• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya PUSPA-PKPA Dalam Menuntaskan Masalah Trafficking Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Upaya PUSPA-PKPA Dalam Menuntaskan Masalah Trafficking Di Sumatera Utara"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

(PKPA) DALAM MENUNTASKAN MASALAH

PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING)

DI SUMATERA UTARA

DISUSUN

OLEH

ARGENTINA SIMANULLANG 040902029

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : NAMA : ARGENTINA SIMANULLANG NIM : 040902029

DEPARTEMEN : ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

JUDUL : UPAYA PUSAT KAJIAN DAN PERLINDUNGAN ANAK DALAM MENUNTASKAN MASALAH PERDAGANGAN ANAK (TRAFFICKING) DI SUMATERA UTARA

MEDAN, JUNI 2008 PEMBIMBING

(Drs.Matias Siagian, M.Si) NIP. 132 054 339 KETUA DEPARTEMEN

(Drs. Matias Siagian, M.Si) NIP. 132 054 339

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih, karunia dan kemurahan hati-Nya yang begitu besar, sihingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Upaya PUSPA-PKPA Dalam Menuntaskan Masalah Trafficking Di Sumatera Utara “ adapun skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dalam penulisan maupun materi yang disajikan. Hal ini di karenakan keterbatasan yang di miliki oleh penulis. Namun demikian penulis telah mencoba dan berusaha semaksimal mungkin agar skripsi ini dapat disajikan dengan baik. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun, guna lebih menyempurnakanisi skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis memberikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada orang-orang yang berjasa dalam penulisan skripsi ini antara lain:

1. Bapak Prof. M. Arif Nasution, M.A selaku DEKAN FISIP USU.

2. Bapak Drs. Matias Siagian, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan dosen pembimbing, yang telah meluangkan waktu, memberikan masukan sehingga dapat memudahkan peulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(4)

4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah mendidik penulis selam mengikuti perkuliahan serta seluruh staff dan Pegawai Administrasi FISIP USU, khususnya k’Ita dan K’Ida yamg telah banyak membantu penulis selam perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Ahmad Sofian, S.H. M.A selaku pimpinan Lembaga PKPA, yang telah bersedia menerima penulis untuk dapat melakukan penelitian di PKPA dan juga telah memberikan masukan dan motivasi terhadap penulisan skripsi ini.

6. Selurub staf PKPA: k’Fitri, K;Eta, Siti, B’Jupri, dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuannya. 7. khususnya untuk staff PUSPA : K’Emi, K’Poppy, K’Wewe, K’Jay, K’Jube,

Putri dan juga buat Susi, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk mengarahkan, memberikan masukan kepada penulis selama melakukan praktikum dan penelitian di PUSPA PKPA, juga banyak membantu penulis dalam mengumpulka data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

(5)

terucapkan, karena kesalahan. Semoga Tuhan Yesus Menerima ibundaku tercinta disisinya.

9. Terima kasih buat abang-abangku dan juga kakak dan kakak iparku, yang telah memberikan bantuan baik meteril dan moril selama penulis menginjakkan kaki di bangkku perkuliahan hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

10.terima kasih buat Paktua/Maktua, Namboru/Amangboru, Uda/Inanguda, Ito/Eda, Tulang/Nantulang, Oppung, atas segala nassehat, perhatian dan dukungan serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripisi ini dengan baik.

11.buat semua ponakanku yang kusayangi, Delima, Devi, Dina, Arni, Doris, Putri, Irma, Debora, Dion, Steven, Kristiany, Alexandro. Yang semangat yaa sayang skolahnya. Trimakasih atas doa dan dukungannya.

12.Sahabat-sahabatku seperjuangan di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk’04 ( friska, Juniari S.Sos, Rini, Syena, Zanah, Ivana, Riko, Peno, Triadi ) thanks atas semangat dan dukungan yang kalian berikan kepada penulis.

(6)

14.Spesial thak’s buat bang Leonardo Sitohang, yang telah memberikan perhatian, masukan, motivasi dan selalu membagi waktunyna untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

15.Terima kasih juga buat teman-temanku seperjuangan dari kampung tercinta Onan ganjang, Erlin, Preslin, Erna, Marsari, Sofian, Nasrum, Alex, Roy, Dirman. Atas doa dan dukungannya.

16.Terima kasih untuk semua pihak yang dengan sengaja atau tidak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu dengan kerendahan hati penulis membuka diri terhadap kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang.

Medan, Juni 2008 Penulis,

(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK Nama :Argentina Simanullang

Nim : 040902029

Judul Skripsi : Upaya Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Menuntaskan Perdagangan (trafficking) Anak Di Sumatera Utara. Belakangan sering terdengar kekerasan terhadap anak dimana kekerasan tersebut tidat hanya sebatas tamparan, pukulan, tetapi berkembang pada pelecehan seksual, pemerkosaan dan eksploitasi. Hal ini antara lain disebabkan adanya cara pandang yang keliru mengenai anak yang dimiliki oleh begitu banyak orang tua termasuk orang-orang dewasa yang lain. Rendahnya pengawasan orang tua dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat dan faktor kemiskinan, kultur masyarakat yang patriarkis. yang menyebabkan mereka sering tertipu oleh calo-calo yang mengiming-imingi pekerjaan di kota. Yang pada akhirnya menjerumuskan mereka sebagai komoditi seks, adopsi anak illegal dan tinadakan kejahatan yang lainnya.

Sisi buram kehidupan anak itulah yang menjadi sasaran dari berbagai pihak termasuk LSM yang khusus menangani permasalan tersebut. Salah satu diantaranya adalah LSM PKPA, yang membawa isu perlindungan dan penegakan hak anak dan perempuan. Sebagai sebuah lembaga sosial tentunya PKPA dalam hal ini PUSPA mempunyai peranan dalam menyikapi permasalahan tersebut. Dan juga memberikan pelayanan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban, dalam hal ini kasus trafficking terhadap anak di Sumatera Utara. Dengan harapan upaya yang dilakukan PUSPA-PKPA dalam menuntaskan masalah trafficking dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan.

Dilatarbelakangi oleh hal tersebut maka penulis merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul Upaya Pusat Kajian dan Perlindungann Anak Dalam Menuntaskan Masalah Perdagangan Anak (tarafficking) di Sumatera Utara. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa yang menjadi Upaya PUSPA-PKPA dalam menuntaskan masalah perdagangan anak (trafficking) di Sumatera Utara.” Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan observasi di lapangan dan wawancara terbuka. Responden dalam penelitian ini adalah Staf PUSPA-PKPA yang berjumlah 3 orang. metode yang digunakan adalah deskriptif yaitu untuk menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaan dengann masalah dan unit analisis yang diteliti. Tehnik pengumpulan data yang dugunakan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan.

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANNTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB.I: PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian dan manfaan penelitian ... 7

C.1. Tujuan Penelitian ... 7

C.2. Manfaat penelitian ... 7

D. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Lembaga Sosial ... 9

B. Konsep Anak ... 9

C. Kekerasan Terhadap Anak ... 11

C.1. Pengertian Kekerasan ... 11

C.2. Klasifikasi kekerasan Terhadap Anak... 12

D. Konsep Trafficking ... 14

D.1. Pengertian Trafficking ... 14

D.2. Korban ... 15

D.3. Pelaku ... 16

D.4. Pengguna ... 18

(9)

D 6. Paktor Penyebab ... 20

D.7. Proses trafficking ... 23

D.8. Pola Trafficking dibedakan menurut Tujuannya ... 24

D.9. Asal Daerah dan Tujuan ... 26

E. Krangka Pemikiran ... 27

F. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional ... 31

F.1.Defenisi Konsep ... 31

F.2. Defenisi Operasional ... 31

BAB III: METODE PENELITIAN ... 32

A. Tipe Penelitian ... 32

B. Lokasi Penelitian ... 32

C. Teknik Pengumpulan Data ... 33

D. Pengupulan Data ... 33

E. Teknik Analisa Data ... 34

BAB IV: DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 35

A. Sejarah Singkat Berdirinya PKPA ... 35

B. Visi, Misi dan Tujuan PKPA... 37

B.1. Visi, Misi PKPA ... 37

B.2. Tujuan PKPA ... 37

C. Prinsip Organisasai PKPA ... 37

D. Peran dan Fungsi PKPA ... 38

E. Program PKPA ... 38

F. Strategi PKPA ... 39

(10)

