• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERKREDITAN DAN KREDIT

D. Gambaran Umum dan Kriteria Kredit Bermasalah

Dalam penyaluran kredit, bank harus siap menghadapi resiko kredit yang menyebabkan kredit tersebut menjadi bermasalah. Untuk itu, bank harus melakukan perencanaan dan analisis kredit agar bisa mendeteksi kemungkinan terjadi risiko kredit.

Risiko kredit atau sering juga disebut dengan default risk merupakan suatu resiko akibat kegagalan atau ketidakmampuan nasabah mengembalikan jumlah pinjaman yang diperoleh dari bank beserta bunganya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dan dijadwalkan.

Salah satu bentuk dari risiko kredit adalah kredit bermasalah. Kredit bermasalah menggambarkan suatu situasi dimana persetujuan pengembalian kredit mengalami risiko kegagalan, bahkan menunjukkan bahwa bank akan memperoleh rugi yang potensial.

Menurut ketentuan Pasal 12 Ayat (3) Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, kualitas kredit dibagi menjadi 5 (lima) kolektibilitas, yaitu : Lancar, Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet. Mengenai masing-masing kualitas kredit tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Kredit lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat. b. Memiliki mutasi rekening yang aktif; atau

c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai. 2. Kredit dalam perhatian khusus, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 (Sembilan puluh) hari; atau

b. Kadang-kadang terjadi cerukan; atau c. Mutasi rekening relatif rendah; atau

d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan; atau

3. Kredit kurang lancar, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari; atau

b. Sering terjadi cerukan; atau

c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau

d. Terjadi pelanggaran kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (Sembilan puluh) hari; atau

e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau f. Dokumentasi pinjaman yang lemah.

4. Kredit yang diragukan, yaitu apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari; atau

b. Sering terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau

c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (Seratus delapan puluh) hari, atau

d. Terjadi kapitalisasi bunga, atau

e. Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun peningkatan jaminan.

5. Kredit macet, apabila memenuhi kriteria :

a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/ atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari; atau

c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar.

Nasabah-nasabah yang memperoleh kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikannya dengan baik dan tepat pada waktu yang diperjanjikan. Pada kenyataannya selalu ada sebagian nasabah yang karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit kepada bank yang telah meminjaminya. Akibat nasabah tidak dapat membayar utangnya, maka menjadikan perjalanan kredit terhenti atau macet.

Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya.66

Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar utang lunasnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.

Adapun penyebab-penyebab kredit macet yang terjadi secara umum yaitu67

1. Pihak Bank :

a. Bank melakukan analisis kredit yang tidak lengkap b. Bank memiliki kemampuan teknis yang kurang c. Bank terlalu mengejar target

d. Bank lemah dalam melakukan pengawasan

66

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, (Jakarta, Djambatan, 1995), hal. 92 67

H. AS. Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, (Jakarta, PT. Midas Surya Grafindo, 1995), hal. 52-93

e. Bank menaikkan nilai agunan

f. Petugas bank sendiri minta hadiah daru nasabah g. Bank terlalu besar memberikan kredit

2. Pihak Nasabah

a. Nasabah menjalankan bisnis baru

b. Nasabah memiliki karakter yang diragukan c. Nasabah memalsukan catatan dan pembukuan d. Nasabah menggunakan nama orang lain e. Nasabah melarikan diri

f. Nasabah menjual barang jaminan g. Nasabah memiliki pola hidup mewah h. Nasabah memiliki perencanaan yang lemah

E. Pengertian dan Pengaturan Kredit UKM

Perkembangan potensi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia tidak terlepas dari dukungan perbankan dalam penyaluran kredit kepada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Setiap tahun kredit kepada UKM mengalami pertumbuhan dan secara umum pertumbuhannya lebih tinggi dibanding total kredit perbankan.

Usaha Kecil dan Menengah adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia, tetapi sampai saat ini batasan mengenai usaha kecil di Indonesia masih beragam. Pengertian kecil didalam usaha kecil bersifat relatif, sehingga perlu ada batasannya, yang dapat menimbulkan definisi-definisi usaha kecil dari beberapa segi.

