• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Angkatan Kerja Terdidik di Jawa

Dalam dokumen RESERVATION WAGE TENAGA KERJA TERDIDIK D (Halaman 90-120)

Unit analisis dalam penelitian ini adalah angkatan kerja terdidik, yaitu penduduk berumur 15 tahun ke atas dan memiliki ijazah terakhir minimal SMA/sederajat di Provinsi Jawa Barat yang terdapat pada sampel survei angkatan kerja nasional tahun 2016. Penduduk yang termasuk angkatan kerja terdidik tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja terdidik yang bekerja atau punya pekerjaan, namun sementara tidak bekerja dan angkatan kerja terdidik yang menganggur. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 3147 angkatan kerja yang memiliki pendidikan minimal SMA/sederajat.

Untuk analisis inferensia penelitian ini menggunakan model peluang bekerja dengan mendapatkan upah, model upah, dan estimasi reservation wage berdasarkan hasil dari model upah. Dalam penelitian ini, subsampel dibagi menjadi dua bagian. Subsampel pertama untuk model peluang bekerja dengan mendapatkan upah, yaitu seluruh angkatan kerja yang memiliki ijazah terkahir minimal SMA/sederajat di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2016 sebanyak 3147 individu. Subsampel kedua untuk model upah, yaitu angkatan kerja yang memiliki upah sebanyak 1686 individu.

78

Tabel 4. Karakteristik angkatan kerja terdidik di Jawa Barat tahun 2016

No Variabel Kategori Jumlah Persentase

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Status Bekerja Bekerja 1993 63,3

Pengangguran Terdidik 1154 36,7

2 Status Bekerja dan mendapatkan upah

Bekerja dan mendapatkan upah 1686 53,6

Lainnya

(Pengangguran Terdidik & Bekerja Tanpa Upah)

1461 46,4

3 Jenis Kelamin Laki-laki 1723 54,8

Perempuan 1424 45,2

4 Status Perkawinan Kawin/Pernah Kawin 2204 70

Belum Kawin 943 30

5 Pelatihan Pernah Ikut Pelatihan 2404 76,4

Tidak Pernah 743 23,6

6 Tempat Tinggal Perkotaan 2637 83,8

Perdesaan 510 16,2 7 Umur (Tahun) 15-24 793 25,2 25-34 703 22,3 35-44 732 23,3 45-54 613 19,5 55-64 229 7,3 65+ 77 2,4 8 Tingkat Pendidikan SMA/sederajat 2326 73,9 DI,DII,DIII 256 8,1 DIV,S1 510 16,2 S2,S3 55 1,8 9 Komuter Komuter 251 8 Bukan Komuter 2896 92

Sumber: Sakernas 2016 (diolah)

Pada tabel di atas, menunjukkan bahwa angkatan kerja yang memiliki ijazah terakhir minimal SMA/sederajat di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 yang berstatus bekerja sebanyak 63,3 persen. Sekitar 53,6 persen berstatus bekerja dengan mendapatkan upah, sedangkan 46,4 persen berstatus lainnya (tidak bekerja atau bekerja tetapi tidak mendapatkan upah). Dilihat dari karakteristik jenis kelamin, angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 memiliki komposisi untuk laki-laki sebesar 54,8 persen, sedangkan perempuan 45,2 persen. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki mendominasi angkatan kerja terdidik. Sebanyak 70 persen angkatan kerja terdidik yang berstatus kawin, sisanya belum kawin.

79 Sebagian besar angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 pernah mengikuti pelatihan, yaitu sebesar 76,4 persen.

Selanjutnya dilihat dari sisi wilayah tempat tinggal, angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 mayoritas tinggal di perkotaan dibandingkan di perdesaan, yaitu sebesar 83,8 persen. Dari sisi karakteristik umur, angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat didominasi oleh penduduk yang berumur 15 sampai 24 tahun sebesar 25,2 persen, sedangkan yang paling sedikit yaitu penduduk berumur 65 tahun ke atas sebesar 2,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa rasio ketergantungan penduduk di Jawa Barat cukup rendah. Dari sisi pendidikan, angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat didominasi oleh penduduk yang memiliki ijazah terakhir SMA/sederajat sebesar 73,9 persen dan sisanya yaitu angkatan kerja yang melanjutkan ke perguruan tinggi (Diploma, S1, S2 dan S3). Dari sisi angkatan kerja terdidik yang berstatus komuter atau bukan, angkatan kerja yang tinggal di Jawa Barat tetapi bekerja di DKI Jakarta terdapat sebanyak 8 persen.

