42 008 19 722 1 436 10 756 9 308 1 405 III – 2012 93 560 42 097 21 154 2 687 14 114 10 069 1 397 IV – 2012 91 704 43 489 23 800 5 338 16 557 11 023 1 712 I – 2013 88 504 51 940 28 393 6 822 22 333 13 356 1 691 II – 2013 99 747 54 278 29 429 5 819 20 620 13 151 1 894 III – 2013 92 476 57 078 30 584 8 214 9 754 14 252 2 219 IV – 2013 107 729 62 128 24 361 9 062 23 927 13 984 2 795 I – 2014 107 823 81 850 7 462 8 341 21 702 14 191 2 575 II – 2014 111 401 81 878 16 469 8 714 21 218 15 268 2 740 III – 2014 108 749 81 875 26 640 12 597 19 611 16 569 2 818 IV – 2014 110 048 81 016 37 405 18 809 19 218 17 111 3 845 I – 2015 118 497 81 068 11 976 17 591 17 697 16 965 9 220 a(Q – Y): Quarter – Year

bSampel Bank Umum Syariah; BSM: Bank Syariah Mandiri, BRIS: Bank Rakyat Indonesia Syariah, BNIS: Bank Negara Indonesia Syariah, BPS: Bank Panin Syariah, BMS: Bank Mega Syariah, BBS: Bank Bukopin Syariah, BCAS: Bank Central Asia Syariah.

Sumber: Laporan keuangan triwulan I 2011 – triwulan I 2015 (diolah)

Perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) Riil di Indonesia

Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu periode tertentu. PDB yang digunakan dalam penelitian ini adalah PDB riil atau PDB atas dasar harga konstan yang menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar perhitungannya. Periode tahun yang digunakan sebagai dasar penghitungan PDB dalam penelitian ini adalah tahun 2010.

Pada Gambar 4, dapat dilihat bahwa selama periode triwulan I 2011 sampai dengan triwulan I 2015, PDB riil di Indonesia mengalami tren perkembangan yang positif dengan rata-rata PDB riil selama periode tersebut sebesar Rp 1 994.04 triliun. Pada triwulan III 2014, jumlah PDB riil merupakan yang tertinggi yakni sebesar Rp

28

2 206.88 triliun, sedangkan jumlah PDB riil terendah terjadi pada triwulan I 2011 sebesar 1 748.73 triliun.

Sumber: Badan Pusat Statistik 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 (diolah)

Gambar 5 Perkembangan PDB riil di Indonesia periode triwulan I 2011 – triwulan I 2015

Laju Inflasi

Inflasi berpengaruh pada kemampuan daya beli masyarakat sehingga semakin tinggi tingkat inflasi tanpa diimbangi dengan peningkatan pendapatan, maka kemampuan daya beli masyarakat akan menurun. Jika kemampuan daya beli masyarakat menurun, maka alokasi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi meningkat dan tingkat saving atau investasi menurun. Pada Gambar 5, terlihat bahwa selama periode triwulan I 2011 sampai dengan triwulan I 2015, tingkat inflasi tidak menunjukkan tren tetapi berfluktuasi dengan persentase rata-rata sebesar 5.86%. Tingkat inflasi tertinggi terjadi pada triwulan III 2013 sebesar 8.4%, sedangkan tingkat inflasi terendah terjadi pada triwulan IV 2011 sebesar 3.79%.

Sumber: Bank Indonesia 2011, 2012, 2013, 2014, 2015 (diolah)

Gambar 6 laju inflasi di Indonesia periode triwulan I 2011 – triwulan I 2015 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 laj u in flasi ( %) Periode (triwulan) 0 500 1000 1500 2000 2500 P DB r iil ( R p tr iliu n ) periode (triwulan)

29

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Model Estimasi

Pemilihan jenis model estimasi data panel terbaik yang digunakan dalam analisis didasarkan pada dua uji, yaitu uji Chow dan uji Hausman. Uji Chow digunakan untuk mengetahui model terbaik antara PLS atau FEM. Hasil uji Chow menunjukkan bahwa nilai probabilitas Cross-section F (0.000000), kurang dari taraf nyata (0.05), sehingga dapat disimpulkan hasil estimasi dengan FEM lebih baik dari PLS. Selanjutnya dilakukan uji Hausman untuk mengetahui model terbaik antara FEM atau REM. Hasil uji Hausman menunjukkan nilai probabilitas Cross-section random (0.000000), kurang dari taraf nyata (0.05), sehingga dapat disimpulkan hasil estimasi dengan FEM lebih baik dari REM. Hasil uji Chow dan uji Hausman masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5.