H. Divisi PKPA ... 41

I. Cabang PKPA ... 42

J. Jaringan Kerja PKPA ... 43

K. Struktur PKPA ... 44

L. Donatur PKPA ... 45

M.Profil PUSPA-PKPA ... 46

M.1. Latar belakang PUSPA ... 46

M.2. Tujuan ... 48

M.3. Kegiatan PUSPA ... 49

M.4. Mitra Organisasi ... 50

M.5. Rencana Ke Depan ... 51

M.6. Struktur PUSPA-PKPA ... 52

M.7. Job Discription Unit PUSPA-PKPA ... 53

BAB V: ANALISA DATA ... 56

A. Bambaran Umum Tentang Responden ... 58

B. Gambaran Umum Kondisi Korban Trafficking yang ditangani PUSPA-PKPA ... 58

B.1. Kondisi Korban Sebelum Ditangani PUSPA ... 58

B.2. Gambaran Korban Atas Upaya PUSPA dalam menangnani kasusnya. ... 59

B.3. Perubahan Korban Trafficking yang ditangani PUSPA... 60

(11)

B.5. Upaya Yang Dilakukan PUSPA Dalam Memulihkan Kondisi psikologis Korban ... 63 B.6. Perubahan Korban Setelah Pelaku Yang Menjerumuskanya

dihukum... 64 B.7. Rata-rata Umur Korban Yang Pernah Ditangani PUSPA ... 64 C. Gambaran Umum Pelaksanaan Upaya PUSPA-PKPA Dalam

Menuntaskan Masalah Trafficking di Sumatera Utara... 65 C.1. Usaha Yang Dilakukan PUSPA-PKPA Dalam Mensosialisasikan

Programnya Ke dalam Masyarakat ... 66 C.2. Gambaran Umum Tentang Upaya PKPA dalam menuntaskan

Masalah Trafficking Di Sumatera Utara. ... 67 C.3. Tahap Kasus Trafficking Yang Pernah Ditangani PUSPA-

PKPA ... 68 C.4. Daerah di Sumatera Utara tempat teerjadinya Trafficking

Terbesar ... 69 C.5. Pelaksanan Hukuman Terhadap Pelaku Trafficking... 69 C.6. Keseriusan Pemerintah Dalam Membrantas Masalah

Trafficking di Sumatera Utara ... 70 C.7. Kesulitan Yang Dialami PUSPA Dalam Menuntaskan

Perdagangan Anak Di Sumatera Utara ... 70 C.8. Keberhasilan Upaya PUSPA-PKPA Dalam Menuntaskan

(12)

BAB VI: PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK Nama :Argentina Simanullang

Nim : 040902029

Judul Skripsi : Upaya Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Dalam Menuntaskan Perdagangan (trafficking) Anak Di Sumatera Utara. Belakangan sering terdengar kekerasan terhadap anak dimana kekerasan tersebut tidat hanya sebatas tamparan, pukulan, tetapi berkembang pada pelecehan seksual, pemerkosaan dan eksploitasi. Hal ini antara lain disebabkan adanya cara pandang yang keliru mengenai anak yang dimiliki oleh begitu banyak orang tua termasuk orang-orang dewasa yang lain. Rendahnya pengawasan orang tua dan rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki masyarakat dan faktor kemiskinan, kultur masyarakat yang patriarkis. yang menyebabkan mereka sering tertipu oleh calo-calo yang mengiming-imingi pekerjaan di kota. Yang pada akhirnya menjerumuskan mereka sebagai komoditi seks, adopsi anak illegal dan tinadakan kejahatan yang lainnya.

Sisi buram kehidupan anak itulah yang menjadi sasaran dari berbagai pihak termasuk LSM yang khusus menangani permasalan tersebut. Salah satu diantaranya adalah LSM PKPA, yang membawa isu perlindungan dan penegakan hak anak dan perempuan. Sebagai sebuah lembaga sosial tentunya PKPA dalam hal ini PUSPA mempunyai peranan dalam menyikapi permasalahan tersebut. Dan juga memberikan pelayanan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban, dalam hal ini kasus trafficking terhadap anak di Sumatera Utara. Dengan harapan upaya yang dilakukan PUSPA-PKPA dalam menuntaskan masalah trafficking dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan harapan.

Dilatarbelakangi oleh hal tersebut maka penulis merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul Upaya Pusat Kajian dan Perlindungann Anak Dalam Menuntaskan Masalah Perdagangan Anak (tarafficking) di Sumatera Utara. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apa yang menjadi Upaya PUSPA-PKPA dalam menuntaskan masalah perdagangan anak (trafficking) di Sumatera Utara.” Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan observasi di lapangan dan wawancara terbuka. Responden dalam penelitian ini adalah Staf PUSPA-PKPA yang berjumlah 3 orang. metode yang digunakan adalah deskriptif yaitu untuk menggambarkan sejumlah variabel yang berkenaan dengann masalah dan unit analisis yang diteliti. Tehnik pengumpulan data yang dugunakan yaitu studi kepustakaan dan studi lapangan.

(14)

B A B 1

P E N D A H U L U A N

A. Latar Belakang Masalah

Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi hampir di seluruh belahan dunia ini, dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Di mana hal ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Perdagang anak merupakan suatu kejahatan yang banyak terjadi baik di tingkat nasional maupun internasional. Perdagangan anak dengan jaringan sindikatnya memiliki bentuk dan tujuan yang beragam.

Di masa lalu perdagangan anak hanya dipandang sebagai pemindahan secara paksa ke luar negeri unuk tujuan bekerja di tambang – tambang, di tempat kerja buruh yang berupah rendah, di tanah pertanian, sebagai pelayan dan prajurit dibawah umur, dan sebagian besar anak diperjual belikan untuk eksploitasi seksual. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, perdagangan didefenisikan sebagai pemindahan khususnya anak-anak dengan atau tanpa persetujuan orang yang bersangkutan di dalam suatu Negara ke luar negeri untuk perdagangan budak dan perbudakan modern, dan tidak hanya prostitusi. Setiap tahun diperkirakan ada 600.000 s/d 800.000 laki-laki, perempuan, anak-anak yang diperdagangkan yang menyebrangi perbatasan internasional. (www. Fajaronline. Com)

Beberapa organisasi internasional dan organisasi swadaya masyarakat mengeluarkan angka yang jauh lebih tinggi. Dari sekitar 1.846 korban perdagangan anak (trafficking) yang terjadi di dalam maupun di luar negeri seperti Malaysia, Singapura,

(15)

umumnya anak perempuan. Berdasarkan data International Organization for Migration (IOM), pada april 2007, jumlah korban trafficking dari Indonesia paling banyak berasal dari Kalimantan Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Batam, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Barat. Di mana Indonesia menjadi salah satu sumber untuk kejahatan trafficking Internasional.

Perempuan dan anak Indonesia banyak yang dikirim ke Asia Tenggara, Timur Tengah, Jepang, Australia dan Amerika Utara untuk dijadikan pekerja seks, pembantu rumah tangga, adopsi illegal dan bentuk-bentuk kerja paksa lainnya atau perbudakan yang berkedok pernikahan. Kasus trafficking terbesar di Indonesia berasal dari Sulawesi Selatan, dan Batam. di mana Sulawesi Selatan juga dikenal sebagai daerah jalur transit di mana perdagangan orang ini banyak menggunakan jalur Makasar dan Parepare sebagai

tempat transit sebelum menyebrangi ke negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. ( www. Gatra. Com)

Sementara di Batam, tercatat 160 korban perdagangan anak dan perempuan ke Malaysia yang berhasil dikembalikan oleh Konsulat Jenderal Republik Indonesia Johor Baru ketanah air melalui Batam. Di mana korban tersebut terhitumg mulali dari bulan Januari sebanyak 19 orang, bulan Februari 29 orang, bulan Maret 30 Orang, bulan April 9 orang, bulan Mei 13 orang, bulan Juni 1 orang, bulan Juli 8 orang dan bulan Agustus 51 orang. Sedangkan di Sumatera Utara korban trafficking lebih kecil dibandingkan Pulau Batam. (www.Gatra.com)

(16)

ketiga (TIER 3) di dunia sebagai pemasok perdagangan perempuan dan juga sebagai Negara yang diasumsikan tidak serius menangani masalah trafficking. Suatu tantangngan bagi bangsa Indonesia untuk menyelamatkan anak bangsa dari keterpurukan.

Penanganan dalam penghapusan trafficking tidaklah mudah, karena kasus pengiriman manusia secara illegal keluar negeri sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya tanpa adanya suatu perubahan perbaikan. Sebagaimana yang dilaporkan pemerintah Malaysia, bahwa 4.268 pekerja seks dan buruh anak berasal dari Indonesia. Demikian juaga dengan wilayah perbatasan Negara Malaysia dan Singapura. Data menunjukkan sebanyak 4.300 perempuan dan anak yang dipekerjakan sebagai pekerja seks dan pekerja anak di wilayah tersebut Kemudian di akhir tahun 2006 muncul lagi kasus yang sama, bahkan meningkat mencapai angka 300.000

Meskipun belum ada data statistik yang akurat menyangkut tentang jumlah anak yang menjadi korban traffickin, namun fakta tersebut tidak dapat dibantah. Prakek perdagangan anak (trafficking) merupakan pelanggaran berat terhadap hak azasi manusia. Korban diperlakukan seperti barang dijual, dibeli dan dijual kembali serta dirampas hak asasinya bahkan rentan mengalami kematian.

