• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESERVATION WAGE TENAGA KERJA TERDIDIK D

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESERVATION WAGE TENAGA KERJA TERDIDIK D"

Copied!
164
0
0

Teks penuh

(1)

RESERVATION WAGE

TENAGA KERJA TERDIDIK

DI JAWA BARAT TAHUN 2016

(Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016)

RANGGI ADITYA NUGRAHA 13.7818

JURUSAN : STATISTIKA PEMINATAN : EKONOMI

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

(2)

RESERVATION WAGE

TENAGA KERJA TERDIDIK

DI JAWA BARAT TAHUN 2016

(Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016)

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Sebutan Sarjana Sains Terapan pada Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Oleh:

RANGGI ADITYA NUGRAHA 13.7818

SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

JAKARTA

(3)
(4)
(5)

© Hak Cipta milik STIS, Tahun 2017

Hak Cipta dilindungi undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar STIS.

(6)

i

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karenahanya dengan

pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Reservation wage Tenaga Kerja Terdidik di Jawa Barat Tahun 2016 Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016”. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Hamonangan Ritonga., selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Statistik;

2. Ibu Fitri Catur Lestari, S.Si., M.Si. sebagai dosen pembimbing yang telah

bersedia meluangkan waktu dan dengan sabar mengarahkan dan

membimbing penyusunan skripsi ini;

3. Bapak Agung Priyo Utomo, S.Si., M.T. dan Ibu Fitri Kartiasih, S.ST.,

S.E., M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan koreksi dan

saran-saran untuk menyempurnakan skripsi ini;

4. Ayah dan Ibu, Nyai dan Manda, kakak-kakak dan adik serta

sahabat-sahabat penulis di Bandar Lampung yang selalu memberi dukungan dan

doa yang tak pernah berhenti demi kesuksesan penulis;

5. Teman Kos Putih Statistik, Anak bimbingan bu FCL, SABURAI, 4SE2,

3SE1, dan teman-teman semua yang membantu proses penulisan skripsi;

6. Serta seluruh rakyat Indonesia yang telah membiayai perkuliahan penulis;

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus 2017

(7)

ii

ABSTRAK

RANGGI ADITYA NUGRAHA, “Reservation wage Tenaga Kerja Terdidik di Jawa Barat Tahun 2016 Studi Survei Angkatan Kerja Nasional Tahun 2016”.

viii+150 halaman

Angka pengangguran terdidik di Jawa Barat selama lima tahun terakhir terus

meningkat dan terbesar dari provinsi lainnya. Selain itu, pengangguran memiliki

hubungan dengan lamanya mencari kerja yang tergantung dari upah yang

ditawarkan (wage offer) dan upah minimum yang diharapkan (reservation wage).

Permasalah ini perlu diteliti lebih lanjut dengan menganalisis partisipasi bekerja

dengan mendapatkan upah, tingkat upah, dan reservation wage tenaga kerja

terdidik di Jawa Barat tahun 2016. Metode yang digunakan ialah metode

Heckman dua tahap dengan berdasarkan fungsi upah Mincer. Metode Heckman

terdiri dari regresi probit dan OLS. Selanjutnya digunakan metode regresi robust

karena asumsi metode OLS tidak terpenuhi dan terdapat outlier yang

berpengaruh. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa jenis kelamin,

umur, dan tingkat pendidikan berpengaruh signifikan positif, sedangkan umur

kuadrat berpengaruh signifikan negatif terhadap partisipasi kerja dengan

mendapatkan upah. Selain itu, jenis kelamin, pelatihan, tempat tinggal, umur,

tingkat pendidikan dan status komuter memiliki pengaruh yang signifikan positif,

sedangkan umur kuadrat berpengaruh signifikan negatif terhadap tingkat upah.

Semakin tinggi pendidikan tenaga kerja, maka akan meningkatkan reservation

wage dirinya. Hasil reservation wage berdasarkan karakteristik tertentu dalam

penelitian ini sebaiknya digunakan oleh perusahaan untuk menentukan upah

pertama kerja dan oleh Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Barat untuk

menentukan upah minimum.

Kata kunci: reservation wage, sample selection bias, Heckman dua tahap, fungsi

(8)

iii

Sistematika Penulisan ... 1

Ruang Lingkup Penelitian ...

Metode Pengumpulan Data ...

Metode Analisis ... 61

63

67

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 77

4.1 Gambaran Umum Angkatan Kerja Terdidik di Jawa Barat Tahun 2016 ...

77

4.2 Variabel-Variabel yang Memengaruhi Partisipasi

Bekerja dengan Mendapatkan Upah ... 100

(9)

iv

Halaman

4.4 Estimasi Reservation wage Tenaga Kerja Terdidik Berdasarkan Karakteristik Tertentu (Tingkat Pendidikan, Jenis Kelamin, Status Perkawinan, dan Tempat Tinggal) dengan variabel lain dianggap

konstan ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 119

5.1 Kesimpulan ... 119

5.2 Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

RIWAYAT HIDUP ... 123

127

(10)

v

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

1. Kriteria dan fasilitas perkotaan ... 25

2. Variabel yang digunakan dalam analisis partisipasi bekerja dengan mendapatkan upah ... 69

3. Variabel yang digunakan dalam analisis tingkat upah ... 72

4. Karakteristik angkatan kerja terdidik di Jawa Barat tahun 2016 ... 78

5. Ringkasan statistik tingkat upah angkatan kerja Provinsi Jawa Barat tahun 2016…… ... 93 6. Hasil estimasi model peluang bekerja dengan mendapatkan upah ... 100

7. Ringkasan statistik variabel invers mills ratio (λ) ... 107

8. Hasil estimasi model upah angkatan kerja terdidik Provinsi Jawa Barat tahun 2016 dengan menggunakan metode OLS... 108

(11)

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Gambar Halaman

1. Perbandingan jumlah pengangguran terdidik dan tidak terdidik di

Indonesia ... 2

2. Perkembangan tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terdidik terbanyak ... 3

3. Kurva partisipasi kerja menurut umur dan jenis kelamin ... 9

4. A model of job search ... 12

9. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan jenis kelamin di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 79

10. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan status perkawinan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 80

11. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan pelatihan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016. ... 81

12. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 82

13. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan kategori umur di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 83

14. Persentase angkatan kerja terdidik berdasarkan kategori tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 84

15. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan jenis kelamin di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 86

16. Persentase angkatan kerja terdidik perempuan berdasarkan status perkawinan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 87

(12)

vii

No. Gambar Judul Gambar Halaman

18. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan pelatihan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 89

19. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan klasifikasi tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 90

20. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan umur di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 91

21. Persentase angkatan kerja terdidik yang berstatus bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 92

22. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan tingkat pendidikan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 94

23. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan umur di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 95

24. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan jenis kelamin di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 96

25. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan pelatihan di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 97

26. Median upah angkatan kerja terdidik berdasarkan klasifikasi tempat tinggal di Provinsi Jawa Barat tahun 2016 ... 98

(13)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Lampiran Halaman

1. Kerangka Analisis ... 127

2. Hasil pengolahan metode Heckman dua tahap... 128

3. Uji likelihood ratio pada regresi probit ... 129

4. Hasil pengolahan efek marginal pada regresi probit ... 130

5. Hasil pengolahan regresi linier berganda dengan invers mills ratio .... 130

6. Uji asumsi normalitas ... 131

7. Pengecekan nonmultikolinieritas ... 131

8. Uji asumsi homoskedastisitas ... 132

9. Ringkasan statistik invers mills ratio ... 132

10. Hasil pengolahan pada regresi robust dengan invers mills ratio ... 133

11. Pendeteksian outlier pada variabel bebas (leverage) ... 134

12. Pendeteksian outlier pada variabel dependen ... 134

13. Outlier pada variabel independen dan dependen yang memiliki pengaruh terhadap model regresi dengan meninjau nilai fit (DFFITS) 135 14. Outlier pada variabel independen dan dependen yang memiliki pengaruh terhadap koefisien persamaan regresinya (DFBETAS) ... 135

15. Estimasi reservation wage berdasarkan karakteristik tertentu (pendidikan, jenis kelamin, status kawin, tempat tinggal) dengan variabel lain dianggap konstan ... 136

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbanyak keempat di dunia

memiliki berbagai masalah. Salah satu masalah tersebut ialah pengangguran yang

disebabkan adanya ketidakseimbangan antara kesempatan kerja dengan jumlah

penduduk. Pengangguran merupakan suatu masalah yang serius karena dampak

dari pengangguran tersebut dapat menimbulkan berbagai masalah dari sisi ekonomi

dan sosial. Ditinjau dari sisi ekonomi, adanya pengangguran menyebabkan

kemakmuran masyarakat menjadi berkurang (Suyuthi dalam Prasaja, 2013).

