• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Perdagangan Otomotif di Dunia

Nilai perdagangan otomotif (HS 8703) memiliki tren yang cenderung meningkat di pasar internasional selama periode 2009-2014 (Gambar 7). Rata-rata pertumbuhan ekspor otomotif di pasar internasional sebesar 8.7 persen. Pertumbuhan tahun 2010 hingga 2013 sebesar 22.26 persen, 19.07 persen, -1.89 persen, dan 1.32 persen.

Sebelum terjadi krisis Eropa tahun 2010, pertumbuhan nilai ekspor otomotif dunia relatif besar. Pada awal terjadinya krisis Eropa tahun 2010, nilai ekspor otomotif dunia masih mengalami pertumbuhan namun tidak sebesar tahun sebelumnya. Krisis Eropa yang memuncak pada tahun 2011 berdampak pada pertumbuhan ekspor otomotif dunia pada tahun-tahun selanjutnya. Tahun 2012 nilai ekspor otomotif dunia mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh banyak negara maju, khususnya Uni Eropa, yang mengalami perlambatan ekonomi pada tahun 2012. Namun penurunan ini tidak berlangsung lama karena pada tahun 2013 nilai ekspor kembali meningkat walaupun peningkatannya relatif rendah.

21

Volume ekspor otomotif di pasar internasional mengalami fluktuasi. Volume ekspor otomotif dunia mengalami penurunan yang signifikan tahun 2011. Sama halnya dengan nilai ekspor, volume otomotif mengalami peningkatan kembali pada tahun 2013. Besarnya volume ekspor ini hampir sama besar dengan volume ekspor tahun 2009, 2010, dan 2011.

Penurunan volume ekspor otomotif dunia pada tahun 2011 salah satunya disebabkan oleh turunnya permintaan ekspor otomotif. Berdasarkan data UNComtrade (2016). ASEAN merupakan salah satu importir otomotif tertinggi, artinya ASEAN merupakan salah satu pasar ekspor otomotif tertinggi dan berkontribusi terhadap pembentukan ekspor otomotif dunia. Sehingga penurunan ekspor ke ASEAN akibat terjadinya perlambatan ekonomi dapat berpengaruh pada ekspor otomotif dunia.

Perkembangan Otomotif Indonesia

Perdagangan otomotif Indonesia periode 2001 hingga 2014 memiliki tren yang fluktuatif. nilai impor otomotif Indonesia mengalami peningkatan sejak tahun 2009 hingga 2012 dengan peningkatan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2012. 400000000 600000000 800000000 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Nilai (US$ )

Nilai ekspor otomotif Dunia HS 8703

0 20000000 40000000 60000000 2009 2010 2011 2012 2013 2014 V ol um e Eks por (uni t) ) Sumber : UNComtrade, 2016.

Gambar 8 Volume ekspor otomotif (HS 8703) di dunia tahun 2009-2014 Sumber : UNComtrade, 2016.

22

Daya saing Otomotif Indonesia di Dunia

Perdagangan internasional terdiri dari interaksi transaksi antar individu dengan negara lain, individu dengan pemerintah negara lain, atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain atas kesepakatan bersama. Transaksi tersebut berupa ekspor dan impor. Kegiatan perdagangan internasional menyebabkan setiap negara harus meningkatkan daya saing agar mampu bertahan dalam pasar internasional.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu komoditi adalah Revealed Comparative Advantage (RCA). RCA dapat mengukur kinerja ekspor komoditi tertentu dari suatu negara. Nilai RCA yang lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa komoditi yang dianalisis memiliki daya saing kuat atau keunggulan komparatif di atas rata-rata dunia. Komoditi yang berdaya saing kuat dapat dipertahankan untuk tetap melakukan ekspor ke negara tujuan ekspor.

Tabel 4 Hasil estimasi RCA otomotif Indonesia di dunia

Sumber : UNComtrade 2016 (diolah).

