• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Kondisi Pelayanan Air minum

Dalam dokumen DOCRPIJM 335249bb14 BAB VI06 ASPEK TEKNIS (Halaman 38-43)

 Terbatasnya armada angkut

6.6. Rencana Investasi Pengembangan Air Minum 1 Petunjuk Umum

6.6.2 Gambaran Kondisi Pelayanan Air minum

Dilihat dari efektifitas dan efisiensi pelayanan dan pembangunan air minum dapat digambarkan sebagai berikut : Berdasarkan pengalaman kunjungan lapangan diyakini bahwa antara sarana dan prasarana air minum yang masih bisa digunakan secara efektif dan berkelanjutan jika di perbandingkan dengan sarana prasarana air minum yang sudah rusak, kira-kira perbandingannya masih banyak sarana dan prasarana air minum yang telah

Proyek-proyek yang menangani air minum antara lain : PPK, P2KP, WSLIC-II, P2MPD, PAR Rinjani, dll. Sektor/dinas yang memiliki program pembangunan air minum sampai saat ini antara lain : Dinas Kesehatan Masyarakat, Dinas PU Cipta Karya, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, BPM-PLH, serta BPMD.

Sebagai gambaran pada tahun 2003 total anggaran/invertasi untuk sektor air minum berdasarkan sumber dari PU Cipta Karya Lombok Barat 2003, sebesar Rp. 8.717.002.854,- dengan perincian sumber pembiayaan pada tabel berikut :

Tabel 6.19

Investasi Sektor Air Minum Kabupaten Lombok Barat Tahun 2003

No Nama Kegiatan Sumber Dana Pihak Terkait Nilai Anggaran (Rp)

1. MCK DAU PU Kimpraswil Lobar 299.720.000,00

2. Sarana & Prasarana air minum

DAU PU Kimpraswil Lobar 536.052.000,00 3. Sarana & Prasarana air

minum

PDP SE - AB PU Kimpraswil Lobar 1.583.645.000,00 4. Sarana & Prasarana air

minum

APBN PU Kimpraswil Lobar 1.843.325.000,00 5. Drainase Perumahan IBRD – APBD II PU Kimpraswil Lobar 699.340.000,00 6. Drainase Perumahan DAU PU Kimpraswil Lobar 559.649.000,00 7. Sarana & Prasarana air

minum P2MPD

BLN – APBD II Bappeda Lobar 307.162.000,00 8. Sarana & Prasarana air

minum

Loan – WSLIC-II Dinkesmas Lobar 2.325.121.000,00

9. MCK BLN Swadaya - PPK - BPMD Lobar 517.949.239,48 10. SPL BLN Swadaya - PPK - BPMD Lobar 72.454.400,00 11. Sarana & Prasarana air

minum BLN Swadaya - PPK - BPMD Lobar 861.399.320,00 12. Drainase BLN Swadaya - PPK - BPMD Lobar 139.570.900,00 13. Sarana & Prasarana air

minum permukiman perkotaan

BLN Kimpraswil NTB 630.517.000,00

Rencana untuk tahun 2005 sebagaimana yang telah direncanakan dalam Musrenbang dengan program Penyediaan AP&PL bersumber dari DAU adalah sebesar Rp

untuk pengembangan konservasi dan kemiskinan, bersumber dari hibah Uni Eropa (UE) sebesar 4.000.000.000,- dengan instansi penanggung jawab Lingkungan Hidup dengan program-program Dinkesmas meliputi PHBS dll. bersumber dari dana APBD; dengan program penyehatan lingkungan bersumber dari APBD sebesar Rp. 290.701.000 dengan instansi penanggung jawab adalah PU Cipta Karya.

