• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimazion cropping pattern for the development agropolitan selupu rejang, Bengkulu Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimazion cropping pattern for the development agropolitan selupu rejang, Bengkulu Province"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI P

KAWASA

IN

POLA TANAM UNTUK PENGEMBA

SAN AGROPOLITAN SELUPU REJ

PROVINSI BENGKULU

MUHAMMAD MULYANA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Pola Tanam untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan Selupu Rejang Provinsi Bengkulu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Muhammad Mulyana

(3)

ABSTRACT

MUHAMMAD MULYANA. Optimazion Cropping Pattern for the Development Agropolitan Selupu Rejang, Bengkulu Province. Under direction of KOMARSA GANDASASMITA and DARMAWAN.

Program Agropolitan Selupu Rejang is the flagship to improve people's lives. It was started in 2002. This region is the largest producer of vegetable in Bengkulu province. Contribution of GDP and labor absorption in this region is dominated by the agricultural sector, but income of farmers in the agricultural district is still relatively low. The distribution of commodities and the demands leads to uncertainty price, making difficult for farmers to survive because of the economic value of a commodity decreases. Therefore we need a land use planning to optimize their potential. The purpose of this study was to: (1) know priorities of vegetables in the area and its influence factors, (2) optimize land use through alternative cropping patterns which is able to deliver optimal economic benefit by considering the time of planting and price of a commodity. This research is divided into several stages. The first stage is to establish the priority commodities, including determination of commodities using analysis of Location Quotient (LQ), and analyze characteristics of commodities using Localization Index (LI) and Specialization Index (SI). Analytical Hierarchy Process (AHP) was used to look at the factors and priorities that influence the selections of comodities. The second stage aims to determine the potential location for vegetables by overlaying land use map, RTRW map, and land suitability map. Third stage is arranging the cropping pattern. The fourth stage is to design a distribution pattern of each area and to see the impact of the implementation by optimization using Linear Programming. The analysis showed that red pepper, carrots, onions and cauliflower leaves are plants that have a comparative advantage. Dominant factor that determines the selection of commodities is the physical aspect (44.7%) with cropping capabilities throughout the year as the most influenting factor, economic aspects (33.7%) with capital as the most influenting factor and socio-cultural aspects (21.6%) with government support as the most influenting factor. Optimization results said that cropping pattern using linear programming methods gives farmer higher economic benefit about 637 thousand rupiahs - 2.439 million rupiahs per hectare per year rather than cropping patterns without optimization.

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD MULYANA. Optimasi Pola Tanam untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan Selupu Rejang Provinsi Bengkulu. Dibimbing oleh KOMARSA GANDASASMITAdan DARMAWAN.

Program Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu dimulai semenjak tahun 2002. Kawasan ini merupakan penghasil sayuran terbesar Provinsi Bengkulu. Kontribusi PDRB dan serapan tenaga kerja di kawasan ini didominasi oleh sektor pertanian. Sekitar 65% penduduk menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian khususnya pertanian sayuran (BPS, 2008), sehingga sebagai penggerak perekonomian utama agropolitan merupakan program unggulan Kabupaten Rejang Lebong untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pendapatan petani sebagai pelaku utama pertanian di kabupaten masih relatif rendah. Hal tersebut diakibatkan oleh tingkat penguasaan lahan dan sumberdaya manusia yang rendah. Ditambah dengan distribusi luas tanam komoditas yang tidak dibarengi dengan perkiraan kebutuhan pasar menimbulkan produksi tidak dapat memenuhi permintaan yang ada. Hal ini menimbulkan ketidakpastian pasar dan harga, sehingga petani sulit untuk bertahan karena nilai ekonomi suatu komoditas rendah. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan penggunaan lahan untuk mengoptimumkan potensi yang ada dalam mengatasi hal tersebut.

Perencanaan penggunaan lahan merupakan strategi yang dapat menjaga kuantitas serta kontinuitas produksi. Perencanaan yang dilakukan tentunya dengan mempertimbangkan komoditas mana yang menjadi prioritas serta komoditas mana yang tidak. Selain itu juga perencanaan mempertimbangkan faktor keterbatasan lahan seperti total luas lahan tersedia yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasar, karakteristik lahan, harga dan musim tanam. Untuk tetap memberikan keuntungan ekonomi yang optimal, dalam perencanaan ini juga dilakukan perencanaan usaha tani.

Tujuan penelitian ini adalah untuk : (1) menetapkan prioritas komoditas sayuran unggulan di kawasan agropolitan saat ini dan faktor apa saja yang mempengaruhinya, (2) mengoptimalkan penggunaan lahan melalui alternatif pola tanam dengan mempertimbangkan waktu tanam serta harga komoditas yang mampu memberikan hasil-hasil ekonomi yang optimal. Tahapan metode analisis yang dilakukan untuk mencapai optimasi penggunaan lahan dibagi pada beberapa tahap. Tahap pertama adalah menetapkan prioritas komoditas unggulan. Penentuan komoditas unggulan menggunakan analisis Location Quotient (LQ), dan karakterisasi komoditas unggulan yang dilakukan adalah analisis

Localization Index (LI) serta analisis Specialization Indeks (SI). Langkah selanjutnya adalah melihat faktor dan prioritas yang mempengaruhi pemilihan tanaman dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan

Expert Choice 11 berdasarkan preferensi petani. Tahap kedua bertujuan untuk mengetahui sebaran lokasi potensi sayuran menurut peruntukan dan kesesuaian lahannya. Beberapa langkah untuk mencapai hal tersebut adalah dengan overlay

(5)

finansial dari pola tanam yang telah disusun. Pola tanam ini sebagai landasan perhitungan optimasi. Tahap keempat adalah merancang pola distribusi luas tanam tiap komoditas menurut satuan waktu (bulan dan musim tanam) dengan mempertimbangkan harga pada tahun sebelumnya agar didapatkan suatu pola tanam yang dapat memenuhi kebutuhan produksi suatu komoditas ditiap satuan waktu dan satuan harga yang tidak fluktuatif. Untuk melihat dampak dari implementasi rancangan pola tanam ini dilakukan perhitungan optimasi pola tanam dengan alternatif-alternatif yang telah disiapkan dengan metode Linear Programming.

Hasil analisis menunjukkan tanaman yang memiliki keunggulan komparatif (LQ>1) adalah cabe merah, wortel, stroberi, buncis, bawang daun dan kembang kol. Tanaman yang paling memiliki karakteristik aktivitas yang memusat (LI mendekati 1) adalah tanaman stroberi sedangkan tanaman yang karakteristik menyebar dibanding dengan tanaman lain yaitu cabe merah. Dari karakteristik kekhasan (SI), tidak satupun tanaman yang memperlihatkan kekhasan dibanding tanaman yang sama terhadap daerah sekitar. Fenomena hasil LI dan SI yang terjadi tidak terlepas dari karakteristik sumberdaya alam agropolitan yang dimiliki. Sebagai pusat agropolitan, Selupu Rejang memiliki daerah hinterland

yang merupakan daerah pendukung penghasil pertanian yang juga memiliki sumberdaya alam yang relatif sama. Hal ini berarti keenam tanaman ini mampu menjadi penggerak utama (prime mover) aktivitas ekonomi namun memiliki persaingan produk sejenis dari wilayah lain. Faktor dominan yang menentukan pemilihan komoditas unggulan adalah aspek fisik (44,7%) dengan faktor yang paling berpengaruh kemampuan tanam sepanjang tahun, aspek ekonomi (33,7 %) dengan faktor yang paling berpengaruh permodalan dan aspek sosial budaya (21,6%) dengan faktor yang paling berpengaruh dukungan pemerintah. Sedangkan preferensi petani dalam penilaian adalah tanaman cabe merah, wortel, bawang daun, kembang kol merupakan tanaman yang sering dibudidayakan.

Hasil overlay peta penggunaan/tutupan lahan, peta RTRW dan peta kesesuaian lahan menghasilkan peta potensi komoditas unggulan berdasarkan peruntukan dan kesesuaiannya. Hasil peta menunjukkan bahwa mayoritas komoditas sayuran layak untuk dibudidayakan di kawasan agropolitan Selupu Rejang, namun terdapat beberapa kategori kawasan budidaya yang perlu mendapat perhatian, yaitu (1) aktifitas budidaya sesuai RTRW kawasan budidaya dan (2) aktifitas budidaya diluar RTRW kawasan budidaya.

