• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga 1.Sejarah Pengadilan Agama Salatiga

Dalam dokumen PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD (Halaman 72-83)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Salatiga 1.Sejarah Pengadilan Agama Salatiga

a. Batas Wilayah Pengadilan Agama Salatiga

1) Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang

2) Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Semarang

3) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Boyolali

4) Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Magelang

b. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga:

1) Staatsblaad Tahun 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura

2) Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor 76 Tahun 1983 tanggal 10 November 1983 tentang penetapan perubahan wilayah hukum Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’ah.

c. Sejarah Pembentukan Pengadian Agama Salatiga 1) Masa Sebelum Penjajah

Pengadilan Agama Salatiga dalam bentuk yang kita kenal saekarang ini embrionya sudah ada sejak Agama Islam masuk ke Indonesia. Pengadilan Agama Salatiga timbul bersama

dengan perkembangan kelompok masyarakat yang beragama Islam di Salatiga dan Kabupaten Semarang. Masyarakat Islam dan di Kabupaten Semarang pada saat itu apabila terjadi suatu sengketa, mereka menyelesaikan perkaranya melalui Qodhi (hakim) yang diangkat oleh Sultan atau Raja, yang kekeuasaanya merupakan tauliyah dari Waliyul Amri yakni penguasa tertinggi. Qodhi (hakim) yang diangkat oleh Sultan adalah alim ulama’ yang ahli di bidang Agama Islam.

2) Masa Penjajahan Belanda Sampai Dengan Jepang

Ketika penjajah Belanda masuk Pulau Jawa khususnya di Salatiga, dijumpainya masyarakat Salatiga telah berkehidupan dan menjalankan syari'at Islam, demikian pula dalam bidang peradilan umat Islam Salatiga dalam menyelesaikan perkaranya menyerahkan keputusannya kepada para hakim sehingga sulit bagi Belanda menghilangkan atau menghapuskan kenyataan ini.

Oleh karena kesulitan pemerintah Kolonial Belanda menghapus pegangan hidup masyarakat Islam yang sudah mendarah daging di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Salatiga, maka kemudian pemerintah Kolonial Belanda menerbitkan pasal 134 ayat 2 IS ( Indische Staatsregaling ) sebagai landasan formil untuk mengawasi kehidupan masyarakat Islam di bidang Peradian yaitu berdirinya Raad Agama, disamping itu pemerintah Kolonial Belanda

menginstruksikan kepada para Bupati yang termuat dalam Staatblad tahun 1820 No. 22 yang menyatakan bahwa perselisihan mengenai pembagian warisan di kalangan rakyat hendaknya diserahkan kepada Alim Ulama.

Sejarah Pengadilan Agama Salatiga terus berjalan sampai tahun 1940, kantor yang ditempatinya masih menggunakan serambi Masjid Kauman Salatiga dengan Ketua dan Hakim anggotanya diambil dari alumnus Pondok Pesantren. Pegawai yang ada pada waktu itu 4 orang yaitu K. Salim sebagai Ketua dan K. Abdul Mukti sebagai Hakim Anggota dan Sidiq sebagai sekretaris merangkap bendahara dan seorang pesuruh. Wilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang terdiri dari 14 Kecamatan. Adapun Perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu perkara waris, perkara gono-gini, gugat nafkah dan cerai gugat. Pada waktu penjajahan Jepang keadaan Pengadilan Agama Salatiga atau Raad Agama Salatiga masih belum ada perubahan yang berarti yaitu pada tahun 1942 sampai dengan 1945 karena pemerintahan Jepang hanya sebentar dan Jepang dihadapkan dengan berbagai pertempuran dan Ketua beserta stafnya juga masih sama.