Otomotif merupakan salah satu dari sepuluh komoditi ekspor utama Indonesia (Kemendag 2016). Tabel 4 menunjukan rata-rata nilai RCA otomotif di Indonesia di dunia tahun 2009 hingga 2014 lebih besar dari satu yaitu 2.685. hal ini berati otomotif Indonesia memiliki daya saing yang kuat (keunggulan

Tahun Xij/Xt Wij/Wt RCA

2009 0.005 0.008 0.636 2010 0.007 0.001 5.555 2011 0.007 0.003 2.297 2012 0.012 0.006 1.834 2013 0.012 0.003 4.148 2014 0.015 0.009 1.640 Rata-rata 2.685 0 2000000 4000000 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Nilai (US$ ) Nilai Impor Sumber : UNComtrade, 2016.

23 komparatif) di pasar internasional. Hasil perhitungan RCA ini sesuai dengan hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya.

Tabel 5 Hasil estimasi EPD otomotif Indonesia di dunia

Sumber : UNComtrade 2016 (diolah).

Export Dynamic Product (EPD) digunakan untuk melihat keunggulan

kompetitif suatu komoditi dengan menentukan posisi dan identifikasi apakah suatu produk memiliki jangkauan yang luas. Pada periode 2009-2014, rata-rata posisi komoditi otomotif Indonesia (HS 8703) berada pada posisi rising star. Posisi tersebut merupakan posisi terbaik untuk sebuah komoditi dalam pasar internasional. Posisi rising star menunjukkan bahwa Indonesia memperoleh tambahan pangsa pasar tertinggi pada ekspor otomotif. Berdasarkan hasil perhitungan EPD, posisi rising star mengindikasikan otomotif Indonesia bertumbuh cepat (dinamis).

Rata-rata pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia di dunia sebesar 23.61 persen, sedangkan rata-rata pertumbuhan pangsa pasar otomotif Indonesia di dunia sebesar 0.84 persen (Tabel 5). Meskipun begitu bila dilihat pada masing-masing tahun, otomotif Indonesia tahun 2012 dan 2013 berada di posisi falling star dan retreat. Hal tersebut berbanding terbalik dengan hasil RCA yang lebih besar dari satu (memiliki daya saing kuat).

Falling star merupakan posisi yang kurang diinginkan karena artinya

otomotif Indonesia tidak mengalami pertumbuhan pada tahun 2012. Namun pangsa pasar ekspor Indonesia di dunia masih meningkat dari tahun 2011. Retreat

artinya kemunduran. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2013, komoditi otomotif Indonesia mengalami kemunduran pada pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan produk. Untuk meningkatkan pangsa pasar otomotif Indonesia, diperlukan peningkatan kualitas dan inovasi agar pangsa pasar otomotif Indonesia tidak menurun pada tahun-tahun berikutnya.

Daya Saing Otomotif Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Utama

Nilai RCA otomotif Indonesia di dunia belum tentu memiliki nilai yang sama bila dilihat dari masing-masing negara tujuan ekspor. RCA otomotif Indonesia pada delapan negara tujuan ekspor utama memiliki nilai yang berbeda-beda. Tahun Pertumbuhan pangsa pasar ekspor (persen) Pertumbuhan pangsa pasar produk (persen) Posisi EPD 2009 -26.02 9.80 2010 27.76 10.71 2011 13.63 8.36 2012 67.29 -5.52 2013 -10.35 -6.98 2014 19.72 -2.36

24

Daya saing otomotif Indonesia yang kuat berada di negara Brunei Darusallam, Myanmar, Philippines, Thailand dan Vietnam. Namun daya saing otomotif di negara Cambodia, Malaysia dan Singapore masih kurang kuat (RCA>1). Hal tersebut mengindikasi bahwa otomotif Indonesia di negara-negara tersebut diakibatkan oleh eksportir pesaing lebih mendominasi di negara-negara tersebut.