(6)

vi

Perhitungan optimasi penggunaan lahan mempertimbangkan batasan minimal dan maksimal luas panen untuk masing-masing komoditas agar tidak terjadi kelebihan produksi dan memenuhi kebutuhan produksi minimal. Dengan cara ini kestabilan harga diharapkan juga dapat terjaga. Berdasarkan kebutuhan minimal produksi sayuran yang harus dipenuhi, dari ketiga alternatif tersebut dapat dilihat bahwa dengan penggunaan seluruh alternatif, pemerintah daerah dapat memenuhi kebutuhan minimal seluruh tanaman selama satu tahun. Perhitungan optimasi lahan pola tanam dengan metode linear programming

menghasilkan keuntungan petani yang lebih besar dari pola tanam tanpa optimasi sebesar 637 ribu rupiah - 2,439juta rupiah per ha per tahun.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

OPTIMASI POLA TANAM UNTUK PENGEMBANGAN

KAWASAN AGROPOLITAN SELUPU REJANG

PROVINSI BENGKULU

MUHAMMAD MULYANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Judul Tesis : Optimasi Pola Tanam untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan Selupu Rejang Provinsi Bengkulu

Nama : Muhammad Mulyana

NRP : A156080071

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc Dr. Ir. Darmawan, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Optimasi Pola Tanam untuk Pengembangan Kawasan Agropolitan Selupu Rejang Provinsi Bengkulu” dengan lancar. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc dan Dr. Ir. Darmawan, M.Sc selaku dosen pembimbing.

2. Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi.

3. Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc selaku perwakilan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB pada ujian tesis.

4. Pemerintah Provinsi Bengkulu atas perkenannya memberikan kesempatan ijin belajar kepada penulis.

5. Staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

6. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

7. Semua pihak yang tidak apat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang diberikan hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Terima kasih tak terhingga kepada istri tercinta, serta penghargaan kepada seluruh keluarga atas segala doa, kasih sayang dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.

Akhir kata penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2011

(12)

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu pada tanggal 23 Maret 1983 dari pasangan H. Komarudin dan Hj. Is Mariah, dan merupakan putra keempat dari empat bersaudara.

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Kerangka Pemikiran ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Agropolitan ... 5

Komoditas Unggulan ... 8

Pemilihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam ... 9

Perencanaan Penggunaan Lahan... 12

Perencanaan Usahatani ... 14

METODE PENELITIAN ... 17

Tempat dan Waktu ... 17

Rancangan Penelitian... 17

Metode Pengumpulan Data... 20

Metode Analisis Data ... 22

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 34

Posisi Geografis Kawasan Agropolitan Selupu Rejang... 34

Kondisi Fisik Wilayah ... 35

Potensi Sumberdaya Manusia ... 39

Sejarah Pembentukan Agropolitan Selupu Rejang ... 40

Karakteristik Agropolitan Selupu Rejang ... 41

Sarana dan Prasarana Pendukung Agropolitan Selupu Rejang ... 42

Kelembagaan Agropolitan Selupu Rejang... 43

Rantai Pemasaran Hasil Agropolitan Selupu Rejang ... 44

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 49

Komoditas Unggulan ... 49

Karakteristik Komoditas Unggulan ... 51

Analisis Faktor dan Preferensi Komoditas Unggulan ... 54

Penyusunan Pola Tanam ... 62

Penggunaan dan Kesesuaian Lahan ... 63

Analisis Kelayakan Finansial ... 71

Perencanaan Pola Tanam ... 73

(14)

xiv

KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

Kesimpulan ... 82

Saran ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(15)

Halaman

1 Jenis dan sumber data sekunder ... 20

2 Jenis dan sumber data primer ... 21

3 Jumlah dan karakteristik responden ... 21

4 Skala perbandingan berpasangan (Saaty 1991) ... 26

5 Sebaran relief (lereng) Kecamatan Selupu Rejang (ha) ... 36

6 Sebaran jenis dan macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang (ha) ... 36

7 Sebaran macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan desa/kelurahan (ha) ... 37

8 Jumlah penduduk Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan desa/kelurahan dan jenis kelamin ... 39

9 Hirarki komoditas di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang ... 41

10 Pembangunan sarana Kawasan Agropolitan Selupu Rejang (TA 2002-2005) ... 43

11 Data kelompok tani di Kecamatan Selupu Rejang ... 44

12 Hasil LQ (Location Quotient) berdasarkan produksi tanaman di Kecamatan Selupu Rejang ... 51

13 Hasil LI (Localization Index) berdasarkan produksi tanaman di Kecamatan Selupu Rejang ... 52

14 Hasil SI (Specialization Index) berdasarkan produksi tanaman di Kecamatan Selupu Rejang ... 53

15 Bobot aspek dan faktor yang mempengaruhi pemilihan komoditas unggulan ... 55

16 Persentase jumlah responden dalam pemilihan jumlah tanaman ... 61

17 Kecenderungan pemilihan tanaman utama dan sekunder ... 62

18 Distribusi penggunaan dan tutupan lahan di Kecamatan Selupu Rejang ... 65

19 Luas optimal kawasan budidaya Kecamatan Selupu Rejang ... 67

20 Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net BCR) komoditi unggulan per satuan hektar (ha) per musim tanam di Kecamatan Selupu Rejang ... 72

21 Alternatif perencanaan pola tanam ... 73

22 Kebutuhan luas lahan minimal dan maksimal tiap musim per komoditas ... 74

(16)

xvi

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemikiran penelitian ... 4

2 Diagram alir tahapan analisis ... 19

3 Susunan hirarki prioritas komoditas unggulan ... 26

4 Peta lokasi penelitian (Kecamatan Selupu Rejang) ... 34

5 Peta macam tanah lokasi penelitian (Kecamatan Selupu Rejang) ... 38

6 Pola distribusi sayuran Agropolitan Selupu Rejang ... 45

7 Rantai perdagangan sayuran Agropolitan Selupu Rejang... 48

8 Diagram bobot prioritas aspek dalam pemilihan komoditas ... 54

9 Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan aspek fisik ... 57

10 Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan aspek ekonomi ... 58

11 Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan aspek sosial-budaya ... 59

12 Diagram bobot prioritas pemilihan jenis komoditi berdasarkan keseluruhan aspek yang dipertimbangkan ... 59

13 Peta penggunaan/tutupan lahan Kawasan Agropolitan Selupu Rejang . 65 14 Peta potensi kawasan budidaya sayuran ... 70

15 Grafik kecenderungan harga, distribusi luas panen sebelumnya dan distribusi luas tanam yang diharapkan komoditi cabe merah ... 75

16 Grafik kecenderungan harga, distribusi luas panen sebelumnya dan distribusi luas tanam yang diharapkan komoditi wortel ... 76

17 Grafik kecenderungan harga, distribusi luas panen sebelumnya dan distribusi luas tanam yang diharapkan komoditi bawang daun ... 77

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Produksi sayuran buah semusim Kabupaten Rejang Lebong tahun

2008 ... 86

2 Hasil penghitungan analisis Location Quation (LQ) ... 87

3 Hasil penghitungan analisis Localization Index (LI) ... 88

4 Hasil penghitungan analisis Spezialitation Index (SI) ... 89

5 Persyaratan kesesuaian lahan tanaman cabe merah ... 90

6 Persyaratan kesesuaian lahan tanaman wortel ... 91

7 Persyaratan kesesuaian lahan tanaman kembang kol ... 92

8 Persyaratan kesesuaian lahan tanaman bawang daun ... 93

(19)

Latar Belakang

Program Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu dimulai semenjak tahun 2002. Kawasan ini merupakan penghasil sayuran terbesar di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) 2009, sepanjang tahun 2009 kawasan ini memberikan kontribusi produksi sayuran sebesar 71,26% dari total produksi sayuran Provinsi Bengkulu. Kontribusi PDRB dan serapan tenaga kerja di kawasan ini didominasi oleh sektor pertanian. Sekitar 65% penduduk menggantungkan hidupnya pada usaha pertanian khususnya pertanian sayuran (BPS, 2008), sehingga agropolitan dijadikan program unggulan Kabupaten Rejang Lebong sebagai penggerak perekonomian utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dominasi sektor pertanian pada PDRB dan dijadikannya agropolitan sebagai program unggulan ternyata belum berdampak terhadap kehidupan petaninya. Pendapatan petani sebagai pelaku utama pertanian di kabupaten tersebut masih relatif rendah. Tingkat penguasaan lahan mayoritas petani yang rendah merupakan salah satu faktor yang menyumbang pendapatan petani yang rendah. Sebesar 69,5% petani memiliki tingkat penguasaan lahan yang rendah (Fathkiati, 2008). Selain itu, masalah lainnya adalah tidak ada atau rendahnya koordinasi pola dan distribusi komoditas antar wilayah. Hal ini menimbulkan

(20)

2

saat tanam. Hal ini menimbulkan ketidakpastian pasar dan harga, sehingga petani sulit untuk bertahan karena nilai ekonomi suatu komoditas menurun (Setiawan, 2008).

