• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan usahatani dianalisis untuk mengetahui gambaran usahatani ubi kayu di Desa Galuga, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Keragaan usahatani dapat dilihat melalui teknik budidaya yang digunakan petani, input yang digunakan, output yang dihasilkan, serta faktor-faktor produksi lainnya yang bersangkutan dengan usahatani ubi kayu.

Bibit

Penggunaan bibit pada usahatani ubi kayu di Desa Galuga bervariasi seperti bibit cimanggu, mentega, dan parelek. Sebagian besar bibit ubi kayu yang dominan digunakan adalah bibit ubi kayu varietas cimanggu dan mentega. Bibit

30

parelek hanya digunakan satu petani responden saja. Petani responden yang menggunakan bibit varietas cimanggu (Gambar 4) sebanyak 42.50 persen dan sebanyak 55.00 persen lainnya menggunakan varietas mentega.

Gambar 4 Bibit ubi kayu varietas cimanggu

Bibit yang digunakan petani ubi kayu di Desa Galuga sebagian besar didapatkan dari tetangga, simpanan bibit pada musim tanam sebelumnya serta sebagian kecil hasil beli. Rata-rata kebutuhan bibit per hektar pada usahatani ubi kayu di Desa Galuga adalah sebanyak 13 520 stek. Harga stek pada tingkat petani berkisar antara Rp50 – Rp100 per steknya.

Sebelum melakukan penanaman biasanya petani memotong stek terlebih dahulu dengan ukuran 20 cm – 25 cm. Stek yang digunakan merupakan keturunan pertama sampai dengan ketiga dari indukan. Sebagian besar petani membiarkan bibit ubi kayu semalam sebelum ditanam. Hal ini dimaksudkan agar getah dari stek bisa keluar terlebih dahulu. Kemudian ada pula petani yang mencelupkan batang stek kedalam larutan urea untuk merangsang pertumbuhan akarnya sebelum ditanam.

Persiapan Lahan

Sebelum melakukan penanaman bibit ubi kayu, terlebih dahulu petani melakukan persiapan lahan. Persiapan yang dilakukan antara lain pembersihan lahan, pengolahan lahan, pembuatan guludan atau bedengan, pemberian kapur, dan penggunaan mulsa jerami. Pada awal kegiatan petani membersihkan lahan dari rumput liar yang ada disekitar lahan. Selanjutnya lahan diolah dengan menggunakan garpu ataupun linggis agar tanahnya gembur. Setelah tanah dirasa sudah gembur, petani membuat guludan menggunakan cangkul dengan rata-rata tinggi 35 cm, lebar 50-80 cm, dan panjang disesuaikan dengan petakan lahan masing-masing. Jarak antara guludan satu dengan lainnya rata-rata 80 cm. Petani memerlukan waktu rata-rata enam hari dengan masing-masing lima jam setiap harinya untuk satu hektar lahan dalam mengolah lahannya. Pada pengolahan lahan ada yang membuat guludan bersamaan dengan peggemburan lahan, tetapi ada pula yang digemburkan kemudian dibiarkan beberapa hari dan baru dibuat guludan.

31 Kegiatan selanjutnya petani memberikan kapur tanah. Pemberian lapur dimaksudkan agar kadar pH tanah sesuai dengan tingkat keasaman yang diinginkan. Kapur yang digunakan didapatkan petani dari batuan kapur disekitar daerah Galuga dan juga dari kios seperti kapur dolomit. Kemudian pada tahap penggunaan mulsa jerami pada lahan usahatani ubi kayu, petani responden keseluruhan tidak melakukannya. Hal tersebut dikarenakan tanaman ubi kayu sudah bisa tumbuh tanpa mulsa jerami bila dibandingkan dengan tanaman seperti padi. Setelah keseluruhan kegiatan tersebut lahan siap untuk ditanami bibit ubi kayu.

