• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Monografi Kecamatan Muara Badak

Kabupaten Kutai Kartanegara dengan luas wilayah sekitar 27.263,10 Km2 terletak pada garis bujur antara 115026’ sampai dengan 117036’ Bujur Timur serta terletak pada garis lintang dari 1028’ Lintang Utara sampai dengan 1008’ Lintang Selatan. Kecamatan Muara Badak merupakan satu diantara delapan belas kecamatan yang ada di Kabupaten Kutai Kartanegara. Kecamatan Muara Badak memiliki luas 1.045 km2 dengan kondisi wilayah berbukit dan bergunung dengan ketinggian wilayah dari permukaan laut sampai 2.000 m.

Secara administratif letak wilayah Kecamatan Muara Badak berbatasan: - Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Marang Kayu

- Sebelah timur berbatasan dengan Selat Makassar

- Sebelah selatan Berbatasan dengan Kecamatan Anggana

- Sebelah barat berbatasan dengan Kota Samarinda dan Kecamatan Tenggarong Seberang.

Iklim wilayah Kecamatan Muara Badak dipengaruhi oleh iklim tropis basah bercurah hujan tinggi dengan jumlah hari curah hujan terbanyak 168 hari dalam 1 tahun (46%) dan banyaknya curah hujan 1.687 mm per tahun. Suhu udara rata-rata 200C, dimana perbedaan suhu terendah dengan suhu tertinggi mencapai 22 – 32 0C, sedangkan kelembaban udara terjadi 2 bulan dalam 1 tahun yaitu bulan Agustus dan bulan September.

Kecamatan Muara Badak terbagi dalam 13 desa, yaitu 9 desa definitif dan 4 desa persiapan. Desa definitif terdiri atas Desa Muara Badak Ulu, Muara Badak Ilir, Saliki, Salo Palai, Tanjung Limau, Badak Baru, Tanah Datar, Badak Mekar dan Suka Damai. Untuk desa persiapan yaitu desa persiapan Gas Alam Badak 1, desa persiapan Batu-batu, Salo Cella dan Sungai Bawang. Selain 13 Desa tersebut, Kecamatan Muara Badak memiliki sembilan buah pulau-pulau kecil yang menyebar di perairan lautnya.

5.2 Keadaan Sosial Ekonomi 5.2.1 Aksesibilitas

Aksesibilitas suatu kawasan merupakan indikator terhadap tingkat kemudahan kawasan ekosistem mangrove untuk dicapai atau dikelola. Lokasi kawasan ekosistem mangrove pada umumnya banyak ditemui di sepanjang pesisir pantai, dimana loksi tersebut merupakan tempat pemukiman nelayan yang mencari ikan di sepanjang pesisir Kalimantan Timur.

Banyaknya pemukiman yang berada dengan kawasan mangrove menyebabkan mudahnya aksesibilitas masyarakat terhadap mangrove. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap keberadaan ekosistem mangrove. Masyarakat yang bermukim sebagian besar merupakan masyarakat pendatang, terutama dari Pulau Sulawesi. Sementara suku-suku asli dari Kalimantan sendiri banyak bermukim di daerah hulu sungai dan pegunungan. Adanya pengetahuan masyarakat untuk membuka tambak dari daerah asal dan semakin sedikitnya hasil tangkapan ikan semakin membuka peluang bagi masyarakat pendatang untuk memanfaatkan lahan mangrove untuk dijadikan tambak.

Akses untuk mencapai lokasi kawasan mangrove, masyarakat menggunakan perahu-perahu kecil, seperti perahu klotok, ketinting dan dompeng atau pun melalui jalan darat untuk lokasi lahan mangrove yang ada di dekat pemukiman. Bahkan di beberapa tempat, pemukiman masyarakat sudah berada di dalam kawasan mangrove.

Secara umum Kecamatan Muara Badak memiliki sistem transportasi yang cukup baik, pelayanan transportasi terdiri atas angkotan kota dan bus antar kota. Sebagian besar kondisi jalan di Kecamatan Muara Badak terdiri atas jalan beraspal dan jalan non beraspal.

Akses menuju lokasi penelitian yang merupakan wilayah pesisir relatif sulit, hal ini disebabkan jarak antara lokasi yang satu dengan yang lain sangat jauh, kemudian kondisi jalan yang sebagian besar tidak beraspal dan sulit di lewati dalam kondisi hujan. Tabel 5 menunjukkan wilayah lokasi penelitian, jarak dari Ibukota Kecamatan serta luas wilayah.

Tabel 5. Wilayah Lokasi Penelitian, Jarak dari Ibukota Kecamatan serta Luas Wilayah.