Demi mewujudkan suatu kondisi yang optimum, diperlukan suatu perencanaan pengelolaan sumberdaya pertanian di kawasan agropolitan sebagai suatu wujud keberpihakan kepada petani. Perencanaan tersebut dapat berupa apa, bagaimana dan kapan petani memanfaatkan sumberdaya yang ada, yang dituangkan secara jelas dalam suatu rumusan sederhana dan dapat diaplikasikan.

Perencanaan penggunaan lahan merupakan strategi yang dapat menjaga kuantitas serta kontinuitas produksi. Perencanaan yang dilakukan tentunya dengan mempertimbangkan komoditas mana yang menjadi prioritas serta komoditas mana yang tidak. Selain itu perencanaan juga harus mempertimbangkan faktor keterbatasan lahan seperti total luas lahan tersedia yang harus disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasar, kondisi fisik lahan dan musim tanam. Untuk tetap memberikan keuntungan secara ekonomi, dalam perencanaan ini juga dilakukan perencanaan usaha tani. Perencanaan usaha tani merupakan suatu teknik untuk menerapkan cara berfikir ekonomi yang bertujuan untuk mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki petani agar usaha tani yang dilakukan lebih menguntungkan (Kastaman et al. 1999).

Dengan membuat alternatif pola tanam ini diharapkan dapat mengelola sumberdaya yang ada secara optimal agar gairah petani dalam bercocok tanam semakin meningkat. Perencanaan penggunaan lahan optimal diharapkan mampu memenuhi kebutuhan akan komoditas melalui optimasi penggunaan lahan dalam suatu waktu dengan tetap mengedepankan keuntungan bagi petani, sehingga diharapkan tidak terjadi kekurangan atau keberlimpahan produksi dari suatu komoditas.

Perumusan Masalah

(21)

pasar lokal maupun pasar di luar kawasan. Ketersediaan produksi mencerminkan besarnya luas panen, sedangkan luas panen merupakan gambaran dari besarnya luas tanam yang berhasil dibudidayakan. Bagi petani sebagai produsen, harga merupakan salah satu instrumen yang mempengaruhi daya tarik pengusahaan suatu komoditas, sehingga harga mempengaruhi luas tanam.

Pergerakan harga merupakan interaksi supply dan demand. Pergerakan harga yang fluktuatif tentunya tidak diinginkan oleh petani dan konsumen. Harga produk yang tinggi sangat menguntungkan bagi petani, namun tidak untuk konsumen. Begitupun sebaliknya, harga produk yang rendah tidak menguntungkan bagi petani, namun menguntungkan bagi konsumen. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengelolaan untuk menstabilkan harga melalui pendekatan pemenuhan kebutuhan akan produk sayuran dengan melihat kebutuhan luasan tanam setiap komoditas dalam musim dan bulan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan dua pertanyaan penelitian yang perlu menjadi kajian dalam penelitian ini, yaitu :

1. Komoditas sayuran apa saja yang menjadi prioritas sebagai komoditas unggulan di kawasan agropolitan saat ini dan faktor apa saja yang mempengaruhinya?

2. Bagaimana cara mengoptimalkan penggunaan lahan melalui alternatif pola tanam dengan mempertimbangkan waktu tanam serta harga komoditas yang mampu memberikan hasil ekonomi yang optimal?

Kerangka Pemikiran

(22)

4

Diperlukan suatu perencanaan tata kelola pola tanam di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang dengan mempertimbangakan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya agar produktivitas dan kontinuitas produk dapat dijaga, tanpa mengurangi kemungkinan keuntungan yang lebih besar. Yang dimaksud pola tanam adalah suatu usaha penanaman pada suatu bidang lahan, sedangkan pola pertanaman adalah suatu susunan tata letak dan tata urutan tanaman pada sebidang lahan selama periode tertentu, termasuk pengolahan dan bera. Bagan kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) menetapkan prioritas komoditas sayuran unggulan di kawasan agropolitan saat ini dan faktor apa saja yang mempengaruhinya, dan (2) mengoptimalkan penggunaan lahan melalui alternatif pola tanam dengan mempertimbangkan waktu tanam serta harga komoditas yang mampu memberikan hasil-hasil ekonomi yang optimal.

Tata Sumberdaya Pertanian

Optimasi Penggunaan Lahan

Lahan

(Peruntukan dan Ketersediaan

Lahan)

Komoditas

Input Produksi Waktu Tanam

(Musim dan Harga)

(23)

Agropolitan

Agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis, sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya. Menurut Suwandi (2005), agropolitan diartikan sebagai kota pertanian atau lokasi pusat sistem kawasan sentra atau aktivitas ekonomi berbasis pertanian, yang pada kawasan pertanian, yang tumbuh dan berkembang karena mampu melayani, mendorong, menghela pembangunan pertanian (agribisnis) desa-desa sentra produksi pertanian dan desa yang ada di sekitarnya.

Friedman dan Douglass (1975), menyarankan kawasan agropolitan sebagai aktivitas pembangunan berpenduduk antara 50.000 sampai 150.000 orang. Menurut pemikiran Friedman, kawasan agropolitan terdiri dari distrik-distrik agropolitan dan distrik agropolitan didefinisikan sebagai kawasan pertanian pedesaan yang memiliki kepadatan penduduk rata-rata 200 jiwa per km2 dalam distrik agropolitan ini akan dijumpai kota-kota tani yang berpenduduk 10.000- 25.000 jiwa.

Kawasan agropolitan terdiri dari kota pertanian dan desa-desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain, kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan. Fasilitas tersebut antara lain : lembaga pasar, lembaga keuangan, lembaga pendidikan, lembaga penyuluhan dan ahli teknologi pertanian, lembaga kesehatan, jaringan jalan, irigasi, transportasi, telekomunikasi serta prasarana dan sarana umum lainnya.

(24)

6

Kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis atau sentra produksi pertanian terpilih dimana pada kawasan tersebut terdapat kota pertanian (agropolis) yang merupakan pusat pelayanan. Menurut Rustiadi dan Hadi (2006), agropolitan dapat diartikan sebagai :

1. Suatu model pembangunan yang mengandalkan desentralisasi, mengandalkan pembangunan infrastruktur setara kota di wilayah pedesaan dengan kegiatan pengelolaan agribisnis yang berkonsentrasi di wilayah pedesaan sehingga mendorong kegiatan ekonomi.

2. Pendekatan agropolitan dapat mengurangi dampak negatif pembangunan yaitu terjadinya urbanisasi yang tak terkendali, pengurasan sumberdaya alam dan pemiskinan desa.

Agropolitan menjadi relevan dengan wilayah perdesaan karena pada umumnya sektor pertanian dan pengelolaan sumberdaya alam memang merupakan mata pencaharian utama dari sebagian besar masyarakat perdesaan. Otoritas perencanaan dan pengambilan keputusan akan didesentralisasikan sehingga masyarakat yang tinggal di pedesaan akan mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pekembangan dan pembangunan daerahnya sendiri.

Pembangunan Agropolitan dengan permasalahan dan tantangan kewilayahan dalam pembangunan pedesaan pada dasarnya ditujukan untuk : (1) mendorong ke arah terjadinya desentralisasi pembangunan maupun kewenangan, (2) menangggulangi hubungan saling memperlemah antara pedesaan dengan perkotaan, (3) menekankan kepada pengembangan ekonomi bebasis sumberdaya lokal dan bagaimana melibatkan sebesar mungkin peran masyarakat pedesaan dalam pembangunan wilayah pedesaan (Rustiadi et al. 2007).