Tabel 6 Hasil estimasi RCA dan EPD otomotif Indonesia di negara tujuan ekspor utama tahun 2009-2014 Negara Rata-rata RCA Pertumbuhan pangsa pasar ekspor (persen) Pertumbuhan pangsa pasar produk (persen) Posisi EPD

Brunei 3.7 30.6 -11.7 Falling Star

Cambodia 0.02 230.7 -3.51 Falling Star

Malaysia 0.64 -3.45 -3.35 Retreat

Myanmar 1.6 75.7 -0.71 Falling Star

Philippines 2.8 -6.71 -2.93 Retreat

Singapore 0.035 10.74 0.702 Rising Star

Thailand 9.46 -6.1 0.103 Lost Opportunity

Vietnam 1.51 23.2 -8.12 Falling Star

Sumber : UNComtrade 2016 (diolah)

Berdasarkan data UNComtrade (2016), sebagian besar ekspor otomotif negara pesaing di negara yang hasil RCAnya kurang dari satu memiliki nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan Indonesia. Hal tersebut tercermin dari peringkat otomotif Indonesia yang diekspor ke negara-negara tersebut. Keunggulan kompetitif otomotif Indonesia dapat dilihat dengan menghitung nilai

Export Dynamic Products (EPD). Berdasarkan Tabel 6, diketahui bahwa

pertumbuhan pangsa pasar ekspor otomotif Indonesia yang tertinggi ada di Cambodia sebesar 230.7 persen, sedangkan pangsa pasar ekspor terkecil ada di Thailand yang menurun sebesar -6.10 persen. Pertumbuhan pangsa pasar otomotif Indonesia tertinggi di Singapore sebesar 0.702 persen dan terkecil di Brunei yang pertumbuhannya menurun sebesar -11.7 persen. Ekspor otomotif Indonesia yang memiliki pertumbuhan pangsa pasar di sebagian besar negara tujuan ekspor ini diiringi dengan nilai ekspor yang relatif meningkat. Nilai ekspor otomotif Indonesia dengan nilai ekspor yang relatif meningkat. Nilai ekspor otomotif Indonesia dapat dilihat dengan nilai ekspor yang relatif meningkat.

25

Sumber : UNComtrade, 2016 (diolah).

Gambar 10 Posisi EPD otomotif Indonesia di negara tujuan

Berdasarkan EPD, posisi otomotif Indonesia di negara tujuan diperoleh dari kombinasi pertumbuhan pangsa pasar ekspor dan otomotif Indonesia. pertumbuhan pangsa pasar ekspor Indonesia dinyatakan dengan sumbu x, sedangkan pertumbuhan pangsa pasar otomotif Indonesia dinyatakan dengan sumbu y.

Otomotif Indonesia berada di posisi yang beragam di setiap negara tujuan ekspor, namun ada yang berada di posisi rising star yaitu Singapore. Otomotif di Indonesia berada pada posisi falling star di negara Bruneii Darusallam, Cambodia, Myanmar, dan Vietnam. Sedangkan lost opportunity di negara Thailand. Hal tersebut mengindikasikan bahwa otomotif Indonesia mengalami penurunan pertumbuhan produk ketika memiliki pangsa pasar ekspor yang baik, artinya share otomotif Indonesia mengalami peningkatan namun permintaan otomotif Indonesia di keempat negara tersebut mengalami penurunan.

Otomotif Indonesia di Thailand memiliki daya saing yang kuat namun berada di posisi lost opportunity. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pangsa pasar otomotif mengalami penurunan ketika pangsa pasar ekspor di ketiga negara tersebut mengalami peningkatan, artinya Indonesia kehilangan kesempatan untuk memenuhi permintaan otomotif Indonesia di ketiga negara tersebut. Meskipun begitu otomotif Indonesia masih memiliki kesempatan untuk memenuhi permintaan di negara tujuan. Salahsatu caranya dengan melakukan inovasi sesuai selera konsumen negara tujuan agar negara pesaing tidak dapat meniru produk otomotif dengan sempurna.

