• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Total Nilai Eksternalitas Terhadap Pengembangan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.6 Pendugaan Total Nilai Eksternalitas Terhadap Pengembangan

Konsep eksternalitas dalam ilmu ekonomi telah lama dikenal. Istilah ini mengandung pengertian bahwa suatu proses produksi dapat menimbulkan adanya manfaat atau biaya yang masih belum termasuk dalam perhitungan biaya proses

produksi. Dalam pengertian ekonomi, diketahui bahwa pemanfaatan atau produksi suatu barang oleh seseorang akan menimbulkan manfaat pada pemiliknya atau pada orang lain. Keadaan sebaliknya juga dapat terjadi, yaitu menghasilkan dampak atau menurunkan daya guna barang milik orang lain. Keadaan seperti ini, yaitu adanya output suatu proses yang menimbulkan manfaat mau pun dampak negatif terhadap orang lain disebut eksternalitas (WWF 2004).

Nilai eksternalitas akibat pengembangan tambak pada ekosistem mangrove di kecamatan Muara Badak dapat diketahui setelah dilakukan identifikasi serta mengkuantifikasikan hasil dari penilaian terhadap manfaat (benefit) serta biaya (cost) dari aktivitas yang dilakukan masyarakat dalam memanfaatkan ekosistem mangrove baik manfaat langsung mau pun tidak langsung. Ada pun nilai keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 18 dan perbandingannya tersaji pada Gambar 17.

Tabel 18. Ringkasan Nilai Eksternalitas Pemanfaatan Mangrove untuk Masing-masing Pemanfaatan

No Jenis Eksternalitas Rp per ha per tahun Rp per Tahun Positif

Manfaat Langsung Penyerapan tenaga kerja Jumlah sub 1 1.229.626 1.229.626 13.267.662.162 13.267.662.162 1

Manfaat Tidak Langsung 1. Udang bintik 2. Udang putih Jumlah sub 1 788.430 966.159 1.754.589 8.507.159.700 10.424.858.324 18.932.015.310 Total 1 2.984.215 32.199.679.850 Negatif Manfaat Langsung 1. Kayu bakar 2. Bibit alam (benur) 3. Kepiting Jumlah Sub 1 511.208 1.979.114 1505.068 3.995.390 5.515.934.320 21.354.640.060 16.239.683.720 43.110.258.100 2

Manfaat Tidak Langsung 1. Penahan abrasi 2. Pengurangan pencemaran 3. Penyedia pakan Jumlah Sub 2 719.392 4.019.886 37 4.793.314 7.762.224.898 43.374.569.940 402.027 51.137.196.865 Total 2 8.734.704 94.247.454.965 Total Nilai Eksternalitas (1-2) -5.750.489 -62.047.775.115 Sumber : Data Primer setelah diolah, 2007

0 2000000 4000000 6000000 8000000 10000000

Eksternalitas Positif Eksternalitas Negatif

Rp

/Ha

langsung tak langsung

Gambar 17. Perbandingan Nilai Eksternalitas per Hektar terhadap Pengembangan Tambak di Kecamatan Muara Badak Tahun 2006 Hasil analisis di atas, menunjukkan kegiatan pengembangan tambak pada ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Badak memberikan nilai eksternalitas negatif sebesar Rp(62.047.775.115). Artinya kegiatan ini telah memberikan nilai kerugian yang cukup besar dari pada manfaat yang diperoleh. Hal ini terlihat pada Tabel 17 dan Gambar 17, yaitu perbandingan antara manfaat yang diperoleh dari aktivitas tambak dengan dan dampak eksternal yang ditanggung.