Pada Agustus 2016, tercatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia

sebesar 7.031.775 jiwa. Tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terbanyak

secara berturut-turut, yaitu Provinsi Jawa Barat dengan 1.873.861 jiwa (26,64

persen), Provinsi Jawa Timur dengan 839.283 jiwa (11,93 persen), dan Provinsi

Jawa Tengah dengan 801.330 jiwa (11,39 persen).

Menurut Todaro dan Smith dalam Prihanto (2012), pengangguran di

negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya didominasi oleh

pengangguran usia muda dan pengangguran berpendidikan. Hal tersebut dapat

ditunjukkan pada gambar 1. Dari gambar tersebut, Indonesia sebagai negara

berkembang selama empat tahun terakhir terlihat bahwa jumlah pengangguran

untuk orang berpendidikan tinggi atau terdidik lebih tinggi dibandingkan orang

yang berpendidikan rendah atau tidak terdidik. Selain itu, tren pengangguran

(15)

2

Sumber : Sakernas BPS

Gambar 1. Perbandingan jumlah pengangguran terdidik dan tidak terdidik di Indonesia

Menurut Winarsih dan Nursahrizal (2006), konsep pengangguran terdidik

mengacu pada pengangguran terbuka yang berpendidikan SMA/sederajat dan

berpendidikan di atas SMA. Hal tersebut didukung oleh penelitian Kuncoro (2013)

yang menyatakan bahwa konsep pengangguran terdidik mengacu pada

pengangguran dari angkatan kerja yang memiliki tingkat pendidikan minimal

SMA/sederajat. Lulusan perguruan tinggi yang diharapkan mampu memperbaiki

bangsa ini kedepannya tetapi justru terjebak pada angka pengangguran terdidik

(Cahyani, 2014). Fenomena tersebut mengindikasikan bahwa seseorang dengan

pendidikan tinggi belum menjamin mereka akan mendapatkan suatu pekerjaan.

Ditinjau dari tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terdidik terbanyak

di Indonesia yang ditunjukkan pada gambar 2, Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah

pengangguran terdidik terbanyak pertama di Indonesia dan diikuti Provinsi Jawa

Timur pada urutan kedua, serta Provinsi Jawa Tengah diurutan ketiga. Dari tahun

0

2011 2012 2013 2014 2015 2016

(16)

3 2006 sampai tahun 2016 Provinsi Jawa Barat selalu memiliki jumlah pengangguran

terdidik terbanyak di Indonesia. Sejak lima tahun terakhir tren pertumbuhan jumlah

pengangguran terdidik di Jawa Barat selalu meningkat. Bahkan pada tahun 2016

ketika Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah mengalami penurunan pada

pengangguran terdidik, Provinsi Jawa Barat tetap mengalami peningkatan pada

pengangguran terdidik.

Sumber : Sakernas BPS

Gambar 2. Perkembangan tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terdidik terbanyak

Menurut McCall (1970), pengangguran dihubungkan dengan lama mencari

kerja (duration of job search) yang tergantung pada tingkat upah yang ditawarkan

(wage offer) dan tingkat upah minimum yang diharapkan (reservation wage).

Mendukung pernyataan McCall, Borjas (2015) menyatakan bahwa seseorang akan

memutuskan untuk berhenti mencari kerja ketika upah yang ditawarkan sesuai

dengan upah yang ia harapkan. Sehubungan dengan itu, Ashenfelter dan Ham

dalam Pasay (2012) menyebutkan bahwa pada dasarnya, semakin tinggi pendidikan

seseorang, maka cenderung ingin memiliki pekerjaan dengan tingkat upah yang ia

harapkan sesuai dengan level pendidikannya. Artinya, seseorang dengan tingkat

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

(17)

4

pendidikan tinggi tidak akan dengan mudah menerima suatu pekerjaan bila tidak

sesuai dengan upah minimal diharapkan.

Selanjutnya pada penelitian yang dilakukan oleh Kiefer dan Neumann

(1979) dilakukan analisis secara empiris tentang Job Search Model dan

mengestimasi upah yang ditawarkan (wage offer) dan upah minimum yang

diharapkan (reservation wage). Selain itu, Kiefer dan Neumann menggunakan studi

yang dilakukan oleh Heckman tentang bias seleksi sampel. Hal tersebut

dikarenakan di dalam analisis Heckman dijelaskan bahwa reservation wage sulit

untuk diamati (unobservable) sehingga dalam mengestimasinya digunakan

pendekatan dengan cara menganalisis upah yang didapatkan oleh angkatan kerja

yang sudah bekerja. Sementara itu informasi upah untuk angkatan kerja yang tidak

bekerja atau bekerja tetapi tidak dibayar tidak tersedia. Oleh karena itu, Heckman

memberikan solusi agar tetap menghasilkan estimasi yang tidak bias dengan

menggunakan metode yang dikenal dengan metode dua tahap Heckman untuk

mengestimasi reservation wage secara menyeluruh atau angkatan kerja terdidik

baik yang bekerja maupun tidak bekerja.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini ingin mengestimasi seberapa besar

reservation wage bagi tenaga kerja terdidik di Jawa Barat Tahun 2016 dengan

beberapa kriteria, yaitu menurut umur, jenis kelamin, status kawin, tingkat

pendidikan, status tempat tinggal, pelatihan kerja, dan komuter. Untuk

mengestimasi reservation wage, penelitian ini menggunakan model yang dibangun

oleh Mincer yang dikenal dengan “Mincer earning function” dan menggunakan

(18)

5

1.2 Identifikasi Masalah

Jumlah penduduk Indonesia yang tinggi dapat menyebabkan berbagai

masalah, salah satuya masalah ketenagakerjaan. Tingginya jumlah penduduk yang

tidak diringi dengan kesempatan kerja yang tinggi menyebabkan tingginya jumlah

pengangguran. Pengangguran di Indonesia selama empat tahun terakhir didominasi

oleh pengangguran bagi angkatan kerja terdidik. Hal tersebut mengindikasikan

bahwa seseorang dengan pendidikan tinggi belum menjamin mereka mendapatkan

pekerjaan, atau ia memilih lebih baik menganggur daripada mendapatkan upah

yang tidak sesuai harapannya atau yang disebut dengan reservation wage.

Provinsi Jawa Barat memiliki jumlah pengangguran terdidik terbanyak

dibandingkan dengan provinsi lainnya. Sejak tahun 2012 sampai 2016, tren

pertumbuhan pengangguran terdidik di Jawa Barat selalu meningkat. Bahkan pada

tahun 2016 disaat Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur mengalami penurunan

pada pengangguran terdidiknya, Provinsi Jawa Barat tetap mengalami peningkatan.

Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui reservation wage dari tenaga kerja

terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun 2016.

1.3 Tujuan

Berdasarkan pemaparan latar belakang pada bagian sebelumnya, penelitian

ini memiliki tujuan sebagai berikut.

1. Mengetahui gambaran angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun

2016

(19)

6

a. Partisipasi angkatan kerja terdidik yang bekerja dengan mendapatkan

upah di Provinsi Jawa Barat tahun 2016

b. Tingkat upah angkatan kerja terdidik di Provinsi Jawa Barat tahun

2016

3. Mengestimasi reservation wage bagi tenaga kerja terdidik di Jawa Barat

tahun 2016

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini menjelaskan tentang estimasi reservation wage bagi tenaga

kerja terdidik. Hal mengenai sistematika penulisan penelitian ini dijelaskan dalam

beberapa bab dan subbab. Secara keseluruhan terdapat lima bab dalam penelitian

ini, yaitu pendahuluan, kajian pustaka, metodologi, hasil dan pembahasan, serta

kesimpulan dan saran. Selain itu, terdapat beberapa lampiran di bagian akhir untuk

melengkapi hasil analisis yang didapatkan.

Bab pertama, yaitu bab pendahuluan yang terdiri dari beberapa subbab.