(17)

Trafficking merupakan salah satu jalur terjadinya perdagangan orang yang

korbannya rata-rata berada dibawah garis kemiskinan, khususnya anak-anak.yang cenderung dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan bisnis.

Situasi semacam ini merupakan santapan sindikat perdagangan perempuan yang sudah terorganisir untuk melakukan perekrutan. Bahkan nyaris jauh dari jangkauan hukum, karena sindikatnya diawali dengan transaksi utang-piutang antara pemasok tenaga kerja illegal dengan korban yang mempunyai bayi atau anak prempuan yang masih perawan, sehingga jika korban tidak mampu untuk menyelesaikan transaksi yang telah disepakati, maka agunannya adalah anak perempuan yang masih bau kencur atau perawan. Kejahatan perdagangan orang (trafficking) juga kerap melibatkan orang-orang kuat yang ada di dalam masyarakat sehingga kasus perdagangan orang berat untuk dibrantas.

Perdagangan anak mempunyai jaringan yang sangat luas. Praktek perdagangan yang paling dominan berada disektor jasa prostitusi, dimana kebanyakan korbanya adalah anak perempuan yang masih perawan. masyarakat internasional telah lama menaruh perhatian terhadap permasalahan perdagangan ini. PBB misalnya, melalui konvensasi tahun 1949 mengenai penghapusan perdagangan manusia dan eksploitasi pelacuran oleh pihak lain, dan juga berbagai organisasi intenasional seperti IOM, ILO, UNICEF dan UNESCO memberikan perhatian khusus pada masalah perdagangan anak, pekerja anak yang biasanya berada pada kondisi pekerjaan eksploitasi, seksual komersil. (Bariah, 2005:2)

(18)

Utara. dalam praktek perdagangan anak (trafficking) memiliki tiga fungsi strategis yaitu sebagai daerah tujuan trafficking. Bentuk perdagagan trafficking,. Bentuk praktek perdagangan trafficking berkembang di Sumatera Utara sebagian besar untuk kepentingan prostitusi dan pekerjaan terburuk seperti eksploitasi seksual, pekerja rumah tangga, tempat hiburan malam dan pengemis jalanan. Korban perdagangan (trafficking) ini pada umumnya berasal dari keluarga miskin, berpendidikan rendah dari pinggiran kota serta pedesaan.

Dalam hal ini penanganan trafficking di Sumatera Utara dilaksanakan oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun masyarakat dan juga lembaga-lembaga yang terkait, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. dalam suatu rangkaian program kegiatan yang disusun secara terpadu. Seluruh kegiatan tersebut diarahkan untuk upaya pencegahan, penanganan kasus/pelayanan korban, reintegrasi (pemulangan) korban dan pasca kasus/masa depan korban.

Maka dalam menghadapi persoalan tersebut, perlu adanya upaya dalam penghapusan perdagangan (trafficking) ini. Dalam penelitian ini, penulis mengambil objek penelitian yaitu di LSM Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA).yang membawa isu perlindungan anak dan penegakan hak anak dan perempuan.di mana lembaga ini dalam pencapaian tujuannya telah berhasil mengungkap sebagian besar kasus trafficking yang terjadi di Sumatera Utara. Menurut laporan Pusat Informasi dan Pengaduan Anak (PUSPA) terhitung mulai dari tahun 2005 – tahun 2007 ada 93 kasus trafficking yang terjadi di Sumatera Utara yang terdiri dari tahun 2005 berjumlah 55

(19)

Sebagai sebuah lembaga sosial tentunya PKPA dalam hal ini PUSPA mempunyai peranan dalam menyikapi permasalahan tersebut. Tentunya juga memberikan pelayanan kepada perempuan dan anak yang menjadi korban, dan melakukan berbagai upaya untuk menuntaskan masalah trafficking khususnya di Sumatera Utara. dengan harapan, pelayanan yang diberikan oleh PUSPA-PKPA terhadap anak korban trafficking, sebagai upaya perlindungan dan penegakan hak anak dan perempuan, melalui penelitian yang hasilnya dituangkan dalam skripsi.

B.Perumusan Masalah

Masalah merupakan pokok dari suatu kegiatan penelitian. Dalam suatu rancangan atau usulan penelitian perlu dibuat suatu perumusan masalah, yang bertujuan agar seluruh proses penelitian dapat berjalan sesuai arah dan mendapatkan hasil yang tepat pula . maka berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di awal, penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut “upaya – upaya apa saja yang dilakukan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PUSPA-PKPA) dalam

(20)

C.Tujuan dan manfaat penelitian

C.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dilaksanakan adalah :

1. Untuk memperoleh informasi dan fakta mengenai upaya PUSPA-PKPA dalam menuntaskan kasus perdagangan anak (trafficking) di Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui apakah upaya PUSPA-PKPA sudah berhasil dilaksanakan

dalam menuntaskan masalah perdagangan anak (trafficking).

3. Untuk mengetahui kebijakan apa yang telah diambil oleh PUSPA-PKPA dalam menuntaskan masalah perdagangan anak (trafficking)

C.2 Manfaat penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan:

1. Bagi penulis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir penulis dalam menyikapi dan menganalisis apa saja yang menjadi upaya dalam menuntaskan masalah-masalah sosial khususnya masalah perdagangan anak (trafficking)

2. Bagi fakultas, dapat memberikan sumbangan yang positip terhadap ke ilmuan yang dikembangkan departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, dan dapat bermanfaat dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dalam upaya menyikapi masalah sosial khususnya masalah anak.

(21)

D. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun dalam penulisan penelitian ini adalah : BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tipe penelitian , populasi, sample, teknik pengumpulan data dan teknis analisa data

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat PUSPA-PKPA serta gambaran secara umum tentang lokasi penelitian.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini berisikan tentang data yang diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasannya.

BAB VI PENUTUP

(22)

B A B II

T I N J A U A N P U S T A KA

A. Lembaga Sosial

Lembaga sosial merupakan wadah pelaksanaan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang memiliki tujuan, sasaran dan misi yang sesuai dengan bidang kegiatannya. (Nurdin,1900:41).

Lembaga sosial pada hakekatnya adalah kumpulan dari norma-norma sosial (struktur-struktur) yang diciptakan untuk dapat melaksanakan fungsi masyarakat. Lebih jauh Roucek dan Warren menyatakan bahwa lembaga sosial adalah pola-pola yang telah mempunyai kekuatan tetap atau pasti untuk mempertemukan beragam kebutuhan manusia, yang muncul dari kebiasaan-kebiasaan yang telah mendapatkan persetujuan dari cara-cara yang sudah mapan untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat dan menghasilkan suatu instruktur.

B. Konsep Anak

B.1. Pengertian Anak

(23)

Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor.23 tahun 2002, tentang perlindungan anak. Yaitu terdapat dalam pasal 1: Menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (Undang-Undang Perlindungan Anak nomor.23 tahun 2002) sedangkan dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa dan penerus perjuangan bangsa dan sumber daya manusia yang berkualitas, kelangsungan hidup, perkembangan fisik dan mental serta perlindungan dari berbagai mara bahaya yang dapat mengancam integeritas dan masa depan mereka, jadi perlu adanya upaya pembinaan yang berkesinambungan dan terpadu. (Manik, 1999:19)

Pengertian anak atau kedudukan anak ditetapkan menurut Undang-Undang Dasar 1945, yang terdapat dalam pasal 34. Anak merupakan subjek hukum dari sistem hukum yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan anak.

(24)

C. Kekerasan Terhadap Anak

C.1. Pengertian Kekerasan

Istilah kekerasan dalam bahasa inggris berasal dari kata ‘violence” secara etimologi kata “ violence: merupakan gabungan dari 2 kata yaitu “ vis” yang berarti daya atau kekuatan dari “latus” yang bersal dari kata “ferre” yang berarti membawa. Jadi yang

dimaksud dengan violence adalah membawa kekuatan. (Windhu, 1992 : 62 dalam manik, 1999 : 19 )

Tindak kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cidera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan diartikan juga dengan tindakan pemaksaan. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa kekerasan adalah tindakan yang membawa kekuatan untuk melakukan ataupun tekanan berupa fisik maupun non fisik.