(25)

Keberhasilan pelaksanaan program pengembangan agropolitan akan memberikan dampak teknis dan ekonomis secara nyata terhadap pembangunan wilayah, dalam bentuk : (a) harmonisasi dan keterkaitan hubungan yang saling menguntungkan antara daerah pedesaan dan perkotaan, (b) peningkatan produksi, diversifikasi, dan nilai tambah pengembangan agribisnis yang dinikmati secara bersama-sama oleh masyarakat dalam kawasan pengembangan agropolitan, (c) peningkatan pendapatan, pemerataan kesejahteraan, perbaikan penanganan lingkungan, dan keberlanjutan pembangunan pertanian dan pedesaan, dan (d) dalam konteks regional dan nasional akan terjadi efisiensi pemanfaatan sumberdaya, peningkatan keunggulan komparatif wilayah, perdagangan antar daerah, dan pemantapan pelaksanaan desentralisasi pembangunan.

Sebagai sebuah pendekatan pengembangan wilayah, menurut Rustiadi et al.

(2007) ada tiga tahap yang perlu dilakukan dalam pengembangan kawasan agropolitan. Tahap awal pengembangan agropolitan adalah penetapan lokasi. Tahap kedua adalah penyusunan produk tata ruang dan bentuk organisasi pengelolaan sesuai dengan kebutuhan, dan tahap ketiga adalah penguatan sumberdaya manusia dan kelembagaan. Dengan demikian aspek ruang dan penataan ruang menjadi suatu hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan agropolitan. Hal ini juga dipertegas dalam UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang secara khusus mengatur penataan ruang kawasan perdesaan pada pasal 48 dan tentang kawasan agropolitan pada pasal 51.

(26)

8

Komoditas Unggulan

Strategi pembangunan pertanian melalui pendekatan sistem usaha agribisnis dapat mendorong pengembangan sektor pertanian melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu optimalisasi sumber daya lokal, penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitf di setiap wilayah dan perwujudan sentra pengembangan komoditas unggulan atau kawasan sentra produksi. Pendekatan tersebut menekankan pengembangan komoditas unggulan dan peningkatan produksi pada wilayah yang terkonsentrasi. Menurut Syafa’at dan Priyatno (2000) konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang superior dalam menghasilkan produk. Sedangkan dari sisi permintaaan, komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Sehingga suatu komoditas dapat dikatakan komoditas unggulan jika mampu memproduksi dan memenuhi permintaan pasar. Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa komoditas unggulan harus memilliki keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif dapat dilihat melalui luas tanam atau jumlah produksi. Luas tanam dan produksi memperlihatkan banyaknya tanaman yang di tanam oleh petani di suatu wilayah.

(27)

olahan). Hal tersebut tentunya akan membawa komoditas unggulan mampu bersaing dalam memasuki segmen pasar yang lebih luas sekaligus memperbesar manfaat ekonomi melalui peningkatan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja. Lebih lanjut Alkadri et al. (2001) memaparkan beberapa kriteria mengenai komoditas unggulan antara lain :

1. Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, yakni dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran.

2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward looking linkages) baik terhadap sesama komoditas unggulan maupun komoditas lain.

3. Mampu bersaing dengan produksi sejenis dari wilayah lain (competitiveness) baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan.

4. Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages) dalam hal pasar/konsumen maupun pemasok bahan baku.

5. Mampu menyerap tenaga kerja secara optimal sesuai dengan skala produksinya.

6. Dapat bertahan dalam jangka panjang mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth) hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing).

7. Tidak rentan terhadap gejolak internal dan eksternal.

8. Pengembangannya mendapat berbagai dukungan, misalnya informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas, insentif dan lain-lain.

Pemillihan Jenis Tanaman dan Pola Tanam

(28)

10

dimiliki petani, seperti lahan, tenaga kerja dan modal secara optimal. Dengan pengalokasian sumberdaya yang optimal tersebut akan diperoleh hasil yang terbaik, sehingga memberikan pendapatan maksimal bagi petani.

Perencanaan pengembangan sistem usahatani pada dasarnya adalah suatu proses memutuskan apa yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah mengenai pembangunan pertanian melalui kebijaksanaan dan kegiatan yang dapat mempengaruhi pembangunan pertanian selama jangka waktu tertentu. Bahwa merencanakan sistem usahatani jauh lebih sukar daripada merencanakan pembangunan industri, karena kegiatan usahatani dilakukan oleh jutaan petani dengan skala usahatani yang kecil-kecil dan berbeda-beda. Petani sebagai pelaksana produksi akan selalu berusaha menaikkan produksinya agar memperoleh keuntungan. Usaha peningkatan produksi pertanian tanaman pangan menurut Norse dalam Siregar (1993) dapat dilakukan melalui empat cara yaitu: (1) memperluas, memperbaiki dan rehabilitasi tanah pertanian, (2) modifikasi pola tanam (cropping pattern) dari jenis tanaman berpotensi rendah, dengan jenis yang lebih unggul, (3) meningkatkan produksi persatuan luas lahan dengan menggunakan benih unggul, pemupukan dan pemberantasan hama/penyakit, dan (4) mengubah sistem pertanian dari ekstensif ke arah intensif dengan cara memperluas usaha, sehingga lahan dimanfaatkan untuk jenis pertanian lain.

(29)

tanaman namun tidak bersinggungan langsung. Suharjito (2002) menyatakan bahwa petani memilih jenis tanaman yang pada satu sisi dapat menghasilkan produk yang dapat langsung dikonsumsi oleh keluarga, pada sisi lain dapat dipasarkan untuk memperoleh pendapatan uang.

Pola tanam yang dilakukan oleh petani dipengaruhi faktor produksi yang dimiliki oleh petani. Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi pola tanam baik secara langsung atau tidak langsung adalah lahan, tenaga kerja keluarga, teknologi, modal, kredit, input yang dibeli, pasar, manajemen, iklim dan irigasi. Modal merupakan kendala bagi petani kecil setelah kendala lahan. Menurut Mubyarto et al. (1986) modal merupakan unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup petani. Pemilihan dalam pengusahaan berbagai cabang-cabang usahatani sangat mempengaruhi pendapatan petani. Sedangkan Kuntjoro dan Utami (1997) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani sekaligus merupakan tujuan dalam memilih pola pertanaman yang akan diusahakan yaitu: (1) untuk memenuhi kebutuhan keluarga, (2) untuk memperoleh memenuhi pendapatan, (3) meratakan penyebaran tenaga kerja, dan (4) mengurangi resiko. Oleh sebab itu petani berusaha mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya (seperti lahan, tenaga kerja dan modal) untuk mencapai kombinasi yang terbaik dari cabang-cabang usahatani. Pemilihan pola tanam dapat berubah setiap tahun karena perubahan dari status sumberdaya yang dikuasai, perubahan teknologi usahatani, perubahan harga dan kebijakan dalam pembangunan pertanian.

(30)

12

rasional untuk memperbesar peluang keberhasilan sistem produksi yang berkelanjutan.

Perencanaan Penggunaan Lahan

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor dibidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber penghasil bahan makan, sumber bahan baku bagi industri, mata pencaharian sebagian besar penduduk, penghasil devisa negara dari ekspor komoditinya bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan nasional. Namun keberadaan sumberdaya lahan yang terbatas tidak mampu mengimbangi kebutuhan lahan yang sangat pesat baik dari sektor pertanian maupun non pertanian, akibatnya timbul persaingan penggunaan lahan yang saling tumpang tindih dan tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan.

Berbagai usaha pengembangan perlu dilakukan, diantaranya dengan membuat suatu perencanaan yang tepat dan rasional baik melalui aspek teknis maupun non teknis. Aspek teknis dapat dilakukan di antaranya dengan menentukan potensi wilayah sedangkan aspek non teknis dapat dilakukan dengan pendekatan kebijaksanaan bagi pengembangan wilayah tersebut. Kedua aspek ini akan saling berkaitan erat terhadap keberhasilan proses dan hasil pembangunan suatu wilayah. Aspek teknis merupakan salah satu cara yang tepat dan mendasar bagi perencanaan pembangunan wilayah karena dengan cara ini dapat diketahui potensi dan daya dukung lahan di wilayah tersebut untuk jenis-jenis penggunaan lahan yang dipertimbangkan dengan didukung teknologi yang sesuai.

Perencanaan penggunaan lahan pada dasarnya adalah inventarisasi dan penilaian keadaan (status), potensi dan pembatas-pembatas dari suatu daerah tertentu dan sumberdayanya. Proses ini berinteraksi dengan penduduk setempat atau dengan orang-orang yang menaruh perhatian terhadap daerah tersebut, terutama kebutuhan-kebutuhan mereka, aspirasi dan keinginan pada masa datang (Soil Survey Staf, 1982, dalam Hardjowigeno, 1983).

