BAB III : METODE PENELITIAN
4.1 Hasil penelitian
4.1.5 Gambaran Sistem Pengelolaan Sampah Pada SAD
Upaya penanganan sampah yang dilakukan di Desa Bukit Suban pada Komunitas SAD dimulai dari proses pemilahan dan penyediaan tempat sampah. Berdasarkan hasil wawancara kepada warga SAD, LSM dan tenaga kesehatan terkait di komunitas SAD tidak disediakan tempat sampah yang terpisah antara sampah anorganik dan sampah organik. Sampah-sampah tersebut hanya dikumpulkan dijadikan satu kemudian nantinya akan dibuang dan tidak dapat dimanfaatkan kembali. Hasil observasi peneliti menunjukkan, di Desa Bukit Suban pada Komunitas SAD memang tidak disediakan tempat sampah terpisah. Pemilahan dilakukan setelah sampah terkumpul, itupun hanya untuk sampah-sampah yang memang bisa dijual.
Berikut penuturan informan terkait pemilahan sampah dan penyediaan tempat sampah : “Kito buang sampah disekitar rumahlah, kalau sudah tepakai yo dibuang bae, idak dikumpul dak. Karno orang tuonyo belum juga memahami” (1-W)
“Kalu untuk kotak sampahnyo belum ado, cuman misalnyo kami buang kebawah rumah. Nah sudah itu kito kutik lagi dibakar” (2-W)
“Kalo anak keciknyo kito ajari jangan buang sampah sembarangan, kalo urang tuonyo belum ado pengetahuan dan belum ado pengajaran jadi masih sembarangan”(3-W)
“Dibuangnya ke di belakang rumah, baru dibakar sampah tu” (4-W)
“Biasanya mereka membuang sampa disekitaran rumah saja”
“tidak tersedia tempat sampah untuk mereka”(5-W)
“Dari yang kita tau mereka membuag sampah ya disekitaran tempat tinggal mereka saja. Dilihat dari kehidupan dan lingkungan mereka tong sampah tidak tersedia. Ya mereka membuang smpah disekitaran tempat tinggal juga dimana saja tempat mereka singgah”(6-W)
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi diambil kesimpulan bahwa masyarakat Komunitas Suku Anak Dalam Desa Bukit Suban masih membuang sampah sembarangan disekitaran rumah yaitu dibawah bawah rumah, mereka tidak mempunyai tempat sampah jika sampah berserakan nantinya akan dipungut dan dikumpulkan untuk dibakar. Mereka tidak juga melakukan pemilahan terhadap sampah. Suku anak dalam tidak langsung membuang sampah kepembuangan tapi membuang sembarangan saja kadang sampah hanya dibiarkan berserakan saja atau sampah dibuang dibelakang rumah. Mereka membuang sampah sembarangan dikarenakan banyaknya orang tua dan anak kecil yang kurang paham.
B. Pengumpulan Sampah
Proses pengumpulan sampah tidak dilakukan oleh komunitas Suku Anak Dalam. Sampah-sampah yang dihasilkan oleh komunitas hanya dibuang kepekarangan sekitar perumukiman mereka, dibiarkan berserakan atau jikalaupun dibersihkan hanya disapu dan dikumpulkan dibagian belakang atau samping rumah lalu dibiarkan saja.
Berdasarkan hasil observasi, peneliti mengamati aktivitas komunitas SAD pada saat mengumpulkan sampahnya ada yang mengumpulkan sampahnya
disekitaran rumah, langsung dibuang ke tempat sampah belakang rumah yang berupa tanah galian yang tidak begitu dalam, dan ada juga yang hanya dibiarkan saja.
Sebagaimana ungkapan informan berikut : “Idak ado tempat pembuangannyo disiko, kalo beserak kadang kami kutip buat sekalian ngasih contoh samo anak-anak”
“Idak, langsung dibuang bae”(1-W), “Kami sapu bae”(2-W),
“Kiito langusng buang be”(4-W)
Sebagaimana diungkapkan oleh YM ; “Mereka itu shock culture dari dalem yang tadinya makan buah kan sampahnya mengurai sampai sini adanya sampah plastic, nah mereka tidak terbiasa dengan itu.”(5-W)
“Tidak dikumpulkan juga Tidak ada tempat lain pembuangannya sembarangan saja”(6-W)
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi diambil kesimpulan bahwa masyarakat Komunitas Suku Anak Dalam Desa Bukit Suban tidak dilakukan pengumpulan sampah. Sampah yang mereka hasilkan dibuang saja setelah tidak terpakai. Juga tidak dilakukan pengumpulan terlebih dahulu sebelum dibuang. Cara mereka mengumpulkan sampah hanya dengan disapu untuk kemudian dibakar.
C. Pengangkutan Sampah
Setelah sampah dikumpulkan, sampah harusnya akan diangkut ke TPS.
