• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN DATA PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A.Pengertian Pajak 3. Defenisi Pajak

Beberapa defenisi pajak menurut para ahli yaitu : 3.1 Prof.Dr.Rochmat Soemitro S.H

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Resmi,2008 : 1). 3.2 Prof. Dr.J.A.Adriani

Pajak adalah iuran wajib masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjukan dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

3.3 Dr.N.J.Feldman

Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi,2008 : 2).

B. Pengertian Wajib Pajak

Wajib Pajak orang adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. (Pasal 1 angka 2 Undang-Undang KUP).

C.Pajak Pertambahan Nilai

Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenai secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Penghasilan Nilai. Sesuai dengan namanya, pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas nilai tambah ( added value) yang timbul pada barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi, sehingga kekhawatiran timbul efek pengenaan pajak berganda dapat dihindarkan.

D. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai

Undang-undang yang mengatur Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah undang-undang Nomor 8 tahun1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan undang-undang Nomor 42 tahun 2009.

E. Karekteristik Pajak Pertambahan Nilai

a. Pajak tidak langsung

Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan menggeser beban pajak kepada pembeli, sesuai dengan mata rantai produksi dan distribusi hingga ke konsumen akhir melalui pengenaan pajak secara bertingkat. Pengusaha menggeser beban pajaknya melalui pengkreditan pajak.

b. Pajak Bertingkat

PPN dikenakan pada setiap jalur produksi maupun distribusi. c. Pajak Konsumsi

Pemikul beban pajak berakhir pada konsumen akhir. d. PPN bersifat netral

27

Pengenaan PPN didasarkan pada “destination principle” dan hanya dikenakan atas nilai tambahnya saja. PPN di pungut ditempat barang atau jasa tersebut dikonsumsi. e. Pajak Objektif

PPN hanya dikenakan bila terdapat factor objektif, yaitu : keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenai pajak. PPN akan mendahulukan Objek, baru kemudian mencari subjeknya.

f. Tidak Menimbulkan Pajak Berganda

PPN yang dibayar oleh konsumen akhir adalah total nilai tambah yang dikenakan oleh pabrikan dan distributor.

g. Sistem Faktur

Setiap penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak harus dibuatkan faktur pajak.

F. SUBJEK DAN OBJEK PAJAK

1. Subjek Pajak

Dalam buku “Perpajakan Indonesia” (Waluyo,2006:57-68) secara garis besar Subjek Pajak adalah pihak-pihak (orang atau badan) yang menerima penghasilan dari satu atau lebih pemberi kerja.

Yang menjadi subjek pajak pertambahan nilai adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

2. Objek Pajak

1. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak.

Penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak

Tidak Berwujud

c. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean

d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya

2. Impor Barang Kena Pajak

a. Pemungutan dilakukan melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai

b. Tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaanya atau tidak, tetap dikenai pajak.

3. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daeraa Pabean yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak.

Dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean

c. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya 4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar pabean di dalam daerah

pabean.

29

5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean Jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan oleh siapa pun di dalam Daerah Pabean dikenai Pajak Pertambahan Nilai

6. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

7. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud / Barang Kena Pajak Tidak Berwujud hanya pengusaha yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak

8. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak

Termasuk dalam pengertian ekspor Jasa Kena Pajak adalah Penyerahan Jasa kena Pajak dari dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan dan melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud atas dasar pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan di luar Daerah Pabean.

9. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

10.Penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak

G. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak

Pengusaha yang melakukan penyerahan sebagaimana di maksud dalam peraturan perundang-undangan kecuali pengusaha kecil yang batasnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.

Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena pajak, dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak berwujud diwajibkan:

a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;

b. Memungut pajak yang terutang;

c. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;dan

31

d. Melaporkan penghitungan pajak.

Kewajiban diatas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang batasnya ditetapkan oleh Menteri Keuangan.Pengusaha kecil diperkenankan untuk memilih dikukuhkan menjadi pengusaha kena pajak. Apabila pengusaha kecil memilih menjadi Pengusaha Kena Pajak, undang-undang ini berlaku sepenuhnya bagi pengusaha kecil tersebut.

H. Saat Terutang Pajak Pertambahan Nilai

Pemungutan PPN/PPnBM menganut prinsip akrual, artinya, terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan Baran Kena Pajak/Jasa kena Pajak meskipun pembayarannya belum diteria.

Terutangnya Pajak terjadi pada saat:

1. Penyerahan Barang Kena Pajak

a. Saat Barang Kena Pajak diserahkan secara langsung kepada pembeli.

b. Saat Barang kena Pajak diserahkan secara langsung kepada penerima barang (unutk pembelian Cuma-Cuma, pemakaian sendiri, penyerahan pusat ke cabang).

c. Saat Barang Kena Pajak diserahkan pada juru kirim/jasa angkutan.

d. a. Saat harga atas Penyerahan Barang Kena Pajak diakui sebagai piutang/penghasilan.