Gambar 5 Pembuatan bedengan ubi kayu

Lahan yang digunakan pada usahatani ubi kayu di Desa Galuga keseluruhan adalah lahan tadah hujan. Tidak ada yang berupa lahan irigasi. Hal ini dikarenakan bentang alam Desa Galuga yang berupa perbukitan. Penggunaan lahan ada yang berupa pekarangan rumah, lahan tegalan milik sendiri, lahan sewa, dan juga lahan sakap (bagi hasil). Lahan sewa rata-rata per hektar per periode tanam sebesar Rp4 832 961.31 dan untuk lahan milik rata-rata diperhitungkan sebesar Rp4 299 203.59 dengan pajak per hektar per periode tanam sebesar Rp125 772.59.

Penanaman

Kegiatan usahatani selanjutnya penanaman bibit. Bibit yang akan ditanam terlebih dahulu dicelupkan kedalam larutan urea agar mampu merangsang pertumbuhan akar. Bibit ditanam dengan cara ditancapkan langsung dengan mata tunas menghadap keatas. Jarak tanam yang digunakan dalam usahatani ubi kayu di desa Galuga rata-rata 80 cm x 100 cm dan jarak antar barisan sebesar 100 cm. Penggunaan jarak tanam yang renggang bertujuan untuk memberikan ruang bagi pertumbuhan umbi. Ketika penanaman ada petani responden yang menggunakan furadan disamping tanaman agar menghindari dari penyakit jamur.

Jarak tanam yang digunakan petani responden rata-rata kurang sesuai anjuran penyuluh. Seharusnya penanaman ubi kayu secara monokultur menggunakan jarak tanam 100 cm x 100 cm, tetapi petani menggunakan jarak tanam 80 cm x 100 cm. Sehingga kurang memberikan ruang yang maksimal untuk pertumbuhan umbi.

32

Gambar 6 Proses penanaman ubi kayu

Bibit yang digunakan petani rata-rata sudah mencapai umur delapan bulan. Semakin tua umur bibit akan semakin baik pertumbuhannya. Kebutuhan bibit untuk satu hektar lahan rata-rata sebanyak 13 520 stek. Penanaman bibit pada usahatani ubi kayu di Desa Galuga dilakukan petani pada pagi hari saat awal musim penghujan atau sekitar bulan Januari sampai bulan Februari. Rata-rata dalam satu tahun petani hanya menanam ubi kayu satu kali saja.

Pemupukan

Kegiatan pemupukan dilakukan dengan cara pembuatan alur pupuk disamping tanaman terlebih dahulu. Kemudian pupuk ditaruh disepanjang alur. Tetapi ada pula petani yang melakukan pemupukan dengan cara menebar pupuk disekeliling tanaman membentuk lingkaran. Umumnya pupuk yang digunakan petani antara lain pupuk kandang, Urea, TSP, KCl, dan NPK Phonska.

Harga pupuk di tingkat petani responden bervariasi satu dengan lainnya tergantung banyaknya jumlah pembelian. Semakin banyak jumlah yang dibeli, harganya akan semakin rendah. Pupuk kandang rata-rata harganya sebesar Rp300/Kg dan untuk pupuk urea sebesar Rp2 268/Kg. Harga rata-rata pupuk TSP dan KCl di tingkat petani sebesar Rp2 417/Kg dan Rp2 475/Kg. Kemudian untuk pupuk NPK Phonska rata-rata sebesar Rp2 143/Kg.

33 Jumlah kebutuhan pupuk untuk setiap hektar lahan garapan petani bervariasi. Rata-rata untuk satu hektar lahan petani membutuhkan pupuk kandang sebanyak 3 475 Kg dan untuk pupuk urea sejumlah 364 Kg. Pupuk TSP dan KCl rata-rata petani membutuhkan sebanyak 242 Kg dan 304 Kg untuk setiap hektarnya. Kemudian kebutuhan pupuk NPK Phonska rata-rata sebesar 276 Kg per hektar.