No Desa Jarak (Km) Luas (Km2)

1 Saliki 20 42.000

2 Salo Palai 9 15.800

3 Tanjung Limau 3 15.000

Sumber : Profil Kecamatan Muara Badak Tahun 2006. 5.2.2 Kependudukan

Penduduk Kecamatan Muara Badak dari tahun ke tahun mencatat kenaikan yang cukup berarti. Jumlah penduduk pada Tahun 2002 sebesar 30.092 jiwa dengan 8.042 kepala keluarga, sedangkan jumlah penduduk pada Tahun 2006 adalah sebesar 37.545 jiwa dengan 9.127 kepala keluarga yang terdiri atas 18.519 laki-laki dan 17.671 perempuan yang menyebar di 13 Desa Kecamatan Muara Badak dengan jumlah terbanyak terdapat di Desa Badak Baru, yaitu sebanyak 8.462 jiwa dan terkecil jumlah penduduknya terdapat di Desa Batu-batu yaitu sebanyak 953 jiwa yang keseluruhannya berkewarganegaraan Indonesia (WNI). Selain tersebut, di Kecamatan Muara Badak terdapat 9 warga negara asing asal Amerika yang merupakan karyawan PT Karina Kutai Kartanegara. Penduduk di Kecamatan Muara Badak terdiri atas berbagai etnis, yang yang didominasi oleh suku Bugis, kemudian Jawa, Kutai, Banjar, Tator, Manado dan Dayak, dengan pemeluk agama mayoritas adalah Islam.

Kepadatan penduduk secara umum di Kecamatan Muara Badak adalah 35 jiwa per km2, yang berarti setiap luas wilayah satu kilometer persegi terdapat 35 jiwa penduduk yang mendiami luas wilayah tersebut. Adapun kepadatan penduduk bila diukur per KK (Kepala Keluarga) adalah 4 orang, yang artinya dalam setiap satu kepala keluarga terdapat 4 jiwa penduduk yang ditanggung KK tersebut. Tabel 6 menggambarkan kepadatan penduduk per KK di Kecamatan Muara Badak

Tabel 6. Kepala keluarga, Jumlah Penduduk dan Kepadatan penduduk Kecamatan Muara Badak Tahun 2006

Jumlah Penduduk (Jiwa) Desa

Kepala Keluarga

(KK) Laki-laki Perempuan Jumlah

Kepadatan Penduduk

per KK

Saliki Salo Palai

Muara Badak Ulu Muara Badak Ilir Tanjung Limau Tanah Datar Badak Baru Suka Damai Badak Mekar

P.Gas Alam Badak 1 P.Batu-Batu P.Salo Cella P.Sungai Bawang 413 300 937 845 1.084 625 1.919 321 432 1.201 233 507 310 1.194 643 2042 915 1.984 1.064 4.319 680 812 2.707 501 844 814 976 516 1.836 1.646 1.784 919 4.143 569 851 2.427 452 785 767 2.231 1.159 3.878 3.855 3.768 1.983 3.462 1.249 1.663 5.134 953 1.629 1.581 5,4 3,9 4,1 4,6 3,8 3,2 1,8 3,9 3,9 4,3 4,1 3,2 5,1 Jumlah 9.127 18.519 17.671 37.545 51,3 Rata-rata 4 Sumber : Profil Kecamatan Muara Badak Tahun 2006.

Penduduk Kecamatan Muara Badak umumnya bermata pencaharian sebagai buruh tambak dan tani, petambak, nelayan, PNS, tukang bangunan, swasta dan jasa serta pedagang. Mayoritas tingkat pendidikan penduduk adalah SD (Sekolah Dasar), selain ada di tingkat SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi, tetapi masih dalam kelompok minoritas. Dominasi usaha pertambakan dilakukan oleh penduduk dari Suku Bugis, salah satu suku yang terdapat di Sulawesi Selatan yang bermigrasi ke Kecamatan Muara Badak Kalimantan Timur sejak tahun 1980-an hingga menetap dan menjadi warga penduduk tetap daerah setempat. 5.3 Karakteristik Responden

5.3.1 Umur Responden

Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir. Umur responden bervariasi antara 18 sampai dengan 66 tahun. Berdasarkan hasil survey, diketahui bahwa sebagian besar responden berusia sangat produktif dalam angkatan kerja, yaitu umur 24 – 50 tahun sebanyak 63 orang (68,47%). Responden yang berusia produktif yaitu antara 18 – 23 tahun sebanyak 3 orang (3,26%), sedangkan jumlah responden yang berusia kurang

produkstif dalam angkatan kerja yaitu umur antara 51 – 65 tahun sebanyak 25 orang (27,17%) dan responden yang berusia tidak produktif sebanyak 1 orang (1,09%). Data selengkapnya disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Klasifikasi Umur Responden

No Umur (tahun) Jumlah (Orang) Prosentase (%)

1 18 – 23 3 3,26 2 24 – 30 13 14,13 3 31 – 35 14 15,22 4 36 – 40 17 18,48 5 41 – 45 12 13,04 6 46 – 50 7 7,60 7 51 – 55 8 8,70 8 56 – 60 6 6,52 9 60 – 65 11 11,96 10 > 65 1 1,09 Jumlah 92 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2007 5.3.2 Jenis Kelamin Responden

Berdasarkan survey menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 86 orang (93,47%) dan hanya sebagian kecil responden adalah perempuan yaitu sebanyak 6 orang (6,52%).

