• Tidak ada hasil yang ditemukan

Posisi Geografis Kawasan Agropolitan Selupu Rejang

Kawasan Agropolitan Selupu Rejang meliputi Kecamatan Selupu Rejang. Kecamatan ini merupakan bagian dari Kabupaten Rejang Lebong dengan luasan wilayah sebesar 15.792 ha (Badan Pertanahan Nasional) atau sekitar 10,49% dari luas Kabupaten Rejang Lebong. Secara administratif Kawasan Agropolitan Selupu Rejang memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

- sebelah Utara berbatasan dengan Kab Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan

- sebelah Selatan berbatasan dengan Kab Kepahiang, Provinsi Bengkulu

- sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Curup Utara, Curup Timur dan Curup Tengah

- sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Padang Ulak Tanding dan Sindang Kelingi

Kecamatan Selupu Rejang merupakan daerah dataran tinggi yang terletak lebih kurang 90 km sebelah utara ibu kota Provinsi Bengkulu dengan waktu tempuh 2,5 – 3 jam menggunakan transportasi darat. Dari ibu kota Kabupaten Rejang Lebong, Kecamatan Selupu Rejang berjarak lebih kurang 12 km dan 50 km ke Lubuk Linggau (Provinsi Sumatera Selatan). Jalan raya yang menghubungkan kota Curup dan kota Lubuk Linggau terletak pada bagian tengah kawasan.

Kondisi Fisik Wilayah Topografi

Topografi wilayah Kecamatan Selupu Rejang terletak pada ketinggian lebih dari 100 meter di atas permukaan laut (dpl), dimana distribusi ketinggian 100-500 meter dpl seluas 262 ha, ketinggian 500–1.000 m seluas 10.169 ha dan pada ketinggian diatas 1.000 m seluas 5.361 ha.

Kecamatan Selupu Rejang memiliki tingkat relief (lereng) bervariasi mulai dari berombak, berbukit, bergelombang dan bergunung. Pembagian topografi (bentuk wilayah) di Kecamatan Selupu Rejang yang didasarkan pada data lereng pada peta tanah daerah Selupu Rejang (Puslitan, 2003), ialah sebagai berikut:

a. Daerah berombak dengan lereng 5-8 % b. Daerah bergelombang dengan lereng 8-15% c. Daerah berbukit dengan lereng 15-25% d. Daerah bergunung dengan lereng 30-60%

Kecamatan Selupu Rejang didominasi oleh daerah berbukit, yaitu seluas 6.132 ha atau 38,8% dari total wilayah, sedangkan daerah berombak meliputi luasan yang paling sedikit yaitu seluas 348 ha atau sekitar 2,2% dari luas wilayah yang ada. Relief bergunung dengan kemiringan lereng 30-60% juga mendominasi permukaan bumi di Kecamatan Selupu Rejang dengan luas 5.607 ha atau 35,5%, disusul oleh relief bergelombang dengan luas wilayah sebesar 3.705 ha atau 23,5% yang terdistribusi di seluruh Kecamatan Selupu Rejang (Tabel 5).

36

Tabel 5 Sebaran relief (lereng) Kecamatan Selupu Rejang (ha)

No Desa/Kelurahan Relief (lereng)

Berombak (5-8%) Bergelombang (8-15%) Berbukit (15-25%) Bergunung (30-60%)

1 Kelurahan Air Duku 67 235 680 376

2 Desa Sumber Urip - 276 187 378

3 Desa Karang Jaya - 131 101 -

4 Desa Sumber Bening - 421 436 -

5 Desa Sambirejo 60 293 542 -

6 Desa Air Putih Kali Bandung

85 236 914 1.601

7 Desa Suban Ayam 77 380 908 405

8 Desa Kampung Baru 60 409 392 -

9 Desa Simpang Nangka - 448 118 -

10 Desa Cawang Baru - 443 12 -

11 Desa Cawang Lama - 262 683 1.224

12 Desa Kayu Manis - 13 695 1.236

13 Desa Air Meles Atas - 159 466 386

Jumlah 348 3.705 6.132 5.607

Sumber : Pusat Penelitian Tanah, Deptan RI (2003), diolah

Tanah

Kecamatan Selupu Rejang memiliki 4 (empat) jenis tanah yaitu Andisol, Inceptisol, Histosol dan Entisol. Luasan keempat jenis tanah ini menyebar tidak merata, Inceptisol merupakan jenis tanah terluas sedangkan Histosol memiliki luasan terkecil.

