• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan

2. Pembahasan

2.2. Hubungan Fungsi Manajerial Kepala Ruangan dengan Tingkat

Upaya peningkatan kualitas keperawatan yang sangat penting dilakukan adalah manajemen keperawatan dan pengendalian infeksi nosokomial. Manajemen keperawatan adalah aktivitas-aktivitas upaya keperawatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian (Swansburg, 2000). Aktivitas-aktivitas keperawatan yang dilakukan berhubungan dengan peran perawat yang bertindak sebagai pelaksana terdepan dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial (Potter & Perry, 2005).

Hubungan antara fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial menggunakan uji spearman. Hasil analisis bivariat diperoleh nilai significancy (p) adalah 0,014 yang menunjukkan ada hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial dengan nilai korelasi (r) adalah 0,298. Hubungan ini sudah terlihat dari analisis univariat dimana fungsi manajerial kepala ruangan terhadap pengendalian infeksi nosokomial yang baik dapat terlihat dari perilaku perawat yang seluruhnya patuh terhadap penerapan pengendalian infeksi nosokomial yang telah direncanakan oleh kepala ruangan dengan prosentase 98,5% dan tidak patuh hanya 1,5%.

Hasil analisis bivariat penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Kusmayati (2004) yang melakukan penelitian dengan kelima komponen fungsi manajemen didapatkan nilai p>0,05 yang berarti tidak ada hubungan secara signifikan dengan kepatuhan perawat pelaksana. Hasil bivariat penelitian ini sejalan dengan teori Sarwono (1997) yang menyatakan bahwa perilaku kepatuhan akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi. Motivasi dapat diartikan sebagai tenaga dalam diri individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarahkan perilaku (Marquis, 2010).

Hubungan fungsi manajerial kepala ruangan dengan tingkat kepatuhan perawat dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial semakin jelas terlihat dari teori-teori yang mendukung dari kelima fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengaturan staf, kepemimpinan, dan pengendalian. Kelima fungsi ini berdasarkan penjelasan sebelumnya berhubungan satu sama lain yang tidak dapat dilihat secara terpisah dan mencerminkan proses manajemen itu sendiri. Pertama, fungsi perencanaan kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial merupakan suatu kegiatan yang menginformasikan prosedur kerja tindakan invasif, menginformasikan penempatan pasien sesuai dengan kondisi penyakitnya, menginformasikan penggunaan alat steril, dan menginformasikan perencanaan jumlah tenaga keperawatan di ruangan (Darmadi, 2008).

Fungsi perencanaan merupakan proses yang sangat penting yang berfungsi mengarahkan semua fungsi lainnya sehingga kebutuhan serta tujuan individu dan organisasi dapat tercapai. Perencanaan menghasilkan suatu prosedur yang

merupakan metode yang dapat diterima dalam melaksanakan tugas yang akan diaplikasikan dan mengarahkan praktisi yang memberikan pelayanan (Marquis, 2010).

Swansburg (2000) menyatakan bahwa perencanaan merupakan kunci dari keperawatan yang memberikan arah, keterpaduan, dan kepercayaan yang dapat menyebabkan semua personel keperawatan berfokus pada tujuan umum dan khusus yang dapat merangsang motivasi perawat untuk melaksanakan tujuan dari rencana tersebut sehingga kepala ruangan berhasil mengatur personel keperawatan dan sumber material untuk mencapai tujuan dari pelayanan keperawatan.

Fungsi manajemen yang kedua yaitu fungsi pengorganisasian merupakan langkah kepala ruangan untuk menetapkan, menggolongkan, dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang untuk mencapai tujuan organisasi (Muninjaya 2004). Fungsi pengorganisasian merupakan tanggung jawab kepala ruangan di unit kerjanya.