-20 -10 0 10 20 30 40 -10 -5 0 5 10 15 P er tu m b u h an P an g sa P as ar Otom o ti f In d o n esia

Pertumbuhan Pangsa Pasar Ekspor Indonesia Brunei Darusallam Cambodia Malaysia Myanmar Philipiness Singapore Thailand Vietnam

26

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Ekspor Otomotif Indonesia di Negara Tujuan Ekspor Utama

Otomotif Indonesia merupakan salahsatu komoditi ekspor utama Indonesia yang memiliki daya saing kuat secara komparatif dan kompetitif dengan nilai rata-rata RCA sebesar 2.685 dengan posisi rising star di pasar internasional. Oleh karena itu diperlukan analisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi ekspor otomotif Indonesia ke negara tujuan agar otomotif Indonesia semakin unggul dan berdaya saing kuat di pasar internasional.

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor otomotif Indonesia menggunakan gravity model. Gravity model digunakan untuk melihat pengaruh pendapatan negara eksportir atau importir, pengaruh jarak ekonomi, dan faktor lainnya baik ekonomi maupun non ekonomi terhadap ekspor otomotif Indonesia. Jenis otomotif yang dianalisis adalah otomotif (HS 8703). Negara tujuan ekspor otomotif dari Indonesia terdiri dari 8 negara yaitu Bruneii Darusallam, Cambodia, Malaysia, Myanmar, Philiphina, Singapore, Thailand dan Vietnam. Tahun yang dianalisis yaitu tahun 2009-2014.

Tabel 7 Hasil estimasi faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor otomotif Indonesia ke negara tujuan tahun 2009-2014

Variabel Dependen : LN_VX

Variable Independen Koefisien Probabilitas

LN_GDPI 0.456369 0.4037 LN_GDPJ 22.14289 0.0000** LN_ECODIST -20.00255 0.0603* LN_XRATE -1.875543 0.0029 LN_PRICE -3.603274 0.0000** LN_POPULASI 22.37532 0.0361 C -720.8884 0.0175** Weighted Statistics

R-squared 0.978898 Sum squared resid 10.80529

Prob(F-statistic) 0.000000 Durbin-Watson stat 1.800404

Unweighted Statistics

R-squared 0.959452 Mean dependent var 7.132035

Sum squared resid 14.44195 Durbin-Watson stat 1.711506

Keterangan : signifikan terhadap taraf nyata 5 % (**) dan 10% (*) Uji Kriteria Ekonometrika

Terdapat empat uji asumsi klasik yang harus dipenuhi untuk mendeteksi adanya masalah pada sebuah model ekonometrika. Uji asumsi klasik terdiri dari uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi, dan uji normalitas. 1) Uji multikolinieritas

Adanya masalah multikolinearitas pada suatu model dapat dideteksi dengan melihat nilai R2 yang tinggi (R2>0,8) namun banyak koefisien yang tidak sesuai teori atau banyak variabel yang tidak signifikan (Gujarati 2004). Selain itu, multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat nilai probabilitas (F-Statistik) yang signifikan pada taraf nyata 5 persen dan dengan melihat nilai korelasi antar variabel.

27 Apabila nilai korelasi antar variabel lebih besar dari 0.8, berarti model tersebut memiliki masalah multikolinearitas. Model yang dianalisis memiliki probabilitas lebih kecil dari taraf nyata lima persen, yaitu sebesar 0.000. Nilai korelasi antar variabel yang dianalisis di bawah 0.8 sehingga dapat disimpulkan tidak ada pelanggaran asumsi klasik multikolinearitas.

2) Uji heteroskedastisitas

Masalah heteroskedastisitas pada suatu model dapat dideteksi dengan membandingkan nilai Sum Squared Residual Weighted Statistic dengan nilai Sum