Proses dalam aplikasi pemupukan dilakukan sebanyak satu sampai tiga kali dalam satu periode panen. Pemupukan pertama dilakukan pada saat bersamaan dengan pengolahan lahan ataupun saat 1 Bulan Setelah Tanam (BST). Aplikasi kedua dilakukan pada saat 3 BST dan yang ketiga pada 5 BST. Banyaknya jumlah pupuk dan aplikasi pemupukan dapat mempengaruhi kesuburan tanah dan hasil panen yang didapatkan. Pemupukan di Desa Galuga belum tepat dosis dan tepat waktu. Pemupukan seharusnya dilakukan dengan dosis 100 kg urea + 50 kg KCl + 100 kg SP pada umur satu bulan dan 100 kg urea + 50 kg KCl pada umur tiga bulan.

Pemeliharaan dan Perawatan

Kegiatan pemeliharaan dan perawatan terdiri dari kegiatan pengairan, penyulaman, penyiangan, pembongkaran dan pembumbunan, serta pembalikan batang. Pengairan pada usahatani ubi kayu di Desa Galuga bergantung pada air hujan. Hal tersebut dikarenakan sistem irigasi di Desa belum terbentuk mengingat kendala seperti bentang alam yang berupa perbukitan dan konversi lahan ke tempat pembuangan sampah. Sehingga keseluruhan lahan di Desa Galuga dapat dikatakan lahan tadah hujan.

Penyulaman dilakukan pada saat 7 Hari Setelah Tanam (HST). Dimana bibit yang afkir atau tidak tumbuh dicabut dan diganti dengan bibit baru. Banyaknya bibit yang harus disediakan petani rata-rata sebanyak 2.4 persen tiap hektarnya. Kemudian pada saat daun sudah mulai tumbuh, pada setiap tanaman hanya disisakan dua pangkal saja yang saling berhadapan. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah perawatan dan pada saat pemanenan.

Penyiangan pada kegiatan perawatan usahatani sangat penting. Lahan yang lebih sering disiangi akan berproduksi maksimal dibanding dengan lahan yang jarang disiangi. Hal tersebut karena unsur hara yang diserap tanaman akan lebih maksimal bila dibanding lahan yang haranya diserap gulma. penyiangan pada usahatani ubi kayu rata-rata dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali yaitu pada saat 2 BST, 4 BST, dan 6 BST. Alat yang digunakan petani saat penyiangan yaitu kored. Proses penyiangan sebagian besar dilakukan oleh tenaga kerja perempuan dibanding laki-laki.

Pembumbunan dilakukan saat guludan atau bedengan mulai turun dikarenakan hujan. Proses pembumbunan hanya dilakukan sekali saja yaitu pada saat tiga sampai empat BST. Alat yang digunakan berupa cangkul yang biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Kemudian kegiatan pembalikan batang tidak dilakukan keseluruhan petani responden. Hal tersebut karena hampir keseluruhan petani fokus pada produksi umbinya.

Penanganan Hama dan Penyakit

Kegiatan usahatani ubi kayu tidak terlepas dari gangguan hama dan penyakit tanaman. Hama dan penyakit yang dijumpai petani responden yaitu hama wereng,

34

ulat, engkuk, dan penyakit putih daun. Sebagian besar petani tidak melakukan tindakan penanggulangan hama dan penyakit. Adapun sebagian petani yang melakukan penanggulangan menggunakan pestisida seperti furadan dan obat cair yang didapatkan di kios pertanian sekitar Desa. Obat tersebut kemudian dienceran dengan air dan dimasukkan dalam sprayer dan disemprotkan ke tanaman. Rata- rata tanaman terserang hama dan penyakit pada saat awal penanaman karena masih rentan yaitu pada saat mendekati 1 BST. Kebutuhan obat per hektarnya sebanyak 6 Kg dengan harga Rp 5 063/Kg.

Petani ubi kayu di Desa Galuga rata-rata kurang memperhatikan pengaruh serangan hama. Hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu dibiarkan saja oleh petani. Hal itu dikarenakan hama dan penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu akan hilang dengan sendirinya. Padahal pada saat terserang hama, tanaman akan berproduksi kurang optimal. Sehingga produksi ubi kayu tidak bisa maksimal.