Tabel 6 Sebaran jenis dan macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang (ha)

Ordo Luas (%) Sub

ordo

Great Group

(Jenis Tanah) Luas (%)

Sub Group

(Macam Tanah) Luas (%)

Andisol 2.809 17,79 Udands Hapludands 2.809 17,79 Typic Hapludans 426 2,70

Acrudoxic Hapludans 2.383 15,09

Inseptisol 11.047 69,95 Udepts Dystrudepts 7.355 46,57 Humic Dystrudepts 2.877 18,22

Aquic Dystrudepts 63 0,40

Typic Dystrudepts 4.415 27,96

Aquepts Epiaquepts 3.692 23,38 Typic Epiaquepts 3.692 23,38

Entisol 1.922 12,17 Orthents Udorthents 1.922 12,17 Lithic Udorthents 1.922 12,17

Histosol 14 0,09 Hemist Haplohemist 14 0,09 Fibric Haplohemist 14 0,09

Sumber : Pusat Penelitian Tanah, Deptan RI (2003), diolah

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa jenis tanah terluas di wilayah Kecamatan Selupu Rejang adalah Inseptisol yaitu sekitar 11.047 ha atau 69,95% dari luas

wilayah, dan terdapat pada semua desa. Sebaran terluas kedua yaitu tanah dari ordo Andisol yaitu sekitar 2.809 ha atau 17,79% dari luas wilayah, dan tidak terdapat pada semua desa. Ordo yang lain berturut-turut memiliki sebaran bervariasi yaitu ordo Entisol 1.922 ha atau 12,17% dan yang terkecil dari ordo Histosol 14 ha atau 0,09% .

Macam tanah (sub group) di Kecamatan Selupu Rejang terdiri dari delapan macam tanah yang berasal dari empat ordo tanah. Sub group dari ordo Histosol, Fibric Haplohemist yaitu tanah yang memiliki satu atau lebih lapisan material saprik dengan kertebalan 25 cm atau lebih, sedangkan Inceptisol yang mendominasi di Kecamatan Selupu Rejang didominasi oleh jenis tanah Dystrudepts dengan tiga macam tanah Humic Dystrudepts, Aquic Dystrudepts dan Typic Dystrudepts. Untuk Entisol berasal dari satu macam tanah yaitu Lithic Udorthents yaitu tanah yang memiliki lithik kontak sampai 50 cm dari permukaan tanah mineral, yang terakhir merupakan ordo Andisol yang terdiri dari dua macam tanah Typic Hapludans dan Acrudoxic Hapludans. Sebaran macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan desa/kelurahan dapat dlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan desa/kelurahan (ha) Macam Tanah Kelurahan/Desa K el u ra h an A ir D u k u D es a S u m b er U ri p D es a K ar an g Ja y a D es a S u m b er B en in g D es a S am b ir ej o D es a K ay u M an is D es a A ir M el es A ta s D es a A ir P u ti h K al i B an d u n g D es a S u b an A y am D es a K am p u n g B ar u D es a S im p an g N an g k a D es a C aw an g B ar u D es a C aw an g L am a Ju m la h Acrudoxic Hapludans 167 - - - 60 - 167 198 254 60 - - - 906 Acrudoxic Hapludans, Humic Dystrudepts 184 128 - - 145 - 299 353 368 - - - - 1.477 Aquic Dystrudepts - - - 16 16 31 63 Aquic Dystrudepts, Fibric

