• Tidak ada hasil yang ditemukan

organisasi BMT AMAN, kegiatan usaha BMT AMAN, prosedur permohonan pembiayaanAl Qordhul Hasan.

Bab IV : Analisa yang berisikan prosedur pembiayaan Al Qordhul Hasan, perkembangan pembiayaan Al Qordhul Hasan, keuntungan pembiayaanAl Qordhul Hasan.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaan

Dalam bahasa sehari-hari kata kredit atau pembiayaan sering diartikan memeperoleh barang dengan membayar dengan cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh pinjaman uang yang pembayarannya dilskuksn dikemudian hari dengan cicilan atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Jadi dapat diartikan bahwa kredit atau pembiayaan dapat berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang atau kredit berbentuk uang dalam hal pembayarannya adalah dengan menggunakan metode angsuran atau cicilan tertentu. Kredit dalam bentuk uang lebih dikenal dengan istilah pinjaman. Dewasa ini pengertian pemberian kredit disamping dengan istilah pinjaman oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional adalah istilah pembiayaan yang

digunakan oleh bank berdasarkan prinsip syari’ah.

Menurut asal mulanya, kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudya adalah apabila seseorang memperoleh kredit, berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sementara itu, bagi si pemberi kredit atau pembiayaan artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali, (Kasmir, 2008: 72).

Pembiayaan atau kredit merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu memberikan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit, ( Muhammad Syafi’i Antonio,

2001: 120).

Sebenarnya banyak sekali pengertian tentang pembiayaan namun penulis mencoba memberikan batasan pengertian tentang pembiayaan. Definisi pembiayaan menurut para ahli

a. Menurut Jhonson (2001)

Pembiayaan adalah kemampuan untuk memperoleh barang-barang atau jasa-jasa dengan memberikan janji akan memberikan sejumlah uang (barang) seketika diantara pembayarannya atau pada suatu hari tertentu dikemudian hari.

b. Menurut UU No. 7 Tahun. 1992

Pembiyaan adalah penyediaan atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan dan kesepkatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya, setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan sejumlah bunga, imbalan atau bagi hasil. (Muhammad Ridwan, 2004: 163)

c. Menurut Drs. Widiyanto, M.Si (2003)

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dpersamakan dengan pinjaman berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara BMT dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu disertai dengan pembiayaan imbalan.

d. May Loed menyimpulkan bahwa kredit adalah reputasi pribadi seseorang yang menyebabkan ia dapat membeli uang atau barang tenaga kerja dengan memberi barang pengganti suatu janji untuk membayarkan pada suatu waktu dikemudian hari.

Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa baik kredit atau pembiayaan dapat berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang. Yang menjadi perbedaan antar kredit yang diberikan oleh bank berdasarkan konvensional dengan pembiayaan yang diberikan

oleh bank berdasarkan prinsip syari’ah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank yang berdasarkan prinsip konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga, sedangan bagi bank yang

berdasarkan prinsip syari’ah berupa bagi hasil. Perbedaan lainnya terdiri

dari analisa pemberian kredit atau pembiayaan beserta persyaratannya, (Kasmir, 2008: 73).

Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang dikeluarakan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik sendiri maupun orang lain. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh

lembaga pembiayaan, seperti Bank Syari’ah kepada nasabah,

Dari definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa kredit (pembayaran) mencakup dua pihak yaitu pemberi kredit dan penerima kredit yang mengadakan kesepakatan yaitu pihak bank (BMT) menyediakan dana dan pihak II (penerima) mengelola dana untuk digunakan baik untuk usaha maupun untuk pembelian barang.

2. Pengertian Pembiayaan Al Qordhul Hasan a. Menurut Warkum Sumitro, S.H.,MH. (2004)

Pembiayaan al qordhul hasan adalah suatu perjanjian antara bank sebagai pemberi pinjaman dengan nasabah sebagai penerima pinjaman, baik berupa uang maupun barang tanpa persyaratan adanya tambahan atau biaya apapun sehingga peminjam atau nasabah berkewajiban mengembalikan uang atau barang yang dipinjam pada waktu yang disepakati bersama, dengan jumlah yang sama dengan pokok pinjaman.

b. Menurut Frianto Pandia, S.E. (2005)

Pembiayaan al qordhul hasan adalah pembiayaan berdasarkan perjanjian pinjam meminjam antara pemilik dana tanpa adanya tambahan atau biaya saat mengembalikan pinjaman tersebut dengan tujuan untuk menolong nasabah debitur yang berada dalam keadaan terdesak, bai untuk hal-hal yang bersifat konsumtif mauapun bersifat produktif.

c. Menurut Syafi’i Antonio (2001)

Pembiayaan al qordhul hasan adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali dengan kata lain meminjamkan tanpa mengarapkan imbalan. Dalam literature fiqh klasik, al qordhul hasan dikategorikan dalam akad tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.