Hasil Pengujian Validitas

Setelah melakukan pemilihan metode terbaik, maka langkah selanjutnya dalam mengevaluasi hasil regresi adalah mendeteksi permasalahan yang mungkin terjadi dalam model. Suatu model regresi yang dikatakan layak jika memenuhi persyaratan pada uji validitas atau uji asumsi klasik sehingga model tersebut dapat dikatakan sebagai model yang bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Model yang memenuhi uji asumsi klasik adalah model yang terhindar dari masalah heteroskedastisitas, autokorelasi, dan multikolinieritas serta memiliki sebaran residual yang normal.

Heteroskedastisitas dapat diketahui dengan membandingkan nilai Sum Square Resid pada Weighted Statistic dengan nilai Sum Square Resid pada Unweighted Statistic. Jika nilai Sum Square Resid pada Weighted Statistic lebih kecil dari nilai

Sum Square Resid pada Unweighted Statistic, maka terjadi heteroskedastisitas. Setelah memberikan pembobotan cross-section SUR pada model, dapat dilihat pada Tabel 7, nilai Sum Square Resid pada Weighted Statistic (114.3518) lebih dari nilai

Sum Square Resid pada Unweighted Statistic (3.466533), sehingga dapat disimpulkan bahwa model terbebas dari masalah heteroskedastisitas.

Uji asumsi klasik yang kedua adalah uji autokorelasi. Masalah autokorelasi dapat dideteksi melalui nilai Durbin Watson. Suatu model dikatakan terbebas dari masalah autokorelasi jika nilai Durbin Watson (DW stat) berada pada selang DU < DW stat < 4-DU. Untuk jumlah observasi sebanyak 119 dengan variabel independen sebanyak 5 dan taraf nyata 5%, maka nilai batas bawah (DL) dan nilai batas atas (DU) pada tabel Durbin Watson masing-masing sebesar 1.6145 dan 1.7892. Pada Tabel 7 diperoleh nilai Durbin-Watson stat pada Weighted Statistics

sebesar 1.568640 dimana nilai tersebut berada di antara DL dan DU (1.6145 < 1.568640 < 1.7892) yang berarti tidak ada kesimpulan. Namun, karena pada model tersebut menggunakan metode Estimated Generalized Least Square (EGLS) dengan pembobot cross-section SUR, maka masalah autokolerasi langsung dapat terkoreksi sehingga model terbebas dari masalah autokolerasi.

Uji asumsi klasik selanjutnya adalah uji multikolinieritas. Model yang BLUE merupakan model yang variabel-variabel independennya tidak berkorelasi satu sama lain atau nilai korelasinya kurang dari 0.8. Hasil uji multikolinieritas berupa

30

tabel matriks korelasi dapat dilihat pada Lampiran 6. Dari tabel matriks korelasi tersebut menunjukkan nilai korelasi antara variabel secara keseluruhan kurang dari 0.8, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas pada model.

Pengujian asumsi klasik terakhir yaitu uji normalitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah error term atau residual terdistribusi normal atau tidak. Hasil uji normalitas pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera sebesar 0.440329 atau lebih dari taraf nyata (0.05), sehingga dapat disimpulkan bahwa residual telah terdistribusi normal.

Hasil Estimasi Model

Berdasarkan pengujian asumsi klasik yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa estimasi model telah memenuhi persyaratan yang ada untuk dikatakan sebagai model yang memiliki sifat BLUE. Setelah melakukan pengujian asumsi klasik, maka dapat ditentukan bahwa model estimasi yang terbaik dalam penelitian ini adalah Fix Effect Model (FEM) dengan pembobotan cross-section SUR. Pembobotan cross-section SUR digunakan untuk memberikan estimasi yang layak sekaligus mengoreksi heteroskedastisitas dan autokorelasi pada model (EViews 8

Users Guide II). Hasil estimasi model faktor-faktor yang memengaruhi jumlah deposito mudharabah periode triwulan I 2011 sampai dengan triwulan I 2015 tersaji pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil estimasi variabel yang memengaruhi jumlah deposito mudharabah

menggunakan model FEM dengan pembobotan cross-section SUR Variabel Koefisien t-Statistik Probabilitas

PDB riil (lnPDB) 3.252722** 13.08126 0.0000 Inflasi (INF) 0.010545 1.520499 0.1313 Bagi hasil (lnBH) 0.497376** 16.57247 0.0000 FDR -0.003341** -3.801443 0.0002 NPF -0.066882** -5.937296 0.0000 Konstanta (C) -96.92557 -11.63301 0.0000 Weighted Statistics

R-squared 0.992545 Mean dependent var 243.4528

Adjusted R-squared 0.991779 S.D. dependent var 177.6028

S.E. of regression 1.033784 Sum squared resid 114.3518 F-statistik 1295.116 Durbin-Watson stat 1.568640 Probabilitas (F-statistik) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.978312 Mean dependent var 28.93433