Latar belakang menjelaskan mengenai dasar pemikiran dan alasan diambilnya topik

pada penelitian ini. Selanjutnya identifikasi masalah menjelaskan masalah atau isu

yang timbul berdasarkan pemaparan fakta di bagian latar belakang yang akan

menjadi tujuan dari penelitian ini. Sistematika penulisan mendeskripsikan

mengenai bagian-bagian dari penelitian ini.

Bab kedua, yaitu bab kajian pustaka yang menjelaskan mengenai landasan

teori dan penelitian terkait yang digunakan serta penyusunan kerangka pikir dan

(20)

7 Bab ketiga, yaitu bab metodologi yang terdiri dari ruang lingkup penelitian,

metode pengumpulan data, dan metode analisis. Ruang lingkup penelitian

menjelaskan batasan ruang dan waktu objek penelitian yang akan digunakan.

Metode pengumpulan data menjelaskan mengenai sumber data serta cara

pemerolehan data tersebut. Metode analisis menjelaskan mengenai pemodelan

empiris yang akan digunakan berdasarkan landasan teori pada bab dua.

Bab keempat, yaitu bab hasil dan pembahasan yang terdiri dari dua bagian.

Bagian pertama menjelaskan mengenai gambaran objek penelitian yang diamati

berdasarkan variabel penelitian yang digunakan. Bagian kedua mengenai hasil dan

pembahasan dari penelitian.

Bab kelima merupakan bab terakhir dari penelitian ini yang berfungsi

sebagai penutup dari seluruh bahasan dalam penelitian. Bab ini terdiri dari

kesimpulan dan saran. Kesimpulan menjelaskan rangkuman dari hasil analisis yang

dilakukan berdasarkan tujuan penelitian. Saran menjelaskan opini dan masukan

peneliti berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dan ditujukan kepada beberapa

(21)

8

(22)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Partisipasi Kerja

Tingkat partisipasi kerja akan terus mengalami peningkatan mulai dari

penduduk umur kerja yang masih muda sampai pada umur tertentu, sedangkan

setelahnya akan mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya umur (Borjas,

2015). Pada tingkat upah berdasarkan umur didasari dengan adanya partisipasi

kerja. Pada saat umur muda dan juga tua harga dari waktu luang relatif lebih rendah

bila dibandingkan dengan umur pekerja prima (Borjas, 2015). Artinya, pada umur

muda dan juga tua partisipasi kerja akan lebih rendah dibandingkan saat berada di

umur prima. Kurva partisipasi pekerja berdasarkan umur ini bila digambarkan

berbentuk seperti huruf U terbalik.

Sumber : Labor economics 7th edition

(23)

10

Dari gambar tersebut, tingkat partisipasi kerja pada perempuan lebih rendah

dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan yang memiliki

anak-anak yang sangat muda atau mereka yang memiliki balita lebih banyak

menghabiskan waktu di rumah tangga sehingga aktivitas kerja dan partisipasi

dalam pasar kerja akan lebih rendah. Peningkatan partisipasi kerja terjadi pada

perempuan dan laki-laki seiring dengan bertambahnya umur anaknya (Ehrenberg

dan Smith, 2012). Elemen penting bagi keluarga adalah pengawasan dan

pengasuhan anak. Kebanyakan orang tua khawatir memberikan anaknya kepada

pengasuh dari luar dan hal ini juga dapat memakan banyak biaya. Dengan demikian,

peran keberadaan keluarga lain yang lebih dipercaya untuk pengasuhan anak.

Adanya anggota keluarga lain mengambil alih pengasuhan anak dan menambah

kesempatan bagi orang tua untuk bekerja.

Upah

Menurut Badan Pusat Statistik, upah/gaji bersih adalah imbalan yang

diterima selama sebulan oleh pekerja/karyawan/buruh baik berupa uang maupun

barang yang dibayarkan perusahaan/kantor/majikan. Imbalan dalam bentuk barang

dinilai dengan harga setempat. Upah/gaji bersih yang dimaksud tersebut adalah

setelah dikurangi dengan potongan-potongan iuran wajib, pajak penghasilan dan

sebagainya. Menurut Sadono Sukirno (2002), upah merupakan imbalan jasa yang

diterima seseorang di dalam hubungan kerja yang berupa uang atau barang melalui

perjanjian kerja, imbalan jasa, dan diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan bagi

(24)

11 Di dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah ialah hak

pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan

perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu

pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Reservation Wage

Menurut McCall dalam Pasay (2012), pengangguran dihubungkan dengan

lama mencari kerja (duration of job search) yang tergantung pada tingkat upah yang

ditawarkan (wage offer) dan tingkat upah minimum yang diinginkan (reservation

wage). Di sisi lain Rittenberg dan Tregarthen (2012) juga menyebutkan bahwa

reservation wage ialah upah minimum bagi seorang penganggur akan menerima

suatu pekerjaan ketika upah yang ditawarkan sesuai dengan upah yang diharapkan.

Namun jika upah yang ditawarkan berada dibawah upah minimun yang diharapkan,

maka ia akan menolaknya. Hal ini ditunjukkan pada gambar 4. Sehubungan dengan

itu, Borjas (2015) menyatakan bahwa reservation wage ialah upah yang membuat

seseorang bimbang antara bekerja atau tidak bekerja. Reservation wage

menyiratkan bahwa seseorang tidak akan memutuskan untuk bekerja jika upah

pasar lebih rendah dari pada upah minimun yang diharapkannya dan seseorang akan

masuk dalam pasar pekerja jika upah pasar melebihi upah minimum yang

(25)

12

Sumber : Macroeconomics Principle v.1.1

Gambar 4. A model of job search

Oleh karena itu, keputusan untuk bekerja didasari pada perbandingan dari

upah pasar yang mengindikasikan bahwa seberapa besar pimpinan perusahaan

bersedia untuk membayar jam bekerja mereka dan reservation wage

mengindikasikan bahwa seberapa besar pekerja menyaratkan untuk dibayar agar

mereka ingin bekerja pada jam pertama mereka bekerja (Borjas, 2015).

Ketenagakerjaan

Badan Pusat Statistik (2015) menggunakan pendekatan teori

ketenagakerjaan dengan konsep dasar angkatan kerja (Standard Labor Force

Concept) yang disarankan oleh International Labor Organization (ILO). Konsep

penduduk dibedakan menjadi dua, yaitu penduduk dalam usia kerja dan penduduk

yang bukan dalam umur kerja. Penduduk usia kerja ialah penduduk yang berumur

(26)

13 yang berumur kurang dari lima belas tahun. Berikut merupakan diagram

ketenagakerjaan pengklasifikasian penduduk.

Sumber : Badan Pusat Statistik (2015) Gambar 5. Diagram ketenagakerjaan

Berdasarkan diagram tersebut, penduduk yang berada dalam umur kerja

dibedakan atas penduduk aktif secara ekonomi atau disebut angkatan kerja dan

penduduk yang tidak aktif secara ekonomi atau disebut bukan angkatan kerja.

Angkatan kerja atau tenaga kerja ialah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas

yang bekerja dan yang memiliki pekerjaan namun sementara tidak bekerja,

seseorang yang tidak memiliki pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan. Menurut

Badan Pusat Statistik (2015), bekerja adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan

seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan

atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja

selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus,

sedangkan pengangguran meliputi penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang

(27)

14

mendapatkan pekerjaan (putus asa), atau sudah diterima bekerja tetapi belum mulai

bekerja.

Tenaga Kerja Terdidik

Menurut Barry, Dahlan, dan Partanto (2001), klasifikasi tenaga kerja terdiri

dari beberapa kriteria antara lain berdasarkan penduduk, batas kerja, dan kualitas.

Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan penduduknya, yaitu tenaga kerja dan bukan

tenaga kerja. Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan batas kerja, yaitu angkatan kerja

dan bukan angkatan kerja. Klasifikasi tenaga kerja berdasarkan kualitasnya, yaitu

tenaga kerja terdidik, tenaga kerja terlatih dan tenaga kerja tidak terdidik dan tidak

terlatih. Tenaga kerja terdidik ialah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam

bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Tenaga

kerja terlatih ialah tenaga kerja yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu

melalui pengalaman kerja, sedangkan, tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih

ialah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja.