Ada banyak keragaman pengertian UKM sampai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, yaitu :

1. Menurut Keputusan Presiden RI Nomor 99 Tahun 1998

Pengertian Usaha Kecil dan Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

2. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)

Pengertian Usaha Kecil dan Menengah adalah berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memliki tenaga kerja 20 s.d 99 orang.

3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni 1994

Pengertian Usaha Kecil dan Menengah sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan atau omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau asset atau aktiva setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :

b. Perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, pedagang barang dan jasa, perambah hutan, dan penambang)

4. Menurut Pasal 6 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

Pengertian Usaha Kecil dan Menengah adalah Undang-Undang tersebut membagi kedalam dua pengertian, yakni :

Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1) Kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000.

Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1) Kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan yang paling banyak Rp 50.000.000.000.

Dalam hal pengaturan perundang-undangan nasional, pemerintah Indonesia juga telah banyak mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan UKM ini, beberapa diantaranya :

1. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil 2. PP Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

3. PP Nomor 32 Tahun 1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil

4. Inpres Nomor 10 Tahun 1999 tentang Pemberdayaan Usaha Menengah 5. Keppres Nomor 127 Tahun 2001 tentang Bidang/Jenis Usaha Yang

Dicadangkan Untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha Yang Terbuka Untuk Usaha Menengah atau Besar Dengan Syarat Kemitraan.

6. Keppres Nomor 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Menurut rumusan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang dimaksud dengan Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Sedangkan usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha

besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Selain itu, UKM juga mempunyai beberapa ketentuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, yaitu :

1. Milik warga negara Indonesia

2. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau usaha besar.

3. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.

Dari ketentuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa UKM hanya bisa dimiliki oleh warganegara Indonesia dan tertutup kemungkinan bagi pihak warganegara asing untuk memiliki UKM. Usaha kecil dan menengah juga hanya dimiliki oleh orang perorangan serta bukan merupakan cabang maupun Waralaba

(franchise) dari perusahaan mana pun.68

68

Sudarmono, Perkembangan Usaha Kecil Dewasa Ini, (Semarang, Ghalatia Indonesia, 2002), hal. 60

BAB IV

ANALISIS HUKUM TERHADAP KREDIT MACET ATAS PEMBERIAN KREDIT UNTUK USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) PADA PT.

BANK DANAMON CABANG SUKARAMAI

A. Faktor Penyebab Kredit Macet Atas Pemberian Kredit UKM di Bank Danamon Cabang Sukaramai

Dalam setiap pemberian kredit pasti akan terdapat resiko yang akan terjadi oleh setiap bank. Seperti resiko Kredit Macet Usaha Kecil dan Menengah. Faktor terjadinya kredit macet ini berasal dari pihak Nasabah Debitur sendiri. Pengertian Nasabah Debitur sesuai dengan Pasal 1 ayat 18 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yaitu nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Berdasarkan hasil wawancara kepada pihak debitur dan wawancara kepada Lilia Ekawati Nst sebagai Credit Officer dari PT. Bank Danamon Cabang Sukaramai, Faktor-faktor tersebut yaitu69

1. Penurunan Pendapatan (Omset) Dari Para Debitur :

Penurunan pendapatan ini berarti penghasilan yang didapatkan dari pihak debitur setiap harinya berubah. Bisa saja ada yang mencapai balik modal atau sama sekali tidak balik modal setiap harinya dalam usahanya. Penurunan omset ini juga bisa saja berakibat kebangkrutan terhadap usahanya. Terjadinya penurunan pendapatan ini dikarenakan banyaknya persaingan bisnis. Biasanya di sekeliling usaha debitur telah dibuka usaha

69

Hasil Wawancara terhadap Pihak Debitur dan Pihak Bank Danamon Cabang Sukaramai, tanggal 1 Maret 2013

yang sama seperti debitur miliki, sehingga konsumen-konsumen si debitur telah berpindah atau hanya sekali-sekali datang ke toko usahanya.

Dengan terjadinya penurunan omset ini, maka pendapatannya menurun dan akan mengakibatkan penunggakan untuk membayar angsuran Kredit UKM sebagaimana yang telah diperjanjikan oleh pihak debitur kepada pihak bank. Kalau sudah terjadinya penurunan pendapatan ini pihak debitur kesusahan untuk membayar kreditnya kepada pihak bank. Karena penghasilan si debitur setiap harinya tidak menentu dan tidak dapat dipastikan akan untung atau tidak setiap harinya.