Dari pengertian di atas dapat diambil penjelasan bahwa penyediaan pembiayaan atau pinjaman yang hanya berkewajiban membayar kembali pokok pinjamannya, walaupun dengan keikhlasannya, tetapi lembaga keuangan pemberi qordh atau dana tidak diperkenankan untuk meminta imbalan apapun dinamakan pembiayaanal qordhul hasan

3. Unsur-unsur Pembiayaan

Setiap pemberian pembiayaan sebenarnya jika dijabarkan secara mendalam mengandung beberapa arti. Dengan kata lain, pengertian kata pembiayaan jika dilihat secara utuh mengandung beberapa makna sehingga jika kita bicara dengan pembiayaan, termasuk membicarakan unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Menurut Kasmir, unsur-unsur pembiayaan mempunyai lima unsur yang mendasari adanya pembiayaan, yaitu:

a. Kepercayaan

Merupakan suatu keyakinan apa yang telah diberikan kreditur akan benar-benar dapat diterima kembali dimasa yang akan datang,

bahkan dapat memberikan keuntungan, serta kepercayaan debitur bahwa apa yang telah diterimanya akan dapat digunakan sesuai dengan tujuan.

b. Kesepakatan

Di samping unsur kepercayaan didalam pembiayaan juga mengandung unsur kesepakatan antara si pemberi pembiayaan dengan si pemberi pembiayaan. Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masin-masing. Kesepakatan penyaluran pembiayaan dituangkan dalam akad pembiayaan yang ditandatangani antara kedua belah pihak, yaitu pihak bank dan nasabah.

c. Jangka Waktu

Setiap pembiayaan yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini masa pengambilan pembiayaan yng telah disepakati. Hampir dapat dipastikan bahwa harus ada pembiayaan yang tidak memiliki jangka waktu.

d. Risiko

Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal, yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar pembiayaannyapadahal mampu dan resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengambilan (jangka waktu). Semakin panjang

jangka waktu suatu pembiayaan semakin besar risikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank, baik risiko yang disengaja maupun risiko yang tidak disengaja.

e. Balas Jasa

Akibat dari pemberian fasilitas pembiayaan bank tentu mengharapkan suatu keuntungan dalam jumlah tertentu. Keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga bagi bank prinsip konvensional. Balas jasa dalam bentuk bunga, biaya provisi dan komisi, serta biaya administrasi pembiayaan ini merupakan keuntungan utama bank, sedangkan bank

yang berdasarkan prinsip syari’ah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil.

4. Jenis-jenis pembiayaan

Jenis-jenis pembiayaan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya, keperluan, serta akadnya, ( Antonio, 2001: 16).

a. Menurut sifat penggunaanya, pembiayaan dibagi menjadi dua yaitu: 1) Pembiayaan produktif

Yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan. Produksi dalam arti luas yaitu untuk peningkatan usaha baik usaha produksi maupun investasi.

2) Pembiyaan konsumtif

Yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.

b. Menurut keperluannya pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:

1) Pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:

a) Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi maupun secara kualitatif yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi.

b) Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan. Utility of place dari suatu barang.

2) Pembiayaan investasi, yaitu memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital good) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu

3) Pembiayaan dari jenis akad jual beli antara lain: a) Pembiayaan Murabahah

Murabahah berarti pembelian barang dengan pembayaran ditangguhkan. Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi (inventory). Pembiayaan mirip dengan kredit modal kerja yang biasa diberikan oleh bank-bank

konvensional, dan karenanya pembiayaan murabahah berjangka waktu dibawah satu tahun.

Pembiayaan ini merupakan pembiayaan untuk jual beli dengan harga asal ditambah margin keuntungan yang telah disepakati. Pembiayaan ini sangat membantu nasabah yang membutuhkan barang di mana pada saat membutuhkan barang tersebut nasabah belum mempunyai uang tunai.

