• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Karakteristik Petani Responden

Petani kelapa sawit yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 32 orang. Para petani responden berasal dari berbagai dusun di Desa Tanjung Jaya, Kecamatan Bangun Rejo, yang merupakan daerah dengan petani kelapa sawit cukup besar sebagai pelaku kelompok tani dan anggota gabungan kelompok tani yang berkecimpung di usaha bisnis pembudidayaan serta pemasaran komoditi kelapa sawit. Para responden ini juga melakukan kerja sama dengan pihak pemerintah PTPN VII Bekri serta pihak perusahaan swasta yaitu

komoditi kelapa sawit. Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive).

Para petani responden pada umumnya menjadikan mata pencaharian sebagai petani kelapa sawit sebagai pekerjaan utama dan melakukan kegiatan budidaya kelapa sawit secara rutin. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman dalam berbudidaya kelapa sawit dilihat dari segi waktu dan luas lahan garapan budidaya kelapa sawit yang dimiliki. Total petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah 32 orang. Petani responden berasal dari dusun-dusun di Desa Tanjung Jaya. Yaitu dusun 1, dusun 2, dusun 4, dusun 5, dusun 6, dusun 7 dan dusun 8. Jumlah petani responden ini juga terbagi atas dasar petani yang tergabung dalam kelompok tani dan petani yang tidak tergabung dalam anggota kelompok tani.

Di wilayah Desa Tanjung Jaya sendiri terdapat empat kelompok tani yang masih ada namun kurang aktif, yaitu kelompok tani Rukun Tani Jaya, kelompok tani Sinar Luas, kelompok tani Sritani Makmur Jaya, dan kelompok tani Mitra Jaya. Kurang aktifnya kelompok-kelompok tani ini sejak kepengurusan KUD Rukun Tani Jaya tidak aktif, sejak meninggalnya 2 orang pengurusnya. Pengambilan responden petani kelapa sawit yang tergabung dalam kelompok tani di wilayah desa Tanjung Jaya juga terdiri dari para anggota yang mewakili dari empat kelompok tani yang ada. Umur petani responden dalam penelitian ini rata- rata 46 tahun, di antara 20 – 70 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebanyak 32 petani atau semua petani responden yang memiliki lahan sendiri, 26 petani (81.25%) yang tergabung dalam kelompok tani, dan 6 petani tidak menjadi anggota kelompok tani (18.75%).

Sementara itu petani dengan umur yang relatif muda 22 tahun, yang menjadi responden dalam penelitian ini hanya berjumlah satu orang (3.125%). Data tersebut merupakan bahwa ketertarikan pemuda untuk ikut serta dalam aktivitas pembudidayaan kelapa sawit relatif jarang ditemui di lokasi penelitian, hal ini dikarenakan sebagian besar pemuda di wilayah ini cenderung lebih memilih usaha di sektor lain khususnya menjadi buruh.

Tingkat pendidikan menjadi salah satu hal yang diperhatikan dari identitas petani responden. Sebanyak 22 orang (68.75%) petani responden hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Sebanyak 1 orang (3.125%) mengenyam pendidikan hingga sarjana, sebanyak 6 orang (18.75%) mengenyam pendidikan hingga SMA, dan sebanyak 3 orang (9.375%) yang hanya mengenyam pendidikan hingga SMP.

Tingkat pendidikan petani tentunya dapat mempengaruhi kinerja petani khususnya terkait perolehan informasi dalam kegiatan budidaya kelapa sawit, sebanyak 32 petani responden baik yang menjalankan aktivitas tataniaga melalui kelompok tani ataupun non kelompok tani telah menjalankan kegiatan usahatani kelapa sawit selama lebih dari sepuluh tahun. Pengalaman petani ini akan menjadi salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan budidaya kelapa sawit. Data mengenai identitas petani responden dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Karakteristik petani responden kelapa sawit di Desa Tanjungjaya Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase Kelompok Tani Non Kelompok Tani Kelompok Tani Non Kelompok Tani Umur ≤25tahun 25 – 50tahun 50-70 tahun ≥50 1 9 16 - 4 2 3.125 % 28.125 % 50 % - 12.5 % 6.25 % TingkatPendidikan SD Tamat SLTP Tamat SLTA PerguruanTinggi 18 1 6 1 4 2 - - 56.25 % 3.125 % 18.75 % 3.125 % 12.5 % 6.25 % - - Pengalaman Budidaya < 5 tahun 5 -10 tahun ≥10tahun - 1 25 - 4 2 - 3.125% 78.125% - 12.5 % 6.25 % Luas Garapan ≤3 Ha ≥5 Ha 23 3 6 - 71.875 % 9,375 % 18.75 % -