Haplohemist - - - 7 - - - - 7 - 14 Humic Dystrudepts 235 276 131 421 293 - - 236 229 257 278 299 223 2.877 Lithic Udorthents 376 378 - - - - 386 377 405 - - - - 1.922 Typic Dystrudepts - - - 1.236 - 1.224 - - - - 1.224 3.685 Typic Dystrudepts, Acrudoxic Hapludans - - - 151 - 152 152 154 121 - 730 Typic Epiaquepts 396 59 101 436 397 376 - 447 363 392 118 12 596 3.692 Typic Hapludans - - - 331 - - - 95 426 Sumber : Pusat Penelitian Tanah, Deptan RI (2003), diolah

38

Gambar 5 Peta macam tanah lokasi penelitian (Kecamatan Selupu Rejang)

Keadaan Iklim

Berdasarkan penggolongan iklim menurut Oldeman et al. (1979) daerah penelitian termasuk ke dalam zone agroklimat C2 dengan periode bulan basah

(lebih dari 200 mm) berturut-turut 5-6 bulan dan bulan kering (kurang dari 100 mm) berturut-turut 2-3 bulan. Kecamatan Selupu Rejang memiliki rata-rata curah hujan tahunan berkisar antara 1.600 – 2.500 mm dengan curah hujan rata-rata bulanan 290 mm. Distribusi curah hujan hampir merata sepanjang tahun, curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember, sedang bulan terendah terjadi pada bulan Juni dan Juli. Karakteristik keadaan lain yaitu memiliki jumlah hari hujan 15 hari/bulan, suhu 19-28 oC dan kelembaban udara 83-87%.

Potensi Sumberdaya Manusia

Pengembangan kawasan agropolitan memerlukan dukungan sumberdaya manusia. Kecamatan Selupu Rejang yang merupakan pusat agropolitan memiliki potensi sumberdaya manusia dengan jumlah penduduk sampai dengan bulan Maret 2008 sebanyak 26.439 jiwa (Tabel 8), dengan komposisi penduduk cukup berimbang antara laki-laki (50,6%) dan perempuan (49,4%).

Tabel 8 Jumlah penduduk Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan desa/kelurahan dan jenis kelamin

No Desa/Kelurahan Jenis Kelamin Jumlah (jiwa)

Laki-laki Perempuan

1 Kelurahan Air Duku 1.765 1.622 3.387

2 Desa Sumber Urip 990 951 1.941

3 Desa Karang Jaya 1.072 1.221 2.293

4 Desa Sumber Bening 1.619 1.480 3.099

5 Desa Sambirejo 1.510 1.549 3.059

6 Desa Air Putih Kali Bandung 473 458 931

7 Desa Suban Ayam 1.247 1.204 2.451

8 Desa Kampung Baru 1.337 1.253 2.590

9 Desa Simpang Nangka 597 552 1.149

10 Desa Cawang Baru 751 819 1.570

11 Desa Cawang Lama 540 513 1.053

12 Desa Kayu Manis 408 374 782

13 Desa Air Meles Atas 1.070 1.064 2.134

Jumlah 13.379 13.060 26.439

Sumber : Kantor Kecamatan Selupu Rejang (2008)

Sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar sebagai mata pencaharian sebagian besar penduduk Kecamatan Selupu Rejang. Sebanyak 65% penduduk

40

menggantungkan hidupnya dari usaha pertanian khususnya petani sayuran, sedangkan mata pencaharian penduduk lainnya sebagai PNS, TNI, Polri, buruh, dagang dan karyawan swasta hanya mencapai 35%.