Dalam pengertian yang sempit, kekerasan mengandung makna sebagai serangan atau penyalahgunaan fisik terhadap seseorang atau binatang, atau serangan penghancuran perasaan yang sangat keras, kejam dan ganas atas diri atau sesuatu yang secara potensial dapat , menjadi milik seseorang. ( Manik, 1999 : 20 )

(25)

C.2. Klasifikasi Kekerasan Terhadap Anak

Kekeran terhadap anak tidak hanya meliputi kekerasan terhadap fisik (jasmani) tetapi juga kekerasan berupa terhalangnya atau dihalanginya anak dalam merealisasikan dirinyna dan memperkembangkan dirinya. Kekerasan terhadap anak (child abose) atau perlakuaqn kejam terhadap anak, mulai dari pengabaian anak sampai pada pemerkosaan dan pembunuhan anak (Manik, 1999 : 29 ).

Tindakan kekerasan atau penyelenggara terhadap hak anak tersebut dapat terwujud setidaknya dalam empat bentuk :

1. Kekerasan fisik, bentuk ini paling mudah dikenali, terkategorisasi sebagai kekerasan jenis ini adalah: menampar, menendang, memukul/meninju, mencekik, mendoromg, menggigit, membenturkan dan mengancam dengan benda tajam dan sebagainya. Korban kekerasan jenis ini biasanya tampak secara langsung pada fisik korban seperti luka memar, berdarah, patah tulang, pingsan dan bentuk lain yang kondisinya lebih berat.

2. Kekerasan psikis, kekerasan jenis ini tidak begitu mudah untuk dikenali akibat yang dirasakan oleh korban tidak memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang lain. Dampak kekerasan jenis ini akan berpengaruh pada situasi perasaan tidak aman dan nyaman, menurunnya harga diri serta martabat korban. Wujud kongkrit dan kekerasan atau pelanggaran.

(26)

melakukan hubungan seksualitas. Segala perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan seksual. Terhadap anak-anak, baik di sekolah, di dalam keluarga maupun di lingkungan sekitar tempat tinggal anak juga termasuk dalam kategori kekerasan atau pelanggaran terhadap anak jenis ini.

(27)

D. Konsep Trafficjing

D.1 Pengertian Trafficking

Ada beberapa defenisi tentang trafficking in person (TPI) atau perdagangan orang

(laki-laki dan perempuan, dewasa maupun anak-anak), tetapi yang paling banyak diadopsi pengertiannya di Indonesia adalah protocol to prevent, suppress and punish trafficking in person especiali women and children, supplementing the unted concention

against transnational organized crime (2000) yang menyatakan bahwa pengertian trafficking in person adalah rekrutmen, tranportasi, pemindahan, penyembunyian atau

penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan yang lain, penculikan, pemalsuan penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, untuk dieksploitasi seksual lainnya. minimalnya dieksploitasi untuk prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi illegal atau pengambilan organ tubuh.

Dari pengertian tesebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa trafficking in person (perdagangan orang) adalah pemindahan manusia dari lingkungan keluarganya

(28)

serupa atau adopsi illegal atau pengambilan organ-organ tubuh. Dengan demikian suatu kegiatan dapat disebut trafficking apabila :

1. Memenuhi ke empat unsur; pemindahan manusia dari dukungan keluarganya atau sistem dukungan lainnya, proses, cara dan tujuan.

2. Sementara untuk masing – masing unsur, cukup salah satu unsur terpenuhi ( Kementrian Coordinator Bidang Kesra RI, 2003:1)

D.2. Korban

Korban yang “diperdagangkan“ dalam trafficking adalah orang-orang dewasa dan anak–anak, laki–laki dan perempuan yang kondisinya rentan diantaranya yaitu:

1. Perempuan dan anak –anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan

2. Perempuan dan anak – anak dengan pendidikan terbatas

3. Perempuan dan anak – anak yang tinggal dengan masalah ekonomi politik dan sosial yang serius

4. Perempuan dan anak – anak yang menghadapi krisis ekonomi seperti: penyakit keras, hilangnya pendapatan suami dan orang tua, atau mereka meninggal dunia

5. Anak – anak putus sekolah

6. Korban kekerasan (fisik,psikis,seksual) 7. Para pencari kerja

(29)

10. Janda cerai akibat pernikahan dini

11. Mereka yang mendapat tekanan untuk bekerja dari orang tua atau lingkungannya

12. Pekerja seks yang menganggap bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih ( Kementrian Koordinator Bidang Kesra RI,2003 : 3 )

D.3. Pelaku

1. Agen perekrut tenaga kerja, agen perekrut tenaga kerja atau perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) membayar agen/calo (perseorangan) untuk mencari buruh di desa – desa, mengolah penampungan, memperoleh identifikasi dan dokumen perjalanan, memberikan pelatihan dan pemeriksaan medis serta menempatkan buruh dalam pekerjaanya di negara tujuan. Baik PJTKI yang terdaftar maupun tidak terdaftar melakukan praktik yang illegal dan eksploitati, seperti memfasilitasi pemalsuan paspor dan KTP serta secara illegal menyekap buruh di penampungan

2. Agen, agen atau calo mungkin saja adalah orang asing yang datang kesuatu desa, atau tetangga, teman, atau bahkan kepala desa. Agen dapat bekerja secara bersama untuk PJTKI yang terdaftar dan tidak terdaftar, memperoleh bayaran untuk setiap buruh yang direkrutnya. Mereka sering terlibat dalam praktek illegal seperti pemalsuan dokumen.

(30)

dokumen, mengabaikan pelanggaran dalam perekrutan dan ketenagakerjaan, atau mempasilitasi penyeberangan perbatasan secara illegal.

4. Majikan, majikan apakah mereka terlibat atau tidak dalam perekrutan, terlibat dalam perdagangan jika mereka memaksa buruh yang direkrut untuk bekerja dalam kondisi eksploitatif. Seorang majikan terlibat perdagangan jika ia tidak membayar gaji, secara illegal menyekap buruh di tempat kerja, melakukan kekerasan seksual dan pisik terhadap buruh, memaksa buruh untuk terus bekerja di luar keinginan mereka, atau menahan mereka dalam penjeratan hutang.

5. Pemilik dan pengelola rumah bordil, sama dengan majikan di atas, terlibat dalam perdagangan bila mereka memaksa seorang perempuan untuk bekerja di luar kemampuannya, menahannya, dalam jeratan utang, menyekapnya secara illegal, membatasi kebebasanya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan memperkerjakan anak usia di bawah 18 tahun.

6. Calo pernikahan, seorang calo pernikahan yang terlibat sistem pengantin pesanan terlibat dalam perdagangan ketika ia mengatur pernikahan yang mengakibatkan pihak istri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif.

(31)

atau menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utang yang telah mereka buat sehingga memaksa anak mereka masuk kedalam penjeratan utang. 8. Suami, suami yang menikahi dan kemudian mengirim istrinya kesebuah tempat

baru dengan tujuan untuk mengeksploitasinya demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam status budak, atau memaksanya melakukan prostitusi, terlibat dalam perdagangan.(Rosenberg, 2003:23).

D.4. Pengguna

Pengguna (user) trafficking secara langsung maupun tidak langsung, antara lain adalah:

1. Mucikari dan pengelola rumah bordil yang menjalankan bisnis layanan seks kepada para laki-laki hidung belang, pengidap pedofilia dan kelainan seks lainnya, serta pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internasional yang tinggal sementara di suatu Negara.

2. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut, mudah diatur dan mudah ditakut-takuti.

3. Pengusaha bisnis hiburan yang memerlukan perempuan mudah untuk diperkerjakan di panti pijat, karaoke, dan tempat-tempat hiburan lainya. 4. Para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan

wisata seks

5. Agen penyalur tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab.

(32)

7. Keluarga menengah dan atas yang membutuhkan perempuan dan anak untuk diperjakan sebagai pembantu rumah tangga.

8. Keluarga yang ingin mengadopsi anak.

9. Laki-laki Cina Taiwan dan laki-laki luar negeri lainnya, yang menginginkan perempuan” tradisionil” sebagai pengantin ( Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003:4)

D.5 Tujuan

Trafficking dimaksud untuk memenuhi sebagai tujuaan, antara lain: 1. Sebagai pekerja seks komersial.

2. Sebagai pekerja/buruh yang murah dan penurut. 3. Sebagai pekerja domestic (pembantu rumah tangga). 4. Sebagai pengemis yang diorganisir.

5. Sebagai pengedar narkoba.

6. Sebagai pekerja di tempat-tempat hiburan. 7. Sebagai konsumsi pengidap pedoifilia.

8. Memenuhi pengantin pesanan ”mail order bride” untuk perkawinan tradisional.

(33)

D.6. Faktor penyebab

Banyak faktor yang menyebabkan orang terlibat dalam trafficking yang dapat dilihat dari dua (2) sisi, yaitu : penawaran dan permintaan

6.1 Faktor penyebab dari sisi penawaran, antara lain:

Trafficking merupakan bisnis yang menguntungkan (mencapai milyaran dolar

pertahun), merupakan sumber keuntungan terbesar ketiga setelah perdagangan narkoba dan perdagangan senjata.

