• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tentang Sistem dan Proses ‘Nating’ Di Kota Pagaralam

PELAKSANAAN PENELITIAN

P. Gambaran Tentang Sistem dan Proses ‘Nating’ Di Kota Pagaralam

Dalam kehidupan masyarakat di Pagaralam telah lama dikenal istilah nating , perilaku ekonomi ini telah sangat banyak dilakukan oleh para petasni kopi dan padi, menurut beberapa tokoh masyarakat dan pelaku nating itu sendiri mendefinisikan istilah nating adalah:

”suatu proses kegiatan dimana petani mentatingka (menggadaikan) sebagian sawah atau kebunya kepada keluarga (kerabat) dekat, pemilik modal, agen ataupun tengkulak untuk mendapatkan sejumlah uang untuk membiayai kebutuhan hidupnya dengan perjanjian yang disepakati bersama antara petani pelaku nating dengan si penating (pemilik dana)”

Jadi dalam nating terdapat dua pihak yang bekerjasama, yakni pihak yang menyerahkan tanah atau petani pelaku nating dan pihak kedua adalah pihak penerima tanah atau pihak penerima gadai (penating). Pihak penerima nating inilah yang harus menyerahkan sejumlah uang tertentu.

Menurut Holidi94 nating ada dua macam yaitu:

a. Nating biasa (tidak kuasa) : artinya petani pemilik lahan menatingkan (menggadaikan) sawah atau kebun kepada kerabat, penduduk sekitar, tengkulak ataupun kepada agen yang disebut penating (yang memiliki modal), dengan perjanjian atau kesepakatan petani pemilik sawah atau kebun boleh menggarap sawah, ladang atau kebunnya, dan bila sudah panen hasilnya dengan persentase yang ditentukan dan dalam jangka waktu yang ditentukan pula, biasa nya dalam jangka waktu 1 tahun atau lebih.

65 b. Nating kuasa : petani pemilik lahan menatingkan (menggadaikan) sawah, ladang, kebun kepada penating tetapi petani tersebut tidak diberi kuasa untuk menggarap lahanya, dan penating berhak menyuruh orang lain atau buruh tani yang dia kehendaki untuk menggarap nya, untukpersentase hasil biasanya pemilik modal lah yang berkuasa penuh menentukan persentase dari hasil panen.

Tabel 1. Perbandingan sistem nating kuasa dan non kuasa

Uraian Nating kuasa Nating biasa

Batas Yuridiksi Petani tidak punya hak untuk menggarap lahan

Petani masih mempunyai hak untuk menggarap lahan

Status Kepemilikan

Selagi belum ditebus lahan menjadi hak penating (pemilik modal)

Selagi belum ditebus kepemilikan lahan tetap menjadi pemilik lahan.

Hasil Panen Hasil pada umumnya

dikendalikan oleh penating (pemilik modal) dan pemilik modal yang berhak menentukan persentase bagi hasil pada setian masa panen.

Hasil dibagi sesuai kesepakatan antara pemilik lahan dan penating selaku pemilik modal.

66 Besaran Jaminan Untuk nating kuasa biasanya

dalam jumlah lahan yang luas dan dalam jumlah pinjaman yang lebih besar disbanding nating biasa.

Nating biasa dengan jumlah pinjaman uang dan jaminan lahan yang lebih kecil.

Dari dua jenis nating yang dijelaskan diatas, masih terdapat satu jenis lagi nating yang dalam masyarakan Pagaralam mulai marak dilakukan, yakni nating rumah, hampir sama dengan proses nating biasa, namun dalam nating rumah pemilik modal hanya memberikan sejumlah uang untuk digunakan pemilik rumah, namun pemilik modal berhak untuk menetapkan sewa kepada pemilik rumah selama pemilik rumah masih menempati rumah tersebut dan dalam waktu perjanjian yang ditentukan pemilik rumah wajib mengembalikan uang pinjaman dan uang sewa rumah.