Sejarah Pembentukan Agropolitan Selupu Rejang

Sebelum terbentuknya Kawasan Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong merupakan sentra sayuran dataran tinggi di provinsi Bengkulu. Pencetusan program Agropolitan Selupu Rejang baru dimulai pada tahun 2002 berdasarkan SK Gubernur Bengkulu No. 394 tahun 2002 tentang penetapan Kawasan Agropolitan di Provinsi Bengkulu yang diikuti Surat Keputusan (SK) Bupati Rejang Lebong Nomor 291 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasiskan Sayuran dan SK Bupati Rejang Lebong Nomor 292 Tahun 2002 tentang Penetapan Lokasi Pengembangan Kawasan Agropolitan Berbasiskan Sayuran di Wilayah Kecamatan Selupu Rejang.

Kawasan Agropolitan Selupu Rejang didukung oleh empat kecamatan (Sindang Kelingi, Bermani Ulu, Curup dan Ujan Mas) sebagai daerah hinterland. Daerah ini merupakan daerah pendukung penghasil produk pertanian. Basis yang dipilih adalah komoditi hortikultura sayuran. Pada saat pencanangannya tanaman komoditas hortikultura yang diunggulkan adalah cabe merah dan tomat. Komoditas unggulan tersebut didukung oleh komoditas andalan (kubis, sawi, wortel, aren dan sapi potong) dan komoditas harapan (stroberi, sapi perah dan perikanan darat).

Produk pertanian khususnya sayuran di Agropolitan Selupu Rejang, selain untuk memenuhi kebutuhan lokal yaitu di pasar Curup dan Bengkulu, juga untuk dipasarkan ke provinsi tetangga seperti Sumatera Selatan, Riau dan Jambi. Sayuran hasil daerah ini juga bersaing dengan sayuran dari daerah lain seperti dari Kabupaten Kerinci (Jambi) dan Bukit Tinggi (Sumatera Barat) di daerah-daerah pemasaran seperti Palembang, Jambi dan Bengkulu.

Potensi agrowisata juga dimiliki Kawasan Agropolitan Selupu Rejang. Pengembangan tidak hanya menitikberatkan pada pengembangan sayuran tapi juga pengembangan komoditi yang dapat menunjang agrowisata seperti stroberi

dan bunga hias yang terdapat di kawasan wisata Danau Mas Harun Bestari serta komoditi aren yang terdapat di kawasan wisata Suban Air Panas dan Desa Air Meles Atas.

Program pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Rejang Lebong diharapkan dapat menjadi terobosan dalam mengatasi permasalahan dalam upaya mempercepat pembangunan daerah melalui sektor pertanian.

Karakteristik Agropolitan Selupu Rejang

Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan Provinsi Bengkulu (2003) menetapkan bahwa Kawasan Agropolitan Selupu Rejang fokus terhadap pengembangan komoditas sayuran dengan hirarki komoditas sebagai berikut :

Tabel 9 Hirarki komoditas di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang

No Potensi Komoditas

1 Unggulan Cabe, Tomat

2 Andalan Kubis, Sawi, Wortel, Aren,

Sapi Potong

3 Harapan Stroberi, Sapi Perah,

Perikanan Darat

Sumber : Master Plan Pengembangan Agropolitan Provinsi Bengkulu (2003)

Hirarki komoditi unggulan ditetapkan berdasarkan kriteria permintaan pasar luas, merupakan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat, memiliki keunggulan komporatif dan kompetitif dan mempunyai peluang untuk dikembangkan. Komoditi andalan merupakan komoditi yang sesuai secara agroekosistem, sedangkan komoditi harapan belum banyak diusahakan saat ini namun memilki prospek yang sangat baik dimasa yang akan datang. Sesuai amanat Master Plan Pengembangan Agropolitan (2003), pengembangan ternak mendapat perhatian yang cukup besar dari pemerintah daerah, untuk sapi perah telah berdiri industri pengolahan susu sapi skala kecil bekerjasama dengan Korea International Cooperation Agency (KOICA).

