• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desa Galuga merupakan salah satu Desa di wilayah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Luas wilayah Desa Galuga yaitu 170.5 hektar yang terbagi dalam 4 dusun, 6 Rukun Warga (RW) serta 13 Rukun Tetangga (RT). Adapun batas wilayah Desa Galuga adalah sebagai berikut:

1) Sebelah utara berbatasan dengan Desa Cijujung 2) Sebelah timur berbatasan dengan Desa Dukuh 3) Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cemplang 4) Sebelah barat berbatasan dengan Desa Leuwiliang

Pemanfaatan lahan di Desa Galuga sebagaian besar digunakan untuk lahan pertanian. Sebesar 32.25 hektar untuk pemukiman dan pekarangan, 108 hektar berupa sawah, 1.2 hektar untuk jalan, 4 hektar untuk pemakaman, 0.02 hektar untuk kantor Desa, 25 hektar digunakan untuk perkebunan, dan sisanya untuk sarana umum lainnya (Profil Desa Galuga 2013).

Jarak kantor Desa Galuga dengan kantor Kecamatan Cibungbulang adalah tiga kilometer dan jarak kantor Desa Galuga dengan Kabupaten Bogor adalah 50 kilometer. Sedangkan jarak kantor Desa Galuga dengan Provinsi Jawa Barat adalah 140 kilometer dan jarak kantor Desa Galuga dengan Ibukota Negara adalah 80 kilometer.

Karakteristik Petani Responden

Petani responden yang digunakan dalam penelitian ini merupakan petani yang pernah mengusahakan usahatani ubi kayu di Desa Galuga. Adapun responden sejumlah 40 orang. Masing-masing responden memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, luas lahan garapan, status kepemilikan lahan, status usahatani, keikutsertaan dalam kelompok tani, serta pengalaman usahatani. Perbedaan karakteristik responden tersebut akan mempengaruhi tingkat produksi ubi kayu.

Jenis Kelamin

Jenis kelamin petani responden berpengaruh terhadap usahatani ubi kayu Desa Galuga. Petani laki-laki lebih kuat dibandingkan dengan petani perempuan.

25 Sehingga bisa berpengaruh dalam mengusahakan usahataninya. Sebaran jenis kelamin petani ubi kayu di Desa Galuga tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Sebaran jenis kelamin petani responden di Desa Galuga tahun 2013 No. Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Laki-laki 33 82.50

2. Perempuan 7 17.50

Jumlah 40 100.00

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat sebaran responden petani ubi kayu laki- laki sebesar 82.50 persen dan petani perempuan sebanyak 17.50 persen. Jumlah petani laki-laki lebih mendominasi dibandingkan dengan petani perempuan. Hal ini dikarenakan sebagian besar perempuan di Desa Galuga hanya bekerja sebagai buruh tani atau ibu rumah tangga, bukan sebagi pelaku usahatani.

Umur

Petani responden pada penelitian ini memiliki umur yang beragam. Umur petani berkisar antara 35–78 tahun. Sehingga dapat dikelompokkan berdasarkan sebaran umur petani responden di Desa Galuga tahun 2013 seperti pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran umur petani responden di Desa Galuga tahun 2013 No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 31 – 40 8 20.00

2. 41 – 50 9 22.50

3. 51 – 60 15 37.50

4. > 61 8 20.00

Jumlah 40 100.00

Pada Tabel 4 terlihat bahwa persentase umur petani responden tertinggi yaitu berkisar antara 51–60 tahun sebesar 37.50 persen. Persentase umur terendah sebesar 20.00 persen berada pada kisaran umur 31–40 tahun dan >61 tahun. Kemudian 22.50 persen umur responden berada pada kisaran 41–50 tahun. Rata- rata petani responden yang mengusahakan usahatani ubi kayu termasuk dalam golongan tua karena umurnya lebih dari 50 tahun. Usia produktif yang termasuk golongan muda relatif lebih sedikit yaitu hanya 20.00 persen yang mengusahakan usahatani ubi kayu. Hal ini dikarenakan sebagian besar golongan berusia muda di Desa Galuga lebih memilih bekerja sebagai wiraswasta maupun berdagang dibandingkan menjadi petani.

Petani dengan usia yang lebiih muda diharapkan memiliki tenaga yang lebih kuat dibandingkan dengan petani berusia tua. Tetapi sebagian besar petani ubbi kayu Desa Galuga didominasi petani dengan usia yang sudah tidah produktif lagi. Sehingga faktor umur diperkirakan berpengaruh terhadap produksi ubi kayu. Tingkat Pendidikan

Pendidikan petani di Desa Galuga relatif masih rendah. Sebagian besar petani hanya mampu menyelesaikan pendidikan setingkat SD yaitu sebesar 32.50 persen. Bahkan 20.00 persen petani belum pernah bersekolah dan 30.00 persen tidak tamat SD. Petani responden yang mampu menyelesaikan pendidikan

