• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM A. SEJARAH UMUM KPP PRATAMA MEDAN POLONIA

Sebelum disebut Kantor Pelayana Pajak (KPP) dulunya bernama Kantor Inspeksi Pajak (KIP). Hal ini berlangsung sampai tahun 1976, mulai bulan Juni Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Tahun 1976 di Sumatera Utara berdiri dua kantor yaitu:

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berada di Jl. Asrama 17A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Timur b. Kec. Medan Barat c. Kec. Medan Labuhan d. Kec. Medan Deli e. Kec. Medan Belawan f. Kotamadya Binjai g. Kab. Langkat

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berada di Jl. Diponegoro No. 30 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan BaruA b. Kec. Medan Denai

c. Kec. Medan Deli Serdang d. Kab. Karo

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 276/KMK.01/1989 pada tanggal 25 maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak.Pada tanggal 1 April 1989 Kantor Inspeksi Pajak diseluruh Indonesia diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak, dari dua KIP yaitu KIP Medan Utar a dan KIP Medan Selatan dipecah menjadi tiga KPP yaitu :

1. KPP Medan Utara yang berada di Jl. Asrama No. 17 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Timur b. Kec. Medan Barat c. Kec. Medan Labuhan d. Kec. Medan Denai e. Kec. Medan Belawan

2. KPP Medan Selatan yang berada di Jl. Diponegoro No. 30 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Baru b. Kec. Medan Denai

c. Kec Medan Polonia d. Kec. Medan Maimun

3. KPP Medan Barat yang berada di Jl. Sukamulia No. 27A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

b. Kec. Medan Sunggal c. Kec. Medan Binjai d. Kab. Langkat e. Kab. Karo

f. Kotamadya Tebing Tinggi dan Kab. Deli Serdang menjadi KPP Tebing Tinggi

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 94/KMK/1994 tanggal 29 Maret, Kantor Pelayanan Pajak pada jajaran Kantor Wilayah I Sumatera Utara terhitung tanggal 1 April 1994 menjadi 4(empat) Kantor Pelayanan Pajak yang baru dibentuk yaitu: 1. KPP Medan Utara yang berada di Jl. Asrama No. 17 Medan yang wilayah kerjanya

meliputi:

a. Kec. Medan Belawan b. Kec. Medan Marelan c. Kec. Medan Labuhan d. Kec. Medan Deli

2. KPP Medan Barat yang berada di Jl. Sukamulia No. 27A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Barat b. Kec. Medan Petisah c. Kec. Medan Polonia d. Kec. Medan Maimun e. Kec. Medan Baru

f. Kec. Medan Selayang g. Kec. Medan Sunggal h. Kec. Medan Helvetia i. Kec. Medan Tuntungan

3. KPP Medan Timur dengan alamat Jl. Diponegoro No. 30A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kec. Medan Timur b. Kec. Medan Perjuangan c. Kec. Medan Area d. Kec. Medan Denai e. Kec. Medan Tembung f. Kec. Medan Kota g. Kec. Medan Amplas h. Kec. Medan Johor

4. KPP Binjai dengan alamat Jl. Asrama No. 7A Medan yang wilayah kerjanya meliputi: a. Kotamadya Binjai

b. Kab. Langkat c. Kab. Tanah Karo

d. Enam Kecamatan di Deli Serdang yaitu: - Kec. Medan Sunggal

- Kec. Pancur Batu - Kec. Hamparan Perak

- Kec. Sibolangit - Kec. Kutalinbaru - Kec. Labuhan Deli

Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001, Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

Pada tanggal 19 Mei 2008 Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan dengan No.Kep.95/PJ/2008 tentang Kantor Pelayanan Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri dari:

1. KPP Pratama Binjai 2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Belawan 4. KPP Pratama Medan Kota 5. KPP Pratama Medan Petisah 6. KPP Pratama Medan Polonia 7. KPP Pratama Medan Timur 8. KPP Pratama Lubuk Pakam

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mempunyai wilayah kerja meliputi Kecamatan Medan Johor, Medan Maimun, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Tuntungan, dan Medan Polonia. Dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia terletak di Jalan Ponegoro No. 30A Medan.