Kemudian perhitungan nilai ekonomi dilanjutkan dengan perhitungan Net Present Value (NPV) dan Benefit Cost Ratio (BCR) secara total dari eksternalitas positif dan eksternalitas negatif dengan tingkat suku bunga 10% dalam jangka waktu 10 tahun. Pertimbangan pemakaian tingkat suku bunga 10% diacu dalam Rachmawati (2003). Pemilihan waktu 10 tahun didasarkan pada asumsi dua periode produksi optimal tambak, diketahui bahwa tambak akan berproduksi optimal sampai dengan 5 tahun, namun cenderung pemilik tambak membiarkan tambaknya sampai 10 tahun, kemudian dibandingkan dengan tingkat suku bunga 8% untuk skenario rendah dan 15% untuk skenario tinggi.

Pada saat penelitian berlangsung, total ekosistem mangrove yang menjadi lahan tambak adalah seluas 10.790 ha atau sekitar 55,14% dari total ekosistem mangrove yang ada di kawasan ini. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis biaya-manfaat, dengan memasukkan nilai eksternalitas,

maka didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV) dan ratio manfaat biaya (BCR), seperti yang disajikan pada Tabel 19 dan Gambar 18.

Tabel 19. Hasil Analisis Ekonomi Tambak pada Tingkat Suku Bunga pada Kondisi Aktual

No Suku Bunga (%)

Net Present Value (NPV)

Benefit Cost Ratio (BCR)

1 10 -502.781.712.714 0,48 2 8 -536.208.771.388 0,49 3 15 -437.686.914.243 0,53 Sumber : Data Primer setelah diolah, 2007

0.48 0.5 0.52 0.54 0.56 0.58 10% 8% 15% Suku Bunga N Ila i B C R (600,000,000,000) (500,000,000,000) (400,000,000,000) (300,000,000,000) (200,000,000,000) (100,000,000,000) -N ila i N P V BCR NPV

Tabel 18. Perbandingan Hasil Analisis Ekonomi Tambak pada Ekosistem Mangrove dengan Berbagai Tingkat Suku Bunga

Tabel 19 dan Gambar 18 menunjukkan bahwa aktivitas budidaya tambak tahun 2006 tidak layak untuk diusahakan, hal ini terlihat pada nilai NPV dan BCR, dimana hasil analisis usaha pengembangan tambak pada tahun 2006 memberikan nilai kerugian yang cukup besar. Hal ini terjadi karena nilai manfaat ekosistem mangrove yang diidentifikasi sebagai nilai manfaat yang hilang atau biaya eksternal lebih besar dari pada nilai manfaat pengembangan tambak udang. 6.7. Arahan Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kawasan

Muara Badak

Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang tidak mengikuti prinsip-prinsip perekonomian yang berwawasan lingkungan, sehingga mengakibatkan alokasi sumberdaya yang dilakukan pasar tidak efesien. Dalam

mengatasi hal ini, pemerintah dapat menerapkan salah satu dari dua pilihan tindakan yang ada (Daraba 2001), pilihan pertama adalah menerapkan kebijakan-kebijakan atau pendekatan komando dan kontrol (command-and-control policies), atau menerapkan kebijakan berdasarkan pendekatan pajak.

Pemanfaatan sumberdaya alam seharusnya mempertimbangkan fungsi ekonomi dan ekologi sumberdaya tersebut. Usaha pemanfaatan ekosistem mangrove hendaknya tidak hanya memperhitungkan fungsi ekonomi, tetapi juga fungsi ekologi ekosistem mangrove agar usaha pemanfaatan yang dilakukan dapat berkelanjutan. Pentingnya memasukkan fungsi ekologi sebagai input produksi akan berdampak pada kegiatan usaha yang berkelanjutan (sustainable business). Pendekatan tersebut akan menggambarkan suatu pilihan atau alternatif pola pemanfatan sumberdaya mangrove yang lebih rasional.

Evaluasi dari suatu keputusan untuk menentukan pilihan dari pemanfaatan, yaitu melakukan perbandingan antara biaya, manfaat dan nilai ekonomi sumberdaya yang diperoleh.