(31)

suatu perencanaan pembangunan pertanian yang tepat dan rasional, dimana pemanfaatan lahannya dapat optimum, lestari dan berkelanjutan. Penilaian potensi wilayah ini dilakukan melalui analisis potensi wilayah baik secara fisik maupun sosial ekonomi. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dihasilkan penilaian potensi komoditas wilayah yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif.

Penilaian potensi lahan dilakukan melalui penilaian kesesuaian lahan. Kesesuaian lahan dilakukan untuk tujuan evaluasi lahan yaitu menentukan nilai (kelas) suatu lahan untuk tujuan penggunaan tertentu. FAO (1976) menyatakan dalam evaluasi lahan perlu juga memperhatikan aspek ekonomi, sosial, serta lingkungan dan berkaitan dengan perencanaan tata guna tanah. Dalam tahapan evaluasi lahan harus ditetapkan tujuan yang jelas mengapa evaluasi lahan itu dilakukan. Selanjutnya menentukan faktor-faktor yang digunakan sebagai penciri, dimana faktor-faktor tersebut harus merupakan sifat-sifat yang dapat diukur atau ditaksir dan erat hubungannya dengan tujuan evaluasi. Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas lahan masing-masing satuan lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang akan diterapkan. FAO (1976) menjelaskan bahwa pendekatan dalam evaluasi lahan dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :

1. Pendekatan dua tahap (two stage approach)

Tahap pertama dari pendekatan ini adalah merupakan evaluasi lahan secara kualitatif, sedangkan tahap kedua (kadang-kadang tidak dilakukan) terdiri dari analisa ekonomi dan sosial. Pendekatan dua tahap ini sering dilakukan untuk evaluasi perencanaan penggunaan lahan secara umum dalam tingkat survai tinjau. Pendekatan dua tahap ini lebih sistematis karena memiliki kegiatan yang jelas terpisah. Survei tanah fisik dilakukan lebih dulu, baru kemudian survei dan analisis sosial-ekonomi, sehingga memungkinkan penjadwalan kegiatan dan penggunaan staf.

2. Pendekatan paralel (parallel approach)

(32)

14

tersebut. Hasil pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pendekatan paralel diharapkan dapat memberi hasil yang lebih tepat dalam waktu yang lebih cepat. Cara ini memberi kemungkinan yang lebih baik untuk memusatkan kegiatan survei dan pengumpulan data pada keterangan-keterangan yang diperlukan untuk evaluasi.

Sistem FAO (1976) membagi kesesuaian lahan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu; ordo, kelas, sub kelas, dan unit. Kesesuaian lahan tingkat ordo dan kelas biasanya digunakan dalam pemetaan tanah tinjau, sub kelas untuk pemetaan tanah semi detail, dan unit biasanya digunakan untuk pemetaan skala terinci (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Perencanaan Usahatani

Saat kebijakan pemerintah tidak menyentuh kesejahteraan petani, pergerakan harga merupakan salah satu faktor yang paling menarik bagi petani dalam menentukan pola tanam. Komoditas dengan harga tinggi paling banyak diminati oleh petani karena menjanjikan masukan ekonomi yang besar. Banyak petani melaksanakan budidaya tanpa memprediksi harga jual pada saat panen melainkan berdasarkan harga jual pada saat tanam. Keputusan ini dapat beresiko karena sejatinya harga komoditas tiap bulannya bervariasi bergantung pada interaksi produksi yang ada dan tingkat kebutuhan. Perencanaan penggunaan lahan menjadi penting untuk mengatasi resiko ini. Distribusi luas tanam dan rencana kebutuhan produksi komoditas dalam satu satuan waktu menjadi salah satu strategi mengoptimalkan penggunaan lahan. Dengan perencanaan ini diharapkan dapat menyeimbangkan kebutuhan dengan produksi yang cukup, sehingga diharapkan kestabilan harga terjaga.

(33)

mengoptimasi berbagai kebutuhan dengan luasan lahan yang terbatas. Sedangkan bagi petani tantangan terbesar adalah bagaimana mengoptimalkan penguasaan lahan yang dimiliki. Sebagian besar petani di Indonesia hanya memiliki lahan yang sempit. Menurut Soekartawi (1993), salah satu ciri petani kecil adalah kepemilikan lahannya sempit yaitu lebih kecil dari 0,25 ha lahan sawah di Pulau Jawa atau 0,50 ha di luar Jawa, sedangkan untuk lahan tegalan, kepemilikannya kurang dari 0,50 ha di Jawa atau 1,00 ha di luar Jawa. Dengan terbatasnya sumberdaya yang tersedia dalam usahatani, suatu perencanaan usahatani sebaiknya diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : (1) membantu petani meningkatkan produksi dan pendapatan, (2) membantu merencanakan penggunaan sumberdaya produksi serta metode kerja petani, dan (3) menaksir produksi dan pendapatan yang akan diperoleh (Soekartawi et al. 1985).

Peningkatan pendapatan petani dan pencapaian tujuan pembangunan daerah berdasarkan potensi sumberdaya dapat dilakukan dengan perencanaan. Perencanaan dapat dilihat sebagai suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan. Alasan lain yang lebih kuat untuk melakukan perencanaan adalah sebagai berikut (Bintoro, 1986):

1. Dengan perencanaan diharapkan terdapat suatu pengarahan kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksana kegiatan yang ditujukan pada pencapaian tujuan.

2. Dengan perencanaan dapat dilakukan suatu perkiraan terhadap hal-hal yang akan dilalui dalam masa pelaksanaan. Perkiraan yang dilakukan mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan dan juga mengenai hambatan-hambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi. Dengan perencanaan diusahakan supaya ketidakpastian dapat diusahakan sesedikit mungkin.

3. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif tentang cara terbaik atau kesempatan untuk memilih kombinasi yang terbaik.

(34)

16

5. Dengan adanya perencanaan maka akan ada suatu alat pengukuran atau standar untuk mengadakan evaluasi.

Soekartawi et al. (1985) menyatakan perencanaan usahatani dapat dilakukan melalui pendekatan dengan program (programming approach) yang ditujukan untuk memilih dan mengkombinasikan kegiatan tanaman yang menghasilkan keadaan yang optimal. Salah satunya dengan metode program linear (linear programming). Program linear dapat digunakan untuk memilih kombinasi beberapa kegiatan yang dapat memaksimalkan pendapatan kotor. Metode ini juga memberikan tambahan informasi ekonomi yang berguna mengenai pemecahan yang optimal.

(35)

Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan September sampai Desember 2010.

Rancangan Penelitian

Tahapan analisis yang dilakukan untuk mencapai optimasi penggunaan lahan dibagi pada beberapa tahap, yaitu (1) penetapan komoditas unggulan, (2) menentukan potensi komoditas hortikultura berdasarkan peruntukan dan kesesuaian lahannya, (3) menyusun pola tanam, dan (4) mengoptimasi pola tanam komoditas unggulan.

Tahap pertama adalah menetapkan prioritas komoditas unggulan. Prioritas komoditas unggulan ditetapkan dengan terlebih dulu melakukan identifikasi komoditas hortikultura yang dibudidayakan di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang, menentukan komoditas unggulan, melihat faktor yang mempengaruhinya, dan menentukan komoditas unggulan yang diprioritaskan petani berdasarkan preferensi. Identifikasi komoditas yang dibudidayakan bertujuan untuk menginventarisasi tanaman hortikultura yang dibudidayakan yang dapat diterima oleh petani dan secara statistik terekam melalui Badan Pusat Satistik (BPS). Hasil inventarisasi ini kemudian dipakai sebagai bahan untuk penentuan komoditas unggulan melalui data produksi komoditas hortikultura. Penentuan komoditas unggulan menggunakan analisis Location Quotient (LQ), dan karakteristik komoditas unggulan dilakukan analisis Localization Index (LI) serta analisis

Specialization Indeks (SI). Langkah selanjutnya adalah melihat prioritas dan faktor yang mempengaruhi dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) menggunakan Expert Choice 11. Sedangkan dari sisi sosial penetapkan prioritas komoditas unggulan dipilih berdasarkan preferensi petani.

(36)

18

rencana kabupaten, yaitu dengan melakukan overlay peta penggunaan lahan terhadap RTRW Kabupaten, dan 2) menganalisis kesesuaian lahan pada lokasi pada sebaran luasan kawasan budidaya yang telah diperoleh sebelumnya, hasil yang diperoleh adalah peta potensi komoditas hortikultura menurut peruntukan dan kesesuaiannya.