Luas lahan garapan milik petani berbeda-beda. Berdasarkan penelitian, terdapat 3 responden petani (9,375%), yang memiliki luas lahan diatas 5 ha. Dan 29 (90,625%) responden petani yang memiliki luas lahan dibawah 3 ha. Berdasarkan hasil wawancara dengan para petani responden, rata-rata petani di Desa Tanjung Jaya memiliki luas tanaman kelapa sawit 1.85 ha/kk.

Pada saat penelitian diketahui bahwa sebagian besar petani memasarkan TBS kepada pabrik kelapa sawit milik swasta yaitu PT Kalirejo Lestari dikecamatan Kalirejo, yang berjarak sekitar 15 km di Desa Tanjung Jaya. Hal ini dikarenakan harga di PKS Kalirejo Lestari lebih baik dibandingkan harga di PKS Unit Usaha Bekri.

Hasil produksi TBS petani di wilayah kecamatan Bangun Rejo diolah di PKS PT. Kalirejo Lestari dan atau PKS PTPN VII Unit Usaha Bekri. Pihak pabrik melakukan kerja sama dengan agen perantara di Desa Tanjungjaya dalam hal jual beli TBS kelapa sawit siap olah. PT. Kalirejo Lestari juga mulai pertengahan tahun 2013 akan membangun pabrik baru dengan jumlah daya muat pabrik lebih besar dari dua pabrik sebelumnya di Desa Tanjung Jaya. Para petani kelapa sawit yang menjadi responden dalam penelitian ini mengelola kegiatan usaha budidaya kelapa sawit secara individu dan kelompok.

Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang memiliki nilai tinggi di wilayah Kabupaten Lampung Tengah. Kelapa sawit juga menjadi salah satu komoditi perkebunan yang memiliki tinggi nilai ekspornya, hal ini tentunya mengakibatkan adanya keterlibatan beberapa lembaga dalam tataniaga kelapa sawit. Peranan beberapa lembaga dalam tataniaga kelapa sawit juga dapat dilihat dalam tataniaga kelapa sawit yang berasal dari wilayah Kecamatan Bangun Rejo. Beberapa lembaga yang terlibat dalam tataniaga kelapa sawit ini diantaranya adalah pedagang pengumpul, agen perantara, dan pabrik pengolahan.

wilayah Kecamatan Bangun Rejo diperoleh melalui metode snowball samping

yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan, terdapat empat orang agen perantara yang terlibat dalam saluran tataniaga kelapa sawit. Ke empat agen perantara (supplier) ini telah lama menjadi mitra tetap pabrik pengolahan kelapa sawit di Desa Tanjung Jaya. Keempat agen perantara merupakan warga asli yang menetap di Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo.

Para agen perantara ini setelah membeli dan mengambil hasil panen milik petani dan pedagang pengumpul, selanjutnya akan memasarkan kelapa sawit langsung kepada pihak pabrik pengolahan. Baik itu PTPN VII Bekri maupun PT. Kalirejo Lestari. Selain itu agen perantara, dan pabrik pengolahan, mengirimkan produk kelapa sawit yang berasal dari berbagai wilayah di sekitar Desa Tanjung Jaya Kecamatan Bangun Rejo ke berbagai pihak mitra bisnisnya, biasanya TBS dipasarkan dan dikirim ke luar wilayah Provinsi Lampung, seperti Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, dan Sumatera Utara. Masing –masing individu dari lembaga tataniaga tersebut memiliki beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi kinerja serta kegiatan usaha yang dilakukan, data mengenai karakteristik individu dari responden lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Individu dari Responden Lembaga Tataniaga Kelapa Sawit di wilayah Desa Tanjungjaya, Kecamatan Bangunrejo, Kabupaten Lampung Tengah

Karakteristik Lembaga Tataniaga Pedagang Pengumpul Agen Perantara Pabrik Pengolahan