2. Terjadinya Musibah Terhadap Debitur atau Keluarga Debitur

Terjadinya musibah terhadap debitur atau keluarga debitur ini sangat mempengaruhi untuk pembayaran angsuran kreditnya kepada pihak bank. Karena musibah ini dapat menghambat penghasilannya dari usahanya. Musibah ini misalnya terjadinya kebakaran, meninggal dunia, dan sakit berkepanjangan. Adapun penjelasannya, yaitu :

a. Terjadinya kebakaran terhadap usahanya, ini mengakibatkan adanya kemacetan pembayaran. Misalnya toko tempat usahanya terbakar, sehingga tidak dapat mencari penghasilan seperti biasanya. Terjadinya kebakaran mengakibatkan adanya hubungan terhadap pihak ketiga, yaitu asuransi. Bank telah bekerja sama kepada asuransinya. Di dalam Bank Danamon, bank ini memberikan keringanan kepada nasabah untuk tidak membayar selama 6 bulan dari sisa kreditnya. Karena 6 bulan tersebut telah

menjadi tanggungan pihak asuransi. Disini diserahkan kepada pihak debiturnya, apakah ia ingin mengambil uang asuransinya yang 6 bulan tersebut untuk memodalkan usahanya kembali, tetapi dengan catatan ia tetap harus membayar kredit bank tersebut, karena uang asuransi tersebut telah diambilnya. Atau ia tidak mengambil uang asuransi tersebut karena ia tidak ingin membayar kredit tersebut selama 6 bulan tetapi dalam bulan ketujuh ia tetap harus melanjutkan pembayaran kreditnya.

b. Pihak Debitur Meninggal dunia dalam masa berlakunya kredit. Ini menyebabkan angka kredit macet cukup tinggi. Jika si debitur dan penjamin memiliki satu nama, dan ternyata si debitur meninggal dunia. maka semua biaya kredit yang tersisa akan lunas dan dibayar oleh pihak asuransi. Namun proses ini tidaklah mudah, karena harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan oleh pihak asuransi. Salah satu syaratnya yang mutlak yaitu surat keterangan meninggal si debitur.

c. Sakit berkepanjangan oleh pihak debitur maupun keluarga debitur. Sehingga ada biaya tak terduga yang harus dikeluarkan oleh debitur dari hasil usahanya. Atau jika si pelaku usaha yang menderita sakit maka dapat menyebabkan ketidakefektifan dalam mengkelola usahanya. Karena si pelaku usaha tidak mampu menjalankan usahanya. Ini juga membuat pihak debitur kesulitan

untuk membayar kredit tiap bulannya sesuai dengan yang diperjanjikan oleh pihak bank.

3. Gaya Hidup Debitur Yang Konsumtif

Pihak debitur tidak dapat mengelola usahanya dengan baik. Ini disebut dengan “Bad Character”. Hasil dari usahanya itu tidak dikelola sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Pihak debitur tidak mampu membedakan antara “Kebutuhan dan Keinginan”. Hasil usaha yang didapatkannya dipakai untuk membeli barang keinginannya dan mengenyampingkan kebutuhannya. Sehingga barang kebutuhan usahanya tidak dibeli dan berdampak buruk terhadap penghasilan setiap harinya, dan pengelolaan uang didalam kehidupannya juga akan berdampak buruk. Ini juga mengakibatkan pihak debitur tidak mampu untuk membayar angsurannya, karena hasil angsurannya dipakai untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan untuk kehidupannya.

4. Debitur ditipu oleh Suplyer

Usaha debitur ditipu oleh suplyer yang memberikan barang-barang yang akan dijual kembali oleh debitur ditempat usahanya. Sehingga debitur sangat kesulitan membagi hasil usaha ke modal dan pengeluaran yang seharusnya dilakukan.

5. Debitur Bangkrut

Debitur tidak mampu mengkelola usahanya sesuai dengan manajemen yang baik. Sehingga berdampak buruk terhadap usahanya. Dengan manajemen yang tidak baik ini akan berujung kepada kerugian.

Ini akan menyebabkan kebangkrutan terhadap usahanya. Debitur bangkrut juga akan menyebabkan terjadinya kredit macet. Karena debitur tidak akan mampu membayar angsuran kredit tiap bulannya.