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 9. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan jenis kelamin di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 65,6 36 34,4 64 0 20 40 60 80 100 120

Bekerja Pengangguran terdidik

80

Menurut jenis kelaminnya, angkatan kerja terdidik yang bekerja didominasi oleh laki-laki sebesar 65,6 persen, sedangkan pada pengangguran terdidik cenderung didominasi oleh perempuan sebesar 64 persen. Hal ini mengindikasikan adanya diskriminasi perempuan di dalam penyerapan tenaga kerja. Di banyak negara, laki-laki masih dianggap lebih layak untuk bekerja dibandingkan perempuan sehingga banyak perusahaan lebih memilih untuk memperkerjakan laki- laki dibandingkan perempuan (Azmat dkk, 2004). Selain itu, jumlah wanita yang ingin bekerja semakin banyak, namun lapangan pekerjaan yang mau menerima mereka jumlahnya terbatas sehingga perempuan yang menjadi pengangguran semakin banyak (Dhanani, 2004).

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Status Kawin

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 10. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan status perkawinan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Berdasarkan karakteristik status kawin, angkatan kerja terdidik yang bekerja didominasi oleh seseorang dengan status kawin dibandingkan dengan

76,8 41,7 23,2 58,3 0 20 40 60 80 100 120

Bekerja Pengangguran terdidik

81 seseorang yang berstatus belum kawin, yaitu sebesar 76,8 persen. Namun pada pengangguran terdidik, seseorang yang berstatus belum kawin cenderung lebih besar dibandingkan yang kawin atau pernah kawin, yaitu sebesar 58,3 persen. Menurut Winarsih (2006), angkatan kerja terdidik yang memiliki tanggungan keluarga akan lebih mempercepat masa pencarian kerjanya sehingga dalam memilih suatu pekerjaan dia tidak terlalu selektif. Namun pada angkatan kerja terdidik yang belum memiliki tanggungan keluarga, ia akan menjadi lebih lama dalam mencari pekerjaan sehingga menjadi pengangguran terdidik lebih lama.

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Pelatihan

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 11. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan pelatihan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Jika dilihat dari karakteristik pelatihan, pada angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja didominasi oleh seseorang yang pernah ikut pelatihan

71,5 15,1 28,5 84,9 0 20 40 60 80 100 120

Bekerja Pengangguran terdidik

82

dibandingkan yang tidak pernah ikut pelatihan, yaitu sebesar 71,5 persen. Namun pada pengangguran terdidik cenderung lebih besar seseorang yang tidak pernah ikut pelatihan dibandingkan yang pernah ikut pelatihan, yaitu sebesar 84,9 persen. Menurut Mankiw dan Ball (2002), perbedaan pada tingkat keterampilan seseorang akan memengaruhi peluang seseorang untuk menjadi pengangguran atau tidak. Seseorang dengan tingkat keterampilan yang baik akan lebih dipilih oleh perusahaan karena tertarik dengan keterampilannya yang baik. Untuk meningkatkan keterampilan tersebut, seseorang dapat mengikuti suatu pelatihan kerja (Mouhammed, 2011). Dengan mengikuti pelatihan, seseorang akan dilatih dan dapat mempraktikkannya secara langsung. Berbeda dengan pendidikan formal yang lebih teoritis, pelatihan kerja lebih secara praktik dan lebih fokus ke dalam satu bidang. Dengan demikian, seseorang terdidik yang pernah mengikuti pelatihan kerja akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan karena memiliki keterampilan yang lebih baik dibandingkan seseorang yang tidak pernah ikut pelatihan.

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Klasifikasi Tempat Tinggal

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 12. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

82,5 86 17,5 14 0 20 40 60 80 100 120

83 Berdasarkan kategori tempat tinggal, angkatan kerja terdidik yang bekerja lebih besar tinggal di perkotaan dibandingkan yang tinggal di perdesaan, yaitu sebesar 82,5 persen. Hal ini disebabkan oleh banyaknya angkatan kerja terdidik yang tinggal di perkotaan dibandingkan tinggal di perdesaan. Selain itu, pengangguran terdidik juga didominasi oleh seseorang yang tinggal di perkotaan, yaitu sebesar 86 persen. Hal ini sesuai dengan penelitian Harfina (2009) yang menyatakan bahwa pengangguran di perkotaan cenderung lebih besar dari perdesaan karena di perkotaan kesempatan kerja untuk sektor industri semakin sempit.