Squared Residual Unweighted. Nilai Sum Squared Weighted Statistic sebesar

10.80529 lebih kecil dari nilai Sum Squared Unweighted Statistic sebesar 14.44195. Hal tersebut mengindikasikan bahwa model memiliki masalah heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, model yang dianalisis diberi pembobotan cross section weights. Pembobotan cross section

membuat model terbebas dari masalah heteroskedastisitas. 3) Uji autokorelasi

Masalah autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan nilai Durbin-Watson Statistic (DW). Dalam model yang dianalisis, nilai DW statistik sebesar 1.800404. Berdasarkan tabel DW dengan taraf nyata 5 persen, nilai dL sebesar 1.4201 dan nilai dU sebesar 1.7246. Berdasarkan nilai dU dan dL, autokorelasi tidak dapat ditentukan ada atau tidaknya autokorelasi karena jika nilai DW statistik berada di antara 1.800404 hingga 1.7246. Nilai DW statistik yang dianalisis bukan berada di daerah autokorelasi negatif atau positif. Namun model yang dianalisis menggunakan fixed effect model dengan pembobotan Generalized Least Square (GLS) cross section weights sehingga masalah heteroskedastisitas dan autokorelasi dapat diatasi (Juanda 2009).

4) Uji normalitas

Menyebar normal atau tidaknya residual (error terms) suatu model dapat dilihat dari nilai Jarque-Bera (JB). Jika nilai JB lebih besar dari taraf nyata 5 persen, maka residual model menyebar normal. Pada model yang dianalisis, nilai JB sebesar 2.723551 besar dari taraf nyata lima persen. Dari hasil tersebut dapat disumpulkan bahwa residual model menyebar normal.

Uji Kriteria Statistik

Uji kriteria statistik atau uji kriteria statistik yang berfungsi untuk menguji apakah variabel-variabel yang digunakan dalam model regresi signifikan atau tidak. Uji kriteria statistik terdiri dari koefisien determinasi (R2), uji F, dan uji t. 1) Koefisien determinasi (R2)

Nilai koefisien determinasi estimasi model sebesar 0.978898. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebesar 97.8898 persen keragaman dari variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independennya dan sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Nilai R2 yang mendekati satu menunjukkan model tersebut dapat digunakan dengan cukup baik.

2) Uji F

Nilai F-statistik digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara bersama-sama memengaruhi variabel dependen pada tingkat kepercayaan 95 persen atau taraf nyata lima persen. Nilai F statistik yang lebih kecil dari taraf nyata mengindikasikan bahwa minimal ada satu variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependennya. Nilai F statistik

28

pada model yang dianalisis sebesar 0.0000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Dari nilai F statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap volume otomotif Indonesia.

3) Uji t

Uji t merupakan pengujian untuk mengetahui seberapa jauh setiap variabel independen memengaruhi variabel dependen dengan menguji koefisien regresi secara individual. Nilai probabilitas setiap variabel independen yang lebih kecil dari taraf nyata lima persen mengindikasikan bahwa variabel independen memengaruhi variabel dependen secara signifikan.

Berdasarkan hasil estimasi model, variabel independen yang memengaruhi secara signifikan dalam taraf nyata lima persen adalah variabel independen adalah GDP riil negara tujuan ekspor, tingkat harga ekspor riil otomotif Indonesia, nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap US$, dalam taraf nyata sepuluh persen adalah jarak ekonomi dan taraf nyata sepuluh persen adalah populasi. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan adalah GDP riil Indonesia.

Untuk mendapatkan model terbaik, beberapa pengujian harus dilakukan, yaitu Uji Chow dan Uji Hausman. Uji Chow digunakan untuk memilih model terbaik antara Fixed Effect Model (FEM) atau Pooled Least Square (PLS). Nilai probabilitas uji Chow sebesar 0.000 lebih kecil dari taraf nyata lima persen. Hal tersebut mengindikasikan bahwa model terbaik adalah FEM. Uji Hausman digunakan untuk memilih model terbaik antara Random Effect Model (REM) atau

Fixed Effect Model (FEM).

Hasil uji Hausman terdapat keterangan cross-section test variance is invalid dan Hausman statistic set to zero. Hal tersebut mengindikasikan bahwa terdapat korelasi antara komponen error dengan variabel independen (regresor) sehingga tidak cukup bukti untuk menerima H0, maka model yang dipilih adalah FEM (Anggraini 2013). Berdasarkan hasil estimasi, model ekspor otomotif Indonesia di negara tujuan ekspor utama bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) dengan persamaan model sebagai berikut.