Panen dan Pasca Panen

Kegiatan pemanenan pada komoditas ubi kayu dilakukan pada umbi dan daunnya. Umbi dipanen dengan cara dicabut langsung batangnya, sedangkan pada daun hanya dicabut pangkal batang daunnya saja. Ubi kayu mulai dapat dipanen umbinya pada saat 6 BST. Rata-rata petani melakukan pemanenan pada saat umbi berumur 8 BST. Semakin panjang waktu panennya, maka jumlah produksi umbinya akan semakin besar. Sedangkan pemanenan daun rata-rata dilakukan pada saat 40 HST. Sebagian besar tenaga kerja yang melakukan pemanenan adalah laki-laki.

Umbi hasil panen yang didapatkan petani rata-rata 21 580/ha dengan harga rata-rata yang diterima petani sebesar Rp1 000/Kg. Produksi daun rata-rata yang dihasilkan petani sebesar 2 354 ikat/ha dengan harga rata-rata Rp 1 575/ikat di tingkat petani. Petani menjual hasil panennya langsung ke tengkulak dengan cara didatangi langsung. Pemanenan sebagian besar dilakukan oleh tenaga kerja dari tengkulak. Pembeli yang dominan berasal dari dalam Kecamatan Cibungbulang dan sebagian kecil dari luar Kecamatan. Petani menjual keseluruhan hasil panennya pada saat itu pula. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi risiko.

Penanganan pasca panen ubi kayu terdiri dari sortasi, grading, dan penyimpanan. Pada penanganan pasca panen usahatani ubi kayu di Desa Galuga tidak dilakukan sortasi maupun grading. Keseluruhan hasil produksi diangkut sekaligus. Penyimpanan umbi dilakukan untuk dikonsumsi sebagian kecil dari total produksi. Kemudian penyimbanan batang untuk proses tanam musim selanjutnya.

Penyusutan Peralatan

Peralatan merupakan suatu instrumen yang membantu mempermudah pekerjaan petani. Peralatan yang digunakan dalam usahatani ubi kayu di Desa Galuga antara lain cangkul, kored , garpu, sprayer, linggis, serta parang atau golok. Masing-masing peralatan mempunyai fungsi masing-masing seperti cangkul digunakan dalam pembuatan guludan dan pembumbunan. Kored digunakan dalam penyiangan dan sprayer untuk penyemprot hama. Garpu dan linggis mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk mengolah lahan supaya gembur, sedangkan parang atau golok untuk memotong bibit dan umbi.

35 Kegunaan peralatan mempunyai umur ekonomis serta umur teknis masing- masing. Umur teknis adalah umur peralatan selama masih bisa digunakan dengan baik, sedangkan umur teknis merupakan umur alat sampai tidak bisa digunkan lagi. Satu peralatan sejenis bisa mempunyai umur teknis yang berbeda-beda tergantung dari kualitannya. Sehingga harus dibedakan antara satu dan lainnya untuk mengetahui nilai penyusutannya. Nilai sisa pada penyusutan peralatan diasumsikan bernilai nol. Penyusutan peralatan dalam usahatani ubi kayu Desa Galuga per hektar per periode tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Penyusutan peralatan per hektar per periode panen usahatani ubi kayu di Desa Galuga tahun 2013

No Jenis Peralatan Jumlah Harga per Satuan (Rp) Umur Teknis (Th) Nilai Penyusutan per Periode (Rp/ha) 1 Cangkul 2 47 375.00 9 36 939.57 2 Kored 2 20 694.44 4 36 306.04 3 Garpu 1 59 705.88 8 26 186.79 4 Sprayer 1 141 666.67 8 62 134.50 5 Linggis 1 20 000.00 5 14 035.09 6 Parang/Golok 1 50 000.00 8 21 929.82 Total Penyusutan 197 531.81

