• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

GAMBARAN UMUM

Kondisi Geografis

Provinsi Aceh terletak antara 01˚ - 06˚ Lintang Utara dan 94˚ - 98˚ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas permukaan laut dan Banda Aceh sebagai ibukota Provinsi. Batas-batas wilayah Provinsi Aceh yaitu:

- sebelah utara : Selat Malaka

- sebelah selatan : Provinsi Sumatera Utara - sebelah timur : Selat Malaka

- sebelah barat : Samudera Hindia

Pada tahun 2011 Provinsi Aceh terbagi menjadi 18 kabupaten antara lain Simeulue, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Barat, Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Barat Daya, Gayo Lues, Aceh Tamiang, Nagan Raya, Aceh Jaya, Bener Meriah, dan Pidie Jaya, serta 5 kota yaitu Banda Aceh, Sabang, Langsa, Lhokseumawe, dan Subulussalam. Provinsi ini memiliki 119 pulau, 35 gunung, 73 sungai besar, dan 2 buah danau. Luas Provinsi Aceh sebesar 5 677 081 hektar dengan hutan sebagai lahan terluas mencapai 2 291 080 hektar, diikuti perkebunan rakyat seluas 800 401 hektar dan persawahan 314 991 sedangkan lahan industri merupakan lahan terkecil yaitu sebesar 3 928 hektar.

Gambar 7 Peta Provinsi Aceh

Penduduk merupakan salah satu syarat untuk membentuk suatu daerah. Suatu daerah akan maju apabila dapat memberdayakan penduduknya dengan benar, kondisi berbanding terbalik apabila jumlah penduduk yang banyak namun tidak diberdayakan secara maksimal sehingga dapat menghambat proses pembangunan. Jumlah penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2011 sebanyak 4 597 308 jiwa, terdiri atas 2 300 441 jiwa laki-laki dan 2 968 967 jiwa perempuan. Kepadatan penduduk Provinsi Aceh pada tahun 2011 mencapai 81 orang/km2. Daerah terpadat adalah Kota Banda Aceh dengan rata-rata per kilometer wilayahnya dihuni oleh sekitar 4 069 jiwa. Kemudian Kota Lhokseumawe dan Kota Langsa masing-masing 1 141 jiwa/km2 dan 749 jiwa/km2, sebaliknya wilayah yang jarang pendudukya adalah Kabupaten Gayo yaitu 14 jiwa/km2. Pada tahun 2011 terdapat sebanyak 2 001 259 orang penduduk Aceh yang termasuk angkatan kerja, terdiri dari 1 251 527 laki-laki dan 749 732 perempuan. Sebanyak 1 852 473 orang yang bekerja dan pengangguran sebanyak 148 786 orang dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 7.43 persen, sedangkan yang tidak termasuk dalam angkatan kerja sebesar 943 561 orang, diantaranya mengurus rumah tangga berjumlah 597 730 orang dan yang bersekolah 345 831 orang.

Berdasarkan jenis lapangan pekerjaan utama, maka sektor pertanian masih merupakan sektor yang memberikan porsi paling besar dalam penyerapan tenaga kerja yakni 48.49 persen, diikuti oleh sektor jasa 19.36 persen, dan perdagangan 16.15 persen, sisanya sektor industri 3.91 persen serta lainnya 12.08 persen. Berdasarkan jenis pekerjaan, persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang berusaha sebagai buruh/pegawai/karyawan sebesar 33.48 persen. Penduduk yang berusaha dengan dibantu buruh dibayar/buruh tidak dibayar sebesar 22.38 persen dan 19.32 persen bekerja sendiri serta 18.52 persen pekerja keluarga.

Kondisi Tingkat Kemiskinan

Kemiskinan merupakan kondisi dimana seseorang tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya seperti kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik. Berlimpahnya sumber daya alam di Provinsi Aceh tidak menyebabkan angka pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi atau tingkat kemiskinan yang lebih rendah. Pada kenyataannya, kekayaan sumber daya alam justru menimbulkan konflik yang telah merusak provinsi ini selama beberapa dekade, menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi, pemerintahan yang lemah, dan rendahnya tingkat pelayanan umum yang diberikan pemerintah kepada masyarakatnya, serta merupakan salah satu provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia.

Persentase kemiskinan di Provinsi Aceh dalam periode tahun 1993 sampai 1997 berjalan beriringan dengan persentase kemiskinan di Indonesia. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998 menyebabkan kenaikan persentase kemiskinan hampir diseluruh wilayah Indonesia tidak terkecuali Provinsi Aceh, dimana terjadi kenaikan persentase kemiskinan dari tahun 1997 yaitu 18.81 persen menjadi 19.40 persen pada tahun 1998.