Menurut Winarsih dan Nursahrizal (2006), konsep pengangguran terdidik

mengacu pada pengangguran terbuka yang berpendidikan SMA/sederajat dan

berpendidikan di atas SMA. Senada dengan pernyataan tersebut, Kuncoro (2013)

menyebutkan bahwa angkatan kerja terdidik ialah angkatan kerja dengan tingkat

pendidikan SMA/sederajat. Hal ini dikarenakan angkatan kerja dengan

berpendidikan SMA/sederajat sudah dianggap memiliki pendidikan yang cukup

(28)

15

Pengangguran

Pengangguran merupakan salah satu masalah yang dapat terjadi di bidang

ketenagakerjaan. Hal ini dikarenakan terjadinya ketidakseimbangan antara jumlah

penawaran tenaga kerja dan permintaan tenaga kerja. Menurut Todaro dan Smith

(2004), pengangguran didefinisikan sebagai seseorang yang belum memperoleh

pekerjaan padahal ia ingin bekerja. Sehubungan dengan itu, Adioetomo dan

Samosir (2013) menyebutkan bahwa pengangguran ialah angkatan kerja yang pada

saat dilakukan pencacahan sedang tidak bekerja dan aktif mencari kerja.

Menurut BPS (2016), pengangguran sering juga disebut sebagai

pengangguran terbuka yang mana pengangguran terbuka merupakan bagian dari

angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan baik bagi yang

belum pernah bekerja sama sekali maupun sudah bekerja atau sedang

mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari kerja karena merasa tidak

mungkin untuk mendapatkan pekerjaan, dan mereka yang sudah memiliki

pekerjaan tapi belum mulai bekerja.

Menurut Sukirno (2011), pengangguran dapat dibedakan berdasarkan faktor

penyebab dan ciri-cirinya. Berikut pengangguran berdasarkan faktor penyebabnya:

1. Pengangguran Normal atau Friksional

Perekonomian yang produktif pada suatu negara umumnya memiliki

pengangguran sebesar dua hingga tiga persen dari jumlah tenaga kerja. Kondisi

tersebut merupakan kondisi dengan hampir semua angkatan kerjanya bekerja

secara penuh. Tingkat pengangguran pada perekonomian tersebut cenderung

rendah dan pekerjaan relatif mudah diperoleh. Namun pengusaha sulit

(29)

16

yang lebih tinggi untuk menarik pekerja. Kondisi tersebut membuat para

pekerja meninggalkan pekerjaannya dan mencari pekerjaan yang baru. Artinya,

para penganggur ini tidak bekerja bukan karena tidak memperoleh pekerjaan,

tetapi karena sedang mencari pekerjaan yang lebih baik. Mereka disebut dengan

pengangguran friksional atau pengangguran normal.

2. Pengangguran Siklikal

Pengangguran yang terjadi akibat permintaan agregat menurun drastis

sehingga perusahaan akan mengurangi jumlah produksinya. Dampak dari hal

ini, perusahaan juga akan mengurangi jumlah pekerjanya. Pengangguran yang

terjadi akibat hal ini dinamakan dengan pengangguran siklikal

3. Pengangguran Struktural

Pengangguran yang terjadi akibat barang dan jasa yang diminta masyarakat

tidak dapat terpenuhi oleh tenaga kerja yang ada. Hal ini dikarenakan keahlian,

pekerjaan, atau lokasi geografis dari tenaga kerja tidak sesusai dengan kriteria

barang dan jasa yang diminta oleh masyarakat. Artinya, perubahan struktural

ekonomi juga akan mengubah struktur tenaga kerja yang dibutuhkan

4. Pengangguran Teknologi

Pengangguran yang ditimbulkan oleh adanya kemajuan teknologi.

Penggunaan dari teknologi dapat mempercepat proses produksi dan mengurangi

biaya produksi yang ditimbulkan dari pembayaran upah karyawan.

Pengangguran tersebut diakibatkan teknologi yang menggantikan tenaga

manusia.

Berikut pengangguran berdasarkan ciri-cirinya:

(30)

17 Pengangguran yang terjadi akibat pertumbuhan lapangan pekerjaan lebih

lambat daripada pertumbuhan tenaga kerja. Dengan demikian, semakin banyak

jumlah tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja. Pengangguran

terbuka terjadi diakibatkan beberapa faktor, yaitu kegiatan ekonomi yang

menurun, kemajuan teknologi, atau akibat kemunduran perkembangan suatu

industri.

2. Pengangguran Tersembunyi

Pengangguran yang terjadi akibat terlalu banyak tenaga kerja pada satu unit

pekerjaan. Padahal apabila mengurangi tenaga kerja sampai jumlah tertentu

tidak akan mengurangi jumlah produksinya. Pengangguran ini sering terjadi di

negara-negara berkembang.

3. Pengangguran Musiman

Pengangguran yang terjadi pada waktu-waktu tertentu di dalam kurun waktu

tertentu. Pengangguran ini biasanya terjadi pada sektor pertanian dan perikanan.

Pengangguran ini berlaku pada waktu-waktu dengan kegiatan bercocok tanam

yang sedang menurun kesibukannya. Waktu di antara menanam bibit dan masa

menuai hasilnya adalah masa yang kurang sibuk dalam kegiatan pertanian. Pada

periode tersebut banyak di antara petani yang menganggur. Jenis pengangguran

ini bersifat sementara dan berlaku pada waktu-waktu tertentu saja.

4. Setengah Mengangur

Seseorang yang tidak menganggur tetapi juga tidak bekerja sepenuh waktu

dan jam kerjanya lebih rendah dari jam kerja normal. Seseorang tersebut hanya

(31)

18

sehari. Pekerja yang memiliki jam kerja lebih rendah dari jam kerja normal

inilah yang disebut sebagai setengah menganggur.

Pengangguran Terdidik

Menurut Winarsih dan nursahrizal (2006), pengangguran terdidik

merupakan pengangguran dari kalangan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan

SMA/sederajat dan berpendidikan di atas SMA. Kuncoro (2013) sependapat

dengan pendapat tersebut, menurutunya konsep pengangguran terdidik mengacu

pada kelompok pengangguran terbuka dengan pendidikan minimal SMA/sederajat.

Menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran pada golongan

berpendidikan biasanya terjadi di negara berkembang. Menurut Jhingan (2007),

salah satu penyebab terjadinya pengangguran terdidik karena rendahnya struktur

upah. Angkatan kerja yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung mencari

pekerjaan dengan tingkat upah yang sesuai dengan tingkat pendidikannya. Ketika

upah yang ditawarkan lebih rendah dari upah minimum yang diharapkannya

(reservation wage), ia akan memilih menganggur dan mencari pekerjaan lain yang

dianggapnya cocok.

Umur

Menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran di negara berkembang

pada umumnya didominasi oleh kalangan berpendidikan dan umur muda. Semakin

muda umur seseorang, maka semakin besar untuk menjadi pengangguran. Hal ini

(32)

19 baru saja terjun ke pasar kerja dan sedang mencari pekerjaan pertama mereka

(Dhanani, 2004). Menurut Kiefer dan Neumann (1979), dari sisi upah yang

diterima, semakin tinggi umur seseorang, maka upah yang diterimanya akan

semakin meningkat. Namun dari sisi upah minimum yang diharapkan (reservation

wage), semakin tinggi umur seseorang, maka upah minimum yang diharapkan akan

semakin menurun.

Menurut Prasad (2003), pekerja yang berada pada kelompok umur 26

sampai 35 tahun, upah minimum yang diharapkan (reservation wage) akan terus

meningkat sampai dengan batas tersebut. Upah minimum yang diharapkan

(reservation wage) akan lebih rendah jika pekerja berada pada kelompok umur di

bawah 26 tahun atau di atas 35 tahun. Menurut Pasay dan Indriyanti (2012), upah

minimum yang diharapkan (reservation wage) seseorang akan semakin meningkat

pada setiap kenaikan umur dikarenakan pengalaman seseorang tersebut. Kenaikan

upah minimum yang diharapkan (reservation wage) tersebut akan mencapai

batasnya pada umur 49 tahun dan akan menurun ketika setelah umur 49 tahun.

Jenis kelamin

Menurut Prasad (2003), laki-laki cenderung memiliki upah minimum yang

diharapkan (reservation wage) yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Sehubungan

dengan ini, Pasay dan Indriyanti (2012) menyatakan upah minimum yang

diharapkan (reservation wage) untuk angkatan kerja laki-laki lebih tinggi

dibandingkan dengan angkatan kerja perempuan. Menurut Payaman dalam

Setiawan (2001), hampir semua laki-laki yang telah mencapai umur kerja terlibat

(33)

20

keluarga sehingga secara umum tingkat partisipasi kerja laki-laki lebih tinggi dari

pada tingkat partisipasi kerja wanita.