3) Masa Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Pengadilan Agama Salatiga berjalan sebagaimana biasa. Kemudian pada tahun 1949 Ketua dijabat oleh K. Irsyam yang dibantu 7 pegawai. Kantor yang ditempati masih menggunakan serambi Masjid Al-Atiq Kauman Salatiga dan bersebelahan dengan Kantor Urusan Agama Kecamatan Salatiga yang sama-sama mengunakan serambi Masjid sebagai kantor. Kemudian kantor Pengadilan Agama Salatiga pindah dari serambi Masjid Al-Atiq ke kantor baru di Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga sampai tanggal 30 April 2009 dan setelah sekian lama kantor Pengadilan Agama Salatiga pindah ke gedung baru pada tanggal 1 Mei 2009 di Jl. Lingkar Selatan, Jagalan, Cebongan, Argomulyo, Salatiga sampai pada sekarang ini. Kemudian kantor lama digunakan sebagai arsip-arsip dan rumah dinas. 2. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga

Pengadilan Agama Salatiga mempunyai dua kewenangan yaitu: a. Kewenangan Absolut

Kewenangan Absolut yaitu kewenangan Pengadilan untuk mengadili berdasarkan materi hukum (hukum materiil) yang boleh ditanganinya. Pengadilan Agama mempunyai tugas dan wewenang yang terbatas bila dibandingkan dengan tugas dan wewenang Peradilan Umum. Lembaga Peradilan diseluruh Indonesia dengan

Direktorat Peradilan Agama, departemen Agama hanya ada hubungan administratif saja sedangkan secara yudisial ada dibawah naungan Mahkamah Agung sebagai badan Peradilan tertinggi dan terakhir.

Sejak keluarnya hukum Agama sebagai dasar dari salah satu empat lembaga peradilan di Indonesia semakin teguh dan mantap dalam menjalankan fungsinya. Hal ini ditegaskan dalam pasal 2 undang-undang Nomor. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang berbunyi “Peradilan Agama adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara tertentu sebagai mana dimaksud dalam undang-undang ini”.

Perkara perdata tertentu yang dimaksud pasal 2 di atas dijelaskan dalam pasal 49 undang-undang Nomor. 3 Tahun 2006 yang berbunyi: Peradilan Agama bertugas dan berwenag memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

1) Perkawinan 2) Waris 3) Wasiat 4) Hibah 5) Wakaf 6) Zakat

7) Infaq 8) Shodaqah

9) Ekonomi syari’ah b. Kewenangan Relatif

Kewenangan Relatif adalah kewenangan dari lembaga Peradilan sejenis yang mana berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara, antara lain:

1) Pasal 118 HIR yang menjelaskan tentang gugatan diajukan diPengadilan Agama dimana tergugat tinggal.

2) Jika tergugat lebih dari satu, maka gugatan diajukan di salah satu Pengadilan tempat tergugagat.

3) Jika tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya maka gugatan diajukan diPengadilan dimana tempat tinggal penggugat.

4) Jika tempat tinggal dipilih dengan akta maka gugatan diajukan ditempat/Pengadilan yang dipilih.

Berdasarkan keputusan Mahkamah Agung RI No.KMA/010/SK/III/1996 taggal 6 Maret 1996 wilayah hukum Salatiga menjadi:

a) Kota Madya Salatiga yang terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu: (a) Kecamatan Sidorejo

(b) Kecamatan Tingkir (c) Kecamatan Argomulyo (d) Kecamatan Sidomukti

b) Kabupaten Semarang yang terdiri dari 9 Kecamatan, yaitu: (a) Kecamatan Bringin

(b) Kecamatan Bancak (c) Kecamatan Tuntang (d) Kecamatan Pabelan (e) Kecamatan Suruh (f) Kecamatan Getasan (g) Kecamatan Susukan (h) Kecamatan Tengaran (i) Kecamatan Kaliwungu

3. Administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga

Tugas pokok Pengadilan Agama sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 perubahan dari undang-undang Nomor. 7 Tahun 1989 yaitu menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepada Pengadilan, supaya tugas pokok tersebut tercapai.

Dalam rangka mewujudkan peradilan yang mandiri dan sesuai dengan peraturan yang berlaku maka semua aparat peradilan Agama harus melaksanakan tertib administrasi perkara yang merupakan bagian dari Court Of Lau. Agar administrasi dapat tercapai maka semua aparat peradilan Agama harus mengerti apa yang dimaksud dengan administrasi yang dimaksud dalam perkara di Pengadilan Agama.