Sum squared resid 3.466533 Durbin-Watson stat 0.950765

Sumber: output EViews 8

31 Sebelum melakukan interpretasi hasil estimasi, tahapan selanjutnya adalah melakukan pengujian kriteria statistik yang terdiri dari koefisien determinansi (R2), uji-F, dan uji-t. Pada Tabel 7, dapat dilihat bahwa nilai adjusted R-Squared sebesar 0.991779 menunjukkan bahwa variabel-variabel independen dalam model dapat menjelaskan 99.1779% dari model dependen secara keseluruhan, sedangkan 0.8221% sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Pada Tabel 7 juga dapat dilihat bahwa nilai probabilitas F-statistik yang diperoleh sebesar 0.000000, kurang dari taraf nyata (0.05), artinya variabel-variabel dalam model secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap jumlah deposito mudharabah.

Hasil uji t untuk mengindikasi pengaruh parsial variabel independen pada Tabel 7 menunjukkan bahwa variabel PDB riil, bagi hasil, FDR, dan NPF berpengaruh signifikan terhadap jumlah deposito mudharabah pada taraf nyata 1%, sedangkan variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah deposito

mudharabah karena memiliki probabilitas yang lebih dari taraf nyata 1%. Nilai yang positif pada koefisien regresi variabel PDB dan bagi hasil menunjukkan bahwa variabel PDB riil dan bagi hasil memiliki pengaruh yang positif terhadap jumlah deposito mudharabah, yang artinya peningkatan PDB riil dan bagi hasil akan meningkatkan jumlah deposito mudharabah. Sementara, nilai yang negatif pada koefisien regresi variabel FDR dan NPF menunjukkan bahwa variabel FDR dan NPF berpengaruh negatif terhadap jumlah deposito mudharabah, yang artinya peningkatan FDR dan NPF akan menurunkan jumlah deposito mudharabah.

Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Deposito Mudharabah Pengaruh PDB Riil terhadap Jumlah Deposito Mudharabah

Hasil estimasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel PDB riil berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1%. Nilai koefisien variabel PDB riil sebesar 3.252722, artinya setiap kenaikan PDB riil sebesar 1% akan menaikkan jumlah deposito mudharabah sebesar 3.252722% dengan asumsi ceteris paribus. Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa masyarakat dengan pendapatan yang semakin tinggi, akan cenderung meningkatkan proporsi pendapatannya untuk ditabung atau diinvestasikan (Keynes dalam Mankiw 2006). Kecenderungan masyarakat Indonesia untuk menyimpan dananya pada produk keuangan bank ketika pendapatan naik didukung oleh hasil survei yang dilakukan Citi Financial Quotient atau Citi FinQ (Sulaiman 2015). Hasil survei tersebut menemukan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memilih produk uang tunai seperti tabungan dan deposito sebagai sarana untuk menyimpan atau menginvestasikan dananya, disusul dengan investasi real estate/properti dan produk asuransi. Salah satu alasan sebagian besar masyarakat memilih produk uang tunai (tabungan dan deposito) karena dana dapat diambil kapan saja jika dibutuhkan atau dengan kata lain untuk menghindari risiko likuiditas. Hasil survei juga menemukan bahwa tingkat pemahaman masyarakat Indonesia dalam berinvestasi mengalami peningkatan dan bahkan merupakan yang tertinggi di antara negara Singapura, Filipina, Taiwan, dan Australia (Sulaiman 2015). Hal tersebut menjadi peluang sekaligus tantangan bagi industri perbankan syariah untuk meningkatkan inovasi-inovasi produk keuangan syariah serta meningkatkan efektivitas promosi untuk menjaring nasabah baru.

32

Pengaruh Inflasi terhadap Jumlah Deposito Mudharabah

Hasil estimasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah deposito mudharabah. Hal ini terlihat dari nilai probibalitas sebesar 0.1313, lebih dari taraf nyata 5%. Hasil estimasi ini tidak sesuai dengan teori dan hipotesis penelitian yang menjelaskan bahwa inflasi akan menyebabkan masyarakat enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun (Huda et.al 2009). Hasil estimasi ini juga tidak sejalan dengan penelitian Muttaqiena (2013) yang menemukan bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap penghimpunan DPK perbankan syariah. Namun, hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian Novianto dan Hadiwidjojo (2013) yang menemukan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh terhadap penghimpunan deposito mudharabah. Hal ini diduga karena nasabah deposito mudharabah merupakan nasabah yang bermotif investasi untuk masa depan dan berharap keuntungan (bagi hasil) yang diperoleh dapat menutupi penurunan nilai uang akibat inflasi. Jangka waktu pencairan dana yang relatif lama dan hanya bisa diambil saat jatuh tempo juga menjadi alasan bahwa nasabah tidak dapat sewaktu-waktu mencairkan dananya (untuk jangka pendek) walaupun terjadi inflasi yang tinggi pada bulan-bulan tertentu.