Di banyak negara laki-laki masih dianggap lebih layak untuk bekerja

dibandingkan perempuan sehingga banyak perusahaan yang lebih memilih

memperkerjakan laki-laki daripada perempuan (Azmat dkk, 2004). Jumlah wanita

yang ingin bekerja semakin meningkat, tetapi lapangan pekerjaan yang ingin

memperkerjakan mereka jumlahnya terbatas. Oleh sebab itu, pengangguran

perempuan semakin meningkat (Dhanani, 2004).

Namun Chen (2004) memiliki pendapat yang berbeda, menurutnya di

beberapa negara khususnya negara berkembang, wanita cenderung mempersiapkan

diri sebagai pencari nafkah kedua di keluarga. Tingkat partisipasi kerja wanita

meningkat apabila pencari nafkah utama tidak bekerja. Pada keadaan resesi

ekonomi, perusahaan lebih memilih pekerja wanita dibandingkan pria karena mau

menerima upah yang lebih rendah.

Pendidikan

Menurut Kiefer dan Neumann (1979), semakin tinggi tingkat pendidikan

pekerja, maka upah yang diterimanya akan semakin tinggi. Selain itu, upah

minimum yang diharapkan (reservation wage) pun akan semakin tinggi. Pasay dan

Indriyanti (2012) juga sependapat dengan hal ini, semakin tinggi pendidikan yang

dimiliki oleh angkatan kerja, maka upah minimum yang diharapkan (reservation

wage) akan semakin tinggi. Penelitian lainnya yang dilakukan Prasad (2003)

(34)

21 memiliki upah minimum yang diharapkan (reservation wage) 15 persen lebih tinggi

dibandingkan pekerja dengan lulusan sekolah atau berpendidikan menengah.

Namun menurut Todaro dan Smith (2004), pengangguran di negara

berkembang didominasi oleh masyarakat dengan tingkat pendidikan yang tinggi.

Kurangnya lapangan pekerjaan yang tersedia menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan angkatan kerja terdidik tidak mampu diserap dalam pasar tenaga

kerja. Hal ini didukung pada laju pertumbuhan penduduk di negara berkembang

yang masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara maju.

Menurut Borjas (2015), semakin tinggi pendidikan seseorang, maka untuk

menjadi pengangguran semakin kecil. Namun hal ini berdasarkan keadaan di

Amerika. Di negara maju keterampilan yang tinggi lebih dibutuhkan untuk dapat

masuk dalam pasar tenaga kerja. Selain itu, tenaga kerja terdidik memiliki lapangan

perkerjaan yang lebih banyak untuk dapat menyerap mereka.

Pelatihan Kerja

Menurut Ball dan Mankiw (2002), perbedaan tingkat keterampilan

seseorang akan memengaruhi peluang untuk menjadi pengangguran. Seseorang

dengan tingkat keterampilan yang lebih baik akan lebih mudah untuk mendapatkan

pekerjaan. Hal ini dikarenakan perusahaan lebih tertarik dengan keterampilan yang

lebih baik.

Menurut Mouhammed (2011), untuk meningkatkan kerampilan dapat

dilakukan dengan mengikuti pelatihan kerja karena seseorang akan dilatih dan

(35)

22

Menurut Prasad (2003), seseorang yang mengikuti pelatihan kerja

cenderung memiliki upah minimum yang diharapkan (reservation wage) lebih

tinggi dibandingkan dengan seseorang yang tidak mengikuti pelatihan kerja.

Sependapat dengan hal ini, Pasay dan Indiyanti (2012) menyatakan bahwa upah

minimum yang diharapkan (reservation wage) oleh angkatan kerja yang pernah

mengikuti pelatihan kerja adalah 17,2 persen lebih tinggi dibandingkan dengan

angkatan kerja yang tidak pernah mengikuti pelatihan kerja.

Status Perkawinan

Menurut Kiefer dan Neumann (1979), status perkawinan memiliki

hubungan negatif terhadap upah minimum yang diharapkan (reservation wage).

Penelitian lain yang dilakukan Prasad (2003) juga menyatakan hal yang sama, yaitu

status perkawinan memiliki hubungan yang negatif terhadap upah minimum yang

diharapkan (reservation wage). Artinya, seseorang yang berstatus kawin cenderung

memiliki upah minimum yang diharapkan lebih rendah dibandingkan dengan

seseorang yang berstatus tidak kawin.

Pasay dan Indriyanti (2012) menyatakan bahwa upah minimum yang

diharapkan (reservation wage) bagi angkatan kerja yang berstatus kawin lebih

(36)

23

Status Tempat Tinggal

Di dalam peraturan kepala Badan Pusat Statistik nomor 37 tahun 2010

terdapat beberapa pasal tentang klasifikasi perkotaan dan perdesaan di Indonesia

sebagai berikut:

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Perkotaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan

yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

2. Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan

yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan.

3. Desa adalah wilayah administrasi terendah dalam hierarki pembagian

wilayah administrasi Indonesia di bawah kecamatan.

4. Kelurahan adalah wilayah administrasi terendah dalam hierarki pembagian

wilayah administrasi Indonesia di bawah kecamatan.

5. Wilayah administrasi terendah dalam hierarki pembagian wilayah

administrasi Indonesia di bawah kecamatan selain desa/kelurahan adalah

Nagari, Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT), dan Pemukiman Masyarakat

Terasing (PMT).

Pasal 2

1. Kriteria wilayah perkotaan adalah persyaratan tertentu dalam hal kepadatan

penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan keberadaan/akses pada

fasilitas perkotaan, yang dimiliki suatu desa/kelurahan untuk menentukan

status perkotaan suatu desa/kelurahan.

(37)

24

a. Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK);

b. Sekolah Menengah Pertama;

c. Sekolah Menengah Umum;

d. Pasar;

e. Pertokoan;

f. Bioskop;

g. Rumah Sakit;

h. Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti Pijat/Salon;

i. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Telepon; dan

j. Persentase Rumah Tangga yang menggunakan Listrik.

3. Penentuan nilai/skor untuk menetapkan sebagai wilayah perkotaan dan

perdesaan atas desa/kelurahan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1),

yaitu:

a. Wilayah perkotaan, apabila dari kepadatan penduduk, persentase rumah

tangga pertanian, dan keberadaan/akses

b. Pada fasilitas perkotaan yang dimiliki mempunyai total nilai/skor 10

(sepuluh) atau lebih; dan

c. Wilayah perdesaan, apabila dari kepadatan penduduk, persentase rumah

tangga pertanian, dan keberadaan/akses pada fasilitas perkotaan yang

dimiliki mempunyai total nilai/skor di bawah 10 (sepuluh).

Pasal 3

Nilai/skor kepadatan penduduk, persentase rumah tangga pertanian, dan

(38)

25

Tabel 1. Kriteria dan fasilitas perkotaan

Sumber : BPS

Keterangan: *) Jarak tempuh diukur dari kantor desa/kelurahan

Kriteria Keberadaan/Akses Pada Fasilitas Perkotaan

Kepadatan

Nilai/ Skor Fasilitas Perkotaan Kriteria Nilai/

Skor

500-1249 2 50,00-69,99 2 b. Sekolah Menengah Pertama

1250-2499 3 30,00-49,99 3 c. Sekolah Menengah Umum

>8500 8 <5,00 8 h. Hotel/Bilyar/Diskotek/Panti Pijat/Salon Ada

Tidak ada

1 0

i. Persentase RT Telepon ≥ 8,00

< 8,00

1 0

j. Persentase RT Listrik ≥ 90,00

< 90,00

(39)

26 Pasal 4

1. Kriteria wilayah perkotaan diimplementasikan pada seluruh wilayah

administrasi setingkat desa/kelurahan untuk menghasilkan klasifikasi

perkotaan/perdesaan desa/kelurahan seluruh Indonesia.

2. Apabila ada pemekaran desa/kelurahan, maka status perkotaan

desa/kelurahan baru, mengikuti status perkotaan/perdesaan desa/kelurahan

induk.

3. Apabila ada pembentukan desa/kelurahan/UPT baru, di mana

desa/kelurahan baru tidak memiliki desa/kelurahan induk, maka status

perkotaan/perdesaan dari desa/kelurahan baru tersebut harus ditentukan

dengan mengimplementasikan kriteria wilayah perkotaan yang sama.