Urwick dalam Swansburg (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian merupakan proses membuat mesin yang memungkinkan seseorang menyampaikan pendapat pribadinya dan meminimalkan pendapat pribadi tersebut untuk mencapai tujuan organisasi. Pengorganisasian harus menggambarkan setiap bagian perawat yang termasuk dalam struktur dalam pola sosial umum, tanggung jawab, hubungan, standar kinerja, dan pekerjaan perawat tiap unit serta perilaku perawat.

Penjelasan pernyataan diatas juga dijelaskan oleh Max Weber (1920 dalam Marquis, 2010) yang menyatakan bahwa dalam suatu struktur organisasi terdapat suatu rantai komando yang jelas, peraturan dan regulasi, spesialisasi kerja,

pembagian kerja, kewenangan dan otonomi, dan hubungan yang tidak melibatkan perasaan yang mengendalikan stafnya agar menghasilkan kepatuhan staf secara legal yang kemudian akan menghasilkan perawatan pasien yang lebih efektif.

Ting dan Yuan (1997 dalam Subyantoro) yang menyatakan bahwa karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara teman sekerja dan supervisor akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku individu terutama kepatuhan perawat. Fungsi pengorganisasian di ruangan akan membentuk suatu unit komunitas yang terdiri dari dua orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan, pemikiran integritas antar anggota yang kuat, adanya struktur, adanya interaksi, kebersamaan yang disebut sebagai karakteristik kelompok. Rusmana (2008) menyatakan bahwa adanya tekanan kelompok dalam mencapai suatu tujuan bersama akan menyebabkan individu mengikuti perilaku mayoritas kelompok.

Kegiatan pelayanan keperawatan bergantung pada kualitas perawat yang bertugas selama 24 jam terus-menerus di ruang rawat inap. Upaya peningkatan mutu pelayanan yang diperlukan adalah dukungan sumber daya manusia yang mampu mengemban tugas dan mengadakan perubahan. Hal ini akan dapat terlaksana dengan baik diperlukan adanya perencanaan, baik jumlah maupun klasifikasi tenaga kerja, serta pendayagunaan tenaga kerja sesuai dengan sisitem pengelolaan yang ada (Swansburg, 2000). Fungsi manajerial kepala ruangan yang ketiga yang akan dibahas adalah fungsi pengaturan staf.

Swansburg (2000) menyatakan bahwa kebutuhan akan staf keperawatan dipengaruhi oleh karakteristik populasi pasien yang ditentukan oleh jumlah dan kemampuan staf medis. Kebutuhan akan perawat pada pelayanan akan

mempengaruhi kualitas dan kuantitas personel keperawatan dan mempengaruhi penempatan.

Marquis (2010) menyatakan bahwa suatu organisasi keperawatan akan menjadi efektif bila perekrutan yang dilakukan oleh kepala ruangan dapat menimbulkan kecocokan di antara perawat dengan tujuan yang dicari oleh perawat tersebut dan hal yang ditawarkan oleh organisasi sehingga semakin besar kemungkinan perawat tersebut akan bertahan. Pengaturan staf yang salah dapat menimbulkan perilaku perawat yang tidak sesuai dengan tujuan seperti perilaku tidak patuh.

Teori Marquis semakin ditegaskan dengan pernyataan pengaturan staf yang rendah menurut Swansburg (2000) akan mempunyai efek yang negatif terhadap moral staf, kualitas pelayanan keperawatan, dan modalitas praktik keperawatan. Hal tersebut dapat menurunkan jumlah pasien, penurunan kehadiran, kebosanan, ketidakpuasan dan akan mempengaruhi pengendalian infeksi nosokomial yang berkaitan dengan beban kerja perawat.

Fungsi manajerial kepala ruangan yang keempat adalah fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap bertindak sebagai manajer yang membuat tanggung jawab, membuat unit kerja, mendengar, berbicara, membujuk dan dibujuk, menggunakan kebijaksanaan bersama untuk membuat keputusan. Kepala ruangan di ruang rawat inap merupakan posisi kepemimpinan yang paling berpengaruh dan sebagai manajer yang mampu merangsang motivasi tenaga perawat dan perilaku perawat (Swansburg, 2000).