� �� = -720.8884 + 22.14289 � – 20.00255 � � – 1.875543

� � � – 3.603274 � � + 22.37532 �

Keterangan:

� �� = Volume ekspor otomotif Indonesia ke negara tujuan(persen)

� = GDP riil negara tujuan (persen)

� � = Jarak ekonomi (persen)

� � � = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap US$ (persen)

� � =Tingkat harga ekspor riil otomotif Indonesia ke negara tujuan (persen)

29 Pengaruh GDP Riil Indonesia terhadap Volume Ekspor Otomotif Indonesia

Berdasarkan hasil estimasi, GDP riil Indonesia tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata satu persen, lima persen, atau sepuluh persen. Sehingga dapat disimpulkan jika terjadi peningkatan atau penurunan GDP riil Indonesia, maka volume ekspor otomotif Indonesia tidak akan mengalami penurunan atau peningkatan. Hasil penelitian yang menunjukkan GDP riil Indonesia tidak bepengaruh secara signifikan terhadap ekspor sejalan dengan penelitian Hermawan (2011).

GDP negara asal mengukur kapasitas produksi negara asal. Ketika terjadi peningkatan pada GDP negara asal, maka kapasitas produksi negara tersebut akan mengalami peningkatan yang berdampak pada meningkatnya ekspor negara tersebut (Yuniarti 2007). Namun berdasarkan publikasi World Bank, produsen otomotif Indonesia lebih berorientasi pada pasar dalam negeri karena lebih dari 54 persen produsen otomotif Indonesia menjual produknya di pasar dalam negeri. Sehingga GDP Indonesia tidak berdampak pada volume ekspor otomotif Indonesia ke negara tujuan utama.

Pengaruh GDP Riil Negara Tujuan terhadap Volume Ekspor Otomotif Indonesia

Menurut Tinbergen (1962) dalam Chi (2010), GDP merupakan ukuran kapasitas penyerapan (absorsi). Semakin besar GDP riil negara tujuan, maka semakin besar permintaan impor di negara tujuan yang berdampak semakin besarnya ekspor dari negara asal, sehingga koefisien variabel GDP riil negara tujuan memiliki tanda positif (Chi 2010).

Dalam penelitian ini, GDP riil negara tujuan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap volume ekspor otomotif Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dan dibuktikan dengan nilai koefisien dan probabilitas GDP riil negara tujuan sebesar 22.14289 dan 0.0000, artinya jika GDP riil negara tujuan mengalami peningkatan sebesar satu persen akan mengakibatkan peningkatan pada volume ekspor otomotif Indonesia sebesar 22.14289 persen dengan asumsi cateris paribus. Hasil penelitian yang menunjukkan GDP riil negara tujuan memiliki hubungan positif terhadap ekspor barang sejalan dengan penelitian Tho (2013).

Pengaruh Jarak Ekonomi tehadap Volume Ekspor Otomotif Indonesia

Dalam penelitian ini, jarak ekonomi memiliki pengaruh negatif secara signifikan terhadap volume ekspor otomotif Indonesia dalam taraf nyata sepuluh persen. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dan dibuktikan dengan nilai koefisien dan probabilitas sebesar -20.00255 dan 0.0603, artinya jika terjadi peningkatan pada jarak ekonomi sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan penurunan volume ekspor otomotif Indonesia sebesar 20.00255 persen dengan asumsi cateris paribus. Hal ini sesuai dengan hasil beberapa penelitian yang menyatakan bahwa jarak memiliki pengaruh negatif terhadap aliran perdagangan bilateral. Jarak ekonomi dalam ekspor dan impor menggambarkan biaya transportasi. Biaya transportasi merupakan salah satu faktor penghambat dalam perdagangan,

30

sehingga jarak ekonomi yang semakin jauh akan menyebabkan biaya transportasi meningkat. Hal tersebut berdampak pada naiknya harga barang ekspor atau impor (Dilanchiev dalam Pradipta dan Firdaus 2014). Hasil penelitian yang menunjukkan jarak ekonomi memiliki hubungan negatif terhadap ekspor sejalan dengan penelitian Siahaan (2008).