Menurut Pasay dan Indriyanti (2012), angkatan kerja dengan status tempat

tinggal di perkotaan cenderung lebih besar untuk menganggur daripada seseorang

dengan status tempat tinggal di perdesaan. Penelitian tersebut juga menyatakan

bahwa angkatan kerja dengan status tempat tinggal di perkotaan, cenderung

mengharapkan upah minimum (reservation wage) yang lebih tinggi dibandingkan

angkatan kerja dengan status tempat tinggal di perdesaan.

Komuter

Komuter adalah seseorang yang melakukan suatu kegiatan bekerja di luar

kabupaten/kota tempat tinggal dan secara rutin pergi dan pulang (PP) ke tempat

tinggal pada hari yang sama. Pada penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu

komuter atau tidak. Untuk komuter, artinya seseorang yang tinggal di Jawa Barat

(40)

27

Fungsi Upah Mincer

Mincer adalah orang pertama yang mendapatkan formulasi empiris

pendapatan seseorang dalam siklus hidupnya (Polachek, 2007). Dengan asumsi

bahwa fase investasi sekolah berlangsung selama S tahun dan on the job training

menurun secara linier dalam siklus hidup seseorang. Log upah adalah fungsi

kuadrat dari pengalaman tenaga kerja di pasar kerja. Fungsi tersebut ditulis dalam

bentuk :

= 0+ � + 2 � + �2 + �� (1)

Dimana Y1 (t) adalah tingkat upah pekerja, 0 adalah kapasistas upah

setelah menamatkan pendidikan atau tingkat pengembalian pendidikan (asumsinya

semua biaya sekolah adalah opportunity cost), adalah upah setelah

menambahkan tahun sekolah, 2 dan adalah upah ketika melakukan investasi

lain seperti mengikuti pelatihan kerja, kemudian t merupakan pengalaman kerja dan

t2 adalah bentuk kuadrat dari pengalaman kerja karena kurva age earning profile

cembung, dan � adalah error.

Sample Selection Bias

Sample selection bias adalah bias yang disebabkan menggunakan sampel

yang dipilih secara non-random untuk mengestimasi hubungan. Selektivitas dalam

sampel memungkinkan terjadinya bias. Pemilihan sampel mengalami bias karena

data yang digunakan dalam estimasi sifatnya non-random atau terdapat data yang

hilang (Heckman, 1979). Dalam analisis sample selection bias, terkadang

(41)

28

meningkatnya specification error. Beberapa penyebab specification error adalah

menggunakan fungsi yang kurang tepat seperti tidak memasukkan variabel penting

kedalam model atau hilangnya variabel yang mungkin berhubungan dengan

variabel respon (omitted variable bias) atau memasukkan variabel yang tidak

seharusnya masuk kedalam model. Selain itu, specification error dapat juga

disebabkan bias perhitungan error (errors of measurement bias) yang terjadi ketika

menggunakan pendekatan variabel (y) dan variabel penjelas (x) dibandingkan

dengan menggunakan nilai y dan x yang sebenarnya. Heckman menjelaskan bahwa

sample selection bias dipandang sebagai variabel yang hilang (omitted variabel).

Selanjutnya Heckman juga menyebutkan bahwa sample selection bias

disebabkan oleh dua hal, yaitu yang pertama mungkin ada pilihan diri (self

selection) secara subjektif dengan individu atau unit data yang sedang diteliti dan

yang kedua keputusan pemilihan sampel oleh peneliti yang mempunyai banyak cara

yang sama seperti seleksi diri (self selection). Contoh self selection misalnya

penelitian upah pada pasar tenaga kerja wanita dimana yang terpilih hanya wanita

yang bekerja saja, padahal sebenarnya wanita yang tidak bekerja (misal, ibu rumah

tangga) juga memiliki upah, hanya saja ia memutuskan untuk tidak memasuki pasar

tenaga kerja dikarenakan tidak sesuai dengan reservation wage dirinya. Estimasi

upah atau fungsi pendapatan pada sampel terpilih (wanita yang bekerja) dapat

menimbulkan bias selektif. Heckman menekankan pentingnya memperhatikan efek

dari pemilihan sampel secara non-random dalam melakukan pemodelan.

Metode Heckman sample selection two step dapat mengembalikan unbiased

estimator dari βi melalui data yang ada. Model sample selection two step terdiri dari

(42)

29 terhadap variabel respon dan persamaan seleksi (selection equation). Heckman

memberikan simulasi pada estimasi upah tenaga kerja wanita. Dengan

menggunakan metode ordinary least square (OLS) model regresi yang terbentuk

adalah :

= �0+ � + �2 2+ � (2)

akan diestimasi ketika 2 = 1 sehingga

2 = 0 + + 2 2+ �2 > (3)

Selecton equation pada 2 > mengindikasikan bahwa upah akan

diestimasi ketika upah > 0 dalam hal ini, yaitu pada saat wanita berpartisipasi

bekerja dan memiliki upah. Hal ini menyebabkan sample selection bias yang

disebabkan oleh individu atau unit data yang diobservasi. Metode ini memiliki

asumsi bahwa � dan �2 mengikuti distribusi bivariat normal.

Selanjutnya di dalam metode Heckman ini dijelaskan tentang Invers mill’s

ratio.Invers mill’s ratio merupakan fungsi probabilitas dari observasi yang terpilih

menjadi sampel. Invers mill’s ratiodidapatkan dari estimasi dengan menggunakan

regresi probit. Invers mill’s ratiomerupakan variabel koreksi yang akan digunakan

pada regresi tahap kedua agar menghasilkan estimasi yang tidak bias. Heckman

menjelaskan bahwa regresi OLS dengan menggunakan sampel terpilih memandang

terdapat adanya sebuah variabel yang hilang pada sampel terpilih. Oleh karena itu,

invers mills ratio (λ) diperlakukan sebagai estimasi variabel yang hilang pada

sampel terpilih atau disebut sebagai variabel koreksi. Berikut tahapan pada analisis

ini adalah:

1. Melakukan estimasi model probit dengan y adalah variabel biner. Regresi

(43)

30

mendapatkan upah, kemudian didapatkan invers mill’s ratio pada setiap

observasinya sebagai faktor koreksi. Kemudian invers mill’s ratio ini

digunakan sebagai regresor pada analisis tahap kedua.

2. Melakukan regresi tahap kedua untuk mengestimasi upah yang kosong

dengan metode OLS (Heckman, 1979)

3. Metode OLS dapat digunakan apabila asumsi memenuhi kriteria tertentu.

Salah satu penyebab tidak terpenuhinya asumsi tersebut adalah adanya

outlier atau pengamatan yang berpengaruh. Apabila terdapat outlier yang

merupakan amatan berpengaruh, maka dapat digunakan metode regresi

robust(Gujarati, 2004). Selain itu, penelitian Yuliana (2011) menyebutkan

bahwa apabila asumsi OLS dalam metode Heckman tidak terpenuhi, maka

dapat dilanjutkan dengan metode regresi robust.

Regresi Probit

Model probit merupakan model nonlinier yang digunakan untuk

menganalisis hubungan antara satu variabel respon dan beberapa variabel penjelas.

Variabel respon berupa data kualitatif dikotomi, yaitu bernilai 1 untuk menyatakan

kebaradaan sebuah karakteristik dan bernilai 0 untuk menyatakan ketidakberadaan

sebuah karakteristik. Estimasi model yang muncul dari Cumulative Density

Function (CDF) normal dikenal dengan model probit atau model normit (Gujarati,

2004). Jika asumsi distribusi normal digunakan dengan rata-rata bernilai nol dan

varians konstan, memungkinkan tidak hanya bisa mengestimasi parameter yang

(44)

31 Dalam penelitian ini selain untuk menjelaskan hubungan antara variabel

respon dengan variabel penjelas, probit digunakan untuk mengestimasi nilai invers

mills ratio (λ). Dalam model probit dilakukan transformasi model agar nilai prediksi

terletak dalam interval (0,1) untuk semua X. Dengan demikian digunakan fungsi

probabilitas kumulatif yang ditulis sebagai berikut.