Evaluasi kelayakan jenis pemanfaatan ekosistem mangrove dari hasil penelitian diketahui melalui kreteria kelayakan usaha, berupa Net Present Value (NPV) yang merupakan penjumlahan nilai rupiah di masa mendatang, dinilai pada waktu kini yang didiskon pada setiap periode, kemudian Cost Benefit Analysis (CBA) untuk membandingkan besarnya biaya pemanfaatan termasuk biaya lingkungan dan besarnya manfaat yang diperoleh serta tingkat suku bunga (discount rate) yang digunakan untuk analisis biaya-manfaat terhadap beberapa alternatif alokasi pemanfaatan.

6.7.1. Ekosistem Mangrove pada Kondisi Awal

Kondisi Awal ekosistem mangrove pada saat penelitian adalah seluas 19.568 ha, terdiri dari hutan mengrove seluas 8.778 ha dan tambak (10.790 ha). Nilai dari kondisi awal perlu diketahui sebagai dasar penentuan alternatif pengelolaan yang berkelanjutan. Berdasarkan hasil perhitungan dengan memasukkan nilai eksternalitas positif dan negatif dengan menggunakan analisis biaya-manfaat, maka didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV) dan ratio

manfaat biaya (BCR) pada alternatif pemanfaatan pertama ini, seperti yang disajikan pada Tabel 20 dan Gambar 19.

Tabel 20. Hasil Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove pada Tingkat Suku Bunga pada Kondisi Awal

No Suku Bunga (%)

Net Present Value (NPV)

Benefit Cost Ratio (BCR)

1 10 -198.615.175.335 0,80

2 8 -194.722.408.667 0,82

3 15 -206.195.826.213 0,76

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2007

0.72 0.74 0.76 0.78 0.80 0.82 0.84 10% 8% 15% Suku Bunga N ila i B C R (208,000,000,000) (206,000,000,000) (204,000,000,000) (202,000,000,000) (200,000,000,000) (198,000,000,000) (196,000,000,000) (194,000,000,000) (192,000,000,000) (190,000,000,000) (188,000,000,000) N ila i N P V BCR NPV

Tabel 19. Perbandingan Hasil Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove dengan Tingkat Suku Bunga pada Kondisi Awal

Hasil analisis ekonomi pada kondisi awal, diperoleh nilai Net Present Value (NPV) negatif dan Benefit Cost Ratio (BCR) kurang dari 1, artinya usaha pengembangan tambak pada ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Badak pada tahun 2006 tidak layak untuk diusahakan dan memberikan nilai kerugian yang cukup tinggi.

6.7.2. Alternatif Pemanfaatan 1

Alternatif pemanfaatan pertama diasumsikan bahwa akan dilakukan pengelolaan ekosistem mangrove serta lahan tambak dengan baik dan lestari. Pada alternatif pertama ini konversi lahan mangrove menjadi lahan tambak tetap dilaksanakan sampai 60% dari total luas ekosistem mangrove di Kecamatan

Muara Badak atau seluas 11.741 ha, sehingga luas ekosistem mengrove yang tersisa menjadi 7.827,2 ha atau 40% dari total luas ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Badak. Alternatif pertama didasarkan pada pertimbangan harga udang yang masih relatif tinggi dan jumlah permintaan yang semakin meningkat baik di tingkat lokal mau pun internasional. Ada pun hasil analisis ekonomi ekosistem mangrove pada alternatif pemanfaatan pertama dapat dilihat pada Tabel 21 dan Gambar 20.