Orang % Orang % Unit

usaha % Umur ≤ 25 tahun 25 – 50 tahun ≥ 50 tahun - 2 1 - 66.66% 33.33% 2 - 100% - - - - - Tingkat Pendidikan Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Perguruan Tinggi - - 2 1 - - 66,66% 33,33% - - 2 - - 100% - - - - - 2 - - - 100% Pengalaman Usaha <5 tahun 5 -10 tahun - 3 - 100% 2 100% - 2 - 100%

Desa Tanjung Jaya Desa Kalirejo Desa Bekri 3 100% 2 100% 1 1 100% 100% Tabel 3 karakteristik individu pedagang pengumpul dan agen perantara (supplier).

Budidaya Kelapa Sawit

Pemilihan Lokasi Budidaya

Pemilihan lokasi yang tepat menjadi faktor utama dalam menentukan keberhasilan budidaya kelapa sawit. Hal ini dikarenakan petumbuhan kelapa sawit sangat ditentukan oleh ekologi setempat, pertumbuhan kelapa sawit tentunya akan mempengaruhi tingkat produksi dan kualitas. Penentuan lokasi harus disesuaikan dengan metode budidaya yang digunakan.Namun biasanya budidaya kelapa sawit dilakukan bersifat homogen dan monokultur. Pemilihan lokasi budidaya kelapa sawit dilakukan berdasarkan Persiapan Areal Perkebunan.

Pada areal dengan topografi bergelombang hingga berbukit harus dibuatkan jalan dengan sistem kontur. Jalan kontur dibuat melingkari bukit dengan sedikit mendaki dan menurun (landai). Jalan yang melingkar pada setiap bukit disebut juga dengan jalan koleksi, sedangkan jalan yang menghubungan antara jalan pada satu bukit dengan jalan di bukit lainnya disebut jalan utama. Setelah pembangunan sarana jalan selesai, perlu dibuat parit atau saluran drainase. Parit ini sangat penting untuk daerah rendah atau daerah pasang surut karena sering mengalami penggenangan. Pembuatan parit di sisi badan jalan juga tidak terlepas dari pembuatan jembatan, terutama pada jalur-jalur parit yang akan dilalui kendaraan. Lebar jembatan hendaknya dibuat minimal 1 meter lebih lebar dari bagian sebelah kiri dan kanan parit.

Pembibitan

Benih dan bibit liar

Ada ratusan ribu areal tanaman sawit di Sumatera yang menggunakan benih sawit palsu atau disebut juga sebagai benih liar. Cirri dari benih atau bibit kelapa sawit liar adalah sebagai berikut.

a. Ciri-ciri fisik biji atau kecambah liar 1) Tempurung bijinya tipis.

2) Banyak mengandung serabut, permukaannya kasar dan kotor

3) Panjang radicula (calon akar) dan plumula (calon batang) tidak seragam.

4) Persentase kematian dari biji atau kecambah cukup besar karena sebelumnya biji tidak direndam dalam fungisida.

b. Ciri-ciri fisik bibit liar

3) Bibit terlihat kurus karena endosperm yang berisi cadangan makanan berukuran kecil.

4) Lebih mudah terserang hama penyakit

c. Ciri-ciri fisik tanaman yang berasal dari bibit liar 1) Banyak dijumpai tanaman yang tumbuh abnormal.

2) Pertumbuhannya tidak seragam; baik tinggi, besar batang, maupun lebar tajuk.

3) Produksi tanaman dan rendemen minyak rendah.

Produksi per tanaman sangat bervariasi, yaitu sekitar 25% tidak berbuah, 50% berbuah dengan rendemen minyak rendah, dan 25% kemungkinan berbuah baik. Biasanya biji untuk benih liar ini berasal dari banyak individu tanaman yang juga tidak seragam. Bahkan, ada di sekitar tajuk tanaman, termasuk yang berkecambah di batang tanaman. Kecambah itulah yang kemudian dipindahkan ke polibag dan dipasarkan sebagai benih sawit komersial. Jika tanaman sawit dengan benih unggul akan mampu berproduksi 30-40 ton tandan buah segar (TBS)/ha/tahun, benih liar ini hanya akan berproduksi jauh di bawah 30 ton/ha/tahun.