�� = � = | = � ��∗≤ �� = � � ≤ �0+ � � (4)

� = �0+ � � (5)

dengan P(Y=1|X) berarti peluang kejadian terjadi ketika terdapat variabel penjelas

X, dan zi adalah variabel normal standar. Fungsi ini mengasumsikan terdapatnya

utility index � yang ditentukan oleh variabel penjelas Xi yaitu:

�� = �0+ � � (6)

Nilai observasi � ini tidak tersedia datanya atau tidak teramati, sedangkan

data yang tersedia adalah kategorik yang menyatakan “ya” (bernilai sama dengan

1) atau menyatakan “tidak” (bernilai sama dengan 0). Model probit mengasumsikan

bahwa nilai �∗ adalah variabel yang mengikuti distribusi normal acak. Nilai �

menjelaskan tentang nilai kritis yang menjadi keputusan seseorang untuk bekerja

atau tidak bekerja. Seseorang akan memutuskan untuk bekerja apabila �∗≤ �

� � = = � ��∗≤ �� = − �� (7)

= �� merupakan fungsi probabilitas kumulatif normal dengan persamaan:

� =

√ �∫ � −

� − 2

�2 �

−∞ ��

(45)

32

Karena model probit yang digunakan berdistribusi normal standar dengan rata-rata

nol dan standar deviasi satu dan Zi merupakan variabel normal standar, maka

persamaan di atas dapat diubah menjadi menjadi sebagai berikut (Gujarati, 2004):

�� =

Dengan demikian fungsi probabilitas densitas (PDF) dari fungsi di atas menjadi

berikut:

�� =

√ � −

� 2 (11)

Dalam model partisipasi bekerja dengan upah ini akan didapatkan variabel hazard

(λ), atau invers mills ratio. Variabel ini digunakan untuk mengoreksi bias selection

akibat adanya sampel yang terpotong (truncated) (Heckman 1977). Adapun nilai

invers mills ratio sebagai berikut:

� = − ���

� =

��

−�� (12)

Berdasarkan persamaan di atas � dan � merupakan fungsi densitas

dan fungsi kumulatif distribusi dari variabel normal standar. Dengan memasukkan

λ ke dalam persamaan fungsi upah Mincer, maka pengaruh bias yang dsebabkan

oleh sampel yang terpotong dapat diatasi. Estimasi upah akhir yang dihasilkan

adalah estimasi upah yang mencakup seluruh individu (Mincer dalam Polachek,

(46)

33

Interpretasi Model Probit

Setiap perubahan pada probabilitas model probit sulit untuk

diinterpretasikan, tidak seperti regresi linear dimana setiap perubahan pada variabel

penjelasnya menyebabkan perubahan pada variabel responnya. Cara untuk

menginterpretasikan koefisien pada model probit, yaitu dengan menghitung nilai

marginal effect. Misal setiap perubahan nilai variabel X pada peluang ketika Y=1,

maka:

��

� = = (13)

dimana

t = β0+ β1 Xi (14)

sehingga

��

� = �0 + � � � (15)

Interpretasi ini dapat diartikan setiap perubahan variabel X akan menimbulkan

perubahan peluang Y sebesar marginal effect yang ditimbulkan (Gujarati, 2004).

Pengujian Signifikansi Parameter Regresi Probit

Uji Simultan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas

terhadap variabel respon secara bersama-sama (simultan). Pengujian ini

(47)

34

H0: β1=β2=….=βp=0 (Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel penjelas

terhadap variabel respon secara simultan)

H1: minimal terdapat satu βj ≠ 0 (Sekurang kurangnya terdapat satu variabel

penjelas yang berpengaruh terhadap variabel respon) dengan j = 1,2,3,..,p.

Kemudian statistik uji yang digunakan sebagai berikut :

2 = − ( 0) ~ �

�2 (16)

L0 : Model Likelihood yang hanya terdiri atas konstanta saja

L1 : Model Likelihood yang terdiri atas seluruh variabel

H0 ditolak jika 2 = − > ��;�2 . Artinya model signifikan pada tingkat

signifikansi α.

Uji Parsial

Variabel penjelas dilakukan pengujian satu persatu menggunakan statistik

uji Wald. Uji ini digunakan untuk mengetahui variabel penjelas mana yang terbukti

signifikan berpengaruh terhadap variabel respon. Adapun hipotesis pengujiannya

adalah sebagai berikut:

H0: βj = 0 (variabel penjelas ke-j tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

respon),

H1 : βj > 0 (variabel penjelas ke-j berpengaruh signifikan terhadap variabel respon).

untuk suatu j= 1, 2, …, p

(48)

35 =

2

~�2 (17)

H0 akan ditolak bila Wj lebih dari ��;2 , pada tingkat signifikansi α. Artinya variabel

penjelas ke-j signifikan di dalam model pada tingkat signifikansi α.

Ordinary Least Square (OLS)

Setelah melakukan analisis regresi probit selanjutnya untuk tahap kedua

Heckman digunakan analisis persamaan regresi dengan metode Ordinary Least

Square (OLS). Persamaan matematik yang memungkinkan untuk meramalkan

nilai-nilai suatu peubah respon dari nilai-nilai satu atau lebih peubah penjelas

disebut dengan persamaan regresi (Walpole, 1995). Regresi digunakan untuk

melihat adanya suatu hubungan yang dapat berupa sebab akibat. Selain itu, dapat

juga mengukur seberapa besar suatu variabel memengaruhi variabel lain dan

digunakan untuk melakukan peramalan nilai suatu variabel berdasarkan variabel

lain. Selanjutnya untuk melakukan pendugaan/estimasi terhadap parameter pada

model regresi linear dapat menggunakan metode least square (metode kuadrat

terkecil) atau dengan menggunakan Ordinary Least Square. Metode kuadrat

terkecil memuat jumlah kuadrat vertikal dari titik-titik pengamatan ke garis regresi

sekecil mungkin sehingga jumlah kuadrat semua memiliki simpangan minimun.

Ordinary Least Square dapat digunakan apabila telah memenuhi asumsi

diantaranya (Gujarati, 2004):

1. Model linear dalam parameter;

2. Vairabel bebas (X) bersifat fixed (bukan merupakan variabel random),

(49)

36

3. Rata-rata error sama dengan nol;

4. Homoskedastis atau varians konstan;

5. Tidak ada autokorelasi;

6. Tidak ada multikolinearitas sempurna antar variabel penjelas;

7. Erornya merupakan variabel random yang terdistriusi secara bebas dan

identik mengikuti distribusi normal dengan rata-rata 0 dan varians σ2;

Prediksi/ estimasi untuk Y jika nilai X diketahui adalah sebagai berikut:

̂ = �̂0+ �̂ + ⋯ + �̂� �� (18)

Dengan

�̂�= X’X -1X’Y (19)

X adalah matriks dengan n baris dan p kolom, n menyatakan jumlah observasi, dan

p menyatakan banyaknya variabel X, sedangkan X’ adalah matriks transpose dari X

dengan p baris dan n kolom. Y adalah vektor kolom dengan n baris dan 1 kolom, n

adalah jumlah observasi.

Uji Asumsi OLS

Uji Normalitas

Asumsi ini menyaratkan bahwa nilai residual dari penduga berdistribusi

normal dengan rata-rata sama dengan 0 dan varians σ2 (konstan) atau ε

i~N(0,σ2).

Diagnosis asumsi ini dapat dilakukan melalui grafik Normal P robability Plot

(50)

37 atau menyebar di sekitar garis kemiringan 450, maka asumsi kenormalan

terpenuhi. Selain itu, asumsi normalitas juga dapat dilakukan melalui pengujian

hipotesis dengan uji Kolmogorov Smirnov.

Hipotesis yang diuji sebagai berikut:

H0 : εi~N(0,σ2) atau εi berdistribusi normal

H1: εi~N(0,σ2) εi tidak berdistribusi normal

Adapun statistik uji yang digunakan adalah:

= | − | (20)

Keterangan:

F(x) adalah probabilitas kumulatif teoritis

S(x) adalah probabilitas kumulatif empiris.

Hipotesis nol ditolak jika nilai D lebih besar dari D pada tabel Kolmogorov

Smirnov atau apabila p-value lebih kecil dari tingkat signifikansi yang digunakan

(α), maka dapat disimpulkan bahwa error tidak berdistribusi normal sehingga

asumsi normalitas tidak terpenuhi.