Tabel 21. Hasil Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove pada Tingkat Suku Bunga pada Alternatif Pemanfaatan l

No Suku Bunga (%)

Net Present Value (NPV)

Benefit Cost Ratio (BCR)

1 10 -298.951.222.714 0,77

2 8 -296.648.385.775 0,79

3 15 -285.751.484.120 0,74

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2007

0.72 0.74 0.76 0.78 0.80 0.82 0.84 10% 8% 15% Suku Bunga N ila i B C R (210,000,000,000) (205,000,000,000) (200,000,000,000) (195,000,000,000) (190,000,000,000) (185,000,000,000) N ila i N P V BCR NPV

Tabel 20. Perbandingan Hasil Analisis Ekonomi Ekonomi Mangrove dengan Tingkat Suku Bunga pada Alternatif Pemanfaatan I

Hasil analisis ekonomi pada alternatif pemanfaatan kedua, diperoleh nilai Net Present Value (NPV) negatif dan Benefit Cost Ratio (BCR) kurang dari 1, artinya apabila usaha tambak ini dikembangkan sampai 60% dari total ekosistem mangrove, maka akan mengalami kerugian yang cukup besar dan usaha ini tidak layak dilaksanakan.

6.7.3. Alternatif Pemanfaatan lI

Pada Alternatif pemanfaatan II ini, diasumsikan perbandingan antara luas tambak yang diusahakan dengan luas mangrove murni adalah 40% : 60%, artinya, seluas 7.827,2 ha dikelola sebagai lahan budidaya tambak dan 11.740,2 ha diusahakan sebagai ekosistem mangrove murni. Sehingga pada alternatif kedua ini, terdapat rehabilitasi lahan menjadikan mangrove pada kondisi semula seluas 2.962,8 ha. Alternatif kedua didasarkan pada pertimbangan untuk meminimalkan dampak negatif atau biaya eksternalitas dari kegiatan pengembangan tambak di kawasan ini. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis biaya-manfaat, maka didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV) dan ratio manfaat biaya (BCR) seperti yang disajikan pada Tabel 22 dan Gambar 21.

Tabel 22. Hasil Analisis Ekonomi Hutan Ekosistem Mangrove pada Tingkat Suku Bunga pada Alternatif Pemanfaatan II

No Suku Bunga (%)

Net Present Value (NPV)

Benefit Cost Ratio (BCR)

1 10 -110.701.038.991 0.90

2 8 -96.554.413.344 0.92

3 15 -138.249.731.039 0.85

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2007

0.80 0.82 0.84 0.86 0.88 0.90 0.92 0.94 10% 8% 15% Suku Bunga N ila i B C R (160,000,000,000) (140,000,000,000) (120,000,000,000) (100,000,000,000) (80,000,000,000) (60,000,000,000) (40,000,000,000) (20,000,000,000) -N ila i N P V BCR NPV

Tabel 21. Perbandingan Hasil Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove dengan Tingkat Suku Bunga pada Alternatif Pemanfaatan II

Hasil analisis ekonomi pada alternatif pemanfaatan kedua, juga diperoleh nilai Net Present Value (NPV) negatif dan Benefit Cost Ratio (BCR) kurang dari

1. artinya alternatif kedua ini masih belum memberikan solusi yang optimal dalam pengelolaan ekosistem mangrove.

6.7.4. Alternatif Pemanfaatan lII

Alternatif pemanfaatan III juga merupakan alternatif dalam rangka meningkatkan kondisi baik kualitas mau pun kuantitas dari sumberdaya mangrove yang ada di kawasan ini. Alternatif pemanfaatan ketiga ini menggambarkan kondisi ekosistem mangrove, dengan perbandingan untuk tambak adalah 3.913,6 ha atau 20% dari total ekosistem, dan hutan mangrove seluas 15.654,4 ha. Pada alternatif ini terdapat aktivitas rehabilitasi mangrove kembali seluas 6.876,4 ha.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis biaya-manfaat, maka didapat nilai manfaat bersih sekarang (NPV) dan ratio manfaat biaya (BCR) disajikan pada Tabel 23 dan Gambar 22.