Terjadinya nating sudah berlangsung lama dan membudaya di kehidupan petani Pagaralam, dan biasanya bila pelaku nating belum bisa menebus tanah maupun rumahnya dalam batas aktu yang ditentukan sebagai kesepakatan awal, maka si penating (pemilik modal) dapat memberikan tempo (perpanjangan waktu) kepada pelaku nating untuk menebus tanah maupun rumah mereka, namun bila sampai tidak tertebus juga, maka tanah maupun rumah itu baru jadi milik penating (pemilik modal) dan biasanya diiringi dengan penambahan uang nating kepada pemilik tanah ataupun rumah itu.

67 Banyak faktor yang menyebabkan petani di Pagaralam melakukan peraktek nating, hal ini tercermin dari peruntukan dan kegunaan uang yang merka peroleh dari nating itu sendiri, secara umum mereka gunakan untuk konsumsi, biaya sekolah anak, produksi, dagang, persedekahan, maupun membeli perabot atau kebutuhan rumah tangga lainnya, hal ini dapat dilihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tien yustini yang yang menerangkan bahwa dari 187 responden yang terdiri dari petani padi dam kopi, disimpulkan bahwa petani kopi dan padi menggunakan uang pinjaman atau uang dari menating kan barang mereka untuk kebutuhan produksi atau modal usaha tani, berikut hasil penelitian nya.

Tabel 2. Karakteristik petani berdasarkan kegunaan uang pinjaman dari nating

Kegunaan uang pinjaman

Petani Kopi Petani Padi Total

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

produksi 43 38,4 44 58,7 87 46,5 Konsumsi Pangan 25 33,0 24 16,0 37 29,8 Lainnya 44 39,3 29 25,3 63 33,7 Keterangan:

Lainnya : biaya anak sekloah, membeli baranag, dagang dan persedekahan atau pesta.

68 Jadi merujuk dari hasi penelitian diatas dalam masa transisi sebelum dan pasca panen padi maupun kopi banyak petani melakukuan nating untuk memenuhi kebutuhan modal persiapan panen, dan sisanya pelaku nating meggunakan untuk kebutuhan kebutuhan konsumsi dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Ada satu hal yang menarik dari hasil penelitian diatas, ternyata selain bermotif ekonomi uang dari hasil nating digunakan untuk kebutuhan prestise atau gengsi dalam melakukan pesta pernikahan, dimana kebiasaan masyarakat Pagaralam melakukan pesta syukuran pernikahan secara besar-besaran dengan diawali berkumpul di rumah keluarga yang mengadakan pesta selama berhari-hari sebelum hari puncak acara atupun setelah acara, dan tentunya memerlukan memerlukan biaya untuk makan, minum, upacara adat dan sebagainya, meskipun terkadang mereka harus berhutang dan menating kan harta yang mereka miliki, dan inilah yang menjadi salah satu sumber faktor budaya yang tentunya menjadi faktor ekonomi (konsumtif motife) yang menjadi penyebab petani melakukan nating.

Dengan melakukan nating tentunya aka nada risiko yang akan dihadapi petani ataupun pelaku nating itu sendiri. Akibat dari sejumlah uang yang mereka pinjam dengan nating dari menggadaikan sawah, kebun maupun rumah mereka, setidaknya harus mengurangi pengeluaran mereka, menurunnya pendapatan, bahkan bila mereka tidak mampu mengembalikan uang yang dipinjam risiko yang terberat adalah kehilangan lahan pertanian ataupun rumah mereka, tapi bagi meraka mereka yang mempunyai keinginan untuk mengembangkan usaha taninya

69 atau usaha-usaha di bidang lainnya mereka tidak menggunakan uang nating tersebut untuk keperluan yang bersifat konsumtif tapi setelah melakukan nating justru mereka berfikir bagaimana meningkatkan usaha mereka agar dapat mengembalikan uang nating tepat pada waktunya.

70

BAB IV