B. STRUKTUR ORGANISASI KPP PRATAMA MEDAN POLONIA

Setiap Instansi atau perusahaan satu organisasi dalam fungsi dan tugasnya masing-masing. Sedangkan struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara maksimal.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia menerapkan struktur organisasi lini dan staff. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dipimpin oleh seorang kepala kantor yang secara operasional bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Sub Bagian Umum 2. Seksi Ekstensifikasi

3. Seksi Pengolahan Data Informasi (PDI) 4. Seksi Penagihan

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 6. Seksi Pemeriksaan

7. Kelompok Fungsional 8. Seksi Pelayanan

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia merupakan struktur organisasi garis staff yang dipakai oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera bagian Utara, dimana semua pegawainya merupakan Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan Republik Indonesia.

C. TUGAS DAN FUNGSI PEGAWAI KPP PRATAMA MEDAN POLONIA

Adapun tugas pokok dan fungsi pada masing-masing seksi pada KPP Pratama Medan Polonia adalah sebagai berikut:

1. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut sub bagian umum mempunyai fungsi:

a. Pengurusan tata usaha dan kepegawaian

b. Pengurusan keuangan kantor misalnya pengurusan gaji pegawai, pengajuan usul pengangkatan bendahara, penyusunan daftar realisasi anggaran belanja, pembayaran tagihan, lembur pegawai dan lain-lain.

c. Pengurusan rumah tangga dan perlengkapan yang dibutuhkan.

d. Penerimaan dokumen, pemprosesan dan penatausahaan dokumen masuk di Sub bagian Umum dan penyampaian dokumen.

2. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha wajib pajak, penerimaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Tahunan serta penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi ini mempunyai fungsi:

a. Pendaftaran Ojek Pajak baru dengan penelitian kantor dan lapangan. b. Penerbitan Surat Himbauan untuk ber-NPWP

c. Pelaksanaan penilaian individual objek PBB d. Pembuatan daftar biaya komponen bangunan. e. Pemeliharaan data ojek dan subjek PBB f. Pendaftaran Wajib Pajak

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian, dan penatausahaan penerimaan dan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, dan penyiapan laporan kinerja.

4. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dalam hal penatausahaan dan pelaksanaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan untuk mernyelenggarakan tugas tersebut seksi ini mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan/Keberatan/Putusan banding/Pengurangan atau Pembatalan

Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi.

b. Menjawab konfirmasi data tunggakan Wajib Pajak c. Usulan pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak d. Penghapusan piutang pajak

e. Penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan, Pencabutan Sita, Pelaksanaan Lelang dan Permohonan Pembatalan Lelang

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Memiliki tugas pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Tanah dan bangunan dan pajak lainnya), bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan,

penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama terdapat empat seksi pengawasan dan konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah tertentu.

6. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

7. Kelompok Fungsional

Kelompok Fungsional yang terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia. Dalam melaksanakan pekerjaannnya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan.

8. Seksi Pelayanan.

Memiliki tugas dalam hal penertiban dan penetapan produk hokum pewrpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya,

Penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9. Unit Fiskal Luar Negeri

Unit Fiskal Luar Negeri bertugas memberi pelayanan fiskal luar negeri kepada warga Negara yang hendak berpergian ke luar negeri. Unit ini berada di Bandara Internasional Polonia Medan dan bertugas setiap hari.

KPP Pratama Medan Polonia struktur organisasinya terdiri dari:

- Kepala Kantor = 1 orang

- Kepala Seksi = 6 orang

- Supervisor = 2 orang

- Account Representative = 16 orang

- Pemeriksa Pajak = 6 orang

- Pelaksana

Jumlah = 85 orang

BAB III

GAMBARAN DATA A. Pajak Bumi dan Bangunan

1. Pengertian

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak yang terutang.

Bumi adalah permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah Indonesia.

Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.

2. Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan kepada Undang-Undang No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang telah disempurnakan dengan Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentangperubahan atas Undang-Undang No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan seterusnya di dalam tulisan ini disebut dengan UU PBB.

3. Objek Pajak dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Objek dari PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan. Menurut UU PBB, Bumi dapat diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.

Sedangkan permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan / atau perairan. Di dalam memori penjelasan UU PBB yang termasuk bangunan adalah :

• Jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan

• Jalan tol

• Kolam renang

• Pagar mewah, taman mewah

• Tempat olah raga

• Galangan kapal, dermaga

• Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak

• Fasilitas yang memberi manfaat

Di dalam UU PBB juga diatur beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB yaitu:

• objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

• Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis dengan itu.

• Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum dibebani suatu hak.

• Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas perlakuan timbal balik.

• Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Kuangan.

Subjek dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Apabila subjek pajak tersebut dikenakan kewajiban membayar pajak maka subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak.

4. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

PBB mempunyai tarif tunggal (single tariff) sebesar 0,5% yang berlaku sejak UU PBB tahun 1985 sampai dengan sekarang.

5. Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak a. Pendaftaran Objek Pajak dan Subjek Pajak

- Wajib Pajak Aktif

- Menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yg dapat diperoleh pada :

- Kantor Pelayanan PBB - Dinas Pendapatan Daerah

- Kantor Camat atau Kantor Lurah - Tempat lain yang ditunjuk - SPOP harus diisi : - jelas, benar dan lengkap

- SPOP dikirim kembali ke KPPBB untuk diproses - KPPBB memproses SPOP :

- meneliti data isian SPOP - meng-entry data isian tersebut - mencetak data keluran berupa :

1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT ) 2. Surat Tanda Terima Setoran ( STTS )

3. Daftar Himpunan Ketetapan Pajak ( DHKP ) b. Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak

- Fiskus (Aparat PBB) aktif melakukan pendataan ke lapangan - Alternatif cara pendataan yang digunkan ada 4 :

1.Pendataan dengan cara penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP

2. Pendataan dengan cara identifikasi objek dan subjek pajak 3. Pendataan dengan cara verifikasi objek dan subjek pajak 4. Pendataan dengan cara pengukuran objek pajak

- Alat yang digunakan : SPOP, alat ukur dan alat tulis kantor - Hasil pendataan :

1. Peta yang terdiri dari : - Peta Blok

- Peta Zona Nilai Tanah - Peta Kelurahan / Desa 2. SPOP yang telah diisi dan ditandatangani WP.

B. Penagihan Pajak 1. Pengertian

Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Penjualan barang yang telah disita biasanya dilakukan melalui pelelangan, kecuali untuk aset-aset tertentu seperti surat berharga, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain.

Yang dimaksud dengan Penanggung Pajak menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak atau memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Dasar hukum pelaksanaan penagihan pajak diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000,Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang Nomor 16 Tahun 2000, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (UU PBB) sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 12 Tahun 1994,

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (UU BPHTB) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 dan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000.

Dalam Pasal 18 ayat (1) UU KUP disebutkan:

“Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak”.

Dalam penjelasan Pasal 18 ayat (1) ini disebutkan:

” Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan sarana administrasi bagi Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan pajak”.

Dalam Pasal 12 UU PBB disebutkan:

“Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT), Surat Ketetapan (SKP), dan Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan dasar penagihan Pajak”.

2. Dasar Pengenaan PBB

Dasar pengenaan PBB adalah “Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)”. NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan:

a. Harga rata-rata diperoleh dari transaksi jual beli, yang terjadi secara wajar;

b. Perbandingan harga dengan objek lain yang sejenisyang letaknya berdekatan

dan fungsinya sama dan telah diketahui harga jualnya;

c. Nilai perolehan baru;

d. Penentuan NJOP pengganti.

3. Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

NJOPTKP adalah batas NJOP atas bumi dan/atau bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKPnuntuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu kali

dalam satu Tahun Pajak.

b. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapat

pengurangan NJOPTKP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya presentase NJKP adalah sebagai berikut:

• Objek pajak perkebunan adalah 40%

• Objek pajak kehutanan adalah 40%

• Objek pajak pertambangan adalah 40%

• Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan):

- Apabila NJOP-nya > Rp 1.000.000.000,- adalah 40% - Apabila NJOP-nya < Rp 1.000.000.000,- adalah 20%

5. Tata Cara Penagihan

Jatuh tempo SPPT adalah 6(enam) bulan. Pembayaran setelah lewat jatuh tempo WP akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan maksimum 24 bulan (48%). Setelah jatuh tempo dan WP belum juga membayar PBB akan dikeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP) yang jatuh temponya 1(satu) bulan. Kemudian berturut-turut akan dikeluarkan Surat Paksa (SP), Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) dan akhirnya barang sitaan akan dilelang untuk membayar PBB (Tata Urutan Penagihan diatur lebih lanjut dalam Undang Undang Penagihan Pajak).