Tabel 23. Hasil Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove pada Tingkat Suku Bunga pada Alternatif Pemanfaatan III

No Suku Bunga (%)

Net Present Value (NPV)

Benefit Cost Ratio (BCR)

1 10 384.435.783.538 1,81

2 8 434.012.488.089 1,86

3 15 287.891.674.674 1.70

Sumber : Data Primer setelah diolah, 2007

1.6 1.65 1.7 1.75 1.8 1.85 1.9 10% 8% 15% Suku Bunga Ni la i BC R -100,000,000,000 200,000,000,000 300,000,000,000 400,000,000,000 500,000,000,000 Ni la i NP V BCR NPV

Tabel 22. Perbandingan Hasil Analisis Ekonomi Ekosistem Mangrove dengan Tingkat Suku Bunga pada Alternatif Pemanfaatan III

Tabel 23 dan Gambar 22 menunjukkan bahwa nilai Net Present Value (NPV) positif dan Benefit Cost Ratio (BCR) lebih dari 1 (satu). Artinya bahwa alternatif ketiga ini merupakan alternatif pemanfaatan ekosistem mangrove yang strategis, karena memberikan nilai keuntungan yang cukup tinggi. Nilai tertinggi terdapat pada tingkat suku bunga 8%, masing-masing sebesar Rp434.012.488.089 pada nilai NPV dan 1,86 pada nilai BCR. Sementara nilai NPV terendah sebesar Rp287.891.674.674 terjadi pada tingkat suku bunga 15%. Dilihat dari nilai NPV dan BCR, maka alternatif pemanfaatan ketiga ini lebih baik dibandingkan dengan alternatif pemanfaatan I dan II.

Hasil analisis ekonomi alternatif pengelolaan sumberdaya mangrove terlihat bahwa dengan tingkat suku bunga yang makin tinggi, nilai NPV dan BCR akan semakin rendah. Hal ini merupakan implikasi dari teori yang dikemukakan oleh Harold Hotelling (Hotelling rule) yang menyebutkan bahwa pilihan untuk mengeksploitasi (mengkonsumsi) sumberdaya alam sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga, orang akan makin terpicu untuk mengeksploitasi lebih banyak dan lebih cepat, karena mengharapkan keuntungan dari hasil eksploitasi sumberdaya alam yang disimpan di bank. Rasional yang mementingkan keuntungan jangka pendek seperti inilah yang membuat alokasi sumberdaya alam menjadi tidak lestari karena ditunjukkan dengan nilai NPV dan BCR yang paling rendah dengan tingkat suku bunga yang paling tinggi.

6.8. Penentuan prioritas Pilihan Alternatif Pemanfaatan Terbaik

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan analisis biaya manfaat pada beberapa alternatif pemanfaatan ekosistem hutan mangrove di Kecamatan Muara Badak diperoleh nilai bersih sekarang (NPV) dan ratio manfaat biaya (BCR). Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif pemanfaatan empat merupakan alternatif yang mempunyai nilai ekonomi paling tinggi atau lebih menguntungkan. Sementara alternatif pemanfaatan I mempunyai nilai NPV dan BCR yang paling rendah.

Perbandingan nilai NPV dan BCR pada beberapa tingkat suku bunga, terlihat pada Tabel 20 sampai dengan Tabel 23. Nilai NPV mau pun nilai BCR pada setiap alternatif, dengan menggunakan suku bunga 15%, menunjukkan nilai yang paling rendah. sementara nilai NPV dan BCR pada tingkat suku bunga 8% pada setiap alternatif pemanfaatan, menggambarkan nilai yang paling tinggi.

Pada alternatif pemanfaatan pertama, bentuk pengelolaan yang dilakukan diasumsikan bahwa 60% (11.740,8 ha) dari total luas ekosistem mangrove dijadikan lahan tambak. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan bahwa pada alternatif pertama memberikan nilai kerugian yang cukup besar diantara alternatif lainnya dan tidak layak untuk dikembangkan. Berdasarkan analisis tersebut, alternatif pemanfaatan ketiga merupakan alternatif pemanfaatan yang paling strategis, karena selain efesien alternatif ini juga memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada alternatif pemanfaatan yang lainnya.