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Umur

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 13. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan kategori umur di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Dari gambar tersebut, pada umur 15 sampai 24 tahun atau disebut sebagai umur muda cenderung untuk menjadi pengangguran terdidik dibandingkan bekerja,

42,2 57,8 70,4 29,6 71,6 28,4 77,5 22,5 60,7 39,3 18,2 81,8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Bekerja Pengangguran terdidik 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65+

84

yaitu sebesar 57,8 persen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Todaro dan Smith (2004) yang menyatakan bahwa pengangguran di negara-negara berkembang didominasi oleh kalangan berpendidikan dan umur muda. Semakin muda seseorang, maka kecenderungannya untuk menjadi pengangguran semakin besar. Hal ini dikarenakan para pemuda merupakan lulusan dari dunia pendidikan yang baru saja terjun ke pasar kerja dan sedang mencari pekerjaan pertama mereka (Dhanani, 2004). Lain halnya dengan para penduduk dewasa yang sudah lama berada dalam pasar tenaga kerja, mereka sudah memiliki banyak pengalaman dibandingkan penduduk umur muda. Hal ini ditunjukkan pada gambar diatas, semakin bertambah umur, peluang seseorang untuk menjadi pengangguran semakin kecil sampai pada saat umur 45 sampai 54 tahun. Setelah umur tersebut, peluang seseorang menjadi pengangguran terdidik akan meningkat karena seorang angkatan kerja terdidik lebih memilih untuk pensiun ketika sudah berhenti dari pekerjaannya dan tidak mencari pekerjaan lagi.

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 14. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan kategori tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

57,4 42,6 66,4 33,6 83,3 16,7 94,5 5,5 0 20 40 60 80 100

Bekerja Pengangguran terdidik SMA-sederajat DI,DII,DIII DIV,S1 S2,S3

85 Dari gambar tersebut, semakin meningkat pendidikan, maka akan semakin meningkat peluang seseorang untuk bekerja. Dan sebaliknya semakin tinggi pendidikan maka akan semakin menurunkan seseorang untuk menanggur. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Borjas (2015), ia menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang, maka peluang untuk menjadi penangguran semakin kecil. Namun jika ditinjau lebih dalam seharusnya seseorang dengan pendidikan tinggi diharapkan tidak ada yang menanggur, tetapi pada kenyataannya lulusan S2/S3 masih terdapat yang menganggur. Hal ini bisa terjadi karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan membuat ia menjadi lebih selektif dalam memilih jenis pekerjaan yang menawarkan upah yang lebih tinggi (Arumningtyas, 2014).

Gambaran Partisipasi Angkatan Kerja Terdidik yang Bekerja dengan Mendapatkan Upah

Pada bagian ini akan disajikan analisis deskriptif mengenai gambaran partisipasi seseorang yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah dan berstatus lainnya, yaitu pengangguran terdidik dan bekerja dengan tidak mendapatkan upah berdasarkan variabel penjelasnya.

86

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Status Bekerja dengan Mendapatkan Upah dan Jenis Kelamin

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 15. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan jenis kelamin di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Menurut jenis kelaminnya, persentase penduduk yang bekerja dengan mendapatkan upah lebih besar pada angkatan kerja terdidik laki-laki dibandingkan perempuan, yaitu sebesar 66,5 persen. Perempuan cenderung berstatus lainnya dibandingkan bekerja dengan mendapatkan upah, yaitu sebesar 58,9 persen. Hal ini berkaitan dengan peran perempuan yang cenderung mengasuh anak maupun mengurus rumah tangga (Borjas, 2015). Penawaran tenaga kerja pada perempuan akan menurun pada saat umur subur (Kawuryan,1998). Menurut Goldin dalam Kawuryan (1998) mengatakan bahwa banyak partisipasi perempuan yang berperan sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar dalam sektor pertanian. Pekerja keluarga yang tidak dibayar dalam penelitian ini termasuk ke dalam status bekerja tanpa upah. 66,5 41,1 33,5 58,9 0 20 40 60 80 100 120

Bekerja dengan Upah Lainnya Laki-laki Perempuan

87 Berikut disajikan grafik yang menjelaskan komposisi angkatan kerja perempuan berdasarkan status perkawinannya.

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 16. Persentase angkatan kerja terdidik perempuan berdasarkan status perkawinan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Dari gambar diatas dapat dijelaskan alasan perempuan cenderung berstatus menjadi pengangguran terdidik dibandingkan bekerja dengan mendapatkan upah. Angkatan kerja terdidik perempuan di Provinsi Jawa Barat lebih banyak yang berstatus kawin atau pernah kawin dibandingkan dengan yang belum kawin, sebesar 73 persen. Perempuan berstatus kawin banyak yang melakukan kegiatan mengurus rumah tangga dibandingkan berpartisipasi dalam bekerja.