1. Kemiskinan akibat multi krisis, kurangnya kesempatan kerja dan peluang berusaha, menyebabkan orang tua tega menjual anaknya, dan menyebabkan anak-anak tidak sekolah sehingga tidak memiliki keterampilan untuk bersaing di pasar kerja.

2. Keinginan untuk hidup lebih layak tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan perempuan dan anak terjebak dalam lilitan utang pada penyalur tenaga kerja dan yang kemudian mendorong mereka masuk dalam trafficking.

3. Materialisme yang konsumtif merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak baru gede (ABG) sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. ABG ini sangat rentan terhadap bujukan da rayuan para calo untuk masuk dalam trafficking.

(34)

5. Adat menikahkan anak dalam usia muda, mempunyai tinggkat kegagalan sangat tinggi. Para janda muda itu cenderun masuk dalam pelacuran untuk kelangsungan hidupnya. Keluarga muda itu seringkali juga belum siap menjadi orang tua, sehingga anak-anak mereka rentan untuk tidak mendapat pelindungan dan sering kali berakhir pula dengan masuknya anak kedalam trafficking untuk eksploitasi seksual komersial.

6.2 Faktor penyeban dari sisi permintaan antara lain:

1. Adanya kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan anak-anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang atau membuat awet mudah. Kepercayaan itu telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seks sual dan bahkan memperkuatnya. 2. Adanya kegiatan pembagunan yang banyak melibatkan pekerja pendatang

tidak tetap yang pada umumnya laki-laki, diduga mempunyai hubungan kuat dengan tajamnya peningkatan pelacuran yang mendorong terjadinya trafficking.

3. Meningkatnya kemudahan dan frekuensi transportasi internasional bersamaan dengan tumbuhnya penomena migrasi temporer karena alasan pekerjaan, telah meningkatkan peluang terjdinya trafficking.

(35)

5. Globalisasi keuangan dan perdagangan memunculkan multi nasional,dan kerja sama keuangan seta perbangkan menyebabkan bayaknya pekerja asing (ekspatriat) dan pebisnis internasional yang tinggal sementara di Indonesia. Keberadaan mereka meninggkatkan demand untuk jasa layanan seks yang memicu peninggkatan trafficking perempuan.

6. Banyak laki-laki Cina Taywan dan laki-laki lainya yang merindukan perempuan yang masih “tradisionil” untuk dijadikan pengantinnya, yang mereka dapat melalui layanan pengantin pesanan (mail order bride) yang melibatkan calo-calo local lapis bawah, di tempat transip dan penampungan dalam dan luar negeri. Tetapi banyak “ suami “ suka melakukan tindak kekerasan, membebani dengan banyak pekerjaan, dan memperlakukan “ istrinya “ sebagai budak.

7. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut mudah diatur dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak (buruh-buruh pabrik/indstri dikota-kota besar, di perkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan dan penangkapan ikan) “ seringkali anak-anak itu bekerja dalam situasi yang berbahaya dan rawan kecelakaan.

(36)

terhadap penganiayaan baik fisik maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa istrahat, mereka diperlakukan kasar jika mengeluh.

9. Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan perempuan dan anak untuk bisnis tersebut (Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI,2003:7 )

D.7. Proses Trafficking

Kegiatan trafficking pada umumnya terdiri dari: rekrutmen, transportasi, transfer (alih tangan), penampungan dan penerimaan. Modus operandi rekrutmen biasanya dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, menyekap, atau memperkosa.

Modus lain berkedok tenaga kerja untuk bisnis entertainment diluar negeri dengan bayaran besar. Memalsukan identitas banyak dilakukan terutama untuk trafficking keluar negeri. Aparatur RT/RW, kelurahan dan kecamatan dapat terlibat pemalsuan KTP atau akte kelahiran, karena syarat umur tertentu yang dituntut oleh agen untuk pengurusan dokumen (paspor). Dalam pemprosesannya, juga melibatkan dinas-dinas yang tidak cermat meneliti kesesuain identitas dengan subjeknya. Agen dan calo trafficking mendekati korbanya di pesta-pesta pantai, terdiri 3-4 orang dan menyerupai sebagai remaja yang sedang bersenang-senang.

(37)

terbang atau mobil tergantung pada tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dilengkapi dengan visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang di tempuh sangat jauh, sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang, mereka sering kali di takut-takuti dan diancam.

Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa minggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa kebar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menanda tangani kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta membayar kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang membawanya. Jumlah itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban ( Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003 : 10 )

D.8. Pola Trafficking Dibedakan Menurut Tujuannya

Secara umum, rantai kegiatan trafficking sesuai dengan tujuan dapat dibedakan menurut pola-pola sebagai berikut :

1. Untuk tujuan prostitusi, korban dipersiapkan oleh orang tua”dibantu” oleh masyarakat pada saat perekrutan, saat bekerja dan saat berhenti bekerja. 2. Untuk dijadikan pembantu rumah tangga (PRT), agen membayar PRT yang

(38)

pelatihan dan keterampilan sebagai baby sister dengan gaji dan tunjangan tinggi, tetapi dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga (PRT).

3. Untuk tenaga kerja wanita (TKW), ada yang pergi dengan suka rela bahkan ada yang menjual tanah atau hewan peliharaanya untuk memenuhi persyaratan. Calo TKW ini tidak diberikan informasi yang memadai tentang seluk-beluk bekerja di luar negerei, sementara di tempat bekerja sangat lemah perlindungan hukum, politik, dan sosial bagi mereka. Jaringan pemasok tenaga kerja dan perusahaan jasa penempatan tenaga kerja memiliki cabang-cabang sampai ke desa-desa dan juga calo-calonya. Mereka mendapat bantuan dari aparat desa setempat dengan perekrutan perempuan desa menjadi TKW.

4. Untuk dijadikan pengedar narkoba, anak-anak yang mengalami ketergantungan narkoba ”dibujuk” oleh bos pengedar untuk memperluas jaringan pemasaran, dalam maupun luar negeri.

5. Untuk dijadikan bekerja di perkebunan, anak-anak dibawa oleh keluarganya untuk bekerja musiman dari satu daerah kedaerah lainnya. 6. Untuk dijadikan pekerja di jermal, anak-anak putus sekolah dari keluarga

miskin direkrut melalui calo dan memberikan uang muka keorang tuanya. Mereka dipekerjakan di jermal lepas pantai dalam kondisi yang berbahaya. Jam kerja yang panjang dan kondisi kerja yan tidak memadai.

(39)

tuanya sendiri untuk dijadikan pengemis yang terorgnisir di kota-kota besar (Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003 :11)

D.9. Asal Daerah dan Tujuan

Indonesia adalah sumber, tempat transit dan tujuan trafficking perempuan dan anak, baik untuk keperluan domestic maupun internasional :

1. Untuk keperluan domestic, kebanyakan korban berasal dari sumatera utara ( Medan, Belawan, Palembang, Pariaman, lampung), DKI Jakarta, Jawa Barat (Bekasi, Bogor, Bandung, Sukabumi ), Jawa Tengah (Semarang, Jepara, Pati, Purwodadi-Grobongan, Solo, Boyolali, Wonogiri,Pemalang, Pekalongan, Banyumas, Banjar Negara), Jawa Tiimur (Jember,Banyuwangi, Situbondo, Sampang, Nganjuk, Gersik, Malang), Bali, Kialimantan Timur (Samarinda), Kalimantan Barat (Singkawang, Pontianak), Sulawesi Selatan (Makasar), Sulawesi Tenggara (kendari), Sulawesi Utara (Manado). Mereka biasanya melalui daerah transit di : Pontianak (Kalimantan Barat),Makasar ( Sulawesi Selatan ), Batam, Tanjung Pinang (Riau), Bandar Lampung (Lampung), Medan (Sumatera Utara), dan Jakarta.

(40)

pengirimannya, mereka melalui daerah transit di : Jakarta, Batam, Medan, Surabaya, Pontianak, Pare-pare, Tarakan Nunukan (Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003:12 ).

E. Kerangka Pemikiran

Perdagangan anak adalah salah satu tindak perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang yang dialami oleh anak yang telah menjadi salah satu bentuk tindak kejahatan yang terjadi di Sumatera Utara. Perdaganan anak untuk eksploitasi merupakan realita yang tidak bisa dipungkiri dan telah memburuk seiring dengan bertambah kompleksnya persoalan sosial ekonomi yang saat ini terjadi di Indonesia.

Propinsi Sumatera Utara yang telah terindikasi sebagai daerah dengan jumlah kasus perdagangan anak yang sangat menonjol. Sumatera Utatra diidentikkan sebagai daerah supplier atau pengirim, daerah tujuan dan daerah transit perdagangan anak dan perempuan.