Tindakan penagihan pajak berdasarkan urutan proses pelaksanaannya, alasan dilakukannya tindakan penagihan tersebut, dan waktu pelaksanaannya disajikan dalam tabel berikut .

NO. JENIS TINDAKAN ALASAN

WAKTU

AN

1. Penerbitan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

(Pasal 8 sampai Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 24/PMK.03/2008)

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan jatuh tempo

Setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo

2. Penerbitan Surat Paksa

(Pasal 7 UU No.19/2000 dan Pasal 15 sampai Pasal 23 Peraturan Menteri Keuangan

Nomor:

24/PMK.03/2008)

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan

kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis

3. Penerbitan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan

(Pasal 12 UU

Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya dan kepadanya telah Setelah lewat 2x24 jam Surat Paksa diberitahukan

No.19/2000) diberitahukan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak 4. Pengumuman Lelang Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 24/PMK.03/2008) Setelah pelaksanaan penyitaan ternyata Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajaknya Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan 5. Penjualan/Pelelangan Barang Sitaan

(UU No.19/2000 Pasal 26) Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 24/PMK.03/2008) Setelah pengumuman lelang ternyata

Penangung Pajak tidak melunasi utang pajaknya Setelah lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak Pengumuman Lelang

Untuk dapat melaksanakan proses penagihan ini, maka petugas Jurusita Pajak harus memiliki pemahaman yang memadai atas peraturan perpajakan yang berlaku khususnya

yang berkaitan dengan tindakan penagihan pajak. Tanpa pengetahuan yang memadai maka proses penagihan tidak akan berjalan sebagaimana diharapkan.

6. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak (SKP) Sebab-sebab terbitnya SKP :

1. SPOP tidak kembali. SPOP yang dikirim ke Wajib Pajak harus dikembalikan dalam waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal diterima oleh

2. WP. Lewat waktu akan ditetapkan secara jabatan dengan mengeluarkan SKP. Jumlah ketetapan pajak dalam SKP adalah jumlah pokok pajak (secara jabatan) ditambah denda administrasi sebesar 25%. Jatuh tempo SKP adalah 1(satu) bulan. Lewat jatuh tempo akan diberlakukan UU Penagihan Pajak.

3. SPOP dikembalikan oleh WP kemudian diproses menjadi SPPT. Setelah terbit SPPT terdapat data baru hasil pemeriksaan SPOP yang menyebabkan Pajak Terutang tambah besar. Atas kekurangan pajak tersebut akan diterbitkan SKP yang jumlahnya adalah sebesar kekurangan ditambah denda administrasi 25% dari kekurangan tersebut.

C. Bagan Penagihan dan Sanksi Administrasi Pajak Bumi dan Bangunan

SPOP 30 HARI DIKEMBALIKAN TIDAK SKP + denda 25% Dari POKOK SPPT ya

6 bulan SPOP tdk BENAR SKP + 25% dari Selisih Pajak Jatuh Tempo

STP + Bunga 2% 1 bulan Jatuh Tempo 7 hari tegoran 21hari SP Per bln maks 24 bl 2 x 24 jam

Permintaan jadual KLN Waktu & tempat lelang tercepat SPMP

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Penerapan Sistem Penagihan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

Adapun penerapan sistem penagihan Pajak Bumi dan Bangunan pada KPP Pratama Medan Polonia yaitu apabila pajak yang terutang sebagaimana tercantum dalam STP PBB tidak atau kurang bayar setelah lewat jatuh tempo pembayaran. Penerbitan Surat Teguran (ST) sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dilakukan segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkannya ST,jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KP PBB atau Kepala KPP Pratama segera menerbitkan Surat Paksa (SP). Setelah lewat 2x24 jam sejak SP diberitahukan kepada Penanggung Pajak, jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KP PBB atau Kepala KPP Pratama segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan(SPMP). Setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, apabila utang pajak dan biaya penagihan yang masi harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KP PBB atau Kepala KPP Pratama segera melaksanakan Pengumuman Lelang (PL). Setelah lewat wakktu 14 hari sejak tanggal pengumuman lelang, apabila utang pajak dan biaya penagihan yang harus dibayar tidak

dilunasi oleh Penanggung Pajak, Kepala KP PBB atau Kepala KPP Pratama segera

Dokumen terkait