Bibit unggul bermutu

Baik kecambah maupun bibit sawit bermutu, kelebihannya adalah memiliki kode identifikasi.Dari kode tersebut dapat dilacak jenis varietas, dari pohon mana benih dihasilkan, siapa yang melakukan persilangan dan kapan disilangkan.Tujuannya, jika ditemui benih-benih yang memiliki kualitas yang tidak sesuai dengan standar maka dapat dilacak siapa dan darimana benih dihasilkan. Dengan demikian, sumber benih dapat segera dilakukan perbaikan. Beberapa cirri umum yang dapat digunakan untuk menandai kecambah yang diaktegorikan baik dan layak untuk ditanam antara lain sebagai berikut.

1) Warna radikula kekuning-kuningan, sedangkan plumula keputih-putihan. 2) Ukuran radikula lebih panjang dari plumula.

3) Pertumbuhan radikula dan plumula lurus dan berlawanan arah. 4) Panjang maksimum radikula 5 cm, sedangkan plumula 3cm.

Bibit kultur jaringan

Teknologi kultur jaringan merupakan satu cara untuk mendapatkan klon kelapa sawit dengan perlakuan khusus dari bahan baiakan berupa jaringan muda. Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan (eksplain) tanaman kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar. Tujuan yang akan dicapai sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada tanaman kelapa sawit adalah sebagai :

a) Satu alternative untuk meningkatkan produksi minyak dari 5-6 ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton TBS/ha/tahun. b) Mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit secara

konvensional (dengan menggunakan biji).

c) Mengatasi masalah keslulitan perkecambahan , terutama pada jenis-jenis atau varietas yang agak sulit dikecambahkan.

emngurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak e) Mempercepat waktu pemanenan

Kebutuhan Air di Pembibitan

a) umur bibit 0-3 bulan , per hari 1 liter, selama di pembibitan 90 liter b) umur bibit 3-6 bulan , per hari 2 liter, selama di pembibitan 180 liter c) umur bibit 6-12 bulan, per hari 3 liter, selama di pembibitan 540 liter

Total rata-rata 2,25 liter/ hari dan 720 liter selama pembibitan

Penanaman

Setelah lahan siap maka dapat dilanjutkan dengan kegiatan penanaman bibit tanaman. Kegiatan tersebut meliputi pembuatan lubang tanam, pembuatan piringan dan pemberian pupuk dasar, persiapan bibit, pengangkutan bibit, serta penanaman bibit.

1. Pembuatan lubang tanam

Pembuatan lubang tanam idealnya dilakukan satu minggu sebelum penanaman, pembuatan lubang tanam lebih dari satu minggu akan memungkinkan tertimbunnya kembali sebagian lubang yang sudah digali dengan tanah yang berada di sekitar galian lubang tersebut, hal ini dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja penanaman bibit karena tenaga kerja harus mengurangi kembali penggalian lubang yang telah tertimbun. Bergitu pula sebaliknya, penggalian lubang tanam yang terlalu cepat atau kurang dari satu minggu juga tidak dianjurkan karena semakin kecil persiapan untuk mengontrol kebenaran ukuran dan posisi lubang. Pembuatan lubang tanah cenderung berbeda untuk tanah mineral dengan tanah gambut.

a). Pembuatan lubang tanam pada tanah mineral

Lubang digali secara manual dengan menggunakan cangkul, anak pancang digunakan sebagai titik tengah dari lubang tersebut. Pembuatan lubang pada tanah pmineral, baik di areal datar pada teras individu maupun pada teras bersambung, hanya dibuat satu lubang tanam (tunggal) untuk setiap tanaman dengan ukuran lubang sebesar 60 cm x 60 cm x 60 cm, untuk posisi lubang tanam pada kedua jenis terasan, lubang dibuat berjarak 1 meter dari dinding teras.

b). Pembuatan lubang tanam pada tanah gambut

pembuatan lubang secara manual di areal gambut dapat dibuat ganda (double hole) atau yang disebut juga dengan lubang di dalam lubang (hole in hole). Pada tahap awal, lubang bagian atas atau lubang pertama dibuat dengan ukuran 100 cm x 100 cm x 30 cm (berbentuk balok sedalam 30 cm), kemudian tepat ditengah- tengah lubang pertama digali lagi lubang tanaman yang kedua dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm (berbentuk kubus). Lapisan tanah top soil dan sub soil

diletakkan seperti halnya yang sudah dilakukan pada tanah mineral.