Pihak BMT membantu membiayai dan nasabah harus memenuhi kewajibannya pada saat tertentu yang telah disepakati bersama. Namun keuntungan dapat diminta setiap bulan atau sekaligus dengan pokoknya.

Sistem ini dapat dibagi menjadi empat antara lain: 1) Murabahah

Jual beli ini berlaku umum untuk semua barang yang dapat diadakan seketika menjadi transaksi.

2) Ba’i As salam

Pembelian barang yang dananya dibayar dimuka, sedangkan barangnya diserahkan kemudian (spesifikasi barang tersebut jelas).

3) Ba’i Isthisna

Kontrak jual beli barang dengan pesanan. Pembeli memesan barang kepada produsen barang, namun produsen

berusaha melalui orang lain untuk membuat atau membeli barang tersebut sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan. 4) Ijaroh Muntahiyah Bittamlik

Merupakan akad perpaduan antara sewa sewa dengan jual beli, yakni sewa menyewa yang diakhiri dengan pembelian karena terjadi pemindahan hak. BMT sebagai penyedia barang pada hakekatnya tidak berhajat akan barang tersebut, sehingga angsuran dari nasabah bisa dihitung sebagai biaya pembelian dan akhir waktu setelah lunas barang menjadi milik anggota atau nasabah.

4) Pembiayaan berdasarkan prinsip kerjasama (patnership) a) Pembiayaan Mudharabah

Yaitu suatu perjanjian usaha antara pemilik modal dengan pengusaha,di mana pihak pemilik modal menyediakan seluruh dana yang diperlukan dan pihak pengusaha melakukan pengelolaan atas atas usah. Hasil usaha bersama ini dibagi sesuai dengan kesepakatan pada waktu akad pembiayaan ditandatangani yang dituangkan dalam bentuk nisbah. Apabila terjadi kerugian dan kerugian tersebut merupakan konsekuensi bisnis (bukan penyelewengan atau keluar dari kesepakatan) maka pihak penyedia dan akan menaggung kerugian manakala pengusaha akan menanggung kerugian managerial skill dan

waktu seta kehilangan nisbah keuntungan bagi hasil yang akan diperolehnya.

Bisa juga disimpulkan bahwa: pembiayaan mudharabah adalah suatu bentuk pembiayaan dimana pemilik modal (BMT) bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut dengan hasil pembagian sesuai dengan perjanjian, apabila usaha yang dibiayai tersebut mengalami kerugian maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, sedangkan pihak pengusaha menanggung kerugian dalam bentuk pikiran, tenag serta waktu yang telah dikorbankan.

Rukun dan syarat pembiayaan mudharabah:

1) Penyediaan dana (shahibul mal) dan pengelola (Mudharib) harus cakap hukum.

2) Pernyataan ijab dan qobul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad) dengan memperhatikan hal-hal berikut: a) Penawaran dan permintaan harus secara beksplisit

menunjukkan tujuan kontrak.

b) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada konsumen. c) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi

3) Modal ialah sejumlah modal atau asset yang diberikan penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan dengan syarat sebagai berikut:

a) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya

b) Modal dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan akad.

4) Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari suatu modal, syarat kepentingan di bawah ini harus dipenuhi:

a) Harus diperuntukkan bagi kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak saja.

b) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati harus dalam bentuk prosentasenya (nisbah) dari keuntungan yang sesuai kesepakatan perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

c) Penyediaan dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah dan pengelola tidak menanggung kerugian apapun kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian atau pelanggaran kesepakatan.

5) Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai pertimbangan modal yang disediakan oleh penyedia dan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib tanpa campur tangan penyedia dan dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b) Penyediaan dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. c) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syari’ah Islam

dalam tindakannyayang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.

b) Pembiayaan Musyarakah

Musyarakah adalah suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam manajemen proyek. Kentungan dari hasil usaha bersama ini dapat dibagikan menurut profesi penyertaan modal masing-masing maupun sesuai dengan kesepakatan bersama. Bila rugi kewajibannya hanya terbatas dengan modal masing-masing.

c) Pembiayaan Al Qordhul Hasan

Merupakan pembiayaan berakat ibadah, diberikan kepada kaum dhuafa atau keperluan yang sifatnya darurat atas dasar kewajiban sosial. Peminjam hanya diwajibkan untuk mengembalikan sebesar pokoknya saja sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

d) Pembiayaan berdasarkan prinsip jasa 1) Al Wakalah atau wakil

BMT menerima amanah dari investor yang akan menanamkan modalnya kepada nasabah, BMT menerapkan feemanajeman.