Tahap ketiga dilakukan penyusunan pola tanam dan menilai kelayakan finansial dari pola tanam yang telah disusun. Pola tanam yang layak secara finansial akan diteruskan untuk kemudian disusun alternatif pola tanam yang memungkinkan berdasarkan hasil wawancara kepada petani. Pola tanam ini sebagai landasan perhitungan optimasi.

Tahap keempat adalah merancang pola distribusi luas tanam tiap komoditas menurut satuan waktu (bulan dan musim tanam) dengan mempertimbangkan harga pada tahun sebelumnya agar didapatkan suatu pola tanam yang dapat memenuhi kebutuhan produksi suatu komoditas ditiap satuan waktu dan suatu satuan harga yang tidak fluktuatif. Untuk melihat dampak dari implementasi rancangan pola tanam ini dilakukan perhitungan optimasi pola tanam dengan alternatif-alternatif yang telah disiapkan dengan metode Linear Programming.

(37)

Gambar 2 Diagram alir tahapan analisis

19

Analisis Kesesuaian

Lahan Preferensi Komoditas Unggulan

Analisis Faktor dan Prioritas Komoditas Unggulan (AHP)

Analisis Finansial - Penggunaan

Lahan - RTRW Identifikasi Tanaman

Wawancara Responden

Potensi Kawasan Budidaya - Analisis Location Quation (LQ)

- Analisis Localization Index (LI)

- Analisis Spezialitation Index (SI)

Komoditas Unggulan

Kawasan Budidaya Komoditas Hortikultura Data yang digunakan :

Data Produksi Komoditas

Ground Check

Data yang digunakan: - Peta Tanah - Kriteria

Kesesuaian Lahan

Evaluasi Kesesuaian Lahan Penyusunan Perencanaan Pola Tanam

Pola Tanam

Penyusunan Optimasi Penggunaan Lahan

Penyusunan mempertimbangkan : - Kestabilan harga

- Waktu tanam

Penyusunan meliputi :

- Fungsi tujuan : mengoptimalkan pendapatan petani

- Fungsi kendala : ketersedian luas areal budidaya, batas minimum luas areal suatu komoditas per bulan per musim, batas maksimum luas areal suatu komoditas per bulan per musim

(38)

20

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah persiapan yang meliputi pengumpulan data sekunder yang diperlukan. Tahap kedua adalah survei lapangan yaitu pengumpulan data primer; biofisik kawasan agropolitan, sosial ekonomi masyarakat dan karakteristik kawasan.

Data Sekunder

Persiapan yang dilakukan meliputi studi literatur, hasil-hasil penelitian terdahulu dan sumber-sumber yang relevan dan terlibat. Tahap persiapan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum daerah penelitian dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait. Jenis data sekunder dalam penelitian ini secara lengkap ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data sekunder

Jenis Data Sekunder Ket Data Sumber Data

- Peta Administrasi 1 : 50.000 Bappeda Kabupaten,

BPS Kabupaten

- Peta Tanah 1 : 50.000 Puslitan

- Peta Penggunaan Lahan Resolusi Spasial 10m Citra SPOT 5

- Peta Rupa Bumi 1 : 50.000 Bakorsurtanal

- Data Iklim (Suhu, CH, Kelembaban)

1 : 250.000 Land System Kabupaten

Rejang Lebong

- Data Kependudukan Bengkulu Dalam

Angka 2008

BPS Kabupaten

- Data Produksi dan Pendukung Agropolitan

Angka Tetap 2008 Dinas Pertanian Kababupaten

- Pustaka - Laporan Hasil Penelitian

Terdahulu dan Pustaka

Data Primer

(39)

komoditas yang dibudidaya, identifikasi pola tanam, pengamatan aktivitas pasar dan harga. Jenis data primer yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan sumber data primer

Jenis Data Sumber Data

Data Sosial – Ekonomi Petani

- Identifikasi komoditas terbudidaya Wawancara dan Pengamatan

- Identifikasi pola tanam Wawancara dan Pengamatan

- Identifikasi karakteristik agropolitan Wawancara dan Pengamatan

- Kelayakan usaha tani Wawancara dan Pengamatan

- Status kepemilikan lahan Wawancara dan Pengamatan

- Tingkat kontinuitas produksi Wawancara dan Pengamatan

- Kestabilan harga Wawancara dan Pengamatan

- Akses pasar Wawancara dan Pengamatan

Data Kelembagaan

- Pengetahuan petani Wawancara

- Kemudahan pembiayaan Wawancara dan Pengamatan

- Kebijakan Wawancara dan Pengamatan

- Ketersediaan Informasi Wawancara dan Pengamatan

Data Kondisi Biofisik dan Sarana Prasarana Pendukung

- Ground Check penggunaan lahan Pengamatan

- Jasa infrastruktur/pendukung Wawancara dan Pengamatan

Tabel 3. Jumlah dan karakteristik responden

No Kriteria Pekerjaan Asal Instansi Jumlah

(orang)

1 Pelaku terlibat langsung Petani - 23

2 Pelaku tidak terlibat langsung

Tokoh Masyarakat

- 2

3 Petugas terlibat langsung Penyuluh Pertanian

Dinas Pertanian Kab Rejang Lebong

2

4 Pengambil kebijakan Pegawai Dinas Dinas Pertanian Kab Rejang Lebong

2

Jumlah 29

Pemilihan responden dalam pengumpulan data primer menggunakan metode

(40)

22

Kawasan Agropolitan, dan Balai Penyuluh Pertanian di Kawasan Agropolitan. Jumlah dan karakteristik responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Alat Analisis Data

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat komputer dengan software utama Microsoft Word, Microsoft Excel, Expert Choice 11, ERDAS 9.1, ArcGIS Versi 9.3 dan program pendukung lain.

Software Microsoft Word digunakan untuk penulisan dan Microsoft Excel digunakan pengolahan sebagian data sekunder dan primer serta sebagai alat optimasi dengan aplikasi Solver. Expert Choice 11 untuk mengetahui faktor dan prioritas pemilihan komoditi unggulan. ERDAS 9.1 membantu menginterpretasi peta citra menjadi peta penggunaan dan tutupan lahan, sedangkan ArcGIS digunakan untuk melakukan overlay berbagai peta dan sebagai visualisasi keluaran analisis.

Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan. Analisis yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah 1) analisis komoditas unggulan, 2) analisis faktor dan preferensi yang mempengaruhi komoditas unggulan, 3) analisis penggunaan lahan dan kesesuaian lahan, 4) analisis kelayakan finansial 5) analisis penyusunan pola tanam 6) optimasi penggunaan lahan.

Analisis Komoditas Unggulan

Penilaian komoditas unggulan dilakukan melalui pendekatan keunggulan komparatif produksi suatu komoditas terhadap komoditas yang sama pada wilayah agregat yang selanjutnya dianalisis karakteristik komoditas tersebut. Komoditas unggulan yang diketahui melalui keunggulan komparatif selanjutnya akan dievaluasi apakah sesuai dengan kondisi yang ada melalui wawancara terhadap petani. Data yang digunakan adalah data produksi tanaman sayuran dan buah semusim tahun 2008 di Kabupaten Rejang Lebong.

(41)

berikut, yaitu:

1. Identifikasi komoditas pertanian sayuran dan buah semusim yang dibudidayakan di Kawasan Agropolitan Selupu Rejang. Beberapa kriteria umum yang ditetapkan yaitu (a) merupakan tanaman yang lazim di budidayakan (bukan tanaman baru), (b) dapat diterima petani, (c) menguntungkan secara ekonomi, dan (d) tercatat dalam pencacatan statistik kabupaten.

2. Komoditas yang telah tercatat akan dianalisis kuantitatif dengan parameter

supply side, analisis lokasi dan kekhasan komoditas dengan menggunakan

Location Quotient (LQ), Localization Index (LI) dan Specialization Index

(SI). Koefisien LQ memberikan indikasi kemampuan suatu wilayah dalam memproduksi suatu komoditas dibandingkan dengan produksi komoditas tersebut pada wilayah yang lebih luas. Hasil analisis LQ perlu didukung oleh analisis koefisien lokalisasi (α), dan koefisien Speslialisasi (β) yang memperlihatkan keunggulan komparatif masing-masing komoditas setiap wilayah.

Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah. Dalam penelitian ini, LQ merupakan rasio persentase dari total produksi suatu komoditas pada kawasan agropolitan terhadap persentase produksi total komoditas terhadap wilayah kabupaten. Secara komparatif komoditas unggulan merupakan komoditas yang memiliki nilai LQ>1. Persamaan dari LQ ini adalah sebagai berikut :

..

