• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Pembahasan

2.1. Gambaran Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dan Kepatuhan Perawat

Fungsi manajemen kepala ruangan adalah suatu proses bekerja dengan dengan staf keperawatan untuk mengelola pelayanan keperawatan di suatu ruang rawat inap dengan melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian (Swansburg, 2000).

Hasil analisa univariat yang diperoleh dari penelitian menunjukkan bahwa fungsi manajerial kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial menurut persepsi perawat pelaksana di ruangan sudah baik (65,7%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handiyani (2004) yang menyatakan bahwa fungsi manajerial kepala ruangan yang baik berpeluang meningkatkan keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial di ruangan. Menurut Fayol (1949 dalam Robins & Coulter, 2007) menyatakan tiap fungsi-fungsi manajemen mencerminkan inti dari proses manajemen secara akurat dalam menjalankan suatu kegiatan di organisasi dan saling berhubungan yang berarti bahwa keberhasilan penerapan pengendalian infeksi nosokomial berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan dan pengendalian dari kepala ruangan yang mengatur organisasi serta aktivitas-aktivitas keperawatan yang berkaitan dengan pengendalian infeksi nosokomial.

Longest (1996 dalam Handiyani, 2004) mendukung hasil penelitian yang menekankan bahwa adanya saling ketergantungan antara fungsi manajemen karena kegiatan manajemen dapat dilihat dari fungsi tersebut. Masalah akan muncul bila proses manajemen dilihat secara terpisah. Namun, Longest juga

menampilkan setiap fungsi secara simultan dan sebagai bagian dari mozaik fungsi yang saling berhubungan.

Gambaran fungsi manajerial kepala ruang rawat inap yang baik ini dapat dilihat dari gambaran hasil univariat tiap fungsi manajerial kepala ruangan yaitu fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian yang hampir seluruh responden menyatakan baik. Keberhasilan fungsi manajerial kepala ruangan yang baik dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial dapat dilihat dari hasil analisis univariat tiap fungsi manajerial berikut dijelaskan.

Fungsi perencanaan kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di ruang rawat inap menurut 45 perawat pelaksana baik (67,2%) yang mencakup kegiatan menginformasikan tindakan invasif, menginformasikan penggunaan alat steril, dan menginformasikan perencanaan jumlah tenaga keperawatan diruangan sehingga faktor keperawatan dapat diminimalkan dalam penyebaran infeksi nosokomial.

Hasil penelitian fungsi perencanaan ini sejalan dengan hasil penelitian Handiyani (2004), kepala ruangan yang melakukan perencanaan yang baik berpeluang meningkatkan keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial.

Pengorganisasian kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di ruangan berhubungan dengan uraian tugas perawat di ruangan, wewenang dan tanggung jawab kepala ruangan terhadap perawat, kerja sama kepala ruangan dengan perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial, dan pendelegasian tanggung jawab (Darmadi, 2008).

Kegiatan fungsi pengorganisasian kepala ruangan berdasarkan pernyataan di atas menurut 41 orang perawat pelaksana sudah baik (61,2%), dan 26 perawat pelaksana sudah cukup (38,8%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Handiyani (2004), bahwa dalam pengorganisasian pengendalian infeksi nosokomial terdapat beberapa kendala seperti komitmen pimpinan rumah sakit dan profesionalisme.

Penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan bahwa pengorganisasian pengendalian infeksi nosokomial sudah terbentuk dan sudah ada tim atau panitia pengendalian infeksi nosokomial sehingga dari segi komitmen pimpinan rumah sakit dan profesionalisme kepala ruangan terlihat dari item pernyataan yang menyatakan uraian tugas dalam tindakan pengendalian infeksi nosokomial di ruangan sudah diatur oleh kepala ruangan yang hampir seluruh responden menjawab setuju (50,7%). Kendala dalam melaksanakan pengendalian infeksi nosokomial adalah kurangnya pelatihan infeksi nosokomial yang diikuti oleh perawat pelaksana sehingga mempengaruhi perilaku perawat dalam menjalankan pelayanan keperawatan.

Kegiatan kepala ruangan setelah menyusun uraian tugas, dan pembagian wewenang dan tanggung jawab maka kepala ruangan akan menentukan jumlah dan jenis perawat yang dibutuhkan. Kegiatan ini disebut fungsi pengaturan staff. Fungsi pengaturan staf kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial berhubungan dengan penempatan pasien menurut tingkat kegawatan, pembagian jumlah perawat di ruangan, mengatur tugas perawat di ruangan sesuai dengan kondisi pasien serta mengatur beban kerja perawat agar tidak melebihi dari tanggung jawab kerja dalam asuhan keperawatan (Darmadi,2008).