Kegiatan produksi pertanian utama di Kawasan Agropolitan Kecamatan Selupu Rejang adalah bercocok tanam sayuran. Berdasarkan observasi, umumnya petani tidak merujuk tanaman yang dituangkan di Master Plan Pengembangan

42

Agropolitan (2003), namun berdasarkan penilaian kesesuaian karakteristik lahan suatu komoditas oleh petani, pergerakan harga dan tradisi. Petani menanam dengan sistem polikultur dan monokultur. Pola polikultur/tumpang sari memiliki beberapa keunggulan baik dari segi keuntungan, pemanfaatan lahan yang optimal, simbiosis antar tanaman dan juga untuk mengurangi resiko bila harga salah satu komoditi jatuh pada saat panen.

Penerapan teknologi pertanian telah dilakukan oleh petani, yakni dengan penggunaan mulsa plastik dan memulai peralihan asupan pupuk serta pestisida ke produk organik. Namun, petani di kawasan ini masih belum melakukan pemilihan jenis tanaman yang tepat, sesuai dengan musim dan harga saat panen. Petani masih lebih tertarik menanam tanaman yang memiliki harga jual tinggi saat itu, sambil berharap harga akan tetap tinggi sampai waktu panen tiba.

Pemasaran hasil pertanian dijual ke kios pedagang atau langsung di kebun secara individual, hanya sedikit petani yang menjualnya melalui kelompok. Keadaan ini tidak terlepas dari keadaan permodalan petani, penguasaan lahan dan kelembagaan yang kurang berperan, sehingga banyak petani yang membuat komitmen dengan penguasa modal dan lahan dalam hal penjualan hasil pertanian.

Sarana dan Prasarana Pendukung Agropolitan Selupu Rejang

Pengembangan Kawasan Agropolitan tidak dapat dilepaskan dari dukungan kelembagaan dan sarana prasarana pendukung. Kawasan ini memiliki 3 unit Koperasi Unit Desa (KUD) yaitu KUD Tani Mulya, KUD Ngudi Rukun dan KUD Sentosa, 1 unit Bank Rakyat Indonesia, 13 unit UPKD yang ada di 13 Desa, 15 unit kios saprodi, 3 buah pasar (pasar Pekan Kamis di Desa Karang Jaya, pasar Pekan Senin di Desa Air Duku, pasar Pekan Rabu di Desa Kampung Baru), 9 unit pengelola keuangan desa, 1 buah terminal tipe B dan Sub Terminal Agribisnis (STA) sebagai tempat transaksi sayuran. Secara lengkap pembangunan sarana pendukung kegiatan agropolitan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Pembangunan sarana Kawasan Agropolitan Selupu Rejang (TA 2002- 2005)

No Kegiatan Volume TA Lokasi

1 Peningkatan Jalan Antar Desa 3.143,28 M1 2002 Suban Ayam-Air Duku

2 Pembangunan Sarana Pasar 2.800,00 M2 2002 STA Simpang Nangka

3 Pembangunan Jalan Poros Desa 2.050,00 M1 2003 Suban Ayam-Air Duku 1 4 Pembangunan Jalan Poros Desa 2.657,16 M1 2003 Air Duku, Karang Jaya 5 Pembangunan Jalan Poros Desa 1.713,00 M1 2003 Sumber Urip, Sumber

Bening

6 Pembangunan Jalan Poros Desa 1.013,00 M1 2003 Suban Ayam-Air Duku 2 7 Pembangunan Jalan Poros Desa 1.809,00 M1 2003 Air Duku