Marquis (2010) berpendapat bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi kelompok untuk menentukan dan mencapai tujuan. Kepemimpinan juga berfokus pada menciptakan suasana yang kondusif agar pekerjaan dapat terselesaikan dan memotivasi perawat. Motivasi yang diberikan oleh manajer dapat diartikan sebagai tenaga manajer yang dapat mempengaruhi dan mengarahkan perilaku stafnya.

Fungsi manajerial kepala ruangan yang terakhir dan merupakan evaluasi dari seluruh kegiatan adalah fungsi pengendalian. Fungsi pengendalian sangat penting dilakukan karena dapat memberi gambaran kualitas pelayanan rumah sakit khususnya pelayanan keperawatan. Kegiatan pengendalian merupakan suatu proses pemberian berbagai sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam mencapai tujuan organisasi. Tujuan dari pengendalian keperawatan adalah pemenuhan dan peningkatan kepuasan pelayanan pada pasien dan keluarganya. Pengendalian difokuskan pada kebutuhan, keterampilan, dan kemampuan untuk melakukan tugasnya (Nursalam, 2009).

Fungsi pengendalian dalam pengendalian infeksi nosokomial adalah perilaku kepatuhan perawat. Perilaku kepatuhan merupakan sifat sementara karena perilaku ini akan bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan (Sarwono, 1997). Pernyataan ini erat kaitannya dengan fungsi pengendalian kepala ruangan yang bertindak sebagai pengawas dalam setiap kegiatan.

Menurut Fayol dalam Swansburg (2000) bahwa pengendalian merupakan kegiatan pemeriksaan yang memantau segala sesuatu yang telah direncanakan dan yang telah disepakati, instruksi yang dikeluarkan serta prinsip-prinsip yang

ditentukan yang bertujuan untuk menunjukkan kekurangan dan kesalahan agar dapat diperbaiki dan tidak terjadi lagi.

Pengendalian infeksi nosokomial merupakan suatu kendali mutu dalam pelayanan keperawatan yang mengacu pada aktivitas yang digunakan untuk mengevaluasi, memantau, atau mengatur layanan yang diberikan untuk konsumen dengan menggunakan standar yang merupakan nilai dasar yang telah ditentukan sebelumnya atau tingkat keunggulan yang berisi suatu model untuk diikuti dan dipraktikkan sehingga memandu perawat secara individual dalam melakukan asuhan yang aman dan efektif (Marquis, 2010).

Ketika hasil dari evaluasi atau pengawasan diperoleh perawat tidak berhasil memenuhi tujuan organisasi, kepala ruangan berupaya mengidentifikasi alasan kegagalan tersebut dan memberikan konsultasi kepada pegawai sesuai kondisi. Jika perawat tidak ingin mengikuti peraturan, kebijakan, atau prosedur yang telah ditetapkan atau perawat tersebut tidak mampu melakukan tugas secara adekuat meskipun telah diberikan bantuan dan dorongan, maka kepala ruangan berkewajiban untuk mendisplinkan stafnya. Fungsi ini menjelaskan bahwa kepala ruangan harus dengan cepat menyadari dan menangani perilaku perawat yang tidak tepat dan kinerja yang buruk. Jika terjadi penundaan maka akan menimbulkan konflik di ruangan (Marquis, 2010).

Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi manajerial kepala ruangan dalam penerapan pengendalian infeksi nosokomial memiliki hubungan dengan kepatuhan perawat. Fungsi-fungsi manajerial kepala ruangan saling mempengaruhi satu sama lain dan tidak dapat dilihat secara terpisah serta

masing-masing fungsi berdasarkan teori memiliki hubungan dengan perilaku kepatuhan perawat.

Dokumen terkait