Fungsi pengaturan staf kepala ruangan diperoleh menunjukkan bahwa kegiatan pengaturan staf kepala ruangan sesuai pernyataan diatas menurut 37 orang perawat pelaksana sudah cukup (55,2%), dan 27 perawat pelaksana menyatakan baik (40,3%). Fungsi pengaturan staf kepala ruangan yang cukup dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial dapat terlihat dari pernyataan perawat di RSUP H. Adam Malik Medan setuju dalam penempatan pasien sesuai dengan tingkat kegawatan pasien, pengaturan tugas perawat, dan beban kerja perawat yang tidak melebihi dari tanggung jawab.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahayu (2006) karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih giat bekerja dan menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif karena karakteristik pekerjaan membuat pekerjaan lebih berarti. Karakteristik pekerjaan merupakan inti pekerjaan yang berisi sifat-sifat tugas yang mempengaruhi sikap dan perilaku perawat.

Hasil univariat fungsi pengaturan staf kepala ruangan yang cukup dapat dilihat dari karakteristik responden di ruang rawat inap yang memiliki lama bekerja lebih dari lima tahun (82,1%), seluruh responden merupakan pegawai (94%) serta pembagian jumlah perawat yang seimbang di ruangan sehingga meminimalkan faktor keperawatan yang mempengaruhi infeksi nosokomial (Darmadi, 2008). Hal ini terlihat dari pernyataan responden yang hampir seluruhnya (50,7%) setuju dengan pengaturan staf berdasarkan jumlah pasien.

WHO (2002) dalam jurnal Prevention of Hospital-Acquired Infection menyatakan bahwa kepala ruangan bertanggung jawab dalam mengarahkan stafnya untuk melakukan tindakan pengendalian infeksi nosokomial seperti

penerapan tindakan aspetik. Peran kepala ruangan ini berkaitan dengan fungsi manajerial kepala ruangan yang keempat yaitu fungsi kepemimpinan.

Fungsi kepemimpinan kepala ruangan menurut persepsi perawat pelaksana tentang pengendalian infeksi nosokomial di ruang rawat inap sudah baik (55,2%), dan perawat pelaksana yang lain memberikan jawaban kepemimpinan kepala ruangan sudah cukup (41,8%), sedangkan perawat yang memberikan jawaban kepemimpinan kepala ruangan kurang hanya 3,0%.

Fungsi kepemimpinan kepala ruangan yang baik ini mempengaruhi motivasi perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik. Motivasi yang diberikan dapat mempengaruhi seorang perawat dalam melaksanakan suatu tugas dan tanggung jawab perawat. Fungsi kepemimpinan kepala ruangan yang baik ini sejalan dengan penelitian Handiyani (2004) yang menyatakan kemampuan kepala ruangan dalam mengarahkan stafnya dengan baik akan berpeluang meningkatkan keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial.

Berdasarkan teori yang ada, kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk menentukan dan mencapai tujuan. Kepemimpinan juga berfokus pada menciptakan suasana yang kondusif agar pekerjaan dapat terselesaikan dan memotivasi staf. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga dalam diri individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarahkan perilaku (Marquis, 2010).

Pemimpin atau kepala ruangan juga berperan sebagai model peran, pendengar, pemberi dukungan ,pemberi semangat bagi pegawai yang kurang termotivasi, sebagai pemecah masalah dengan menggunakan komunikasi efektif, dan melakukan kolaborasi dan koordinasi jika diperlukan (Swansburg, 2000).

Fungsi kepemimpinan kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial berhubungan dengan kemampuan kepala ruangan dalam menyelesaikan masalah infeksi nosokomial di ruangan, mengkomunikasikan teknik aseptik dan antiseptik di ruangan, membimbing perawat dalam tindakan invasif, dan mengarahkan perawat untuk menggunakan sarung tangan (Darmadi, 2008).

Keberhasilan fungsi ini semakin didukung dengan kemampuan kepala ruangan yang bertindak sebagai manajer dalam menciptakan lingkungan yang memotivasi perawat pelaksana dalam mencipatkan lingkungan yang aman bagi pasien dalam proses keperawatan (Potter & Perry, 2005).