Bibit Kultur Jaringan

Ada teknologi untuk menghasilkan benih secara missal melalui teknologi kultur jaringan (tissue culture). Kultur jaringan bias dijadikan ujung tombak

dilakukan di Perancis oleh Institut de Recheeches les Huiles et Oleagineux/IRHO). Teknologi kultur jaringan merupakan satu cara untuk mendapatkan klon kelapa sawit dengan perlakuan khusus dari bahan biakan berupa jaringan muda. Jaringan muda yang digunakan sebagai bahan perbanyakan (eksplan) tanaman kelapa sawit adalah daun muda (janur) atau ujung akar.

Tujuan yang akan dicapai sehubungan dengan penerapan kultur jaringan pada tanamanan kelapa sawit adalah sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan produksi minyak dati 5-6 ton/ha/tahun menjadi 7-9 ton/ha/tahun atau 32-40 ton TBS/ha/tahun, untuk mengatasi kesulitan perbanyakan tanaman kelapa sawit secara konvensional (dengan menggunakan biji), untuk mengatasi masalah kesulitan perkecambahan, terutama pada jenis-jenis atau varietas yang agak sulit dikecambahkan, untuk meningkatkan keseragaman tanaman kelapa sawit sehingga akan mengurangi variasi produksi termasuk rendemen minyak. Dan mempercepat waktu pemanenan.Waktu untuk memperoleh bahan tanam unggul cukup lama bila menggunakan cara konvensional, untuk menghasilkan satu varietas unggul saja perlu waktu puluhan tahun. Kultur jaringan bias digunakan untuk mempercepat proses tersebut Caranya adalah dengan mencari tanaman dengan produksi terbaik untuk diperbanyak secara kultur jaringan. Dengan demikian, untuk mendapatkan bahan tanam unggul cukup mencontoh tanaman dari blok yang meiliki produksi 40 ton/ha/tahun. Dipastikan keunggulan induknya akan turun kepada anaknya. Karena kita ketahui bahwa dengan kultur jaringan akan dihasilkann anak yang identik dengan induknya. Berbeda dengan cara konvensional yang dipastikan anakannya masih memiliki variasi cukup tinggi dengan induknya

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tindakan yang sangat penting dan menentukan masa produktif tanaman.Pemeliharaan bukan hanya ditujukan terhadap tanaman, tetapi juga pada media tumbuh (tanah). Meskipun tanaman dirawat dengan baik, namun jika perawatan tanah diabaikan maka tidak akan banyak memberi manfaat. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) dan yang sudah menghasilkan (TM) relatif memiliki perbedaan dalam beberapa hal :

1. Pemeliharaan TBM kelapa sawit

Pemeliharaan tanaman kelapa sawit yang belum menghasilkan (TBM) meliputi perawatan tanaman penutup tanah, perawatan piringan tanaman, pembukaan dan perawatan pasar control dan pasar pikul, pemupukan tanaman, penyisipan tanaman, serta kastrasi dan pengadaan serangga penyerbuk kelapa sawit (SPKS).

a) Perawatan tanaman penutup tanah (legume cover crop/LCC). Sekitar 3-4 minggu setelah tanam, pertumbuhan tanaman penutup tanah sudah mulai terlihat.

b) Perawatan piringan tanaman. Pada masa TBM I-III, pelepah tanaman yang terendah masih sangat dekat dengan permukaan tanah sehingga

sabit atau arit.

c) Pembukaan dan Perawatan Pasar Kontrol dan Pasar Pikul.