2) Kafalah atau garansi

Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak lain untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak yang ditanggung.

3) Hawalah atau pengalihan utang

Pengalihan utang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.

4) Ar Rohn (gadai)

Menahan salah satu harta milik peminjam sebagai jaminan atas pembiayaan yang diterimanya.

5. Manfaat Pembiayaan: a. Manfaat bagi BMT

1) Memperoleh pembagian keuntungan dari debitur sehingga dapat untuk membiayai operasional BMT.

2) Pengajuan pembiayaan ini memajukan peran BMT dalam meningkatakan ekonomi masyarakat.

3) Menjalin hubungan silaturrahmi antara nasabah dengan pihak BMT.

b. Manfaat bagi nasabah (debitur)

1) Nasabah tidak dituntut untuk mengembalikan pinjaman dengan sejumlah bunga yang terlalu besar.

2) Nasabah tidak dibebani dengan jumlah bunga, namun dia akan memberikan yang diperoleh berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah disepakati.

3) Membuka kesempatan kepada golongan ekonomi bahwa untuk mendapatkan modal yang dapat meningkatkan pendapatan.

6. Prinsip-prinsip Pembiayaan

Prinsip pembiayaan disebut juga sebagai konsep 5C dan pada dasarnya konsep 5C ini akan dapat memberikan informasi mengenai iktikad baik (williingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya atau bagi hasilnya. ( Kasmir, 2008: 91-92)

Prinsip pembiayaan 5C tersebut adalah sebagai berikut: a. Character

Yaitu tentang kebiasaan-kebiayasaan, sifat-sifat pribadi, cara hidup (stile of living), keadaan keluarganya (anak istri), hobby dan social standing calon debitur. Prinsip ini merupakan ukuran tentang kemauan untuk membayar.

b. Capacity

Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan debitur mengembalikan pokok pinjaman serta bunga pinjamannya, dan kemempuan melakukan pengelolaan atas usaha yang akan dibiayai dengan kredit.

c. Capital

Prinsip capital atau permodalan debitur tidak hanya melihat besar kecilnya modal tersebut, tetapi juga bagaimana distribusi modal itu ditempatkan debitur.

d. Collateral

Penilaian terhadap barang jaminan (collateral) yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas kredit bank yang diperolehnya. Fungsi jaminan ini adalah sebagai alat pengaman terhadap kemungkinan tidak mempunyai debitur melunasi kredit yang diterimanya.

e. Condition

Pada prinsip kondisi ini dinilai ekonomi secar umum serta kondisi pada sektor usaha calon debitur. Agar bank dapat memperkecil

resiko yang timbul oleh kondisi ekonomi, keadaan perdagangan persaingan dilingkungan sektor usaha calon debitur, sehingga bantuan yang diberikan benar-benar bermanfaat bagi perkembangan usahnya.

Prinsip 5C tersebut biasanya ditambah dengan IC yaituConstrain artinya hambatan-hambatan yang mungkin menganggu proses usaha.

Sedangkan menurut Kasmir, 2008: 93-94 untuk penilaian pembiayaan, analisa pembiayaan yang digunakan adalah dengan metode 7P antara lain:

a. Personality

Menilai nasabah dari segi kepribadian atau tingkah laku sehari-hari maupun masa lalunya, personaliti juga mencakup sikap, emosi, tingkah laku dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah.Personality hampirr sama dengancharacter dari 5C. b. Party

Mengklasifikasikan nasabah kedalam kelompok tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya. Sehingga nasabah dapat dimasukkan kedalam golongan ke dalam golongan tertentu dan akan mendapat fasilitas yang berbeda dari bank. Kredit untuk pengusaha lemah sangat berbeda dengan kredit untuk pengusaha yang kuat modalnya, baik dari segi jumlah, bunga, dan persyaratan lainya.

c. Purpose

Mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diinginkan nasabah. Tujuan pengambilan kredit dapat bermacam-macam apakah untuk tujuan konsumtif, Produktif atau perdagangan.