Fakta lain yang menjadikan anak menjadi objeknya yaitu perdagangan manusia (trafficking in persons). Di mana perdagangan manusia pada dasarnya melanggar hak

(41)

Para korban yang dipaksa dalam perbudakan seks seringkali dibius dengan obat-obatan dan menderita kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjual belikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik dan emosional akibat kegiatan seksual yang belum waktunya, diperlakukan dengn kasar, dan menderita dengan penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks termasuk HIV/AIDS. Berdasarkan fakta yang berkembang yaitu kasus-kasus yang di alami oleh anak maka sudah seharusnya banyak pihak, baik pemerintah maupun lembaga sosial yang memberikan perlindungan dan pelayanan. Hal ini tentunya untuk menegakkan hak-hak anak, dan menghindari terulangnya kasus yang serupa di masa yang akan datang.

Pusat kajian dan perlindungan anak (PKPA) merupakan salah satu lembaga sosial yang membawa isu perlindungan anak ( child protection), menegakkan hak-hak anak dan perempuan. Perlindungan terhadap anak dari segala persoalan yang selalu mengintainya, karena anak tergolong rentan. Dalam hal ini PKPA memberikan pelayanan terhadap anak yang menjadi korban, dengan harapan agar dapat tercapainya perlindungan dan penegakan hak-hak anak dan perempuan. Maka upaya yang dilakukan oleh PUSPA- PKPA tersebut mencakup berbagai program antara lain:

1. Program layanan hukum

2. Konseling atau pemberian bimbingan psikologis. 3. Penjemputan atau penyelamatan korban

4. Rehabilitasi dan reintegrasi

5. Pemeriksaan kondisi kesehatan korban 6. Layanan rumah aman bagi korban ( DIC)

(42)

8. Monitoring dan evaluasi

(43)

Kerangka pemikiran di atas dapat digambarkan dalam bagan berikut ini:

Perdagangan Anak

PKPA

Program

~ Layanan Hukum ~ Penjemputan ~ Rehabilitasi

~ Pemeriksaan kesehatan ~ Layanan rumah aman ~ Pendidikan

~ Monitoring

Upaya

Hasil

Lahirnya Perda tentang larangan trafficking di

(44)

F. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional

F.1. Defenisi Konsep

Konsep adalah abstraksi mengenai sesuatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau keadaan individu tertentu.(Sangaribun, 1989 :33) dalam hal ini definisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yabg digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian, maka disusun definisi konsep yaitu untuk mengetahui apakah yang menjadi Upaya Pusat Informasi dan Pengaduan Anak Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PUSPA-PKPA) dalam menuntaskan masalah traffracking di Sumatera Utara sudah beshasil dilakukan.

F.2. Defenisi Operasional

(45)

B AB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian Deskripitif. dimana Penelitian ini hanya terbatas pada usaha mengungkapkan suatu masalah atau keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar untuk mengungkapkan fakta. Situasi atau kejadian. Hasil penelitian ditekankan yaitu dengan memberikan gambaran atau penjelasan secara objektif tentang keadaan sebenarnya dari objek yang diselidiki. (Bungini, 2001 : 1001).

B. Lokasi Penelitian

(46)

C. Teknik Pengupulan Data

Sumber penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait diantaranya :

1. Koordinator staf PUSPA, dalam hal ini diperlukan untuk mengungkap data sejauh mana upaya yang dilakukan LSM PKPA dalam menuntaskan masalah perdagangan anak (trafficking) di Sumatera Utara.

2. Staf PUSPA, dalam hal ini diperlukan untuk mengungkap data sejauh mana pelaksanaan PUSPA-PKPA di lapangan dalam menuntaskan masalah perdagangan anak (trafficking) di Sumatera Utara.

3. Korban, dalam hal ini diperlukan untuk mengungkap data sejauh mana keseriusan PUSPA-PKPA untuk membantu mengungkap kasus yang menimpa mereka.

D.Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dan informasi dengan mempelajari dan menelaah buku, surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

(47)

a. Observasi, yaitu mengamati objek yang diteliti secara langsung dengan mengadakan pencatatan seperlunya dengnan kondisi yang dihadapi secara objektif.

b. Wawancara, yaitu untuk mendapatkan dan mengumpulkan data, berdialog secara langsung kepada staf PUSPA-PKPA atau wawancara terbuka.

E. Teknik Analisa Data

(48)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya PKPA

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam di rimya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah pemilik masa depan yang mempunyai kebebasan untuk tumbuh dan berkembang. Anak juga memiliki hak azasi manusia yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa di dunia. merupakan landasan bagi kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di seluruh dunia. Hak-hak anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hak azasi manusia yang wajib dilindungi, dihormati dan ditegakkan oleh Negara baik sebelum maupun sesudah hadir.

Indonesia merupakan Negara yang telah meratifikasi konvensi PBB tentang hak anak (Convention on the right of child) pada tahun 1990. dengan demikian, Indonesia wajib mengimplementasikan hak-hak anak dalam program aksi, kebijakan, regulasi hukum yang berpihak dan menjamin hak-hak anak. Realita bahwa masih banyak anak yang dilanggar dan terabaikan haknya, dan menjadi korban dari berbagai bentuk tindakan kekerasan, eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, bahkan tindakan yang tidak manusiawi pada anak menunjukkan kurang memadainya perlindungan terhadap anak. Padahal anak belum cukup mampu melindungi dirinya sendiri. Anak membutuhkan perlindungan yang memadai dari keluarga, masyarakat dan pemerintah.

(49)

beban kerja berat, terdiskriminasi, termajinalkan, dilecehkan bahkan menjadi objek tindak kekerasan, dan berbagai bentuk ketidakadilan, serta perlakuan salah lain baik secara langsung, dan sistematik. Praktek-praktek semacam ini terus berlangsung dalam masyarakat dan dialami oleh perempuan hampir di setiap belahan bumi baik itu praktek norma-norma budaya tertentu, religius atau karena faktor sosial politik.

Menyikapi realita tersebut, sejumlah aktivis LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dosen dan mahasiswa di medan pada tanggal 21 oktober 1996 mendirikan PKPA (Pusat Kajian dan Perlindungan Anak), lembaga independent yang memegang teguh prinsip pertanggung jawaban publik, mengedepankan peluang dan kesempatan berpartisipasi pada anak dan perempuan serta pluralisme dan dalam memegang prinsip kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

Penegakan hak-hak anak dan perempuan sebagaimana dimaksud konvensi Hak Anak (KHA) dan Konvensi Penghapusan Tindak Kekerasan dan Diskriminasi Terhadap Perempuan (KTP) merupakan upaya terpenting melandasi PKPA menyelamatkan masa depan bangsa Indonesia. Dengan kata lain alasan utama yang menjadi latar belakang adalah masih sangat buruknya situasi anak-anak, program perlindungan anak belum dijadikan prioritas dalam pembangunan, minimnya lembaga yang menangani dan punya perhatian terhadap masalah anak. Di awal pendirian PKPA, segalanya dilakukan dengan swadaya dan dukungan dari pada pendiri/pengurus. Hal ini berlangsung selama dua tahun, kemudian barulah dari dukungan satu persatu dari donatur.

(50)

B. Visi, Misi dan Tujuan PKPA

B.1 Visi, Misi PKPA

Memperjuangkan terciptanya kepentingan terbaik anak.

Advokasi kebijakan yang diperlukan untuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagi anak serta menegakkan hak-hak anak.

B.2 Tujuan PKPA

Mewujudkan tatanan kehidupan yang mampu memajukan dan melindungi hak-hak anak serta mencegah terjadinya pelanggaran teerhadap hak anak.

C. Prinsip Organisasi PKPA

1. PKPA memiliki prinsip sebagai organisasi yang independent, memegang teguh prinsip pertanggungjawaban publik, mengedepankan peluang dan kesempatan partisipasi pada anak serta menghargai dan memihak pada prinsip dasar hak.

(51)

D. Peran dan Fungsi PKPA

Adapun yang menjadi peran dan fungsi PKPA adalah : 1. Lembaga peneliti dan pengkajian masalah anak.

2. Lembaga pengamat dan tempat layanan informasi serta pengaduan masalah anak.

3. Lembaga pelayanan bantuan dan konsultasi hukum bagi anak yang menjadi korban kekerasan dan tindak pidana, berdasarkan kuasa dari orang tua atau wali/orang tua asuh.