2. Penyerahan Jasa Kena Pajak

a. Saat harga atas penyerahan Jasa Kena Pajak diakui sebagai pitutang/penghasilan.

b. Saat diterbitkan faktur penjualan oleh Pengusaha Kena Pajak.

c. Saat kontrak/perjanjian ditandatangani.

d. Saat mulai tersedianya fasilitas/kemdahan untuk dipakai secara nyata, baik

sebagian atau seluruhnya dalam hal pemberian cuma-cuma atau pemakaian sendiri Jasa Kena Pajak.

33

3. Impor Barang Kena Pajak

Saat Barang Kena Pajak tersebut di masukkan ke dalam Daerah Pabean

4. Pemanfaatan Barang Kena pajak Tidak Berwujud/ Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean.

Saat yang diketahui terjadi lebih dahulu dari peristiwa-peristiwa sebagai burikut:

a. Secara nyata digunakan oleh pihak yang memanfaatkannya.

b. Dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang memanfaatkannya

c. Saat harga jual dan/atau penggantian ditagih oleh pihak yang menyerahkannya.

d. Harga perolehan dibayar, baik sebagian atau seluruhnya, oleh pihak yang memanfaatkan.

e. Ditandatanganinya kontrak/perjanjian atau saat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

5. Ekaspor Barang Kena Pajak berwujud

Saat Barang Kena Pajak dikeluarkan dari Daerah Pabean.

6. Ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud/ Jasa Kena Pajak

Saat penggantian atasa jasa yang diekspor tersebut dicatat atau diakui sebagai penghasilan.

a. Atas Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, saat terutangnya PPN adalah pada saat yang terjadi sebagai berikut :

1) Saat ditandatanganinya akte pembubaran oleh Notaris

2) Saat berakhirnya jika waktu berdirinya perseroan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar (AD) perusahaan

3) Saat tanggal penetapan Pengadilan yang menyatakan perseroan dibubarkan

4) Saat diketahuinya bahwa perusahaan tersebut nyata-nyata sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau sudah dibubarkan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau berdsarkan data atau dokumen yang ada

b. Atas kegiatan membangun sendiri, saat terutangnya PPN adalah pada saat mulai dibangunnya bangunan.

c. Atas penyerahan kepada Pemungut PPN :

1) Saat terutangnya PPN adalah pada saat disampaikan tagihan.

2) Kontraktor migas & panas bumi, saat terutangnya PPN adalah pada saat sama dengan penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak.

8. Saat pembayaran yang diterima sebelum penyerahan atau pemanfaatan barang kena pajak/jasa kena pajak

35

Pajak terutang saat pembayaran dalam hal :

a. Pembayaran diterima sebelum penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak

b. Pembayaran dilakukan sebelum dimulainya pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud/jasa kena pajak dari luar daerah pabean.

G. Mekanisme pengenaan pajak pertambahan nilai

Undang-undang pajak pertambahan nilai 1984 menganut kredit pajak ( credit method) serta metode faktur pajak (invoice method). Dalam metode ini pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan atas penyerahan barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP) oleh pengusaha kena pajak (PKP).

Pajak pertambahan nilai (PPN) dipungut secara bertingkat pada setiap jalur produksi dan distribusi.Unsur pengenaan pajak berganda atau pengenaan pajak atas pajak dapat

dihindaridengan diterapkannya mekanisme pengkreditan pajak masukan (metode kredit). Untuk melakukan pengkreditan pajak masukan, sarana yang digunakan adalah faktur pajak (metode faktur pajak).

Mekanisme pengenaan PPN dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Pada saat membeli/memperoleh BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual. Bagi pembeli, PPN dipungut oleh PKP penjual tersebut merupakan pembayaran pajak dimuka dan disebut dengan pajak masukan. Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak

b. Pada saat menjual/menyerahkan BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN. Bagi pemjual, PPN tersebut merupakan pajak keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib membuat faktur pajak

c. Apabila dalam suatu masa pajak (jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwim) jumlah pajak keluaran lebih besar daripada jumlah pajak masukan, selisihnya harus disetor ke kas negara.

d. Apabila dalam suatu masa pajak jumlah pajak keluaran lebih kecil dari pada jumlah pajak masukan, selisihnya dapat direstitusi (diminta kembali) atau dikompensasikan di masa pajak berikutnya

e. Pelaporan penghitungan PPN dilakukan setiap masa pajak dengan meggunakan surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT massa PPN).

H. Tempat Terutang Pajak Pertambahan Nilai

Adapun yang menjadi tempat terutangnya pajak pertambahan nilai adalah :

1. Pengusaha kena pajak yang melakukan :

a. Penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak didalam daerah Pabean

b. Ekspor barang kena pajak berwujud/tidak berwujud/jasa kena pajak

2. Terutang pajak ditempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha dilakukan atau tempat lain yang ditetapkan dengan peraturan Dirjen Pajak

3. Dalam hal impor, terutang pajak di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui Direktorat Jendral Bea dan Cukai.

37

4. Orang Pribadi atau Badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha.

I.Dasar Pengenaan Pajak

Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPnBM) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah:

1. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor (HPP);

2. Pemberian Cuma-Cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor (HPP);

3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan harga jual rata-rata;

4. Penyerahan penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;

5. Penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran;

6. Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untud diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasir wajar;

7. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antara cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan;

8. Penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli;

9. Penyerahan Barang Kena Pajak melalui juru lelang adalah harga lelang;

10.Penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau

11.Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.