Pengaruh Nilai Tukar terhadap Volume Ekspor Otomotif Indonesia

Mankiw (2007) berpendapat bahwa nilai tukar riil disebut sebagai term of trade. Naik turunnya nilai tukar antar negara dapat menyebabkan naik turunnya neraca perdagangan. Dalam penelitian ini, nilai tukar yang dianalisis adalah nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap US$ karena sebagian besar negara menggunakan dan menerima US$ sebagai alat pembayaran pada transaksi perdagangan internasional. Hal tersebut disebabkan oleh nilai mata uang Amerika Serikat (US$) relatif stabil dibandingkan mata uang lainnya.

Hasil estimasi menyatakan bahwa nilai tukar mata uang negara tujuan berpengaruh negatif secara signifikan terhadap volume ekspor otomotif Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dan dibuktikan dengan nilai koefisien dan probabilitas sebesar -1.875543 dan 0.0029, artinya jika nilai tukar negara tujuan terhadap US$ mengalami peningkatan (depresiasi) sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan penurunan volume ekspor otomotif Indonesia sebesar 1.875543 persen dengan asumsi cateris paribus. Hasil estimasi ini sesuai dengan hipotesis.

Pengaruh Tingkat Harga Ekspor Indonesia terhadap Volume Ekspor Otomotif Indonesia

Dalam penelitian ini tingkat harga ekspor otomotif Indonesia berpengaruh negatif secara signifikan terhadap volume ekspornya ke negara tujuan. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis dan dibuktikan dengan probabilitas dan nilai koefisien sebesar 0.0000 dan -3.603274, artinya jika tingkat harga ekspor otomotif Indonesia mengalami peningkatan sebesar satu persen, maka akan mengakibatkan penurunan volume ekspor otomotif Indonesia sebesar 3.603274 persen dengan asumsi cateris paribus. Hasil penelitian yang menunjukkan harga ekspor memiliki hubungan negatif terhadap ekspor barang sejalan dengan penelitian Pradipta dan Firdaus (2014).

Pengaruh Populasi terhadap Volume Ekspor Otomotif Indonesia

Hasil estimasi dari variabel populasi negara tujuan ekspor menunjukan bahwa probabilitas dari variabel ini lebih kecil dari taraf nyata lima persen (0.00<0.05) yang berati bahwa populasi negara tujuan ekspor signifikan memengaruhi volume ekspor memiliki tanda positif yaitu sebesar 0.0316 yang artinya bahwa kenaikan populasi negara tujuan ekspor sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan volume ekspor otomotif Indonesia ke negara tersebut sebesar 3.16 persen. Hal ini sudah sesuai dengan hipotesis dan sejalan dengan penelitian Dilanchiev (2012).

31 374129 341417 458426 430122 460834 300000 350000 400000 450000 500000 2009 2010 2011 2012 2013 Rib u Rui ah

Analisis Daya Saing Kompetitif dan Strategi Ekspor Otomotif Indonesia

Porter’s Diamond Model juga digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis daya saing kompetitif dan strategi ekspor dari otomotif Indonesia. Berdasarkan konsep ini daya saing dapat diindentifikasikan dengan produktifitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Faktor-faktor utama yang menentukan daya saing suatu komoditas adalah: (1) kondisi faktor; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan penunjang; (4) strategi,struktur, dan persaingan perusahaan. Terdapat dua hal yang menentukan interaksi antara keempat faktor tersebut, yaitu kesempatan dan kebijakan pemerintah. Faktor-faktor tersebut secara bersama membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut Porter’s Diamond Theory. Hasil analisis faktor penentu daya saing otomotif Indonesia adalah seperti di bawah ini.

Dokumen terkait