• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran umum kondisi korban trafficking yang ditangani PUSPA-PKPA 1. kondisi korban sebelum ditangani PUSPA

BAB V ANALISA DATA

B. Gambaran umum kondisi korban trafficking yang ditangani PUSPA-PKPA 1. kondisi korban sebelum ditangani PUSPA

Peneliti melakukan wawancara kepada staf PUSPA-PKPA yaitu mengenai kondisi korban trafficking sebeleum ditangani PUSPA. Sepert yang dituturkan K’Poopy.

“Mereka biasanya gak mau ngomong, dan selalu ketakutan apabila disinggung menganai masalah yang menimpanya, dan biasanya para korban pertama-tama apabila diajak berkonsultasi, selalu menyembunyikkan wajahnya kebelakang punggung orang tua atau keluarga yang membawa mereka ke PUSPA dan ada juga yang lari setelah melihat kantor PKPA, katanya dikirain kantor polisi.”

Dari hasil observasi yang dilakukan peneliti dilapangan, Pada umumnya kondisi korban trafficking yang melapor ke PUSPA sangat memprihatinkan dan apabila diajak berkomunikasi atau berkonsultasi oleh para staf PUSPA bagian konseling, mereka sangat

labil atau sering berubah-ubah jawaban dan selalu ketakutan. Biasanya para korban perdagangnan anak (trafficking) tidak mau langsung terbuka untuk menceritakan kejadian apa yang menimpa mereka.

B.2. gambaran korban atas upaya PUSPA dalam menangani kasusnya.

Tanggapan korban terhadap tindakan yang dilakukan PUSPA-PKPA untuk menangani kasus mereka.

Seperti yang dituturkan seorang korban trafficking yang berhasil lolos dari tempat dimana dia dipekerjakan sebagai seorang PSK (Pekerja Seks Komersial) di Malaysia., yang bernama Nurlela.

“ Aku sih senang-senang aja dengar kalau sipelaku yang menjerumuskan aku diadukan PUSPA, dan ditangkap polisi apalagi kalau dipenjara. Jadi dia kapok untuk ngelakuin itu lagi ama orang lain, tapi selain itu, aku takut juga kalau dia sudah keluar dari penjara. Nanti dia mengintip aku dan aku kembali dijerumuskanya. Trus aku takut juga nanti keluargaku diancamnya.”

Setelah dilakukan konsultasi antara korban dengan staf PUSPA bagian konseling mengenai kasus korban, kemudian PUSPA-PKPA memberikan jalan keluar untuk menangani kasus yang dihadapi korban. Dimana penanganan yang dilakukan PUSPA meliputi: pendampingan terhadap korban membuat pengaduan kepada pihak kepolisian, agar kasusnya ditindak lanjuti secara hukum, memberikan konseling oleh staf psikologi terhadap korban, pemeriksaan kesehatan korban, menempatkan korban di rumah aman sementara, memberikan pendidikan ketrampilan serta memberikan pemantauan dan evaluasi.

Setelah PUSPA menangani kasusnya tanggapan korban biasanya sangat senang dan mendukung, namun ada juga yang beranggapan biasa-biasa saja dan bahkan tidak jarang ada juga korban yang merasa ketakutan apabila sipelaku keluar dari penjara nanti.

B.3 Perubahan korban trafficking yang ditangani PUSPA

Sebelum mendapatkan penanganan dari PUSPA-PKPA, korban biasanya tidak mau terbuka untuk menceritakan apa yang dialaminya, korban terlihat labil, kurang percaya diri, malu, Takut dengan orang lain, trauma, pesimis, depresi, bahkan ada yang terkena penyakit menular seksual. Saat PUSPA ingin mengetahui kronologis kasus yang dialami korban. Korban akan merasa sedih dan ingin menyendiri. Namun setelah mendapat berbagai bentuk pendampingan dan pelayanan yang diberikan PKPA, korban mulai terbuka dan mulai percaya diri namun setelah mendapat berbagai bentuk pendampingan dan pelayanan yang diberikan staf PUSPA-PKPA korban mulai terbuka dan mulai percaya kepada orang lain.