4. Lembaga advokasi dan lobi kebijakan masalah anak

5. Lembaga rujukan untuk pemulihan dan penyatuan kembali anak kepada lingkungan keluarga, masyarakat dan pendidikan.

6. Lembaga layanan informai dan studi masalah anak

7. Lembaga layanan dan informasi kesehatan reproduksi dan gender. 8. Lembaga pemantau implementasi hak anak.

E.Program PKPA

Program-program PKPA meliputi :

1. Penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum baik sebagai korban maupun sebagai tesangka.

2. Penanggulangan eksploitasi seksual komersil terhadap anak meliputi pelacuran anak-anak, pornographi terhadap anak, dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.

(52)

4. Pendampingan/pemberdayaan anak-anak jalanan dan anak-anak miskin kota. 5. Penghapusan bentuk-bentuk terburuk pekerja anak.

6. Pendidikan kesehatan reproduksi dan gender terhadap remaja

7. Penanganan anak-anak yang berada pada situasi emergensi (bencana alam).

F. Strategi PKPA

Strategi PKPA dalam menjabarkan program-programnya adalah dengan memberdayakan potensi internal dan menggandeng potensi eksternal. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah:

1. Menciptakan kondisi lembaga yang penuh semangat kekeluargaan, professional dan mandiri melalui penyadaran dan budaya kritis.

2. Meningkatkan sumber daya insani (staff) lembaga dan kualitas program dalam rangka peningkatan pelayanan dan pengabdian kepada masyarakat

3. Memberdayakan lembaga, meningkatkan sumber daya lembaga dan memperhatikan kesejahteraan staff.

4. Membangun budaya disiplin, partisipasi dan kepekaan sosial dalam rangka menggali informasi dan isu terbaru.

(53)

G. Unit Layanan PKPA

PKPA memiliki tiga unit layanan, yaitu:

1. Pusat Informasi dan Pengaduan Anak ( PUSPA-PKPA)

PUSPA merupakan unit yang melayani masalah anak korban kejahatan seksual, trafficking dan anak yang berkonflik dengan hukum. PUSPA secara khusus mendampingi korban dan juga anak-anak yang berkonflik dengan hukum, namun pendekatan yang digunakan oleh PUSPA idak semata hanya juridis formal tetapi juga dengan cara-cara non litigasi seperti konseling, repartriasi, pemulihan dan penyatuan korba kepada keluarga. PUSPA juga mendirikan DIC (Drop In Center) sebagai tempat penampungan bagi anak yang sedang direhabilitasi akibat trauma dan gangguan kejiwaan.

2. Pusat Informasi dan Kesehatan Reproduksi (PIKIR-PKPA)

PIKIR merupakan unit layanan khusus di PKPA yang disentralisasi untuk program pendidikan seks, kesehatan reproduksi dan gender pada remaja. Program PIKIR lebih diarahkan kepada siswa/siswi yang duduk dibangku sekolah SLTP dan juga SLTA. Saat ini PIKIR memiliki dampingan di 11 sekolah di 4 kabupaten/kota di Sumatera Utara.

3. Sangkar Kreativitas Anak (SKA-PKPA)

(54)

telah memiliki secretariat yang merupakan milik PKPA dengan dukungan BFDW (Brerad For the Wealth) Jerman.

H. PKPA memiliki dua divisi, yaitu:

H.1. Divisi PKPA

1. Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang)

Ruang lingkup kerja dan tugas divisi ini adalah melakukan penelitian dan pengkajian permasalahan anak perempuan dari berbagai aspek seperti sosial, ekonomi, pendidikan, lingkungan dan kesehatan. Monitoring terhadap fenomena-fenomena sosial dalam masyarakat untuk mengetahui implementasi KHA dan perempuan, monitoring kelompok damping dan masyarakat bukan kelompok dampingan. Melaukan investigasi (primary survey), pengembangan secara internal (capacity staff dan building) dan

eksternal ( pengembangan program dan target group).

2. Divisi Informasi dan Dokumentasi

Divisi ini bergerak dalam bidang penerbitan, buku, bulletin, majalah, jurnal, info sheat, news letter, dan brosur. Penerbitan dilakukan sebagai hasil penelitian atau kajian

(55)

Divisi Informasi dan Dokumentasi meliputi tiga sub, yaitu: 1. Media Officer

2. Perpustakaan

3. IT (Informasi dan Teknologi)

I. Cabang PKPA

Peristiwa gempa bumi di sertai gelombang tsunami 26 Desember 2004 yang melanda NAD dan Nias-Sumut, tidak saja mengorbankan ratusan jiwa dan luluhlantanya infrastuktur kedua kawasan ini, tetapi juga menyisakan derita dan kesengsaraan yang berkepanjangan bagi anak-anak NAD dan Nias, baik dibarak dan ditenda pengungsi maupun di institusi-institusi anak.

Hak-hak anak NAD dan Nias masih terancam dan belum terpenuhi secara maksimal. Untuk itu PKPA yang sejak dua hari pasca bencana nasional itu mulai membuka posko di beberapa daerah di NAD dana Nias yang menjadi cikal-bakal terbentuknya PKPA di 4 daerah,yaitu:

(56)

J. Jaringan Kerja PKPA

1. Sebagai sebuah LSM perlindungan anak, PKPA memperkuat posisinya dengan membangun kemitraan dengan organisasi sejenis baik pada tingkat lokal, nasional dan internasional.

2. Pada tingkat nasional PKPA masuk dalam keanggotaan JARAK (Jaringan Nasional Untuk Anak Jermal) dan posisi PKPA jaringan nasional iini anggota steering committee.

3. Di tingkat internasional PKPA masuk dalam keanggotaan ECPAT Grop (End Child Prostitution, Child pornography and trafficking in children for sexual

purpose). CWA (Child Work in Asia), GAATW (global Alliance Againts

Trafficking in Women). ISPCAN ( International Society Prevention Child abuse

(57)

. Struktur PKPA

Struktur PKPA terdiri dari :

(58)

K. Donatur PKPA

Untuk menjalankan semua program PKPA tidak mungkin tanpa dukungan dana, untuk itu PKPA aktif dalam menggalang donasi baik orang per orang maupun lembaga. Beberapa donator PKPA antara lain (khusus lembaga):

1. UNICEF ( untuk penerbitan kalingga),

2. BFDW Jerman (untuk program regular dan emergensi), 3. KNH Jerman (untuk program emergensi),

4. GVC Italia, 5. ECPAT Italia, 6. CIFA Italia, 7. UNOCD Swiss, 8. IOM, IRD,

9. TIFA Foundation, 10. CA Inggris, dll,

L. Langkah Sukses Advokasi PKPA

1. Hapusnya buruh anak jermal

2. Lahirnya Keppres (Keputusan Presiden) tentang ESKA

3. Diakuinya PKPA sebagai lembaga rujukan dalam penanganan masalah perdagangan anak baik pada tingkat lokal, nasional dan internasional

4. Lahirnya perda (Peraturan Daerah) Trafficking dan Perda Penghapusan Pekerja Anak

(59)

6. Di tunjuknya KPA sebagai secretariat ECPAT internasional

M. Profil PUSPA-PKPA

M.1 Latar belakang PUSPA

Saat ini kondisi anak Indonesia khususnya di Sumatera Utara relatif memprihatinkan. Banyak diantara mereka belum memperoleh perlindungan dan pemenuhan hak-hak. Mereka sering menjadi korban kekerasan, pelantaran, eksploirasi, diskriminasi dan perlakuan salah. Secara umum telihat bahwa anak yang memerlukan perlindungan khusus senantiasa mengalami peningkatan seiring situasi krisis ekonomi yang tak kunjung usai dan tidak terselesaikan permasalahan nasional, seperti kemiskinan, pengangguran, budaya kekerasan dan konflik sosial.

Terungkap dan cenderung Permasalahan anak yang membutuhkan penaganan serius dan perlindungan dalam skala nasional semakin mengalami peningkatan antara lain adalah perdagangan (trafficking) anak untuk kepentingan pelacuran dan juga kekerasan sseksual anak lainnya seperti perkosaan, incest, dan lain-lain. Trafficking merupakan masalah yang sampai hari ini belum terpecahkan. Kasus demi kasus terus terjadi sementara respon atas masalah ini masih sedikit yang memberikannya. Dalam masalah perdagangan anak ini banyak pihak yang terlibat dan menerima manfaat atas berlangsungnya bisnis illegal ini. Namun bagi anak, hal ini sangat merugikan khususnya bagi masa depannya, begitu juga terhadap anak yang menjadi korban tindak kekerasan.

(60)

wajar baik secara jasmani , rohani maupun sosial. Kondisi yang demikian mengakibatkan korban mengalami stress dan trauma dan sering kali terlihat menyendiri, gemetar susah tidur, gelisah, kewaspadaan berlebih, gangguan makan dan mudah merasa was-was.