Dalam peradilan Agama administrai yang dimaksud adalah suatu proses penyelenggaraan secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan guna tercapainya tugas pokok yang telah ditetapkan yang dilakukan oleh seorang administratur.

Penggugat/pemohon yang belum bisa membuat surat gugatan atau permohonan diterima oleh petugas di bagian prameja untuk dibantu membuat surat gugatan/permohonan, bagi yang sudah memiliki surat gugatan sesuai dengan ketentuan tidak perlu melewati prameja surat gugatan/permohonan yang sudah ditandatangani oleh penggugat/pemohon diserahkan ke meja pertama untuk ditaksir biaya perkaranya dan dibuatkan SKUM, kemudian dikembalikan kepada penggugat/pemohon.

Penggugat/pemohon membayar panjar biaya perkara dibagian kasir dan menyerahkan berkas gugatan/permohonan yang sudah dilengkapi SKUM bagian kasir menerakan nomor perkara sesuai nomor SKUM, menandatangani SKUM, memberi cap pembayaran, memasukkan perkara kedalam jurnal dan menyerahkan kepada meja kedua. Bagian meja kedua memasukkan berkas perkara ke buku register, memberikan salinan berkas kepada penggugat/pemohon dan Wakil Panitera Wakil Panitera mencatat berkas ke buku pantauan dan menyerahkan kepada Panitera.

Panitera menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Pengadilan, Ketua Pengadilan menunjuk Hakim Ketua Majlis dan

anggotanya untuk menangani perkara tersebut dan mengembalikan berkas kepada Panitera lalu Panitera menunjuk Panitera Pengganti dan menyerahkan berkas kepada Hakim Ketua Majelis yang ditunjuk Ketua Pengadilan. Kemudian Hakim Ketua Majelis menetapkan hari sidang, memberitahu hakim anggotanya dan memerintahkan juru sita untuk memanggil para pihak yang dipanggil oleh juru Sita. Pemanggilan dilakukan sekurang-kurangnya tiga hari sebelum hari sidang. Pada hari yang telah ditentukan dilaksanakan persidangan dengan terlebih dahulu menganjurkan upaya damai dan/mediasi, jika gagal sidang dilanjutkan hingga selesai.

Keterangan:

a. Meja: menerima gugatan, permohonan, permohonan banding, kasasi, PK dan eksekusi, membuat surat kuasa untuk membayar (SKUM), dan menaksir biaya perkara

b. Kasir: pemegang kas yang merupakan bagian dari meja 1

c. Meja II: mendaftarkan gugatan dalam register, memberikan nomor perkara dan menyelesaikan berkas perkara ke wakil panitera

d. Wakil Panitera: menyerahkan berkas perkara ke panitera

e. Panitera: menyerahkan berkas perkara ke ketua Pengadilan Agama f. Ketua PA: merujuk majlis hakim

g. Majlis Hakim: menetapkan PHS (penetapan hari sidang) dan memerintahkan juru sita memanggil para pihak

4. Visi dan Misi a. Visi

Mewujudkan pengadilan Agama Salatiga sebagai salah satu pelaku kehakiman yang mandiri, bersih, bermartabat, dan berwibawa.

b. Misi

1) Mewujudkan rasa keadilan mayarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan jujur sesuai dengan hati nurani

2) Mewujudkan peradilan yang mandiri dan independen, bebas campur tangan dari pihak lain

3) Meningkatkan pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat sehingga tercapai peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan

4) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia aparat peradilan sehingga dapat melakukan tugas dan kwajiban secara profesional dan proporsional

5) Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, dan bermartabat dalam melaksanakan tugas.

B. Prosedur dan Proses Penyelesaian Cerai Gugat di Pengadilan Agama

Dalam dokumen PERCERAIAN KARENA SALAH SATU PIHAK MURTAD (Halaman 72-83)

Dokumen terkait