Sumber: BPS-RI, 2012 (diolah)

Gambar 8 Persentase kemiskinan Provinsi Aceh dan Indonesia tahun 1993-2012 Krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1998 berdampak sangat besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia, dimana terjadi kenaikan persentase kemiskinan dari 17.74 persen manjadi 24.23 persen. Pasca krisis ekonomi berlalu, Indonesia perlahan mampu bangkit dan berhasil menekan tingkat kemiskinan hingga saat ini. Kondisi berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di Provinsi Aceh, dimana setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1998 tingkat kemiskinan justru terus mengalami peningkatan dalam jumlah yang cukup besar bahkan jauh melebihi persentase kemiskinan Indonesia yaitu mencapai 29.83 persen pada tahun 2002 dan 29.76 persen pada tahun 2003. Tingginya tingkat kemiskinan di Provinsi Aceh disebabkan oleh konflik yang memuncak di tahun 2001 sehingga menyebabkan sekitar setengah juta orang mengungsi serta banyak orang terampil

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 199 3 199 4 199 5 199 6 199 7 199 8 199 9 200 0 200 1 200 2 200 3 200 4 200 5 200 6 200 7 200 8 200 9 201 0 201 1 201 2 P er se n Tahun Aceh Indonesia

dan berpendidikan meninggalkan provinsi ini. Selain itu kondisi diperparah dengan terjadinya gempa dan tsunami pada tahun 2004. Pasca tsunami yang terjadi, pemerintah Provinsi Aceh melakukan berbagai rekonstruksi secara besar-besaran sehingga pada tahun 2007 Provinsi ini mulai menunjukan kondisi yang cukup baik, hal ini diperlihatkan dengan terjadinya penurunan persentase kemiskinan, namun kondisi tersebut masih sangat jauh berada di atas tingkat kemiskinan Indonesia.

Kondisi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian dalam suatu wilayah yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam periode tahun 2003 sampai dengan 2008 cenderung mengalami peningkatan. Kondisi berbanding terbalik dengan yang dialami Provinsi Aceh dimana laju pertumbuhan ekonomi cenderung turun dari tahun 2003 sampai dengan 2009, hal ini disebabkan oleh penurunan dalam jumlah yang cukup besar pada sektor pertambangan dan penggalian akibat produksi minyak dan gas alam yang menurun, sehingga provinsi ini mengalami pertumbuhan yang negatif. Selain itu kondisi tersebut makin diperburuk dengan adanya gempa dan tsunami yang terjadi pada akhir tahun 2004.

Pada awal tahun 2005 setelah terjadi gempa dan tsunami di Aceh, hampir semua sektor mengalami pertumbuhan negatif yang paling terimbas oleh kejadian tersebut adalah sektor pertambangan dan penggalian serta sektor industri pengolahan dimana pertumbuhan masing-masing adalah -24.06 persen dan -17.80 persen, di pihak lain sektor pengangkutan, konstruksi dan pertanian mengalami pertumbuhan yang positif yaitu masing-masing sebesar 3.67 persen, 0.92 persen, dan 6.06 persen.

Sumber: BPS Provinsi Aceh, 2012 (diolah)

Gambar 9 Laju PDRB Provinsi Aceh dan PDB Indonesia tahun 2003-2012

-15.00 -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 P er se n Tahun Aceh Indonesia

Provinsi Aceh telah mengalami tingkat laju pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah dalam beberapa tahun terakhir. Secara umum dalam periode tahun 2003 sampai dengan 2009 Provinsi Aceh mengalami pertumbuhan ekonomi yang negatif, baru kemudian pada tahun 2010 sampai dengan 2012 laju pertumbuhan ekonomi mengalami pertumbuhan yang positif. Alasan pertumbuhan yang lambat tersebut adalah penurunan cadangan sumberdaya minyak dan gas, ketertinggalan sktruktural dan konflik yang berlangsung lama yang berdampak pada lemahnya kinerja pertumbuhan Provinsi Aceh, akibatnya Provinsi ini memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan hampir semua wilayah lain di Indonesia.

Banyaknya cadangan minyak dan gas bumi di pantai timur tidak menghasilkan tingkat kemiskinan yang lebih rendah di Provinsi Aceh melainkan meningkatkan tingkat kemiskinan, hal tersebut disebabkan konflik yang memperebutkan kekayaan sumberdaya minyak dan gas tersebut. Mengingat bahwa kemiskinan merupakan fenomena pedesaan, pertumbuhan yang memihak pada masyarakat miskin akan memerlukan peningkatan pertumbuhan sektor pertanian melalui peningkatan produktivitas petani, menghilangkan hambatan terhadap pertumbuhan di daerah-daerah pedesaan seperti kurangnya akses keuangan, perbaikan prasarana pedesaan dan akses petani ke pasar serta memfasilitasi pergerakan penduduk desa menuju kutub-kutub pertumbuhan di wilayah-wilayah perkotaan.

Dokumen terkait