.

.

X

j

X

Xi

Xij

LQij

=

keterangan :

Xij : derajat aktivitas produksi komoditas tertentu dalam kawasan

agropolitan

Xi. : total aktivitas produksi komoditas dalam kawasan agropolitan

X.j : total aktivitas produksi suatu komoditas pada wilayah kabupaten

(42)

24

Interpretasi hasil analisis Location Quotient adalah sebagai berikut :

- Jika nilai LQij > I, maka hal ini menunjukkan terjadinya

konsentrasi aktivitas produksi suatu komoditas di kawasan agropolitan secara relatif dibandingkan dengan wilayah kabupaten atau terjadi pemusatan produksi komoditas di kawasan agropolitan.

- Jika nilai LQij = 1, maka dalam kawasan agropolitan tersebut mempunyai

pangsa aktivitas produksi setara dengan pangsa total dalam kabupaten atau konsentrasai aktivitas produksi di kawasan agropolitan sama dengan rata-rata total wilayah kabupaten.

- Jika nilai LQij < 1, maka dalam kawasan agropolitan tersebut mempunyai

pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas produksi yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah.

Localization Index merupakan salah satu indeks yang menggambarkan pemusatan relatif suatu aktivitas produksi dibandingkan dengan kecenderungan total di dalam wilayah. Indeks ini dipergunakan untuk mengetahui persen distribusi suatu aktivitas tertentu di dalam wilayah dan untuk menentukan wilayah mana yang potensial untuk mengembangkan aktivitas tertentu. Persamaan Localization Index ini adalah sebagai berikut :

LI

j = 1 2

.

.

..

Interpretasi hasil analisis Localization Index tersebut adalah :

- Jika nilainya mendekati 0 berarti perkembangan suatu komoditas pada kawasan agropolitan cenderung memiliki tingkat yang sama dengan perkembangan wilayah kabupaten. Tingkat perkembangan aktivitas akan relatif indifferent di seluruh lokasi atau aktivitas tersebut mempunyai peluang tingkat perkembangan relatif sama di seluruh lokasi.

- Jika nilainya mendekati 1 berarti aktivitas yang diamati akan cenderung berkembang memusat di kawasan agropolitan.

Specialization Index merupakan salah indeks yang menggambarkan

(43)

menjadi pusat bagi aktivitas yang dilakukan. Persamaan Specialization Index

ini adalah sebagai berikut :

SI

j = 1 2

.

.

..

Interpretasi hasil analisis Specialization Index tersebut adalah :

- Jika nilainya mendekati 0 berarti tidak ada kekhasan. Artinya dalam kawasan agropolitan tidak memiliki aktivitas khas yang relatif menonjol perkembangannya dibandingkan dengan kawasan lain.

- Jika nilainya mendekati 1 berarti terdapat kekhasan. Artinya dalam kawasan agropolitan memiliki aktivitas khas yang perkembangannya relatif menonjol dibandingkan dengan kawasan lain.

Dengan pemilihan melalui proses ini kita dapat mengetahui tanaman apa saja yang paling menonjol sebagai tanaman yang memiliki keunggulan komparatif dibanding wilayah sekitarnya.

3. Analytical Hierarchy Proccess (AHP) selain untuk menentukan komoditas mana yang diutamakan dapat juga untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan komoditas tersebut. AHP merupakan alat pengambilan keputusan dengan memilih suatu alternatif yang terbaik. AHP juga dapat memperlihatkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengambilan keputusan. AHP digunakan untuk mengetahui urutan prioritas dari tanaman yang ingin dibudidayakan. Kriteria penilaian diambil dari tiga aspek (fisik, ekonomi dan sosial budaya), kriteria tersebut yaitu;

a. Aspek Fisik (kemampuan tanam sepanjang tahun dan tanam musim tertentu)

b. Aspek Ekonomi (permodalan, peluang pasar, stabilitas harga dan keuntungan produksi)

(44)

26

Hirarki disusun berdasarkan kriteria dan alternatif yang dijadikan pertimbangan dalam pemilihan prioritas komoditas unggulan sebagai tujuan (Gambar 3).

Gambar 3 Susunan hirarki prioritas komoditas unggulan

Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty (1991) mulai dari nilai bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan sama penting, ini berarti bahwa atribut yang sama skalanya, nilai bobotnya 1, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang penting absolut dibandingkan yang lainnya. Tabel skala banding secara berpasangan menurut Saaty (1991) dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Skala perbandingan berpasangan (Saaty 1991) Tingkat

Kepentingan Definisi

1 Kedua elemen sama pentingnya

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari Elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih penting dari Elemen yang lain 7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari Elemen yang lain 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari Elemen yang lain 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Kebalikan Reciprocals

Cabe Merah

Buncis Bw

Daun

Wortel Kembang

Kol Stroberi

Prioritas Komoditas Unggulan

Aspek Sosial Budaya Aspek Ekonomi

(45)

4. Bagian terakhir dari penentuan komoditas unggulan ini adalah dengan melakukan wawancara terhadap petani. Wawancara dilakukan untuk mengetahui tanaman unggulan mana yang sering dibudidayakan yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini penting agar pemilihan tananaman unggulan tidak hanya berdasarkan atas keunggulan komparatif suatu komoditas namun juga secara umum dapat diterima dan dapat diaplikasikan.

Analisis Penggunaan/Tutupan Lahan dan Kesesuaian Lahan

Analisis penggunaan/tutupan lahan dan kesesuaian lahan merupakan metode untuk menghasilkan gambaran umum tentang kondisi potensi komoditas unggulan pada satuan lahan di kawasan budidaya. Komponen utama metode ini adalah penerapan aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografis) dalam mendeliniasi kawasan menurut peruntukan dan kesesuaian lahan terhadap komoditi unggulan yang telah ditentukan sebelumnya. Beberapa tahapan dalam analisis ini sebagai berikut : 1. Identifikasi sebaran kawasan budidaya eksisting dan RTRW, keluaran yang

dihasilkan adalah daerah kawasan budidaya berdasarkan penggunaannya dan RTRW. Metode dilakukan dengan overlay peta penggunaan dan tutupan lahan dengan peta RTRW kabupaten. Penggunaan dan tutupan lahan diperoleh dengan menginterpretasi citra yang diklasifikasi dengan klasifikasi terbimbing (supervised clasification). Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan software ERDAS Imagine. Citra yang digunakan adalah citra SPOT 5 tahun 2008. Hasil interpretasi diperkuat melalui survei lapangan (ground check). Peta penggunaan dan tutupan lahan selanjutnya di-overlay

(tumpang tindih) dengan peta RTRW kabupaten agar penetapan kawasan tidak berseberangan dengan kebijakan yang diambil pemerintah daerah. 2. Analisis kesesuaian lahan terhadap komoditas unggulan yang terpilih, hal ini

(46)

28

tehadap faktor pembatas sehingga keluarannya adalah analisis kesesuaian lahan potensial.

Faktor pembatas sendiri dibagi menjadi 2 jenis yaitu : (1) faktor pembatas yang sifatnya permanen dan tidak mungkin atau tidak ekonomis untuk perbaiki, dan (2) faktor pembatas yang dapat diperbaiki dan secara ekonomis masih menguntungkan dengan masukan teknologi yang tepat. Secara umum jika melihat dari kriteria lahan usaha perbaikan yang bisa dilakukan sebagai berikut :

a. Ketersediaan air (w), dapat dilakukan usaha perbaikan dengan melakukan irigasi atau pengaturan pengairan.

b. Media perakaran (r), usaha yang dilakukan beragam, ada yang mungkin dilakukan usaha perbaikan dan ada yang tidak mungkin dilakukan usaha perbaikan. Contoh yang tidak mungkin dilakukan usaha perbaikan adalah tekstur dan kedalaman efektif, karena apabila dilakukan usaha perbaikan akan tidak ekonomis, sedangkan contoh yang bisa dilakukan perbaikan adalah jika faktor pembatasnya drainase bisa dilakukan dengan pembuatan saluran drainase.

c. Retensi hara (f), usaha yang lazim dilakukan adalah penambahan bahan organik dan pengapuran. Jika pembatasnya PH dimungkinkan dilakukan pengapuran, namun jika pembatasnya adalah KTK (Kapasitas Tukar Kation) dapat dilakukan penambahan bahan organik.

d. Bahaya erosi (e), usaha yang dilakukan adalah pengurangan laju erosi, pembuatan teras, penanaman sejajar kontur, dan penanaman penutup tanah.

e. Toksisitas (x), hampir sama dengan retensi hara, dalam hal ini dengan melakukan pengapuran atau penambahan bahan organik.

f. Suhu (t), faktor pembatas ini merupakan salah satu faktor pembatas yang tidak mungkin dilakukan perbaikan oleh petani, namun bisa saja dilakukan perbaikan dengan mengeluarkan varietas yang mampu beradaptasi pada suhu tertentu.