Kemudian dilakukan pemindahan dan pengangkutan ke lokasi pembuangan akhir. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti setelah dilakukan wawancara dan observasi menunjukkan bahwa sampah pada komunitas Suku Anak Dalam setiap harinya tidak diangkut karena tidak adanya petugas kebersihan yang bertugas mengangkut sampah disana, dari pihak pemerintahan mereka juga tidak menyediakan tempat pembuangan sampah maupun alat angkutnya.
Berikut penuturan informan terkait: “Idak ado yang ngangkut, beserakla be”(4-W)
Lalu tidak adanya kerjasama yang dilakukan oleh pihak pemerintahan desa terkait pengangkutan sampah dilingkungan komunitas Suku Anak Dalam.
“Belum ada, memang belum ada. Dia cuman setiap bulan mengadakan pengubatan gratis. Kadang-kadang. Yang ngadoi puskes”(1-W)
“Idak ado, palingan cuman Warsi tulah ngajari: “sampah tu kumpulkan.
Dibuang, Bakar!”(2-W).
Hal ini dibenarkan dengan oleh YM; “Ga tau kalau itu, karna sampah sejauh ini hanya dibakar. Ga tau kalau saya lagi pergi. Atau orang luar yang ngambil rongsokan kali.”(5-W)
“Belum ada, semoga secepatnya terlaksana, karena Setau saya belum tersedia pengangkutan apalagi semacam truk gitu, gerobak pun tidak ada”(6-W)
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi diambil kesimpulan bahwa masyarakat Komunitas Suku Anak Dalam Desa Bukit Suban belum ada atau tidak tersedianya pengangkutan sampah. Dan juga belum adanya kerjasama yang dilakukan pihak desa terkait pengangkutan sampah.
D. Pengolahan Sampah
Mayoritas komunitas Suku Anak Dalam (SAD) menghasilkan sampah anorganik. Sampah anorganik pada umumnya dapat dimanfaatkan melalui proses daur ulang misalnya plastic, gelas, logam, dan kertas. Namun berdasarkan hasil observasi dan pengamatan pada komunitas SAD di Desa Bukit Suban belum terdapat pengolahan sampah.
Dari hasil wawancara didapatkan informasi bahwa pada komunitas SAD di Desa Bukit Suban belum ada pengolahan sampah dikarenakan kurangnya pengetahuan dan tidak adanya informasi yang memadai.
Sebagaimana ungkapan informan berikut : “Kalo pengelolaanyo idak tau. Apo
yg dibuang atau dijual tuh dak tau”, “Kami Cuma, kami kumpulkan sudah tu kami bakar”(1-W)
“Sebenarnyo tau jugo sejak begaul dengan orang luar ko, cuman ado yang rajin ado yg pemalay”, “Cuman dibakar itulah. Kalo untuk sampah sayui- sayui cuman diserompak i bae.”( 2-W)
“Ado yang tau sebagian, dak jugo terlalu meratu endak”, “Keleng kaleng tu, seng kami kumpul terus kami jual tapi kalo plastic biaso yo cuman kami bakar”(3-W)
“Kalu pengolaahan sampah idak tau”,” Palingan dibakar itulah”(4-W).
“Belum ada pengelolaannya, baru kepikiran kami, masih kita upayakanlah. Mereka itu shock culture dari dalem yang tadinya makan buah kan sampahnya mengurai sampai sini adanya sampah plastic, nah mereka tidak terbiasa dengan itu. Kalau misalnya dari kita itu sudah. Nyapu, gotong royong,sudah semua dicoba. Tapi itu harus intens. Ga bisa kami jalan sendiri.apalagi kami datang dan pergi.”(5-W)
“Belum ada pengelolaannya, masih kita upayakanlah”(6-W)
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi diambil kesimpulan bahwa masyarakat Komunitas Suku Anak Dalam Desa Bukit Suban belum mengetahui cara pengelolaan sampah sebagian lagi tidak mengetahuinya. cara mereka mengelolah sampah hanya dengan dibakar, dan untuk sayur hanya dibiarkan saja.
E. Proses Akhir Sampah
Pemrosesan akhir sampah dilakukan setelah proses penyimpanan sementara di TPS( tempat pembuangan sampah) selama satu sampai dua hari atau maksimal tiga hari, kemudian sampah diangkut menggunakan pengangkut sampah untuk dibawa ke lokasi pembuangan. Untuk tempat pembuangan sampah masyarakat suku anak dalam tidak ada juga proses akhir sampah di desa bukit suban tidak tersedia.
Berikut petikan penuturan narasumber terkait pemrosesan akhir sampah pada komunitas suku anak dalam di desa Bukit Suban:
“Kalu disni belum ado”(4-W)
“cuman ado lobang galian dibuang kesano.”(3-W)
“Ga ada tempat pembuangannya, ya cuman dikumpulin itu aja”(5-W)
“Setau saya tidak tersedia ada TPS/TPA”(6-W)
Berdasarkan hasil wawancara dan dokumentasi diambil kesimpulan bahwa masyarakat Komunitas Suku Anak Dalam Desa Bukit Suban belum tersedianya TPS atau TPA untuk proses akhir sampah.