Pengecekan Multikolinieritas

Multikolinieritas merupakan hubungan linier antara beberapa atau seluruh

variabel penjelas dalam model regresi (Gujarati, 2004). Masalah multikolinieritas

dapat mengakitbatkan nilai koefisien determinasi (R2) yang besar tetapi hanya

sedikit bahkan tidak satupun variabel penjelas memiliki pengaruh yang signifikan

di dalam model. Selain itu, multikolinieritas juga menyebabkan koefisien regresi

(51)

38

akurasi yang baik. Dengan demikian, estimator OLS dan standar error akan sensitif

pada perubahan data meskipun kecil.

Pemeriksaan awal dengan mencari nilai korelasi antar variabel penjelas atau

dengan melihat nilai dari Variance Inflaction Factor (VIF) pada output yang

dihasilkan. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 mengindikasikan adanya

multikolinieritas (Neter, Kutner dan Wasserman, 1989). Apabila variabel penjelas

berkorelasi kuat, maka tidak dapat diketahui efek variabel penjelas tertentu terhadap

variabel respon secara terpisah. Nilai VIF dapat dihitung dengan rumus berikut:

� = 2 (21)

2 merupakan koefisien determinasi dari variabel penjelas Xj yang diregresikan

dengan variabel penjelas lainnya.

Senada dengan Neter, Gujarati (2004) juga menjelaskan bahwa suatu

variabel penjelas mengalami masalah yang serius jika VIF lebih dari 10 dan akan

memengaruhi estimasi yang menggunakan OLS. Keberadaan mulitkolinieritas

yang rendah ataupun tinggi dapat memberikan beberapa akibat sebagai berikut :

1. Estimator OLS yang dihasilkan memiliki varians dan kovarians yang besar

sehingga presisi dari estimasi kurang baik;

2. Selang kepercayaan yang terbentuk akan terlalu panjang dan cenderung

memuat nilai 0 atau hipotesis nol gagal ditolak;

3. Nilai dari t dari satu atau lebih koefisien regresi akan menjadi tidak

(52)

39 4. Meskipun hasil dari t merupakan salah satu atau lebih dari koefisien regresi

yang tidak signifikan secara statistik, nilai ukuran goodness of fit (R2) akan

terlalu tinggi;

5. Estimator OLS dan standard error akan menjadi lebih sensitive terhadap

perubahan data.

Beberapa hal yang dapat dilakukan ketika terjadi multikolinieritas adalah

melakukan kombinasi antara data crosssection dan timeseries, mengurangi

variabel, melakukan transformasi variabel, dan sebagainya (Gujarati, 2004).

Uji Homoskedastisitas

Homoskedastisitas dinyatakan sebagai var(εi|Xi) = E[εi-E(εi)]2 = E(εi2) =σ2.

Artinya, varians dari error untuk setiap Xi yang diberikan adalah konstan. Dengan

kata lain, error mempunyai varians yang homogen. Pengujian keberadaan

heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan menggunakan scatter plot antara

residual yang terstandardisasi dengan fitted value ̂ . Apabila scatter plot

menghasilkan pola acak atau tidak membentuk pola tertentu, maka varians eror

dapat dianggap homogen atau konstan. Namun apabila scatter plot membentuk pola

tertentu, maka varians error tidak konstan atau heterogen.

Selain itu, keberadaan heteroskedastisitas dapat diketahui melalui uji

Glejser. Uji ini dilakukan dengan cara meregresikan nilai mutlak dari residual

terhadap variabel penjelas. Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah:

H0 : E(εi2) = σ2(varians εi bersifat konstan)

(53)

40

Adapun statistik uji yang digunakan ialah distribusi t-student dengan rumus sebagai

berikut:

ℎ� ��� = �̂

�̂ (22)

Hipotesis nolditolak apabila terdapat variabel penjelas yang signifikan atau thitung

lebih besar dari ttabel, maka varians eror tidak homogen sehingga asumsi

homoskedastisitas tidak terpenuhi.

Uji Keberartian Model

Apabila ingin mengetahui apakah model penelitian sudah baik, maka perlu

mengetahui keberartian dari model tersebut. Adapun kriteria yang digunakan

adalah sebagai berikut:

1. Kriteria sosial-ekonomi, yaitu dengan melihat kesesuaian tanda dan nilai

koefisien estimasi dengan teori dan hasil penelitian terkait;

2. Kriteria statistik, yaitu dengan melihat nilai-nilai yang dihasilkan dari

pengujian statistik meliputi koefisien determinasi (R2), uji simultan, dan uji

parsial.

Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur kebaikan atau kesesuaian

(goodness of fit) suatu model regresi. Nilai R2 menyatakan proporsi keragaman total

dari nilai observasi Y di sekitar rataannya yang dapat dijelaskan oleh garis

(54)

41 antara 0 sampai dengan 1. Apabila semakin mendekati 1, maka variabel penjelas

(X) semakin mampu menjelaskan variabel respon (Y). Hal ini berarti model regresi

yang digunakan semakin baik atau semakin tepat. R2 dapat dihitung dengan rumus

berikut:

2 = = −(23)

�2 = − − 2 −− � (24)

Adjusted R2 digunakan setelah menghilangkan pengaruh penambahan

variabel penjelas dalam model. Setiap penambahan variabel penjelas, maka akan

meningkatkan nilai R2. Namun dalam penggunaan R2 harus berhati-hati dalam

menilai kebaikan suatu model persamaan regresi. R2 yang besar juga dapat

disebabkan dengan adanya multikolinieritas.

Uji Simultan

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah secara statistik variabel

penjelas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel responnya.

Hipotesis untuk uji simultan sebagai berikut (Neter, 1989):

H0 ∶ β = β2 =. . = βp− = (Secara simlutan tidak terdapat pengaruh

signifikan dari variabel penjelas terhadap variabel respon)

H ∶ Tidak semua β = , dengan j = 1,2,…,p-1 (Minimal terdapat satu variabel penjelas yang berpengaruh signifikan terhadap variabel respon)

(55)

42

ℎ� ��� = � = �/ − �/ � − (25)

Keterangan:

p = banyaknya parameter

p-1 = banyaknya variabel penjelas

n = jumlah individu

MSR = Mean Square Regression (Rata-rata jumlah kuadrat regresi)

MSE = Mean Square Error (Rata-rata jumlah kuadrat eror)

H0 akan ditolak jika ℎ� ���lebih besar dari �;�− ,�−� atau jika p-value kurang dari

α yang berarti secara simultan variabel penjelas berpengaruh signifikan terhadap

variabel respon.

Uji Parsial

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel penjelas secara

parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel responnya. Hipotesis uji parsial

sebagai berikut:

H0 ∶ βj= (seluruh variabel penjelas tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap variabel respon)

H0 ∶ βj> (terdapat pengaruh signifikan dari variabel penjelas ke-j terhadap

variabel respon)

Statistik uji yang digunakan ialah distribusi t-student dengan rumus sebagai berikut:

ℎ� ��� = �̂

Gambar

Gambar 1. Perbandingan jumlah pengangguran terdidik dan tidak terdidik di Indonesia
Gambar 2. Perkembangan tiga provinsi dengan jumlah pengangguran terdidik terbanyak
Gambar 4. A model of job search
Gambar 5. Diagram ketenagakerjaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Visual basic .NET adalah Visual Basic yang direkayasa kembali untuk digunakan pada platform.NET sehingga aplikasi yang dibuat menggunakan Visual Basic.NET dapat berjalan

Saya selalu menjalankan tugas sesuai standar auditor eksternal pemerintah yang

Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian pembuatan membran alginat yang mengandung senyawa yang aktif terhadap bakteri gram positif (Basitrasin) dan gram

Oleh karena itu, jika dalam suatu kesempatan, Ekky Imanjaya, pengamat film di Indonesia menyebut bahwa film adalah produk budaya visual dan perayaan sosial, maka dialog yang

Berdasarkan pada data hasil uji simultan diatas dapat disimpulkan bahwa hipotesa1 tentang uji simultan variabel kepemimpinan transformasional yang diterapkan oleh Direktur Utama

Judul : Pelatihan Pengembangan Pendidik Profesional Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas dan Penyusunan Karya Ilmiah Bagi Guru Ekonomi SMP (MGMP Ekonomi SMP) Kabupaten

Dari hasil analisis penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: (1) budidaya rumput laut masih memiliki keuntungan di tingkat petani dan regional; (2) komoditi

Panen adalah hasil dari produksi ternak yang dimanfaatkan oleh peternak yang kemudian dipasarkan untuk mendapatkan suatu keuntungan dan memperoleh laba, dan kegiatan ini masih