(47)

didapatkan sebaran peta menurut peruntukan dan kesesuaiannya dengan klasifikasi sebagai berikut :

a. Kawasan Non Budidaya

- Badan Air

- Kawasan Non Budidaya

- Kawasan Pemukiman b. Kawasan Budidaya

- Kawasan pertanian eksisting yang sesuai RTRW, mendukung dilakukan budidaya pertanian komoditas unggulan

- Kawasan pertanian berdasarkan RTRW, mendukung dilakukan budidaya pertanian komoditas unggulan

- Kawasan pertanian eksisting yang tidak sesuai RTRW, tidak mendukung dilakukan budidaya pertanian komoditas unggulan - Kawasan pertanian eksisting yang tidak sesuai RTRW, tidak

mendukung untuk dilakukan budidaya pertanian komoditas unggulan

- Kawasan pertanian berdasarkan RTRW, tidak mendukung untuk dilakukan budidaya pertanian komoditas unggulan

- Kawasan pertanian eksisting yang sesuai RTRW, tidak mendukung dilakukan budidaya pertanian komoditas unggulan

Analisis Penyusunan Pola Tanam

(48)

30

Penyusunan perencanaan pola tanam dilakukan dengan menerapkan beberapa asumsi sebagai berikut :

1. Prinsip perencanaan pola tanam menganut sistem monokultur dan polikutur (tumpang sari).

2. Tanaman unggulan menjadi tanaman utama dan setiap musim tanam komoditas unggulan harus ada.

3. Dalam satu tahun perencanaan pola tanam diasumsikan menjadi dua musim tanam. Musim tanam I dimulai pada bulan Oktober–Maret, sedangkan musim Tanam II dimulai pada bulan April-September.

4. Menghindari tanaman yang sama pada pola tanam di musim berikutnya.

Analisis Kelayakan Finansial

Analisis kelayakan finansial dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah pola tanam yang disusun secara ekonomis layak atau tidak layak diusahakan. Pendekatan yang digunakan untuk menghitung kelayakan usaha adalah berdasarkan kajian ekonomi yaitu melalui analisis finansial usaha tani. Penilaian suatu usaha layak atau tidak layak adalah dengan menghitung Benefit

Cost Ratio (B/C Ratio). Net B/C merupakan evaluasi usaha dengan

membandingkan nilai seluruh hasil yang diperoleh sekarang dengan nilai seluruh biaya usaha sekarang. Jika hasil perhitungan Net B/C > 1 maka pengusahaan pola tanam tersebut layak untuk dilanjutkan untuk dioptimasi, namun jika nilai Net B/C

< 1 maka tidak layak.

Rumus matematis Net B/C (Net BCR) adalah

Bt = manfaat (Rp.) yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha pada

(tahun, bulan, minggu, dan sebagainya) ke-t

Ct= biaya (Rp.) yang dikeluarkan sehubungan dengan suatu usaha pada

waktu ke-t, tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi, dan sebagainya)

i = tingkat suku bunga (%)

t = periode (1,2,3,...,n)

= − +

= n

1 t

(49)

Optimasi Pola Tanam

Perhitungan optimasi alternatif-alternatif pola tanam yang telah disiapkan dengan menggunakan metode Linear Programming, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan minimal produk pertanian unggulan dan mempertimbangkan pergerakan harga sehingga tetap menjaga keuntungan ekonomi bagi petani. Penyusunan optimasi ini menggunakan program solver pada Microsoft Excel 2007. Sebelum melakukan optimasi ditentukan dulu batas minimum dan batas maksimum untuk luasan lahan suatu komoditas pada tiap bulan ditiap musimnya. Batas minimum adalah sebaran luasan minimum bulanan dan musim yang tercatat pada musim tertentu di tahun sebelumnya, sedangkan batas maksimum adalah batas yang ditoleransi yang dinilai dari pergerakan maksimum luas lahan dari tahun sebelumnya. Batasan maksimum ini penting agar tidak terjadi over supply. Secara lengkap rumus perhitungan batas maksimum adalah sebagai berikut :

Luas maksimum per musim : !"#" $ %&"

= % !"#" $ %&" ") !"#" $ !" %&"

Luas maksimum per bulan: * !"#" $ !" +%, )

-= . /0 1 # − 1 # !"#" $ %&" . /0 !"#" $ 2%, ) - !"#" $ %&" 6

dengan ;

% !"#" $ %&"

= 1 # − / # % 45/05&5/ ) !"#" $ 2%, ) - !" %&"

Pergesaran luas maksimum per bulan: % 45/05&5/ ) !"#" $ 2%, )

-=( 1 # − 1 # !"#" $ 75/ # ℎ%) − !"#" $ 2%, ) -) 1 # − 1 # !"#" $ 75/ # ℎ%) 100%

dimana;

LT = Luas Tanam

Komoditi X = Cabe Merah, Wortel, Kembang Kol, Bawang Daun Bulan Y = Januari, Februari,..., Desember

(50)

32

Optimasi dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan nilai ekonomi atas sebidang lahan usaha dengan tetap menjamin produktivitas secara lestari. Penelitian ini diarahkan untuk menemukan suatu kombinasi jenis tanaman yang secara agregat menghasilkan nilai ekonomi optimal dan kebutuhan produksi yang dibutuhkan dan dapat diaplikasikan oleh petani setempat. Metode yang digunakan adalah analisis program linear dengan menggunakan aplikasi Solver

pada MS Excel 2007. Susunan model optimasi adalah sebagai berikut : a) Fungsi Tujuan

Fungsi tujuan adalah menentukan keuntungan maksimum pada setiap lahan menurut pola dan musin tanam tertentu. Secara matematis fungsi ini dirumuskan sebagai :

. ; = < = > ? @

?

A = -B? .B?− @

?

= +B? @

?

C<

b) Fungsi Kendala : Luas Lahan

Luas baku lahan pola tanam tertentu yang tidak boleh melebihi luas baku areal yang digunakan saat ini, secara matematis dapat diumumkan sebagai berikut :

= > D= D D

Luas kebutuhan minimum dan maksimum komoditas utama merupakan kendala yang digunakan selanjutnya.

c) Fungsi Kendala : Pengeluaran untuk Usaha Tani

Pengeluaran yang dibutuhkan untuk kegiatan usaha tani pola tanam tertentu tidak boleh melebihi batas biaya rata-rata untuk usahatani pola tanam tersebut. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :

= + > = E

Syarat non negatifitas

> D ≥ 0

dimana :

(51)

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Diagram alir tahapan analisis
Tabel 6 Sebaran jenis dan macam tanah di Kecamatan Selupu Rejang (ha)
Tabel 8  Jumlah penduduk Kecamatan Selupu Rejang berdasarkan desa/kelurahan  dan jenis kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Criticality Analysis dengan menggunakan metode Reliability Centered Spares (RCS), komponen dan part yang termasuk dalam grup A (High Critical) yaitu

Seluruh bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Lampung. Semen portland yang dipakai adalah semen portland Tipe I merek Baturaja, dalam

Soekanto (2005) mengemukakan peranan mencakup tiga hal; 1) peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti

Namun Injil akhirnya dapat diterima oleh komunitas ini, di samping adanya usaha keras dari para penginjil, juga dipengaruhi kesadaran masyarakat setempat bahwa di

Menganalisis fungsi sosial, struktur teks, dan unsur kebahasaan dari teks news item berbentuk berita sederhana dari koran/radio/TV, sesuai dengan konteks penggunaannya..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi dalam pelayanan administrasi perizinan, dari aspek Kelembagaan bahwa pelayanan perizinan Kabupaten

Beberapa sifat-sifat fungsi Evans juga dibuktikan, yaitu: (i) nilai nolnya berkaitan dengan nilai eigen, (ii) analitik untuk semua nilai eigen yang bernilai kompleks, dan

(Isolat Tulungagung) yang diaplikasikan dengan kematian larva Spodoptera litura (Gambar 1) dapat diketahui bahwa terjadi korelasi positif.. antara