8 Pembangunan Jalan Poros Desa 1.458,00 M1 2003 Air Duku, Karang Jaya

9 Pembangunan Drainase Pasar 108 M2 2003 STA Simpang Nangka

10 Pemeliharaan Periodik Jalan 3,5 Km 2003 Sumber Urip, Air Duku

11 Perbaikan Sarana Irigasi 75 M2 2003 Air Duku

12 Pemb. Pabrik Saos Tomat 1 Paket 2003 Simpang Nangka

13 Peningkatan Jalan Poros Desa 490,00 M1 2004 Air Duku

14 Peningkatan Jalan Poros Desa 1.510,00 M1 2004 Suban Ayam, Air Duku

15 Pembuatan Gudang 1 Unit 2004 STA Simpang Nangka

16 Pembuatan Pasar Sayur 1 Unit 2004 STA Simpang Nangka

17 Pemeliharaan Rutin Jalan 31,35 Km 2005 Selupu Rejang

18 Pemeliharaan Periodik Jalan 1 Km 2005 Sumber Bening

Sumber : Dinas Kimpraswil Provinsi Bengkulu dan Dinas Pertanian Kabupaten Rejang Lebong (2008)

Kelembagaan Agropolitan Selupu Rejang

Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Air Duku didukung oleh 12 orang tenaga penyuluh tetap satu orang pengamat hama dan satu orang mantri tani atau kepala pertanian kecamatan. Penyuluhan dan penyebaran informasi pertanian dilakukan oleh para penyuluh pertanian melalui pertemuan dengan kelompok tani. Di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang telah ada 18 gabungan kelompok tani (gapoktan) dan 81 kelompok tani dengan jumlah anggota keseluruhan 1.473 orang. Kelembagaan petani masih perlu ditingkatkan karena belum semua petani menjadi anggota kelompok tani. Data kelompok tani di wilayah Kecamatan Selupu Rejang dapat dilihat pada Tabel 11.

44

Tabel 11 Data kelompok tani di Kecamatan Selupu Rejang

No Desa/Kelurahan Jumlah Kelompok Tani Jumlah Anggota (orang) 1 Air Duku 5 60 2 Sumber Urip 3 54 3 Karang Jaya 3 34 4 Sumber Bening 9 166 5 Sambirejo 7 122 6 Kali Padang 4 95

7 Air Putih Kali Bandung 4 70

8 Suban Ayam 7 120 9 Kampung Baru 13 265 10 Simpang Nangka 6 102 11 Cawang Baru 4 57 12 Cawang Lama 5 145 13 Kayu Manis 5 65

14 Air Meles Atas 6 118

Jumlah 81 1.473

Sumber: Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Air Duku (2008).

Dari 81 kelompok yang ada, 62 kelompok merupakan kelompok pemula sedangkan kelompok lanjut 19 kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa perlu pemerataan informasi dan teknologi berkaitan dengan kegiatan pertanian dari hulu ke hilir melalui peningkatan kualitas SDM khususnya bagi kelompok tani pemula karena kelembagaan penyuluh dan kelembagaan petani berfungsi sebagai tempat yang efektif untuk proses pembelajaran, peningkatan pengetahuan dan kemampuan serta bimbingan teknis kepada petani.

Rantai Pemasaran Hasil Agropolitan Selupu Rejang

Pemasaran produk pertanian Kabupaten Rejang Lebong selain untuk kebutuhan lokal Provinsi Bengkulu juga untuk kebutuhan di luar Provinsi Bengkulu, khususnya untuk wilayah Sumatera bagian selatan (Jambi, Sumatera Selatan dan Bangka Belitung). Menurut keterangan pedagang, produk yang dihasilkan selain untuk memenuhi kebutuhan lokal yaitu di pasar Curup dan Bengkulu juga dipasarkan ke provinsi tetangga seperti Palembang, Riau dan Pasar Angsa Dua Jambi. Kondisi ini didukung secara geografis, Kabupaten Rejang Lebong termasuk Kecamatan Selupu Rejang terletak pada kawasan dataran tinggi

bukit barisan. Dalam melayani pasar Sumatera bagian selatan Kabupaten Rejang Lebong hanya memiliki pesaing dari Provinsi Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Selatan. Pesaing tersebut adalah sentra-sentra produksi sayuran di pulau Sumatera yang terletak di dataran tinggi bukit barisan pulau Sumatera; Provinsi Sumatera Utara (Karo, Simalungun), Sumatera Barat (Solok, Tanah Datar dan Agam), Provinsi Jambi (Kerinci) dan Provinsi Sumatera Selatan (Pagar Alam). Dari ketiga provinsi ini hanya provinsi Sumatera Barat yang memiliki luas tanam sayuran per tahunnya, Provinsi Jambi memiliki stagnasi dari luasan dan Provinsi Sumatera Selatan hanya memiliki kurang dari 1 % pangsa pasar (Saptana et all, 2005). Kondisi pola aliran produk pertanian saat ini disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Pola distribusi sayuran Agropolitan Selupu Rejang saat ini