Eksploitasi seksual yang di praktekkan oleh para sindikat pelacuran dan para pemilik lokasi prostitusi membuat anak-anak mengalami banyak kerugian atau dampak negative yang di timbulkannya. Perlakuan yang di terima korban (anak yang dilacurkan) di lokasi prostitusi ini kerap tidak berperikemanusiaan, kekerasan fisik (pukulan, tamparan dan lain-lain), kekerasan psikis (ancaman, hinaan, dan lain-lain), maupun kekerasan seksual (pemaksaan gaya hubungan seksual dan lain-lain). Kesemua hal ini jelas berdampak buruk bagi perkembangan mereka seperti kehilangan kepercayaan diri, trauma berkepanjangan, cacat fisik, tertular PSM, pecandu obat-obatan bahkan beresiko tinggi tertular HIV/AIDS. Sampai saat ini belum ada satu langkah penanganan yang konpherensif dapat mengatasi persoalan trauma dalam proses rehabilitasi.

(61)

Kompleksnya persoalan perdagangan anak untuk pelacuran sehingga harus menjadi perhatian dan penanganan secara bersama-sama, keterlibatan semua institusi sangat di perlukan mulai dari perguruan tinngi, LSM, organisasi keagamaan dan masyarakat serta pejabat publik. Sementara penanganan yang di lakukan selama ini masih dan belum ada keterlibatan semua institusi.

Pusat Informasi dan Pengaduan Anak (PUSPA), di dirikan oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) dengan dukungan FADO-NIVIB. PUSPA merupakan unit yang melayani masalah anak korban kejahatan seksual, trafficking dan anak yang berkonflik dengan hukum. PUSPA secara khusus mendampingi korbajn dan juga anak-anak yang di sangka melakukan kejahatan. Walaupun menangani anak-anak berkonflik dengan hukum. PUSPA secara khusus mendampingi korban dan juga anak-anak yang di sangka melakukan kejahatan. Walaupun menangani anak yang berkonflik dengan hukum, namun pendekatan yang di gunakan oleh PUSPA tidak semata-mata hanya juridis formal tetapi juga dengan cara non litigasi seperti konseling, repartriasi, pemulihan dan penyatuan korban kepada keluarga. PUSPA juga mendirikan DIC (Drop IN Center) sebagai tempat penampungan bagi anak yang sedang di rehabilitasi Akibat trauma dan gangguan kejiawaan.

M.2 Tujuan

(62)

Tujuan pembentukan PUSPA-PKPA adalah :

1. Sosialisasi informai perdagangan anak untuk kepentingan pelacuran. Media yang di gunakan untuk sosialisasi adalah liflet, brosur, stiker, pertemuan rutin dengan masyarakat, workshop dan iklan layanan masyarakat melalui media elektronik dan cetak.

2. Pendampingan anak korban trafficking (perdagangan anak untuk kepentingan pelacuran) an kekerasan seksual dengan memberikan layanan hukum, konseling psikososial, rehabilitasi mental dan pemeriksaan medis.

3. Mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk membuat peraturan tentang penanggulangan perdagangan anak untuk tujuan pelacuran dengan lahirnya perda trafficking di Sumut.

4. Membangun kerjasama antar institusi pemerintah dan non pemerintah di Sumatera Utara dengan daerah-daerah yang menjadi tujuan pelacuran.

5. Adanya rumah aman bagi anak selama proses hukum dan pemulihan pasca penyelamatan.

M.3. Kegiatan PUSPA

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan PUSPA terhadap Korban : 1. Menerima laporan kasus, informasi kasus monitoring kasus. 2. Melakukan penyelamatan korban.

3. Mengidentifikasi profil korban, keluarga dan lingkungan sosial. 4. Membuat kronologis kasus.

(63)

6. Memberikan layanan hukum dan pendampingan.

7. Mengintegrasikan anak dan perempuan kepada lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan,

8. Menjaga kerahasian dan keamanan korban selama proses pemulihan dan penanganan

Terhadap Perubahan Kebijakan:

1. Memberikan masukan dan mendorong lahirnya peraturan lokal untuk pencegahan dan penanggulangan perdagangan (trafficking) anak dan perempuan.

2. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti RPK Polda Sumut, Poltabes Medan, pemerintah provinsi dan lembaga-lembaga yang relevan agar meningkatkan kepedulian dan layanan terhadap korban trafficking.

3. Melakukan pencegahan dengan memberikan penyadaran kepada masyarakat melalui media komunikasi tatap muka, dialog di radio dan sosialisasi di media cetak.

M.4. Mitra Organisasi

(64)

2. Proses hukum dan rehabilitasi, untuk memudahkan dan melindungi anak dalam proses hukum, konseling psikologis PUSPA melakukan kordinasi dengan RPK Polda Sumut, RPK Poltabes Medan, POSYANDU Rumah sakit Bhayangkara Polda Sumut dan Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumut untuk pemeriksaan Visum dan Medis.

M.5. Rencana kedepan

Dalam menjalankan kegiatan PUSPA-PKPA juga akan mendampingi kasus-kasus bagi anak yang berkonflik dengan hukum karena pada dasrnya mereka merupakan korban dari system yang berkembang di masyarakat, mereka sering diperlakukan tidak adil oleh lingkungan terdekatnya. System pelayanan yang di terima oleh anak belum sesuai dengan apa yang seharusnya, sehingga PUSPA-PKPA akan memperluas kerja kedepan bagi anak yang berkonflikdengan hukum.

(65)
(66)

M.6. Struktur PUSPA-PKPA

Struktur PUSPA-PKPA terdiri dari :

Penanggung Jawab

Manajer Program

Manajer Keuangan

Unit Konseling & Pemulangan anak dari

Malasya ke Medan

Penanggung Jawab

Litigasi Konsultasi

(67)

M.7. Job Discription Unit PUSPA-PKPA

a. Penanggung Jawab

1. Berkoordinasi dan komunikasi dengan pihak donor 2. Meminta laporan Manager Program

3. Evaluasi dan Monitoring

b. Manager Program

1. Membuat perencanaan program

2. Mengkoordinir staaf dan pelaporan pelaksanaan program

3. Melakukan monitoring dengan evaluasi pada seluruh staff PUSPA

c. Manager keuangan

1. Membuat perencanaan keuangan 2. Berkoordinir dengan Manager Program 3. Membuat laporan keuangan

d. Unit Konseling dan Pemulangan Anak dari Malaysia ke Indonesia

1. Melakukan kunjungan ke KBRI dan penampungan korban trafficking di Malaysia 2. Melakukan pendampingan dan konseling kepada korban trafficking di Malaysia. 3. Melakukan pemulangan korban Tafficking dan Malaysia ke Medan, dan koordinasi

dengan pihak KBRI dan pihak-pihak yang terkait di Malasya

(68)

e. Litigasi

Litigasimeliputi :

1. Mendampingi klien yang membuat pengaduan dan penyelesaian kasus lewat jalur hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan sampai kepengadilan

2. Melakukan lobby dan negosiasi dengan apara penegak hukum 3. Memonitoring perkembangan kasus dan menindak lajutinya

4. Melakukan pressure kepada pihak-pihak yang terkait dalam penanganan kasus

5. Mengkoordinir tim pengacara dan membuat kesepakatan dengan korban/keluarga (kuasa hukum)

6. Melakukan penjemputan dan pemukangan korban 7. Menyiapkan konsep kuasa hukum

8. Investigasi kasus

9. Membawa korban ke pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemeriksaan kesehatan korban kerumah sakit

10.Memegang petycash dan melaporkannya ke Manager Keuangan

11.Memonitoring dan membuat laporan permodalan kepada korban yang telah dilakukan

f. Konsultasi Hukum

Konsultasi hukum meliputi :

1. Memberikan konsultasi dan penanganan kasus yang di tangani oleh tim PUSPA-PKPA

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa pasar cenderung menginterpertasikan pembayaran dividen sebagai sinyal tentang prospek cerah perusahaan di masa mendatang (Suluh,

Berdasarkan Berita Acara Hasil Evaluasi Dokumen Penawaran Administrasi dan Teknis (File I) Nomor : Sti.11.16/KS.01.7/338/2016 tanggal 15 November 2016, maka Kelompok Kerja

Karena berupaya menggali data dengan melakukan wawancara terhadap Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang dan Dosen Psikologi UIN Malang mengenai pandangan mereka terhadap

Tingkat kesadaran hukum mahasiswa UPI terhadap Undang-undang RI No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik dalam penggunaan internet.. Dedi Ahmad

[r]

Demikian pernyataan ini dibuat dengan melampirkan hasil penelitian kinerja dan bukti fisik masing-masing untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

In order to address the bare-ground extraction from LIDAR point clouds of complex landscapes, a novel morphological filtering algorithm is proposed based on multi-gradient analysis

In this paper we developed a Cellular Automata (CA) model for deforestation process due to its high performance in spatial modelling, land cover change prediction