Seperti yang dituturkan k’Jay seorang volunter bagian konseling di PUSPA-PKPA “Pertama-tama sih, sangat susahlah untuk berkomunikasi dengan para korban, mana mau mereka langsung terbuka, kadang ada juga yang langsung nangis kalau kita singgung mengenai kejadian yang menimpanya. Tapi setelah kita coba untuk menghiburnya dan melakukan konsultasi secara berulang-ulang, korban mulai mau terbuka cerita, tapi kadang korban selalu bertele-tele menceritakan kausnya dan kadang lain dari kenyataan yang sebenarnya, tapi lama-kelamaan jujur juga sih memang. Trahir kitapun bisa membuat kronologis kejadian yang menimpa korban.”

Hal ini dikarenakan baik staf maupun voluntir melakukan konseling dan kunjungan kerumah korban, dimana korban sudah mulai bersosialisasi dan mulai diterima lingkungan keluarga, walaupun ada yang menerima mereka biasa-biasa saja. Selain itu PUSPA-PKPA juga bekerja sama dengan instansi pemerintah khususnya dinas sosial, guna memberikan

pelatihan, bantuan dan lain-lain yang bertujuan untuk memulihkan kondisi korban, sehingga korban mempunyai rasa percaya diri dan tidak minder lagi.

B.4. Bentuk pendampingan yang dilakukan PUSPA terhadap korban dalam pemulihan kondisi korban trafficking yaitu dengan menerapkan program-program PUSPA yang diantaranya adalah:

Bentuk pendampingan yang dilakukan PUSPA-PKPA terhadap korban dalam memulihkan kondisi korban selain menerapkan program-program yang telah dibuat PUSPA-PKPA. Para staf PUSPA-PKPA juga melakukan kegiatan yang dapat menghibur korban. Seperti yang dituturkan K’Emi sebagai koordinator staf PUSPA-PKPA.

“Biasanya korban kita ajak jalan-jalan, kita ajak blanja-balanja makanan, trus koban kita suruh milih makanan yang disukainya, kita bawa ketempat yang rame, dan dia kita rangkul. Agar korban merasa dirinya berharga dan berarti dan tidak merasa rendah diri, dan mengikutkan korban kalau ada acara di PUSPA-PKPA. Ya itu juga uda termasuk untuk memulihkan kondisi korban. Jadi korban merasa semangat hidup lagi.

PUSPA-PKPA juga menerapkan program-program mereka kepada korban, agar kondisi korban benar-benar pulih. Diantaranya adala sebagai berikut :

1. Layanan hukum yaitu pendampingan yang diberikan baik secara litigasi dan non litigasi terhadap korban tidak hanya pada saat pelaporan atau pengaduan dan pengambilan berita acara pemeriksaan di kepolisian (BAP) tetapi pada sampai proses penuntutan di kejaksaan dan pemeriksaan di pengadilan.

2. Konseling yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan kepada korban untuk mengetahui kondisi psikologis termasuk mempertanyakan keinginan korban terhadap kasus yang dialaminya, apakah korban setuju kasusnya diproses secara

hukum atau tidak. Prinsip yang dipegang tetap berpegang teguh terhadap kepentingan anak.

3. Penjemputan dan penyelamatan korban merupakan tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sesuatu hal yang mengancam keselamatan korban. Apabila pelaku atau korban telah kembali maka upaya ini dianggap tidak perlu dilakukan

4. Rehabilitasi dan reintigrasi merupakan pemulihan mental psikologis dan nama baik korban dengan harapan dikemudian hari korban dapat diterima dan berkumpul kembali bersama keluarga.

5. Pemeriksaan kondisi kesehatan korban yaitu merupakan langkah medis yang dilakukan untuk menyelamatkan korban dari tindak kekerasan yang dialami. Dalam pemeriksaan kesehatan secara umum dilakukan di unit layanan kesehatan anak dan perempuan LKAP-PKPA. Sementara untuk pemeriksaan visum dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkari Polda Sumatera Utara atau atas petunjuk penyidik.

6. DROP IN CENTER (DIC) merupakan rumah aman sementara bagi korban yang tujuannya semata-mata untuk melindungi korban dari intimidasi ataupun ancaman yang datang dari pelaku atau keluarga pelaku, keluarga korban atau pihak ketiga yang sengaja ingin mengambil keuntungan atau mengeksploitasi korban kembali. Korban akan kembali ke dalam keluarga apabila kondisi sudah memungkinkan untuk itu.