Hasil pengamatan di lapangan, bahwa sampai saat ini belum ada kelompok tani yang bergerak dalam hal pemasaran hasil pertanian untuk memotong jalur distribusi/rantai pemasaran. Pola penjualan produk pertanian oleh petani masih melalui cara dengan menjual hasil panennya masing-masing, sehingga menguatnya struktur pasar monopsoni (jumlah penjual banyak dengan jumlah

Pasar Luar Daerah

Pasar Domestik

Kawasan Agropolitan

Jawa Pagar Alam

(Sumatera Agam, Tanah Datar Kerinci (Jambi) Rejang Lebong Bengkulu Sumatera Selatan Jakarta Lampung Jambi (Ps Angsa 2) Riau (Pekan Baru)

46

pembeli sedikit) dalam perdagangan hasil pertanian. Kondisi ini membuat posisi tawar petani tertutup dan lemah, terutama pada saat panen raya yang membuat harga jual anjlok. Sistem kelembagaan petani yang kuat dan aktif, terutama dalam hal distribusi hasil panen hasil pertanian anggota-anggotanya belum optimal dilaksanakan. Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) dituntut untuk lebih pro aktif agar posisi tawar semakin meningkat.

Timbulnya pola pemasaran seperti ini juga disebabkan oleh kepemilikan sumberdaya yang terbatas, baik modal maupun kepemilikan lahan. Keterbatasan ini membuat petani penggarap ini tidak menguasai atribut modal secara maksimal. Implikasi dari pola ini adalah sulitnya misalnya mengatur pola tanam dan teknologi yang harus diterapkan, karena pemilik lahan merupakan penentunya. Introduksi kredit juga terhalang karena status para petani tersebut yang bukan merupakan petani pemilik. Para pedagang/tengkulak akhirnya menjadi sumber pinjaman untuk permodalan, dengan kewajiban untuk memasarkan kepadanya.

Harga sayuran ditentukan oleh pedagang pengumpul, seperti yang diungkapkan oleh petani di Sambirejo bahwa mereka yang menghasilkan produk tetapi mereka tidak bisa menentukan harga. Perbedaan harga yang terlalu jauh di tingkat petani dan di tingkat eceran menggambarkan rantai pemasaran yang ada tidak menguntungkan petani.

Membanjirnya sayuran sejenis di daerah-daerah pemasaran merupakan salah satu penyebab jatuhnya harga sayuran di tingkat petani. Selain disebabkan membanjirnya produk akibat belum adanya pengaturan pola tanam, rendahnya harga di tingkat petani juga disebabkan oleh mahalnya biaya angkut dari kebun. Mahalnya biaya angkut akibat jauhnya jarak pemasaran ditambah apabila sistem penjualannya berbentuk konsinyasi, jika terjadi kerugian akan ditimpakan kepada pedagang lokal dan akhirnya petani turut menanggung kerugian sehingga harga yang diterima rendah. Terkadang bila harga melonjak tinggi karena ketersediaan produk pertanian rendah, para pedagang terpaksa memasok cabe merah dari sentra produksi tertangga.