26

setingkat SMP dan SMA masing-masing hanya sebesar 7.50 persen. Kemudian hanya terdapat 2.50 persen yang berpendidikan tinggi dengan menyelesaikan jenjang pendidikan perguruan tinggi. Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Galuga tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Desa Galuga tahun 2013 No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Tidak Sekolah 8 20.00

2. Tidak Tamat SD 12 30.00

3. Tamat SD 13 32.50

4. Tamat SMP 3 7.50

5. Tamat SMA 3 7.50

6. Tamat Perguruan Tinggi 1 2.50

Jumlah 40 100.00

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pengetahuan petani dalam berusahatani. Petani responden di Desa Galuga sebagian besar berpendidikan rendah. Sebanyak 82.50 persen petani belum mengenyam pendidikan SMP dan hanya 17.50 persen yang berpendidikan setara SMP atau diatasnya. Sebagian besar petani yang berpendidikan rendah umumnya umurnya sudah tua. Pada saat masa mudanya petani belum begitu mementingkan pendidikan. Disamping itu, masalah finansial juga menjadi salah satu penyebab petani tidak mampu sekolah.

Usahatani ubi kayu di Desa Galuga sebagian besar diusahakan oleh petani dengan pendidikan rendah. Semakin tingginya pendidikan suatu petani diharapkan dapat memberikan peran dalam peningkatan produksi. Tetapi berdasarkan Tabel 5, dapat disimpulkan bahwa petani didominasi oleh petani berpendidikan rendah. Sehingga diduga akan mengurangi tingkat efisiensi usahatani ubi kayu di Desa Galuga.

Luas Lahan Garapan

Luas lahan yang digarap petani di Desa Galuga bervariasi. Luasan lahan paling sempit yang digarap petani yaitu 0.01 hektar dan yang paling luas yaitu 2 hektar. Sebaran luas lahan garapan petani responden di Desa Galuga tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran luas lahan garapan petani responden di Desa Galuga tahun 2013 No. Luas Lahan (hektar) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 0.01 – 0.1 27 67.50 2. 0.11 – 0.2 5 12.50 3. 0.21 – 0.3 1 2.50 4. 0.31 – 0.4 0 0 5. 0.41 – 0.5 4 10.00 6. > 0.5 3 7.50 Jumlah 40 100.00

Berdasarkan Tabel 6, dapat dilihat bahwa lahan yang diusahakan petani ubi kayu di Desa Galuga masih sempit. Sebanyak 67.50 persen petani masih mengusahakan usahatani ubi kayu di atas lahan 0.01–0.1 hektar. Petani yang

27 mengusahakan usahatani ubi kayu dengan luas lahan lebih dari 0.5 hektar hanya sebesar 7.50 persen. Hal ini berarti petani di Desa Galuga dapat dikatakan sebagai petani gurem. Petani gurem adalah petani yang mengusahakan usahatani dengan luas lahan kurang dari 0.5 hektar.

Luasan lahan garapan dapat berpengaruh terhadap produksi ubi kayu. Semakin besar luas lahan, dapat meningkatkan pendapatan petani. Karena semakin besar peluang untuk meningkatkan penerimaannya.

Status Kepemilikan Lahan

Status kepemilikan lahan terbagi menjadi tiga yaitu milik, sewa dan sakap. Lahan milik yaitu lahan yang dimiliki sendiri oleh petani, sehingga petani berkewajiban membayar pajak setiap tahunnya. Lahan sewa merupan lahan yang disewa petani dari pemilik lahan. Rata-rata sewa lahan di Desa Galuga berkisar antara Rp5 000 000 sampai dengan Rp7 000 000 untuk satu hektar per tahun. Harga sewa tersebut tergantung dengan lokasi dan kesuburan tanahnya. Sedangkan lahan sakap yaitu lahan yang diusahakan petani dengan cara bagi hasil dengan pemilik lahan. Besaran bagi hasil tergantung dengan pejanjian di awal ataupun secara suka rela. Sebaran status kepemilikan lahan petani responden di Desa Galuga tahun 2013 dapat terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Sebaran status kepemilikan lahan petani responden di Desa Galuga tahun 2013

No. Status Kepemilikan Lahan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Lahan Milik Sendiri 27 67.50

2. Lahan Sewa 8 20.00

3. Sakap 5 12.50

Jumlah 40 100.00

Berdasarkan Tabel 7, status kepemilikan lahan garapan di Desa Galuga sebanyak 67.50 persen dimiliki sendiri oleh petani. Lahan garapan yang statusnya sewa dan sakap masing-masing sebesar 20.00 persen dan 12.50 persen. Petani yang mengusahakan usahatani dengan status lahan sewa dan sakap akan lebih serius menggarap lahannya dibanding petani dengan lahan milik. Hal ini dikarenakan petani dengan lahan sewa dan sakap harus memberikan balas jasa kepada pemilik lahan. Sedangkan petani lahan milik hanya membayar pajak yang relatif kecil tiap tahunnya bila dibandingkan biaya yang dikeluarkan petani lahan sewa dan sakap.

