• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN

C. Analisa Univariat

1. Gambaran tipe pola asuh pengganti ibu: keluarga

Pola asuh menurut Soetjiningsih (2004) adalah suatu model atau cara mendidik anak yang merupakan suatu kewajiban dari setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak yang sesuai dengan masyarakat pada umumnya. Menurut Baumrind (1971 dalam Santrock, 2011) pola asuh orang tua terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu pola asuh demokratis, otoriter, permisif dan penelantar.

Berdasarkan hasil penelitian dari 212 anak usia prasekolah yang diasuh oleh orang tua pengganti ibu: keluarga, seperti nenek dan bibi karena ibu bekerja di luar negeri di Kelurahan Sukalarang Kota Sukabumi,

didapatkan pengasuh yang menerapkan tipe pola asuh otoriter berjumlah 26 pengasuh (12,3%), pola asuh permisif diterapkan oleh 52 pengasuh (24,5%), pola asuh penelantar diterapkan oleh 14 pengasuh (6,6%) dan pola asuh campuran diterapkan oleh 28 pengasuh (13,6%). Pola asuh yang paling banyak diterapkan oleh pengasuh adalah tipe pola asuh demokratis, sebanyak 92 responden (43,4%).

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Utomo (2011) tentang hubungan antara pola asuh orang tua dengan perkembangan anak usia tiga sampai enam tahun, yang dilakukan di Dusun Jatisari Desa Purwodadi Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan pada tahun 2011. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 78 responden, pola asuh demokratis diterapkan oleh 74 orang tua (94,9%). Hal ini semakin menegaskan bahwa tipe pola asuh yang banyak diterapkan oleh orang tua ataupun pengasuh anak yaitu tipe pola asuh demokratis.

Keluarga dengan pola asuh demokratis dapat dijumpai pada keluarga seimbang yang ditandai oleh keharmonisan hubungan antara ayah dan ibu, ayah dengan anak, serta ibu dengan anak. Orang tua bertanggung jawab, dan menunjukkan sikap dapat dipercaya, serta berperan sebagai koordinator dan bersikap proaktif. Teladan dan dorongan orang tua terhadap anak mengupayakan setiap masalah dihadapi dan dipecahkan bersama (Shochib, 2000).

Setiap tipe pola asuh mempunyai kelebihan dan kekurangan, sehingga tidak semua orang tua nyaman menerapkan pola asuh yang dianggap baik

oleh orang lain, karena setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya. Menurut Dewi (2008), anak yang diasuh secara demokratis cenderung aktif, berinisiatif, tidak takut gagal karena anak diberikan kesempatan untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan di keluarga. Orang tua memberikan pengawasan dan dorongan yang positif terhadap anak dan kontrol yang kuat serta dorongan yang posotif. Namun tidak menutup kemungkinan hal ini akan menyebabkan berkembangnya sifat menentang dan ketidak mampuan menyesuaikan diri.

Menurut Lutvita (2008 dalam Tejalaksana, 2011), pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang tidak peduli terhadap anak. Orang tua memperbolehkan semua keinginan anak, seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, materialistis, dan sebagainya. Anak yang diasuh secara permisif mempunyai kecenderungan kurang berorientasi pada prestasi, egois, senang memaksakan keinginannya, kemandirian yang rendah, serta kurang bertanggung jawab. Anak juga akan berperilaku agresif dan anti sosial, karena sejak awal tidak diajarkan untuk mematuhi peraturan sosial, dan tidak pernah diberikan hukuman ketika melanggar peraturan yang telah ditetapkan orang tua. Pada penelitian ini pola asuh permisif menjadi yang cukup besar diterapkan setelah pola asuh demokratis. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar pengasuh adalah nenek, nenek lebih banyak memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan apa yang dikehendaki dan mendapatkan yang diinginkan.

Pada pola asuh campuran orang tua tidak konsisten dalam mengasuh anak. Orang tua terombang-ambing antara tipe bisa diandalkan, otoriter, atau permisif. Pada pola asuh ini orang tua tidak selamanya memberikan alternatif seperti halnya pola asuh bisa diandalkan, akan tetapi juga tidak selamanya melarang seperti halnya orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter dan juga tidak secara terus menerus membiarkan anak seperti pada penerapan pola asuh permisif. Pada pola asuh campuran orang tua akan memberikan larangan jika tindakan anak menurut orang tua membahayakan, membiarkan saja jika tindakan anak masih dalam batas wajar dan memberikan alternatif jika anak paham tentang alternatif yang ditawarkan (Dewi, 2008). Pada penelitian ini, pola asuh campuran yang diterapkan oleh pengasuh yaitu sebanyak 28 orang (13,2%) yang terdiri dari pola asuh campuran antara demokratis, permisif dan penelantar 16 orang (57,14%). Pola asuh campuran antara demokratis dan otoriter sebanyak 8 orang (28,57%) dan pola asuh campuran antara otoriter dan penelantar sebanyak 4 orang (14,28%).

Menurut Baumrind (1971 dalam Santrock, 2011), anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter biasanya tidak bahagia, paranoid, selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-lain. Namun dibalik itu anak yang diasuh oleh orang tua otoriter menjadikan anak lebih mandiri, bisa menjadi harapan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup.

Menurut Baumrind (1971 dalam Santrock, 2011), pola asuh penelantar merupakan gaya ketika orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua tipe ini hanya memberikan waktu dan biaya yang sangat sedikit pada anak-anaknya. Waktu orang tua banyak digunakan untuk keperluan pribadi, seperti bekerja.Anak yang diasuh oleh orang tua dengan pola asuh semacam ini akan memiliki harga diri yang rendah, cenderung tidak kompeten secara sosial, kurang mandiri dan terasing dari keluarga.

Pendidikan, stataus ekonomi, lingkungan tempat tinggal, kesamaan pola asuh masa lalu orangtua , usia orang tua, dan pelatihan bagi orang tua mempengaruhi penerapan tipe pola asuh. Jika keluarga sangat memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak maka pola asuh yang diterapkan akan baik. Pada penelitian ini tipe pola asuh yang buruk tidak terjadi pada responden karena pengasuh hidup sendiri, dan menganggap anak yang diasuh seperti anak sendiri. Pengasuh juga melibatkan keluarga dari anak yang diasuh, karena keluarga merupakan tempat terbentuknya kasih sayang, rasa percaya diri, dan lingkungan yang pertama kali menstimulasi anak.

2. Gambaran perkembangan psikososial anak usia prasekolah di

Dokumen terkait