Pengaruh Bagi Hasil terhadap Jumlah Deposito Mudharabah

Hasil estimasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel bagi hasil berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 1%. Nilai koefisien variabel bagi hasil sebesar 0.497376, artinya setiap kenaikan bagi hasil sebesar 1% akan menaikkan jumlah deposito mudharabah sebesar 0.497376% dengan asumsi ceteris paribus. Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa nasabah pada umumnya menginvestasikan dananya pada produk investasi untuk memperoleh keuntungan, sehingga untuk menarik nasabah agar menanamkan dananya, lembaga keuangan menawarkan rangsangan berupa bunga atau nisbah bagi hasil dari keuntungan yang diperoleh pihak bank (Kasmir 2004). Jika jumlah bagi hasil yang dibagikan semakin besar, maka deposan akan semakin tertarik untuk menginvestasikan dananya pada produk deposito mudharabah. Hasil estimasi ini menunjukkan bahwa jumlah bagi hasil masih menjadi salah satu motivasi nasabah untuk menginvestasikan dananya pada produk deposito mudharabah dengan besaran/nominal tertentu.

Hasil estimasi ini sejalan dengan penelitian Ali et.al (2012) yang menemukan bahwa tingkat bagi hasil atau rate of return (ROR) berpengaruh positif terhadap jumlah deposito mudharabah di Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah bagi hasil masih menjadi faktor utama nasabah dalam menginvestasikan dananya pada produk deposito mudharabah baik di Malaysia ataupun di Indonesia. Hasil estimasi ini juga sejalan dengan penelitian Mardiansyah (2004) yang menemukan bahwa nisbah laba per DPK berpengaruh positif terhadap DPK perbankan syariah. Nilai koefisien variabel bagi hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien variabel PDB riil pada hasil estimasi, mengindikasikan bahwa nasabah deposito

mudharabah masih didominasi oleh nasabah emosionalnya dibandingkan dengan nasabah rasionalnya. Pendapatan yang tinggi masih menjadi motif dominan bagi nasabah untuk menginvestasikan dananya dibandingkan dengan motif karena jumlah bagi hasil yang dibagikan kepada nasabah.

33 Pengaruh FDR terhadap Jumlah Deposito Mudharabah

Hasil estimasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel FDR berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 5%. Nilai koefisien variabel FDR sebesar 0.003341, artinya setiap kenaikan FDR sebesar 1% akan menurunkan jumlah deposito mudharabah sebesar 0.003341% dengan asumsi ceteris paribus.

Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa likuiditas dana sangat penting bagi bank dalam memenuhi kebutuhan dana yang mendesak, memuaskan permintaan nasabah terhadap pembiayaan, dan memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi yang menarik dan menguntungkan (Antonio 2001). Nilai FDR yang tinggi merupakan risiko likuiditas yang biasanya dihindari bagi nasabah penabung. Nilai FDR yang semakin tinggi menunjukkan kemampuan bank dalam mencairkan dana semakin rendah karena dana-dana tersebut disalurkan dalam bentuk pembiayaan.

Nilai FDR yang tinggi juga menunjukkan loyalitas bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan, sehingga risiko bank untuk memperoleh keuntungan atau bahkan risiko terjadinya pembiayaan bermasalah juga semakin tinggi. Hasil estimasi ini juga sejalan dengan penelitian Mirza (2015) yang menemukan bahwa variabel FDR berpengaruh negatif terhadap jumlah tabungan anggota BMT. Secara tidak langsung, hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa sebagian besar motif dan karakter nasabah deposito mudharabah tidak berbeda jauh dengan nasabah penabung yaitu cenderung menghindari risiko likuiditas jika sewaktu-waktu membutuhkan pencairan dana untuk jangka pendek.

Pengaruh NPF terhadap Jumlah Deposito Mudharabah

Hasil estimasi pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel NPF berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 1%. Nilai koefisien variabel NPF sebesar 0.066882, artinya setiap kenaikan NPF sebesar 1% akan menurunkan jumlah deposito mudharabah sebesar 0.066882% dengan asumsi ceteris paribus.

Hasil estimasi ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa semakin tinggi NPF, maka bank syariah kehilangan kesempatan untuk memperoleh income berupa bagi hasil atau marjin yang berakibat pada penurunan pendapatan secara total (Ismail 2011). Jika hal tersebut terjadi, maka kesempatan deposan memperoleh keuntungan yang lebih besar juga semakin turun.

Dokumen terkait