Kawin/Pernah Kawin 72,8 persen Belum Kawin

88

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Status Bekerja dengan Mendapatkan Upah dan Status Perkawinan

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 17. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan status perkawinan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Dari gambar tersebut, angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah cenderung terjadi pada angkatan kerja terdidik yang berstatus kawin atau pernah kawin dibandingkan dengan yang belum pernah kawin, yaitu sebesar 74,7 persen. Selain itu, persentase angkatan kerja dengan status lainnya paling banyak pada angkatan kerja terdidik yang berstatus belum kawin, yaitu sebanyak 64,6 persen. Angkatan kerja terdidik yang berstatus kawin/pernah kawin khususnya laki-laki biasanya akan mengalami peningkatan pengeluaran bagi keluarganya sehingga mendorong dirinya untuk berpartisipasi dalam bekerja.

74,7 35,4 25,3 64,6 0 20 40 60 80 100 120

Bekerja dengan Upah Lainnya Kawin/Pernah Kawin Belum Kawin

89

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Status Bekerja dengan Mendapatkan Upah dan Pelatihan

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 18. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan pelatihan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Dari gambar diatas, pada angkatan kerja terdidik berstatus bekerja dengan mendapatkan upah cenderung pernah mengikuti pelatihan dibandingkan tidak pernah ikut pelatihan, yaitu sebesar 69,6 persen. Apabila dilihat dari status lainnya, angkatan kerja terdidik yang tidak pernah mengikuti pelatihan lebih besar dibandingkan angkatan kerja terdidik yang pernah ikut pelatihan, yaitu sebesar 84,3 persen. Seseorang yang memiliki keterampilan cenderung lebih dipilih oleh perusahaan dibandingkan seseorang yang tidak memiliki keterampilan atau pelatihan. Oleh sebab itu, apabila angkatan kerja terdidik tidak pernah mengikuti pelatihan, maka ia akan cenderung menjadi pengangguran terdidik.

69,6 15,7 30,4 84,3 0 20 40 60 80 100 120

Bekerja dengan Upah Lainnya Pernah Ikut Pelatihan Tidak Pernah

90

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Status Bekerja dengan Mendapatkan Upah dan Klasifikasi Tempat Tinggal

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 19. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan klasifikasi tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Sebagian besar angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tinggal di perkotaan. Angkatan kerja terdidik berstatus bekerja dengan mendapatkan upah cenderung terjadi pada angkatan kerja yang tinggal di perkotaan dibandingkan yang tinggal di perdesaan, yaitu sebesar 83,3 persen. Hal ini dikarenakan angkatan kerja terdidik lebih banyak yang tinggal di perkotaan lebih dibandingkan yang tinggal di perdesaan. Seseorang yang tinggal di perkotaan, mayoritas bekerja pada sektor industry, namun kesempatan kerja sektor industri semakin sempit (Harfina, 2009). Oleh sebab itu, sebagian besar dari angkatan kerja terdidik berstatus lainnya lebih banyak yang tinggal di perkotaan dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan, yaitu sebesar 84,3 persen.

83,3 84,3 16,7 15,7 0 20 40 60 80 100 120

Bekerja dengan Upah Lainnya Perkotaan Perdesaan

91

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Status Bekerja dengan Mendapatkan Upah dan Umur

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 20. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan umur di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Berdasarkan gambar tersebut, angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah semakin bertambahnya umur, maka semakin meningkat persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah, namun setelah mencapai umur tertentu terjadi penurunan, yaitu pada umur 45 sampai 54 tahun. Angkatan kerja terdidik yang bekerja dengan mendapatkan upah paling tinggi pada umur 35 sampai 44 tahun, yaitu sebesar 63,4 persen. Penelitian oleh Rahayu (2010) menunjukkan bahwa umur seseorang memiliki pengaruh terhadap partisipasi bekerja dengan mendapatkan upah membentuk huruf U terbalik, yang mana partisipasi bekerja dengan mendapatkan upah akan cenderung meningkat seiring bertambahnya umur dan akan menurun setelah mencapai umur