6.6.2.1. Gambaran Umum Sistem Penyediaan dan Pengelolaan

Layanan air minum sampai saat ini mencapai 41.779 pelanggan PDAM di perkotaan.1 Jumlah keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar pada tahun 2003 yakni, terhadap persediaan air bersih dari jumlah 174,172 KK yang telah memiliki persediaan air bersih sejumlah 121,917 KK (70%), dari jumlah 174,172 KK yang telah memiliki jamban sejumlah 78,372 KK (45%), dari jumlah 174,172 KK yang telah memiliki pengelolaan air limbah sejumlah 55,378 KK (31,80%).

Pilihan teknologi AMPL dari jumlah 174,172 KK yang mengunakan Ledeng sejumlah 31,159 KK (17,89%), yang menggunakan SPT sejumlah 4,909 KK (2,82%), yang menggunakan SGL sejumlah 76,890 KK (44,15%) yang menggunakan PMA 4,713 KK (2,71%), yang menggunakan PAH 0, yang menggunakan lainya 4,245 KK (2,44%). (Profil Dinkesmas Lobar 2003).

6.6.2.2. Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum Kondisi sistem sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air bersih dapat dilihat pada tabel 6.20 berikut :

Tabel 6.20

Kondisi Sistem Sarana dan Prasarana Penyediaan dan Pengelolaan Air Minum

Kabupaten Lombok Barat No Kecamatan Jumlah Penduduk PP AI SGL SPTDK SPDL PMA HU KK Jiwa 1. Bayan 11.109 41.191 11 4 200 - 15 12 35 2. Kayangan 9.150 35.192 8 5 363 - 12 1 72 3. Gangga 9.941 38.422 11 2 747 14 5 4 14 4. Tanjung 11.556 41.246 10 1 2.111 94 - 3 16 5. Pemenang 8.011 29.331 6 1 568 20 1 - 20 6. Batu Layar 9.762 36.318 5 1 2.341 28 - - - 7. Gunung Sr 17.456 65.273 13 1 5.145 16 - - 3 8. Lingsar 15.231 55.930 18 - 1.796 36 - 5 30 9. Narmada 21.662 77.778 21 1 3.769 30 - 2 12 10. Labuapi 15.081 57.113 5 - 3.738 31 - - - 11. Kediri 12.779 44.210 6 - 1.583 41 - - - 12. Kuripan 8.197 26.414 4 - 1.174 28 - - 6 13. Gerung 18.406 66.337 7 - 6.867 120 - - 20 14. Lembar 9.869 40.162 6 - 2.743 19 - - 18 15. Sekotong 12.182 44.127 2 - 2.333 27 - - 10 Ket : Sumber : Keterangan :

a. PP : Perpipaan e. SPTDK : Sumur Pompa Tangan Dangkal

b. AI : Air Irigasi f. SPDL : Sumur Pompa Dalam

c. SGL : Sumur Gali g. HU : Hidran Umum.

d. PMA : Perlindungan Mata

6.6.2.2.1. Sistem Non Perpipaan 6.6.2.2.1.1. Aspek Teknis

Sistem non perpipaan akan mendominasi investasi pengembangan air minum kedepan karena semakin terbatasnya debit sumber mata air yang dapat dikelola dengan system perpipaan dan kendala geografis wilayah dan pertimbangan biaya. Seperti dimaklumi bahwa setelah terbentuknya Kabupaten Lombok Utara jumlah sumber mata air di Lombok Barat semakin terbatas dan hampir keseluruhannya sudah tereksploitasi. Selain itu kemandirian PDAM dalam mengelola pelayanan Air minum semakin baik.

Sumber mata air yang sebagian besar berada di kawasan Batulayar, Gunungsari, Lingsar dan Narmada sudah tereksploitasi baik untuk irigasi maupun untuk air minum. Konsumsi air minum terbesar adalah Kota Mataram.