Ada juga dari faktor bank nya sendiri, namun ini sangat jarang terjadi. Karena setiap pemberian kredit biasanya setiap pegawai bank telah mencari informasi data-data yang sangat akurat yang dimiliki setiap calon penerima kredit tersebut. Tetapi ada kemungkinan juga kredit macet terjadi disebabkan oleh pihak bank tersebut. Di dalam cara kerja pihak Bank Danamon mereka melakukan sesuai dengan sistem yang telah di tentukan dengan peraturan. Maka sangat kecil kemungkinan kredit macet yang terjadi di Bank Danamon Cabang Sukaramai disebabkan oleh pihak Bank Danamonnya sendiri. Tetapi tidak menutup kemungkinan kalau saja ada pihak Bank yang melakukannya.

Adapun faktor internal bank yang menjadi penyebabnya kredit macet atas pemberian Kredit UKM yaitu70

1. Bank melakukan analisis kredit yang tidak lengkap :

Rendahnya kecermatan serta analisis perbankan saat rencana proyek debitur diajukan, mengakibatkan rendahnya mutu analisis. Analisis kredit dilakukan berdasarkan laporan keuangan yang meliputi neraca, rugi laba, sumber dan penggunaan dana. Laporan keuangan biasanya diminta oleh bank dalam beberapa periode terakhir, untuk melihat perkembangan dan kemajuan usaha nasabah. Selanjutnya petugas analisis kredit melakukan analisis yang dosebut analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

70

2. Bank memiliki kemampuan teknis yang kurang

Semakin canggih usaha nasabah, semakin tertantang bank dalam melakukan analisisnya. Jika nasabah memiliki usaha yang sederhana maka petugas bank tentu saja secara mudah mempelajari lika-liku bisnis tersebut. Tetapi jika bisnis tersebut sangat kompleks, maka sering para petugas bank tertinggal jauh pengetahuannya dibandingkan dengan para nasabahnya. Hal ini dapat menyulitkan bagi bank dalam memberikan keputusannya.

3. Bank terlalu mengejar target

Bank sebagai perusahaan yang bergerak dibidang keuangan, antar lain mempunyai prinsip profitability. Makin besar keuntungan yang diperoleh, tentu saja semakin naik bagi bank tersebut di mata pemilik saham dan para karyawannya.

4. Bank lemah dalam melakukan pengawasan

Selesainya pemberian kredit kepada nasabah bukanlah berarti selesainya sebuah masalah, justru dimulainya suatu tugas rutin bagi bank, khususnya petugas pengawasan kredit. Bank seyogyanya menerima laporan keuangan nasabah secara rutin tiap bulan atau tiap periode tertentu, yng harus dilanjutkan dengan pemeriksaan on the spot secara mendadak, untuk memastikan kebenaran laporan tertulis.

Jika bank tidak mempunyai tenaga yang cukup, atau tenaga pengawas tidak mempunyai kemampuan dalam meneliti kebenaran angka-angka dalam laporan keuangan, maka lambat laun bank akan dibohongi

oleh nasabahnya. Akhirnya bank terlambat mengetahui secara dini masalah yang mungkin menimbulkan kesulitan dalam pengembalian kredit.

5. Petugas bank atau bankir sendiri minta hadiah dari nasabah

Hal ini adalah menyangkut karakter petugas bank yang sangat merugikan nasabah dan bank itu sendiri. Budaya ini mungkin masih terdapat di beberapa instansi di negara kita ini, termasuk instansi atau lembaga perbankan. Adanya pemotongan kredit nasabah ini sangat merusak citra bank.

6. Bank terlalu besar memberikan kredit

Dalam istilah perbankan dikenal dengan overlending atau overcreditering. Pemberian kredit yang berlebihan kemungkinan terjadi karena kelalaian petugas dalam menganalisis, atau ada unsur kesengajaan, atau melakukan kerjasama dengan nasabah. Pemberian kredit yang berlebihan, akan menggoda nasabah untuk menggunakan kelebihan uang tersebut membeli barang-barang yang tidak produktif bagi perusahaannya.