Jika ditelaah pada aspek Gender di Negara Indonesia, posisi laki-laki dan perempuan tidak sejajar atau timpang. Kontruksi sosial di Indonesia khususnya di wilayah kajian menempatkan laki-laki pada posisi utama untuk mengisi ruang-ruang publik dan posisi sentral dalam mata pencaharian. Konstruksi sosial menyatakan bahwa laki-laki mempunyai sifat ekspansif, eksploitatif dan tidak terbatas relasinya dengan sumber daya. Berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan masyarakat lokal dan kalangan perguruan tinggi di wilayah kajian bahwa posisi laki-laki dan perempuan tidak sejajar sebagaiman penjelasan di atas. Hal tersebutlah yang digugat oleh para aktivis gender terutama aliran ekstrim. Di lokasi penelitian, laki-laki bekerja pada mata pencaharian tambak, nelayan lepas pantai dan memanfaatkan sumberdaya mangrove. Semua jenis mata pencaharian tersebut diputuskan dan dimobilisasi oleh laki-laki. Tabel 8 menunjukkan jumlah responden berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 8. Jenis Kelamin Responden

No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Prosentase (%)

1 Laki-laki 86 93,47

2 Perempuan 6 6,52

Jumlah 102 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer 2007 5.3.3 Tingkat Pendidikan Responden

Tingkat pendidikan formal berpotensi dalam meningkatkan pengetahuan (knowledge) yang bersifat teknis dan ketrampilan (skill) dalam melakukan usaha produktif. Untuk usaha pemanfataan ekosistem mangrove termasuk budidaya tambak, tingkat pengetahuan diketahui berpengaruh terhadap sejauh mana masyarakat pesisir dapat menerima informasi baik dari penyuluhan, media cetak maupun elektronik serta ide-ide perubahan ke arah pengelolaan sumberdaya secara berkelanjutan. Ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan formal masyarakat pesisir diperkirakan pengetahuan dan atau ketrampilan yang dimiliki cenderung semakin banyak yang menunjang keberhasilan dalam usaha pemanfaatan sumberdaya mangrove. Tingkat pendidikan formal responden di lokasi penelitian dapat di lihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden

No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Prosentase (%)

1 Tidak Tamat SD 21 22,83

2 Tamat SD 34 36,96

3 Tamat SLTP 26 28,26

4 Tamat SLTA 10 10,86

5 Tamat Perguruan Tinggi 1 1,09

Jumlah 92 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer 2007

Dari hasil survey diketahui bahwa tingkat pendidikan responden didominasi pendidikan rendah, hal ini terlihat dari banyaknya responden yang hanya mengikuti pendidikan dasar (SD) baik yang tamat maupun tidak tamat ataupun yang tidak pernah mengikuti pendidikan dasar sama sekali yaitu sebanyak 55 orang (59,78%), sedangkan yang mengikuti pendidikan SLTP sebanyak 26 orang (28,26%), SLTA 10 orang (10,86) dan responden dengan tingkat

pendidikan tinggi yaitu yang menyelesaikan sampai perguruan tinggi atau Sarjana sebanyak 1 orang (1.09%).

5.3.4 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden

Jumlah tanggungan keluarga responden merupakan jumlah anggota keluarga yang masih ditanggung oleh responden. Jumlah tanggungan keluarga dihitung berdasarkan jumlah anggota keluarga yaitu suami/istri, anak, ayah/ibu dan anggota keluarga lain yang ditanggung penghidupannya oleh responden. Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga yang terbanyak adalah empat orang, yaitu sebanyak 29 responden (31,52%), sedangkan jumlah tanggungan keluarga yang sedikit adalah berjumlah enam orang, yaitu sebanyak lima responden (5,43%).

Tabel 10. Klasifikasi Responden Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga No Tanggungan Keluarga Jumlah (orang) Prosentase (%)

1 3 orang 25 27,17 2 4 orang 29 31,52 3 5 orang 17 18,48 4 6 orang 5 5,43 5 7 orang 16 17,39 Jumlah 92 100

Sumber : Hasil Olahan Data Primer 2007 5.3.5 Asal Responden

Data Tabel 10 menunjukkan asal responden sebagian besar adalah penduduk pendatang yaitu sebanyak 82 responden atau 89,13% yang merupakan penduduk yang berasal dari Sulawesi Selatan yang datang ke Kecamatan Muara Badak pada tahun 1980 an, menetap dan akhirnya menjadi warga penduduk tetap daerah setempat. Sedangkan responden yang merupakan penduduk asli sebanyak 11 responden atau sekitar 10,87%.

Tabel 11. Asal Responden

No Asal Responden Jumlah (orang) Prosentase (%)

1 Asli 10 10,87

2 Pendatang 82 89,13

Jumlah 102 100

Dokumen terkait