d. Prospect

Menilai usaha nasabah di masa yang akan datang, menguntungkan atau tidak, dengan kata lain mempunyai prospek kedepan atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek, bukan hanya bank yang rugi, tetapi juga nasabah.

e. Payment

Ukuran bagaimana cra nasabah mengembalikan pembiayaan yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk pengembalian pembiayaan. Semakin banyak sumber penghasilan debitur, akan semakin baik sehingga jika salah satu usahanya merugi akan dapat ditutupi oleh sektor lainnya.

f. Profitability

Menganalisa bagaimana kemampuan nasabah dalam mencari laba.Profitability diukur dari periode, apakah akan tetap sama atau semakin meningkat, apalagi dengan tambahan pembiayaan yang diperolehnya dari bank.

g. Protection

Bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapat perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi.

Setelah dilihat dari teori yang ada dan dibandingkan dengan praktik analisis pembiayaan yang dilakukan BMT AMAN Salatiga, memang sebagian besar sama dan metode 7P tersebut juga diterapkan, sehingga mempermudah dalam analisis pembiayaan.

Dalam pembiayaan terhadap pengajuan pembiayaan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan BMT yaitu tujuan dari penggunaan dana pembiayaan, manfaat yang akan didapat kedua belah piha, kemamapuan dalam memperoleh laba.

Setelah penilaian dilakukan, langkah selanjutnya adalah pengumpulan data yang berkaitan dengan penilaian. Pengumpulan data dapat dilakuakan dengan survay. Dari beberapa tahap ini seluruh data dikumpulkan dan selanjutnya dilakukan analisa. Dari hasil analisa tersebut akan diperoleh keputusan layak atau tidaknya pembiayaan tersebut diberikan.

7. LandasanSyari’ah

Dalam literatur fiqh klasik, al qordhul hasan dikategorikan dalam akadtathauwui atau saling membantu dan bukan transaksi komersil.

a. Al Qur’an S. Al Hadid: 11

























Artinya : ”Barang siapa yang mau meminjamkan kepada Allah SWT pinjaman yang baik, Allah SWT akan melipat gandakan (baalasan) pinjaman itu untuknya dan dia

akan memperoleh pahala yang mulia.”

b. Q. S Al Baqoroh: 280





























Artinya : ”Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dya memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”

c. Al Hadits

Yang diriwayaatkan oleh Ibnu Mas’ud yang artinya: ”Bahwa

nabi Muhammad SAW berkata, ”Bukan seseorang muslim (mereka)

yang meminjami muslim (lainnya) dua kali yang satunya adalah sedekah.” (Hr. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Baihaqi).

Dari Anas bin Malik berkata bahwa Rosulullah berkata,” Aku melihat pada waktu malam di isra’kan, pada pintu surga tertulis:

bertanya, Wahai Jibril, mengapa qard lebih utama dari sedekah ? ia menjawab, karena pemint-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan.

(HR. Ibnu Majah dan Baihaqi). d. Ijma’

Para ulama’ telah menyepakati bahwa Al qordh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seaorang pun yang memiliki segala barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu. Pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.

Pembiayaan ini merupakan pinjaman lunak bagi pengusaha kecil yang benar-benar kekurangan modal. Peminjam atau debitur diwajibkan mengembalikan modal atau dana tersebut pada waktu yang telah disepakati dengan jumlah yang sama dengan jumlah yang diterima sebelumya. Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank tetapi hanya membayar biaya administrasi saja. Bank dibenarkan menerima kelebihan pembayaran secara sukarela dari peminjam atau debitur sebagai tanda terima kasih yang besarnya belum ditentukan sendiri oleh debitur.

Tujuan dari pembiayaan al qordhul hasan untuk menolong nasabah debitur yang berada dalam keadaan terdesak, baik untuk hal-hal yang

bersifat konsumtif maupun yang bersifat produktif. Dana yang didapat untuk digunakan dalam memberikan pembiayaan oleh bank berasal dari BAZIS (Badan Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh) yang sebelumnya

dititipkan di BAZIS kepada bank mu’amalat untuk di alokasikan atau

diserahkan kepada kaum mustahiqqin. ( Frianto Pandia, Elly Santy Ompusunggu, Achmad Abror, 2005: 193)

Aplikasi al qordhul hasan dalam perbankan biasanya dalam empat hal antara lain:

Dokumen terkait