Lingkungan yang aman bagi pasien dapat tercipta dari peran perawat sebagai anggota dari tim pengendalian infeksi yang bertanggung jawab untuk mengidentifikasi infeksi nosokomial, surveilans infeksi di rumah sakit, dan memastikan kepatuhan perawat dengan menggunakan metode bukti penelitian, praktisi, dan keefektifan biaya (Brooker, 2008 dan WHO, 2002).

Peran dan tanggung jawab perawat diatas dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial sangat erat kaitannya dengan fungsi pengendalian kepala ruangan. Fungsi pengendalian kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial berhubungan dengan kepala ruangan melaporkan kejadian infeksi nosokomial setiap bulan, menghitung lama hari rawat, mengontrol kondisi ruangan, dan melakukan supervisi langsung terhadap tindakan asuhan keperawatan yang invasif dan non-invasif (Darmadi, 2008).

Kegiatan fungsi pengendalian kepala ruangan sesuai pernyataan diatas menurut 35 orang perawat pelaksana sudah cukup (55,2 %), dan 31 orang perawat

pelaksana menyatakan baik (46,3%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handiyani (2004) menyatakan bahwa fungsi pengendalian kepala ruangan yang baik berpeluang meningkatkan keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial.

Keberhasilan fungsi manajerial kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial di ruang rawat inap akan terlihat dari sikap dan perilaku perawat terutama perilaku kepatuhan. Kepatuhan perawat merupakan perilaku perawat sebagai seorang professional terhadap suatu anjuran, prosedur, atau peraturan yang harus dilakukan atau ditaati (Setiadi, 2007). Perilaku kepatuhan ini akan optimal jika perawat itu sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan (Sarwono, 1997).

Gambaran kepatuhan perawat berdasarkan analisis univariat perawat di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh bahwa seluruh perawat pelaksana yang menjadi responden mempersepsikan perilakunya dalam melaksanakan prosedur/tindakan sesuai aturan dan standar yang telah ditetapkan dalam pengendalian infeksi nosokomial di ruangan adalah patuh (98,5%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handiyani (2004) bahwa perilaku patuh perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial dipengaruhi oleh pengetahuan perawat dan Darmadi (2008) menyatakan bahwa faktor keperawatan yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial adalah kemampuan dalam menjalankan serta mempraktikkan teknik aseptik.

Persepsi perawat tentang kepatuhan mereka dapat dilihat dari distribusi responden yang hampir seluruhnya berjenis kelamin perempuan (92,5%). Menurut Smet (1994 dalam Rohani, 2008) menyatakan bahwa kaum perempuan lebih

patuh dalam menerapkan standar pengendalian infeksi nosokomial di ruangan dan lebih sabar di bandingkan laki-laki, karena sesuai dengan kodratnya wanita lebih sabar dalam menjalankan prosedur yang ada.

Persepsi perawat tentang kepatuhan mereka dapat dilihat dari distribusi responden yang rerata lama bekerja perawat di ruangan adalah < 5 tahun (82,1%) dan status kepegawaian perawat yang paling banyak adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 95,5% yang mempengaruhi kepatuhan perawat karena berhubungan dengan sikap dan kemampuan perawat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Anderson (2004 dalam Rohani, 2008) yang menyatakan bahwa makin lama pengalaman kerja seseorang, maka semakin terampil petugas tersebut. Biasanya seseorang sudah lama bekerja pada bidang tugasnya, makin mudah ia memahami tugas, sehingga memberi peluang orang tersebut untuk meningkatkan prestasinya serta beradaptasi dengan dimana ia berada.

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hayat (2005 dalam Rohani, 2008) yang menyatakan bahwa lama kerja petugas kesehatan yang sudah lama menunjukkan tindakan kepatuhan lebih baik. Lama bekerja akan membuat petugas kesehatan meningkatkan efektifitasnya karena sudah sering dan terlatih dalam menerapkan standar di ruangan. Berdasarkan kedua pernyataan dapat disimpulkan jika masa kerja lebih lama dan merupakan pegawai maka kepatuhan dalam menerapkan pengendalian infeksi nosokomial di ruangan baik, karena semakin lama bekerja akan menambah pengetahuan dan kemahiran dalam melakukan tindakan-tindakan infeksi nosokomial.

Berdasarkan distribusi responden jenis kelamin, status kepegawaian, dan lama bekerja dapat mempengaruhi keberhasilan fungsi manajerial dan kepatuhan

dalam menerapkan tindakan-tindakan pengendalian infeksi nosokomial karena mempengaruhi prestasi kerja perawat pelaksana (Handiyani, 2004).

2.2 Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat

Dokumen terkait