Pasar kontrol berfungsi untuk memudahkan tenaga kerja dan tenaga pengontrolan dalam melaksanakan pekerjannya. Pada masa TBM 1, pasar kontrol dapat dibuat dengan angka perbandingan 8-2 , artinya untuk setiap delapan baris tanaman akan terdapat satu jalur pasar kontrol. Pada masa TBM II, tanaman telah semakin besar bentuknya maka angka perbandingan 4 : 1 dan pada TBM III angka menjadi perbandingannya 2 : 1. Pada pertengahan TBM III, penyebutan pasar control ini sudah dapat digantikan dengan pasar atau alan pikul. Selain untuk perawatan tanaman dan pengontrolan areal, pasar pikul juga sudah lebih banyak dimanfaatkan untuk berbagai jenis kegiatan produksi.

d) Pemupukan Tanaman

Salah satu tindakan perawatan tanaman kelapa sawit yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukan.Pemupukan berpengaruh terhadap meningkatnya kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang merugikan.Pempukan juga bermanfaat melengkapi ketersediaan unsur hara di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Unsur yang dibutuhkan tanaman terdiri atas 16 jenis, tiga antaranya diperoleh dari udara dan air yaitu unsure C, H, dan O. Unsur mineral esensial lainnya diperoleh tanaman dari dalam tanah dan secara umum digolongkan sebagai unsure hara. Unsur hara terbagi menjadi unsur hara makro dan mikro. Unsur hara makro adalah unsure yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah besar yang kandungan nilai kritisnya 2-30 g/kg berat kering tanaman, di antaranya adalah unsure N. P. K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang relative sedikit dengan kandungan nilai kritisnya 0,3-50 mg/kg berat kering tanaman. Unsur hara mikro diantaranya Fe, Mn, Zh, Cu, Cl, dan B.

Pemanenan

Tanaman kelapa sawit mulai berbunga membentuk buah setelah umur 2-3 tahun. Buah akan menjadi masak pada 5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya. Buah akan berubah menjadi merah jingga ketika masak. Pada saat buah masak, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dan jatuh dari tangkai tandannya. Buah yang jatuh tersebut disebut membrondol. Proses pemanenan pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, emmungut brondolan,dan mengangkutnya dari pohon ke tempat pengumpulan hasil (TPH) serta ke pabrik. Dalam pelaksanaan pemanenan perlu memperhatikan beberapa kriteria tertentu karena tujuan panen kelapa sawit adalah untuk mendapatkan rendemen minyak yang tinggi dengan kualitas minyak yang baik. Kriteria panen yang perlu diperhatikan antara lain matang panen, cara penen, alat panen, rotasi dan sistem panen, serta mutu panen.

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat embantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat.kriteria matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (ALB dan FFA) minimal. Pada saat ini, criteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan brondolan. Tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun. Jumlah brondolan kurang dari 10 butir. Tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan sekitar 15-20 butir. Namun, secara praktis digunakan criteria umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat dua brondolan.

2. Cara Panen

Berdasarkan tinggi tanaman, ada tiga cara panen yang umumn dilakukan oleh perkebunan kelapa sawit Indonesia. Untuk tanaman yang tingginya 2-5 m digunakan cara panen jongkok dengan alat dodos, sedangkan tanaman dengan ketinggian 5-10 m dipanen dengan cara berdiri dan menggunakan alat kampak siam. Sementara itu, cara agrek digunakan untuk tanaman yang tingginya lebih dari 10 m, yaitu dengan menggunakan alat arit bergagang panjang. Untuk memudahkan pemanenan, sebaiknya pelepah daun yang menyangga buah dipotong terlebih dahulu dan diatur rapi di tengah gawangan. Tandan buah yang matang dipotong sedekat mungkin dengan pangkalnya, maksimal ecm. Tandan buah yang telah dipotong diletakkan teratur di piringan dan brondolan dikumpulkan terpisah dari tandan. Brondolan harus bersih dan tidak tercampur tanah atau kotoran lain. Proporsi kotoran idealnya tidak melebihi 0,3 % dari berat tandan. Selanjutnya tandan buah dan brondolan dikumpulkan di TPH (tempat pengumpulan hasil).

3. Rotasi dan Sistem Panen

Rotasi panen adalah waktu yang diperlukan antara panen terakhir sampai panen berikutnya pada tempat yang sama. Perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada umumnya menggunakan rotasi panen tujuh hari, artinya satu areal panen harus dimasuki (diancak) oleh pemetik tiap tujuh hari. Rotasi panen dianggap baik bila buah tidak lewat matang yaitu menggunakan system 5/7. Artinya, dalam satu minggu terdapatlima hari panen dan masing-masing ancak panen diluangi (dipanen) pada tujuh hari berikutnya. Dikenal dua sistem

Dokumen terkait