Komoditas yang telah dipanen kemudian dijual ke pedagang pengumpul, untuk selanjutnya dibawa ke pedagang besar yang membawanya keluar daerah. Kebanyakan hasil-hasil usaha tani mengalir ke konsumen melalui berbagai

saluran. Saluran pemasaran yang dominan adalah petani menjual sayuran baik di kios pedagang maupun langsung di kebun. Menurut keterangan pedagang, produk yang dihasilkan selain untuk memenuhi kebutuhan lokal yaitu di pasar Curup dan Bengkulu juga dipasarkan ke provinsi tetangga seperti Sumatera Selatan, Riau dan Pasar Angsa Dua Jambi. Sayuran dari daerah ini juga bersaing dengan sayuran dari daerah lain seperti dari Kabupaten Kerinci (Jambi) dan Bukit Tinggi (Sumatera Barat) di daerah-daerah pemasaran seperti Sumatera Selatan, Jambi dan Bengkulu.

Secara singkat rantai perdagangan yang dibangun oleh anggota memiliki pola yang berbeda. Pola aliran rantai perdagangan sayuran Agropolitan Selupu Rejang (Gambar 7) adalah sebagai berikut:

1) Pola rantai pasokan pola dagang umum dengan tujuan pasar tradisional/pasar induk (petani bandar pasar induk/pasar tradisional).

Petani akan mengantarkan sayuran yang sudah dipanen ke pasar induk tanpa dilakukan pengemasan.

2) Pola rantai pasokan dalam kerangka pengembangan STA (petani bandar STA pasar tradisional).

Sayuran yang dikumpulkan di gudang bandar atau diambil di lahan, dibawa ke STA oleh bandar untuk diproses lebih lanjut. Sayuran akan diperiksa, setelah itu dibersihkan dan dilakukan pengklasifikasian.

3) Pola rantai pasokan dengan tujuan pasar luar daerah (pedagang besar luar daerah) tanpa melalui STA.

Petani akan membawa sayuran ke gudang bandar atau diambil di lahan. Setelah itu sayuran akan dibersihkan dan diklasifikasikan. Pensortiran akan dimuat dalam angkutan dan dikirim ke luar daerah.

48

Keterangan :

1. Petani 4. STA (Stasiun Agribisnis)

2. Bandar (Pengumpul) 5. Pedagang Besar

3. Usaha Dagang 6. Konsumen

Gambar 7 Rantai perdagangan sayuran Agropolitan Selupu Rejang

2 6 1 1 3 3 4 5 5 5

Komoditas Unggulan

Identifikasi komoditas pertanian hortikultura yang dibudidayakan merupakan pijakan untuk menentukan tanaman komoditas unggulan. Identifikasi tanaman yang dibudidayakan secara umum terekam melalui data statistik tanaman hortikultura dan verifikasi melalui visual di lapangan. Data statistik dan verifikasi di lapangan memberikan gambaran umum bahwa tanaman tersebut dapat diterima oleh masyarakat sekitar dan memberikan dampak ekonomi baik untuk pemenuhan sendiri atau untuk komersil.

Kawasan Agropolitan Selupu Rejang merupakan kawasan sentra produksi pertanian khususnya tanaman sayuran dan tanaman pendukung pariwisata. Dalam catatan statistik produksi tanaman sayuran dan buah semusim (BPS, 2008), pusat Kawasan Agropolitan Selupu Rejang memiliki 15 tanaman sayuran (bawang daun, kentang, kubis, kembang kol, petsai/sawi, wortel, kacang merah, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terong, buncis, ketimun, labu siam) dan 1 tanaman buah semusim (stroberi) yang dibudidayakan. Selain dari pencacatan BPS, verifikasi di lapangan juga memperlihatkan bahwa tanaman sayuran dan buah semusim tersebut banyak dibudidayakan. Oleh karena itu ke 16 tanaman tersebut dapat dijadikan pijakan sebagai awal penentuan komoditas unggulan.

Identifikasi komoditas unggulan suatu daerah berkaitan dengan konsekuensi logis dari keragaman karakteristik suatu wilayah. Salah satunya adalah keberagaman fisik geografis suatu wilayah menjadi salah satu sumber keunggulan

Dokumen terkait