38,7 61,3 62,2 37,8 63,4 36,6 62,8 37,2 48,9 51,1 9,1 90,9 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Bekerja dengan Upah Lainnya 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65+

92

tertentu. Hal ini juga sesuai dengan teori bahwa waktu luang untuk angkatan kerja umur muda dan tua sedikit lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja umur prima yang sedang memaksimalkan puncak karirnya (Borjas, 2015). Selain itu, partisipasi angkatan kerja terdidik yang bekerja dengan mendapatkan upah lebih rendah pada umur muda karena mereka sedang berada pada masa sekolah dan juga ada yang baru lulus dari pendidikan (Kawuryan, 1998).

Persentase Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Status Bekerja dengan Mendapatkan Upah dan Tingkat Pendidikan

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 21. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Dari gambar di atas, menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin tinggi angkatan kerja terdidik untuk berstatus bekerja

47,6 52,4 56,6 43,4 76,3 23,7 81,8 18,2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Bekerja dengan Upah Lainnya SMA-sederajat DI,DII,DIII DIV,S1 S2,S3

93 dengan mendapatkan upah. Angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah paling tinggi pada tingkat pendidikan S2/S3, yaitu sebesar 81,8 persen. Apabila ditinjau lebih dalam, seseorang yang berpendidikan tinggi diharapkan tidak ada yang menganggur, namun ternyata pada S2 dan S3 yang merupakan berpendidikan tinggi, masih terdapat angkatan kerja terdidik yang menganggur. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya perbedaan antara upah minimum yang ia harapkan (reservation wage) terhadap upah yang ditawarkan kepada dirinya. Artinya, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan membuat ia menjadi lebih selektif dalam memilih jenis pekerjaan yang cocok untuk dirinya (Hasyim, 2015).

Gambaran Upah Angkatan Kerja Terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 berdasarkan Variabel Penjelas

Upah dalam penyajian analisis deskriptif ini didapatkan berdasarkan metode tahap yang kedua dari metode Heckman, yaitu didasari pada variabel penjelas khususnya tingkat pendidikan. Data tingkat upah di Jawa Barat tahun 2016 menunjukkam adanya kemencengan. Berikut ringkasanstatistik dari upah di Jawa Barat:

Tabel 5. Ringkasan statistik upah angkatan kerja Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Nomor Statistik Upah

1 Minimum Rp100.000,00 2 Maksimum Rp37.000.000,00 3 Kemencengan 3,786 4 Rata-rata Rp3.372.539,00 5 Median Rp2.800.000,00 6 Standar Deviasi Rp2.994.619,00

94

Berdasarkan tabel tersebut, penyajian data upah yang tepat adalah dalam bentuk median karena median menggambarkan ukuran yang tepat untuk distribusi upah yang menceng. Selain itu, median juga tidak terpengaruh oleh data yang terlalu kecil atau data yang terlalu besar. Berikut ini adalah analisis deskriptif untuk melihat gambaran upah dari angkatan kerja terdidik berdasarkan variabel penjelas.

Median Upah Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Tingkat Pendidikan

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 22. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Gambar di atas menunjukkan bahwa upah angkatan kerja terdidik akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan yang ditamatkan. Tingkat pendidikan SMA/sederajat merupakan median upah yang paling rendah, yaitu sebesar Rp2.446.000,00 dan median upah paling tinggi pada tingkat pendidikan perguruan tinggi, yaitu sebesar Rp7.000.000,00. Menurut Borjas

Rp2.446.000 Rp3.200.000 Rp4.000.000 Rp7.000.000 Rp0 Rp1.000.000 Rp2.000.000 Rp3.000.000 Rp4.000.000 Rp5.000.000 Rp6.000.000 Rp7.000.000 Rp8.000.000

95 (2015), pendidikan merupakan cara membentuk modal manusia yang sangat diperlukan dalam pekerjaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan mendapatkan pekerjaan yang semakin baik. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap upah yang didapatkan oleh seseorang.