J. Faktur Pajak

Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

1. Pengusaha Kena Pajak Wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap:

a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean Ekspor BKP Berwujud;

b. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean;

c. Ekspor BKP Tidak berwujud dan/atau

d. Ekspor JKP

2. Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada:

a. Saat penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP;

b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;

39

c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan; atau

d. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.

3. Pengusaha Kena Pajak dapat membuat 1 (satu) Faktur Pajak meliputi seluruh

penyerahan yang dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak yang sama selama 1 (satu) bulan kalender.

4. Faktur Pajak harus dibuat paling lama pada akhir bulan penyerahan.

Dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat:

a. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahan Barang Kena

Pajak atau Jasa Kena Pajak;

b. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;

c. Jenis Barang atau Jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;

d. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;

e. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;

f. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan

h. Direktur Jenderal Pajak dapat menetapkan dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

41

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Faktur Pajak dan tata cara pembetulan atau penggantian Faktur Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Faktur Pajak juga harus memenuhi persyaratan formal dan material.

Bentuk dan ukuran Formulir Faktur Pajak disesuaikan dengan kepentingan PKP dan pengadaan formulir. Faktur Pajak dilakukan sendiri oleh PKP. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, benar dan sesuai dengan keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (5) UU PPN, serta ditandatangani oleh pejabat/kuasa yang ditunjuk untuk menandatangani Faktur Pajak. Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap dan benar dan/atau tidak ditandatangani merupakan Faktur Pajak cacat.

Apabila dalam suatu Masa Pajak Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian penyerahan yang terutang pajak diketahui dengan pasti pembukuannya, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak masukan yang berkenaan dengan penhyerahan yang terutang pajak.

Dalam hal terjadi pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha, Pajak masukan atas Barang Kena Pajak yang dialihkan yang bulum dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang mengalihkan dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak yang menerima pengalihan, spanjang faktur pajaknya diterima setelah terjadinya pengalihan dan Pajak Masukan tersebut belum dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi.

Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak cacat tidak dapat dikreditkan dan PKP yang menerbitkan Faktur Pajak cacat dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 14 UU KUP. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2010, khusus untuk PKP Pedagang Eceran (PKP PE) diberikan kemudahan untuk menggunakan kode dan nomor seri khusus sebagai pengganti Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak. Kode dan nomoe seri khusus tersebut ditentukan sendiri oleh PKP PE dapat berupa nomor invoice atau nomor struk penjualan, sebagaimana yang saat ini telah dipergunakan.

43 BAB IV

ANALISIS DAN EVALUASI

A. Prosedur Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Dikantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur

Pajak pertambahan nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas atas konsumsi barang atau jasa di dalam daerah pabean oleh orang pribadi atau oleh badan. PPN tergolong sebagai pajak yang objektif, karena penekanannya mula-mula kepada objeknya terlebih dahulu, baru kemudian pada subyeknya. Siapapun subyeknya (masyarakat yang mampu maupun yang kurang mampu), akan dikenakan PPN, selama mereka mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, di dalam daerah pabean.

sehubungan dengan mulai berlakunya UU PPN yang baru 1 April 2010, maka untuk mengakomodir perubahan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, maka Dirjen Pajak telah mengeluarkan aturan baru mengenai bentuk, isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) yaitu dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-14/PJ/2010 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak

Nomor Per146/PJ/2006 Tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara Penyempaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN),

Dalam prosedur pelaporan Pajak Pertambahan Nilai terlebih dahulu diketahui siapa saja yang wajib membayar/menyetor dan melaporkan PPN/PPnBM, apa saja yang wajib disetor oleh PKP dan pemungut PPN dan PPnBM, dimana tempat pembayaran/penyetoran PPN/PPnbm, kapan saat pelaporan PPN/PPnBM, dan apa sarana yang digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran pajaknya.

dan dengan Surat Edaran Nomor SE-43/PJ/2012. Berikut inidisampaikan hal-hal yang diatur oleh PER-14/PJ/2010 tersebut.

Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak yang tersedia dikantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) diseluruh Indonesia. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin , angka arab, satuan mata uang rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak dikukuhkan. Bagi Wajib Pajak yang menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dalam penyelenggaraan pembukuannya, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan. Mengambil sendiri Surat Pemberitahuan PPN Masa beserta

45

petunjuk pengisiannya di Kantor Pelayanan Pajak, harus dilakukan dengan lengkap, benar dan ditandatangani oleh pengurus atau direksi untuk Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak yang namanya tercantum dalam Kartu NPWP dan SK PKP bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan dalam hal ditandatangani oleh pihak lain selain tersebut diatas maka harus dilampiri Surat Kuasa Khusus (per masa pajak dengan menyebut bulan yang bersagkutan). disampaikan langsung kekantor Pelayanan kekantor penyuluhan pajak setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Pengusaha Kena Pajak wajib menerbitkan faktur setiap penyerahan dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, serta saat Pengusaha Kena Pajak menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

B. Proses Pemungutan PPN dan PPnBM

Dokumen terkait