Hasil perhitungan ekonomi potensional baik manfaat langsung mau pun tidak langsung dari ekosistem mangrove di atas, memberikan nilai yang cukup besar per hektarnya, sehingga dengan mengembalikan luasan ekosistem mangrove, maka nilai manfaat yang diperoleh juga akan besar. Dengan demikian maka setiap kegiatan baik pada tingkat proyek mau pun kebijakan harus selalu memperhitungkan dampak dan manfaat serta tetap mempertimbangkan fungsi ekonomi dan ekologi sumberdaya tersebut, agar usaha pemanfaatan yang dilakukan dapat berkelanjutan.

Mengingat potensi sumberdaya ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Badak sangat besar manfaat dan nilainya, maka kawasan ekosistem mangrove di Kecamatan Muara Badak yang saat ini sudah sebagian besar dieksploitasi perlu dipertahankan kelestariannya, sehingga eksploitasi yang dilakukan, perlu memperhatikan kualitas produksi secara terbatas agar cadangan sumberdaya tersebut tidak terkuras habis, sehingga produksi sumberdaya tetap berkelanjutan demi kelangsungan hidup ekosistem mangrove dan masyarakat penggunanya.

6.9. Kebijakan Publik dan Solusi Privat dalam Mengatasi Eksternalitas 6.9.1. Kebijakan Publik

Setiap kali eksternalitas muncul, dapat mengakibatkan alokasi sumberdaya yang dilakukan pasar tidak efisien. Secara umum terdapat beberapa tindakan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya eksternalitas, yakni Perubahan hak kepemilikan atau penguasaan (changes property rights), menerapkan regulasi atau pendekatan komando dan kontrol ( command-and-control policies), serta pemberlakuan pajak (Pigovian tax).

1) Hak pemilikan (Property Rights)

Property rights merupakan hak yang menyatakan tentang kepemilikan, hak istimewa mau pun pembatasan dalam penggunaan sumberdaya. Dengan mengetahui hak dan bagaimana pengaruhnya terhadap prilaku manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam, maka kebijakan pemerintah mau pun alokasi pasar dapat di rencanakan (Kusumastanto 2000).

Pengendalian eksternalitas dengan pemberian hak kepemilikan akan sangat tergantung pada biaya transaksi, sebagaimana dijelaskan dalam teori Coase, jika biaya transaksi positif maka :

- Pemberian hak pemilikan akan mengurangi masalah eksternalitas, namun tidak menghilangkannya.

- Pemberian hak pemilikan untuk mengurangi eksternalitas akan efektif apabila pihak-pihak yang terlibat saling mengetahui benar satu sama lain. - Pemberian hak pemilikan akan meningkatkan kesejahteraan pemilik,

sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya eksternalitas.

Seperti diuraikan diatas, maka hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam hal ini adalah memperbaiki hak pemilikan atau penguasaan atas sumberdaya dan lingkungan (property rights). Untuk mencegah open access, maka dapat dilakukan perubahan penguasaan sumberdaya menjadi community property, sehingga masyarakat dapat mengelola sumberdaya secara bersama. Bentuk property rights tersebut harus disertai aturan dan pengawasan oleh kelompok masyarakat seperti kelompok adat, agar dalam pengelolaan sumberdaya tersebut dapat efesien dan berkelanjutan.

Q1 S2 Price P2 P1 0 Q2 Quantity S1 D

Gambar 23. Pengaruh Perubahan Pola Kepemilikan Sumberdaya terhadap Tingkat Konversi Lahan