Median Upah Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Umur

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 23. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan umur di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Berdasarkan hasil di atas, terlihat bahwa upah angkatan kerja terdidik akan meningkat seiringnya bertambahnya umur, namun pada umur tertentu akan mengalami penurunan. Puncak umur yang mendapatkan upah tertinggi ialah pada umur 55-64 tahun, yaitu dengan median sebesar Rp4.000.000,00. Pada pertambahan umur setelahnya mengalami penurunan. Menurut Rayahu (2010), partisipasi bekerja berbentuk U terbalik dengan partisipasi bekerja dengan

Rp2.143.000 Rp2.400.000 Rp2.925.000 Rp3.650.000 Rp4.000.000 Rp600.000 Rp0 Rp500.000 Rp1.000.000 Rp1.500.000 Rp2.000.000 Rp2.500.000 Rp3.000.000 Rp3.500.000 Rp4.000.000 Rp4.500.000 15-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65+

96

mendapatkan upah akan meningkat seiring bertambahnya umur dan menurun pada saat umur tertentu.

Median Upah Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 24. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan jenis kelamin di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Apabila dilihat dari sisi jenis kelamin, median upah laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan, yaitu sebesar Rp3.000.000,00. Perempuan cenderung bekerja pada pekerjaan yang murah atau tidak membutuhkan keahlian khusus (Borjas, 2015). Dalam penelitian Kawuryan (1998), perempuan yang sudah kawin banyak yang menjadi pekerja keluarga atau bekerja hanya sekadar membantu penghasilan suami. Hal ini sangat memungkinkan memengaruhi perbedaan upah antara laki-laki dan perempuan.

Rp3.000.000 Rp2.500.000 Rp2.200.000 Rp2.300.000 Rp2.400.000 Rp2.500.000 Rp2.600.000 Rp2.700.000 Rp2.800.000 Rp2.900.000 Rp3.000.000 Rp3.100.000 Laki-laki Perempuan

97

Median Upah Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Pelatihan

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 25. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan Pelatihan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Angkatan kerja terdidik yang mendapatkan upah tinggi cenderung terjadi pada angkatan kerja terdidik yang mengikuti pelatihan. Angkatan kerja yang mengikuti pelatihan memiliki median upah sebesar Rp3.500.000,00 sedangkan yang tidak mengikuti pelatihan mendapatkan upah yang lebih rendah, yaitu sebesar Rp2.500.000,00. Penentu upah yang didapatkan tidak hanya dari faktor pendidikan yang ditamatkan saja dan pendidikan yang sama belum tentu mendapatkan upah yang sama. Oleh sebab itu, Borjas (2015) menyatakan bahwa perbedaan kemampuan atau ability bias yang dimiliki oleh angkatan kerja terdidik meskipun pendidikannya sama. Hal ini menjadi faktor penentu perbedaan upah yang diterima juga selain dari sisi tingkat pendidikan. Perbedaan kemampuan ini bisa didapatkan karena ikut serta dalam pelatihan.

Rp3.500.000 Rp2.500.000 Rp0 Rp500.000 Rp1.000.000 Rp1.500.000 Rp2.000.000 Rp2.500.000 Rp3.000.000 Rp3.500.000 Rp4.000.000

Pernah Ikut Pelatihan Tidak Pernah

98

Median Upah Angkatan Kerja Terdidik berdasarkan Tempat Tinggal

Sumber : Sakernas 2016 (diolah)

Gambar 26. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan klasifikasi tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

Bila ditinjau dari klasifikasi daerah tempat tinggal, angkatan kerja terdidik yang tinggal diperkotaan memiliki upah lebih tinggi dibandingkan angkatan kerja terdidik yang tinggal di perdesaan, yaitu dengan median upah sebesar Rp3.000.000,00. Hal ini dikarenakan daerah perkotaan merupakan daerah industri dan juga pusat tumbuhnya perekonomian suatu wilayah, sedangkan daerah perdesaan merupakan daerah dengan lapangan kerja utama di sektor pertanian. Sektor industri memicu upah angkatan kerja terdidik di daerah kota lebih tinggi.

Berikut ditampilkan gambaran persentase tempat tinggal angkatan kerja terdidik berdasarkan pendidikan yang ditamatkan.

Rp3.000.000 Rp2.100.000 Rp0 Rp500.000 Rp1.000.000 Rp1.500.000 Rp2.000.000 Rp2.500.000 Rp3.000.000 Rp3.500.000 Perkotaan Perdesaan

Dalam dokumen RESERVATION WAGE TENAGA KERJA TERDIDIK D (Halaman 90-120)

Dokumen terkait