6.6.2.2.1.2. Aspek Pendanaan

Aspek keuangan memegang peranan yang sangat penting, rendahnya investasi di bidang AMPL, ditambah dengan terbatasnya pembiayaan pembangunan AMPL dalam APBD, serta sulitnya menggali kontribusi pada masyarakat pengguna, mengakibatkan cakupan AMPL perdesaan masih rendah. Sisi yang lain, rendahnya kesadaran masyarakat pengguna dalam pemeliharaan prasaran dan sarana AMPL, serta rendahnya kesadaran terhadap prinsip pemulihan biaya, semakin menambah situasi permasalahan AMPL menjadi lengkap

6.6.2.2.1.3. Aspek Kelembagaan dan Peraturan

Aspek kelembagaan, peran pemerintah sebagai fasilitator yang belum efektif dinilai menyebabkan terjadinya koordinasi antar dinas instansi terkait menjadi kurang/rendah, program AMPL menjadi tumpang tindih dan belum menjadi prioritas, perencanaan belum disusun secara menyeluruh dan terpadu, manajemen data AMPL belum menjadi akurat, masing-masing dinas penyajiannya berbeda, belum disediakannya PERDA tentang penguatan kapasitas kelembagaan AMPL, inkonseistensi dalam menegakkan aturan, serta petugas lapangan pemberdaya kapasitas kelembagaan manyarakat pengguna sarana dan prasarana AMPL belum optimal. Implikasi dari hal-hal tersebut diatas adalah rendahnya partisipasi masyarakat utamanya kaum perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program, Unit Pengelola Sarana (UPS) dan Kelompok Masayarakat Pemaka Air (Pokmair) belum kuat kapasitasnya, serta pengelolaan air minum

6.6.2.3. Sistem Perpipaan 6.6.2.3.1. Aspek Teknis

Aspek teknologi, pembangunan prasaran dan sarana AMPL yang tidak sesuai dengan bestek (rencana kerja dan syarat-syarat), serta prinsip pemulihan biaya yang belum menjadi dasar pertimbangan dalam pembangunan fisik AMPL, mengakibatkan pelayanan AMPL menjadi kurang efisien dan efektif.

6.6.2.3.2. Aspek Pendanaan

Hampir sama kasusnya dengan sistem non perpipaan aspek keuangan did lm system ini juga memegang peranan yang sangat penting, rendahnya investasi di bidang air minum, ditambah dengan terbatasnya pembiayaan pembangunan AMPL dalam APBD, serta sulitnya menggali kontribusi pada masyarakat pengguna, mengakibatkan cakupan AMPL perdesaan masih rendah. Khusus untuk kawasan perkotaaan sebagian dikelola oleh PDAM secara profit. Sisi yang lain, rendahnya kesadaran masyarakat pengguna dalam pemeliharaan prasaran dan sarana AMPL, serta rendahnya kesadaran terhadap prinsip pemulihan biaya, semakin menambah situasi permasalahan AMPL menjadi lengkap.

6.6.2.3.3. Aspek Kelembagaan dan Peraturan

Peran pemerintah sebagai fasilitator yang belum efektif dinilai menyebabkan terjadinya koordinasi antar dinas instansi terkait menjadi kurang/rendah, program AMPL menjadi tumpang tindih dan belum menjadi prioritas, perencanaan belum disusun secara menyeluruh dan terpadu, manajemen data AMPL belum menjadi akurat, masing-masing dinas penyajiannya berbeda, belum disediakannya PERDA tentang penguatan kapasitas kelembagaan AMPL, inkonsistensi dalam menegakkan aturan, serta petugas lapangan pemberdaya kapasitas kelembagaan manyarakat pengguna sarana dan prasarana AMPL belum optimal. Implikasi dari hal-hal tersebut diatas adalah rendahnya partisipasi masyarakat utamanya kaum perempuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program, Unit Pengelola Sarana (UPS) dan Kelompok Masyarakat Pemakai Air (Pokmair) belum kuat kapasitasnya, serta pengelolaan air minum oleh desa (BUMDes) belum menjadi program prioritas.

Dalam dokumen DOCRPIJM 335249bb14 BAB VI06 ASPEK TEKNIS (Halaman 38-43)

Dokumen terkait