Gambar 23, menunjukkan bahwa pada saat biaya sama dengan nol, masyarakat akan terus mengeksploitasi sumberdaya secara berlebihan. Setiap individu merasa harus mengambil atau memanfaatkan terlebih dahulu sebelum masyarakat lain memanfaatkannya, sehingga terjadi eksploitasi secara tak terhingga, dan berakibat pada hancurnya sumberdaya alam dan lingkungan yang ada. Pada gambar ini juga dijelaskan dengan adanya sistem pergeseran hak kepemilikan atau penguasaan atas sumberdaya dan lingkungan menjadi community property, maka terdapat mekanisme pasar dalam penentuan jumlah permintaan terhadap luas konversi lahan. Pada saat P1, masyarakat akan mengkonversi lahan seluas Q1, tetapi dengan adanya perubahan penguasaan sumberdaya, maka harga mengalami peningkatan menjadi P2, sehingga masyarakat hanya mampu mengkonversi lahan seluas Q2. Dengan adanya sistem pengalihan ini, diharapkan terjadi pengelolaan sumberdaya secara bersama dan efesien serta masyarakat dapat memelihara dan memanfaatkan sumberdaya secara berkelanjutan, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan, maka nilai dari sumberdaya tersebut akan turun karena kerusakan atau pemanfaatan yang tidak benar, sehingga kerugian akan ditanggung oleh pemilik property right.

2) Pendekatan Komando Dan Kontrol (Command-and-Control Policies)

Komando dan kontrol merupakan kebijakan publik dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan, pembuat kebijakan membuat undang-undang atau hukum dan digunakan perangkat penegakan hukum agar masyarakat mematuhi hukum tersebut.

Pemerintah dapat mengatasi suatu eksternalitas dengan melarang atau mewajibkan perilaku tertentu dari pihak-pihak tertentu. Dalam hal ini, apabila masyarakat melakukan penebangan mangrove secara berlebih dan tidak memperhatikan unsur kelestarian lingkungan, pemerintah dapat menyatakannya kegiatan ini sebagai tindakan kriminal dan dapat menghukum pelakunya. Dalam kasus ini pemerintah menggunakan regulasi atau pendekatan komando dan kontrol untuk melenyapkan eksternalitas tersebut.

Berapa batas pengelolaan yang optimal dalam pemanfaatan ekosistem mangrove, maka pemerintah perlu mempertimbangkan dan memperhitungkan seberapa pemanfaatannya yang efesien dan berkelanjutan. Untuk memperoleh suatu peraturan yang baik dan tepat guna, maka para pihak berwenang harus mengetahui spesifikasi dari setiap kegiatan dan berbagai alternatif pemanfaatan yang dapat diterapkan dalam pengelolaan ekosistem mangrove tersebut dalam rangka mengurangi atau membatasi konversi.

3) Pajak Pigovian

Selain menerapkan regulasi, untuk mengatasi eksternalitas pemerintah juga dapat menerapkan pajak yang dapat memadukan insentif pribadi dengan efisiensi sosial. Pajak yang khusus diterapkan untuk mengoreksi dampak dari suatu eksternalitas negatif lazim disebut sebagai Pajak Pigovian (Pigovian tax), mengambil nama ekonom pertama yang merumuskan dan menganjurkannya, yakni Arthur Pigou (1877-1959).

Untuk mencapai batasan optimal dalam pemanfaatan ekosistem mangrove, pemerintah perlu menghitung tingkat pajak yang paling tepat untuk diterapkannya dan batasan minimal luas lahan yang bisa dikonversi. Pada dasarnya, pajak Pigovian secara langsung menetapkan harga atas hak melakukan konversi. Sama halnya dengan kerja pasar yang mengalokasikan berbagai barang ke pembeli.

MSC = (MPC + Biaya Eksternal) Q1 Cost Benefit P2 0 Q2 Quantity MPC MPB P1

Gambar 24. Pengaruh Pajak terhadap Tingkat Konversi Lahan

Gambar 24, menggambarkan bahwa adanya penetapan pajak menyebabkan tingkat konversi berkurang. Tanpa adanya biaya eksternal (pajak), maka masyarakat akan mengoptimalkan output pada saat marginal private cost (MPC) sama dengan marginal private benefit (MPB). Tetapi dengan adanya pajak, maka masyarakat akan mengoptimalkan output pada saat marginal sosial cost (MSC) sama dengan marginal sosial benefit (MSB). Pada kondisi seperti ini, maka harga mengalami peningkatan dari P1 menjadi P2, dan permintaan terhadap jumlah konversi lahan berkurang dari Q1 menjadi Q2. masyarakat harus menekan tingkat konversi dan kerusakan lahan, sehingga biaya eksternal atau pajak yang ditanggung dapat diminimalkan.