B. Dampak Dari Suatu Kredit Macet Terhadap Bank Danamon Cabang Sukaramai

Kredit macet yang dialami setiap bank adalah masalah yang sangat serius. Semakin banyak pihak nasabah yang melakukan kredit macet ini maka semakin tinggi pula tingkat suatu dampaknya dalam bank tersebut. Kredit macet ini sangat merugikan pihak bank. Maka kredit macet tersebut harus segera ditangani. Adapun dampak negatif dari adanya kredit macet usaha kecil dan menengah terhadap kinerja Bank Danamon Cabang Sukaramai, berdasarkan wawancara

kepada Lilia Ekawati Nst sebagai Credit Officer dari PT. Bank Danamon Cabang Sukaramai yaitu71

1. Jika terjadinya kredit macet, maka setiap karyawan bank tidak akan mendapatkan insentif. Insentif adalah suatu bentuk dorongan finansial kepada karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada karyawan atas prestasi karyawan tersebut. Insentif merupakan sejumlah uang yang di tambahkan pada upah dasar yang di berikan perusahaan kepada karyawan. Yang biasanya insentif itu adalah bentuk lain dari konpensasi yang diterima karyawan. Insentif bagi karyawan Bank Danamon didapatkan dari tidak adanya penunggakan dari nasabah bank dalam hal ini adalah kredit macet. Dengan kata lain insentif tersebut didapatkan dari bunga setiap nasabah pinjaman kredit apalabila kredit tersebut lancar. Bunga adalah pendapatan yang diterima bank secara berkala atas penggunaan kredit oleh debitur, sesuai yang disepakati dalam perjanjian kredit. Jika terjadinya kredit macet maka bunga tersebut susah untuk didapatkan. Karena biasanya jika sudah terjadi kredit macet, pihak bank akan melakukan pendekatan, kenapa nasabahnya melakukan kredit macet. Dan sampai tahap-tahap yang telah dilakukan pun juga tidak ada pemecahannya,maka setelah ada negoisasi antara kedua belah pihak, maka bank biasanya akan meminta balik dana awalnya saja daripada kehilangan dana awalnya lebih baik kehilangan bunga dan dendanya. Inilah yang akan mengakibatkan dampak negatif bagi setiap karyawan Bank Danamon

:

71

Hasil wawancara terhadap pihak Bank Danamon Cabang Sukaramai, tanggal 1 Maret 2013.

Cabang Sukaramai karena tidak mendapatkan bunga dari nasabah tersebut. Ini terjadi setelah sampai tahap pelelangan.

2. Jika terjadi kredit macet, maka setiap karyawan yang menjabat sebagai marketing harus mencari debitur baru yang ingin melakukan perjanjian kredit agar dapat melakukan proses pencairan kredit yang baru. Tindakan ini dilakukan agar debitur baru mampu menutupi kerugian yang disebabkan oleh debitur sebelumnya yang melakukan kredit macet. Dengan kata lain karyawan ini mendapatkan tuntutan dari setiap kepalanya untuk mencari debitur lain.

3. Tingginya tingkat kredit macet (NPL) yang melebihi angka 5% dapat menyebabkan pihak Bank Danamon berada dalam keadaan yang tidak sehat.

Ketiga hal tersebut didapatkan dari hasil wawancara terhadap pihak Bank Danamon Cabang Sukaramai, dan ketiga cara tersebutlah yang merupakan hal yang wajib diperhatikan oleh Bank Danamon karena dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap kinerja bank yang bersangkutan.

C. Penyelesaian Kredit Macet di Bank Danamon Cabang Sukaramai

Penyelesaian kredit bermasalah oleh setiap bank sangat diperlukan, agar tidak merugikan pihak bank. Penyelesaian kredit macet ini dilakukan untuk mencari jalan keluar untuk pihak debitur menjadi lancar dalam hal pembayaran angsuran kredit. Ini dilakukan agar pihak debitur tidak merasa beban dalam pembayaran setiap bulannya.

Di dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 23/12/BPPP tanggal 28 Februari 1991 dijumpai beberapa kebijakan dalam penyelamatan kredit macet, yaitu 72

a. Melalui Rescheduling (penjadwalan kembali), yaitu suatu upaya untuk melakukan perubahan terhadap beberapa syarat perjanjian kredit yang berkenaan dengan jadwal pembayaran kembali/jangka waktu kredit termasuk masa tenggang (grace period), termasuk perubahan jumlah angsuran. Bila perlu dengan penambahan kredit.

Dokumen terkait