Status lahan yang digarap petani sebagian besar milik sendiri. Petani yang mengusahakan usahatani ubi kayu dengan lahan sewa maupun sakap diduga lebih efisien, karena memperhitungkan biaya. Berbeda dengan petani lahan milik sendiri yang kurang memperhitungkan biaya yang diperhitungkan terhadap lahan. Sehingga rata-rata petani dengan lahan milik memiliki pendapatan tunai lebih baik dibandingkan petani dengan lahan sewa maupun sakap.

Status Usahatani

Status usahatani mempengaruhi lamanya curahan waktu petani dalam mengusahakan usahataninya. Petani ada yang berusahatani sebagai pekerjaan

28

utama dan ada yang sebagai pekerjaan sampingan. Sebaran status usahatani petani responden di Desa Galuga tahun 2013 tersaji dalam Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran status usahatani petani responden di Desa Galuga tahun 2013 No. Status Usahatani Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Utama 22 55.00

2. Sampingan 18 45.00

Jumlah 40 100.00

Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa petani dengan status usahatani sebagai pekerjaan utama sebanyak 55.00 persen dan sebagai pekerjaan sampingan sebesar 45.00 persen. Lebih dari 50 persen petani responden di Desa Galuga menjadikan usahatani sebagai mata pencaharian utama. Hal ini berarti curahan waktu yang diluangkan petani cukup lama dalam tiap harinya untuk berusahatani. Sehingga usahatani yang diusahakan bisa lebih baik bila dibandingkan petani dengan status sebagai pekerjaan sampingan. Adapun petani dengan status sampingan kebanyakan mengusahakan usahatani ubi kayu untuk mengisi lahan pekarangan yang kosong. Disamping itu, usahatani ubi kayu tidak perlu perawatan yang intensif bila dibandingkan komoditas lainnya.

Keikutsetaan dalam Kelompok Tani

Kelompok tani merupakan wadah bagi petani untuk saling bertukar informasi. Bukan hanya itu, kelompok tani juga sebagai tempat untuk mendapatkan bantuan dan pelatihan dari penyuluh lapang. Petani yang tergabung dalam kelompok tani bisa mendapatkan pengetahuan dan keuntungan bila dibandingkan petani biasa. Petani di Desa Galuga 22.50 persen tergabung dalam kelompok tani. Sebagian besar sisanya yaitu 77.50 persen memilih tidak ikut dalam kelompok tani (Tabel 9).

Tabel 9 Keikutsertaan petani responden dalam kelompok tani di Desa Galuga tahun 2013

No. Keikutsertaan dalam Kelompok Tani Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Ya 9 22.50

2. Tidak 31 77.50

Jumlah 40 100.00

Petani di Desa Galuga sebagian besar tidak tergabung dalam kelompok tani. Hal yang menjadi penyebab kurangnya minat petani untuk berkelompok adalah kurangnya manfaat yang diperoleh. Seharusnya kelompok tani dijadikan wadah untuk bertukar informasi dan memperkuat kelembagaan. Tetapi pada kenyataannya petani yang berkelompok hanya untuk mencari bantuan saja. Sehingga peran kelompok tani masih kurang dalam pelaksanaannya di lapangan. Pengalaman Usahatani

Pengalaman petani dalam mengusahakan usahataninya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani. Petani yang berpengalaman dalam usahatani komoditas ubi kayu seharusnya dapat lebih

29 mampu meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang berpengalaman.

Tabel 10 Karakteristik petani responden di Desa Galuga berdasarkan pengalaman berusahatani tahun 2013

No. Pengalaman Usahatani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. 1 – 10 17 42.50 2. 11 – 20 9 22.50 3. 21 – 30 6 15.00 4. 31 – 40 6 15.00 5. > 40 2 5.00 Jumlah 40 100.00

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa persentase terbesar petani (42.50 persen) di Desa Galuga memiliki pengalaman antara 1–10 tahun dalam berusahatani ubi kayu. Hanya 5.00 persen saja yang memiliki pengalaman lebih dari 40 tahun. Kemudian 22.50 persen berpengalaman antara 11–20 tahun serta masing-masing 15.00 persen petani memiliki pengalaman antara 21–30 persen dan 31–40 persen.

Petani di Desa Galuga relatif sebagian besar masih memiliki pengalaman yang minimal dalam usahatani ubi kayu. Hal tersebut dikarenakan ubi kayu bukan merupakan komoditas pokok yang banyak diusahakan dibandingkan dengan padi. Petani dengan pengalaman yang sudah lama biasanya umurnya sudah tua dan mengusahakan usahatani ubi kayu secara konvensional. Sehingga petani kurang memperhatikan produktivitasnya.

Petani dengan pengalaman lebih lama diharapkan dapat melakukan usahatani ubi kayu dengan produktivitas lebih maksimal. Tetapi pada kenyataannya, petani dengan pengalaman lebih lama masih menerapkan usahatani yang tradisional berdasarkan pengalamannya. Sehingga diperlukan petani dengan pengalaman yang mampu mengimplementasikan teknologi dan dapat mengikuti perkembangan zaman.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen terkait