7. Pendidikan Untuk Ketrampilan (life Skill) dan vocational training merupakan peningkatan pengetahuan kepada korban dibidang kewirausahaan yang disesuaikan

dengan minat dan bakat yang dimiliki korban. Dalam pelaksanaan kegitan life skill ini bekerjasama dengan pihak pemerintah dan pihak swasta

8. Monitoring dan evaluasi merupakan pemantauan yang dilakukan secara regular terhadap korban guna mengetahui kegiatan positif yang telah dilakukan oleh korban setelah kembali kepada keluarga.

B.5. Upaya yang dilakukan PUSPA dalam memulihkan kondisi psikologis korban. untuk memulihkan kondisi psikologis korban PUSPA-PKPA melakukan berbagai hal yang meliputi:

1. Voluntir PUSPA melakukan konseling kejiwaan secara kontiniu kepada korban dan selalu menekankan bahwa korban bukanlah pihak yang dipersalahkan tetapi merupakan pihak yang harus dibela dan dilindungi sehingga korban tidak mersa rendah diri.

2. Penempatan korban dalam ruman aman untuk menghindari korban dari intimidasi atau ancaman dari pelaku

3. Memberikan siraman rohani kepada korban serta memberikan hiburan ataupun jalan-jalan agar korban tidak terus-terusan terpuruk dengan kasus yang dialaminya. 4. Menyatukan korban kembali kedalam keluarganya, yang masih sekolah kedalam

sekolahnya.

Selain itu staf PUSPA-PKPA bagian konseling juga melakukan kunjungan kerumah korban setelah korban dikembalikan kedalam keluarganya. Seperti yang dituturkan staf PUSPA-PKPA bagian konseling, K’Zube.

“Korban kita datangin kerumahnya, kita tanyain apa kegiatanya skarang, trus klo jalan-jalan siapa-siapa aja temannya, dan kemana aja perginya klo jalan-jalan. Ya

klo korbanya sama skali gak ada kegiatan, klo cuman dirumah-rumah aja, kita ajakin dia blajar salon di PKPA, daripada sama skali gak ada kegiatanya.’

Selain menerapakan program-programnya, PUSPA-PKPA juga melakukan kegiatan-kegiatan berupa latihan ketrampilan, seperti belajar salon, sanggar kreativitas anak, dan belajar masak-memasak. Guna untuk mengasah kemampuan korban sesuai dengan bakat yang mereka sukai.

B.6. Perubahan korban setelah pelaku yang menjerumuskannya dihukum. Seperti yang dituturkan kak’ dewi sebagai tim litigasi PUSPA-PKPA

“Korban sangat senang, karena uda ada yang nolongin dia dan merasa ada yang memperhatikannya, tapi kadang korban merasa takut juga klo korban kluar dari penjara, korban takutnya dikejar-kejar pelaku lagi karna pelaku dendam ama korban karena sipelaku dipenjarakan.

Setelah pelaku trafficking mendapatkan hukuman, korban pada umumnya merasa percaya diri dan merasa memperoleh keadilan atas peristiwa yang menimpa dirinya tetapi ada juga yang merasa takut apabila pelaku keluar dari penjara, korban akan dikejar-kejar kembali oleh pelaku. Sedangkan keluarga merasa senang karena pelaku sudah dihukum dan lebih waspada menjaga anaknya.

B.7. Rata-rata umur korban yang pernah ditangani PUSPA

Korban trafficking yang pernah ditangani PUSPA pada umumnya rata-rata berkisar 10 – 25 tahun. PUSPA-PKPA memang hanya menangani anak-anak, tapi tidak jarang ada juga korban yang meminta bantuan kepada PUSPA-PKPA yang diatas umur.

Seperti hasil wawancara yang peneliti lakukan di lapangan kepada staf PUSPA-PKPA yaitu ka’ K’ Wewe, yang menuturkan

Biasanya sih kita cuman nangani kasus yang menimpa anak-anak aja, tapi sering juga ada korban yang diatas umur (18 tahun keatas) yang ngadu ke PUSPA-PKPA, mau gak mau kita harus turun tangan juga untuk membantu mereka.”

Dimana korban yang diatas umur (diatas 18 tahun) biasanya adalah korban TKI (tenaga Kerja Indonesia) yang tertipu sebelum diberangkatkan dari Medan, sebelum mereka diberangkatkan dari Medan, mereka diiming-imingi pekerjaan dengan gaji yang sangat besar, ternyata sesampainya mereka di Malaysia,mereka dipekerjakan sebagai PSK (Pekerja Seks Komersil)

C. Gambaran umum pelaksanaan upaya PUSPA-PKPA dalam menuntaskan masalah

Dokumen terkait