Pajak Pigovian khusus diterapkan untuk mengatasi masalah eksternalitas. Akibat adanya eksternalitas, masyarakat harus memperhitungkan kesejahteraan pihak lain. Pajak Pigovian diterapkan untuk mengoreksi insentif ditengah adanya eksternalitas dan mendorong alokasi sumberdaya mendekati titik optimum sosial. Jadi, selain memberi pendapatan tambahan pada pemerintah, pajak Pigovian juga dapat meningkatkan efisiensi ekonomi.

- Di sisi lain dalam upaya mencapai tujuan di atas secara efektif melalui kebijakan tersebut, maka perlu masyarakat untuk mencapai solusi yang terbaik (Insentive for Improvement)

- Kemampuan penegakan aturan atau hukum (enforciability) - Pertimbangan moral

Salah satu hal yang paling penting dalam penerapan kebijakan publik dalam mengatasi eksternalitas ini, pemerintah perlu memberikan pendidikan dan sosialisasi mengenai pengelolaan ekosistem mangrove secara berkelanjutan, hal ini penting karena dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan, maka eksternalitas negatif akan dapat diatasi dengan lebih mudah.

6.9.2. Solusi Privat terhadap Eksternalitas

Keberadaan eksternalitas dapat mengakibatkan alokasi sumberdaya yang dilakukan oleh pasar menjadi tidak efisien. Dalam prakteknya, bukan hanya pemerintah yang perlu dan dapat mengatasi eksternalitas, melainkan juga pihak-pihak nonpemerintah, baik itu pribadi, kelompok mau pun perusahaan atau organisasi kemasyarakatan. Pada dasarnya, tujuan yang hendak dicapai oleh publik mau pun privat, berkenaan dengan penanggulangan eksternalitas adalah sama, yaitu untuk mendorong alokasi sumberdaya agar mendekati kondisi yang optimum secara sosial.

Eksternalitas tidak selalu harus atau bisa diatasi dengan penegakan atau ancaman penerapan sanksi sosial. Mengajarkan dan menanamkan kesadaran sedini mungkin mengenai pentingnya menjaga dan memelihara sumberdaya dengan baik melalui pendekatan ajaran agama merupakan salah satu cara internalisasi eksternalitas. Pengajaran moral ini yang kemudian membatasi perilaku dan tindakan, agar tidak merugikan lingkungan dan masyarakat lain.

Masyarakat di kawasan ini pada dasarnya bisa mencegah terjadinya kerusakan ekosistem mangrove, dengan cara menyusun kesepakatan antara semua masyarakat di kawasan ini untuk menentukan jumlah optimal tambak yang dapat dibuka oleh setiap keluarga atau dengan cara membagi-bagi lahan tambak kepada setiap keluarga, dengan luas optimal yang telah diperhitungkan. Dengan cara ini, diharapkan masing-masing petambak akan berusaha agar lahan tambaknya terus mempunyai produktivitas yang tinggi dan lingkungan tidak mengalami kerusakan. Sehingga kemungkinan inefesiensi yang bersumber dari eksternalitas negatif bisa dihindari.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Hasil identifikasi ekternalitas akibat pengembangan tambak di Kecamatan Muara badak diketahui terdapat eksternalitas positif yaitu terjadinya penyerapan tenaga kerja, adanya komoditas udang liar tanpa dilakukan penebaran (udang bintik dan udang putih) yang bernilai komersil cukup tinggi, dan adanya sistem ganti rugi yang diberikan oleh pihak perusahaan

Dokumen terkait