Penggunaan Tenaga Kerja

Tenaga kerja manusia digunakan pada setiap tahapan usahatani ubi kayu Desa Galuga mulai dari pembibitan sampe pasca panen. Tenaga kerja dibagi menjadi dua, yaitu Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Petani melakukan kegiatan setiap harinya selama 5 jam atau dari pagi sampai siang. Satuan dari tenaga kerja yang digunakan adalah Hari Orang Kerja (HOK), dimana 1 HOK diasumsikan sama dengan 7 jam kerja. Tenaga kerja perempuan dianggap berkemampuan 0.8 dari tenaga kerja laki-laki. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani ubi kayu Desa Galuga dapat dilihat pada Tabel 12.

Penggunaan tenaga kerja pada usahatani ubi kayu di Desa Galuga lebih banyak berasal dari dalam keluarga bila dibandingkan dengan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga rata-rata tiap petani responden berjumlah 119.13 HOK/ha dan 20.65 HOK/ha untuk penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa usahatani ubi kayu Desa Galuga lebih banyak dikerjakan keluarga dibandingkan harus dikerjakan oleh buruh tani. Upah yang diberikan pada tiap tahapan usahatani ubi kayu sama, yaitu Rp43 816/HOK.

Tenaga kerja yang digunakan pada usahatani ubi kayu di Desa Galuga paling banyak dibutuhkan pada tahap pengolahan lahan dan paling sedikit pada tahap pasca panen. Kebutuhan tenaga kerja usahatani ubi kayu di Desa Galuga sebagian besar didominasi oleh tenaga kerja laki-laki dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan. Hal tersebut dikarenakan usahatani ubi kayu membutuhkan tenaga yang kuat saat pengolahannya. Sedangkan tenaga kerja wanita sebagian besar dibutuhkan saat proses penyiangan.

36

Tabel 12 Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani ubi kayu petani responden per hektar per periode panen di Desa Galuga tahun 2013

No Aktivitas HOK / Ha TKDK TKLK L P L P 1 Pembibitan 4.06 0.24 0.16 0 2 Pengolahan Lahan 48.55 8.10 13.06 0 3 Penanaman 6.48 2.10 1.08 0 4 Penyulaman 1.73 0.07 0.13 0 5 Penyiangan 15.32 8.86 0.84 1.76 6 Pembongkaran 4.51 0.55 0.57 0 7 Pemupukan 9.32 2.40 1.57 0.17 8 Pengendalian HPT 0.07 0 0.12 0 9 Panen 0.02 4.80 1.16 0 10 Pasca Panen 0.77 1.24 0.04 0 Jumlah 119.13 20.65

Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Kayu

Pendapatan usahatani dijadikan sebagai suatu tolok ukur dalam menentukan keberhasilan usaha. Semakin tinggi pendapatan petani, maka kegiatan usahatani tersebut akan semakin menguntungkan. Pendapatan usahatani diukur dari total penerimaan usahatani dikurangi dengan pengeluaran usahatani. Penerimaan usahatani didapatkan dari hasil kali antara output yang dihasilkan dengan harga per satuannya. Pengeluaran usahatani didapatkan dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani baik tetap maupun variabel. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua macam yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan hasil dari penerimaan yang benar- benar diterima petani dikurangi dengan biaya tetap dan variabel yang dikeluarkan petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total yaitu penerimaal total termasuk yang dikonsumsi maupun disimpan dikurangi dengan keseluruhan pengeluaran termasuk biaya yang diperhitungkan meskipun tidak dikeluarkan petani.

Penerimaan Usahatani Ubi Kayu

Penerimaan usahatani terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan non tunai. Penerimaan tunai usahatani ubi kayu merupakan penerimaan uang yang didapatkan dari hasil jual umbi dan daun. Sedangkan penerimaan non tunai dihitung dari umbi yang dikonsumsi sendiri maupun diberikan ke tetangga. Jumlah produksi per hektar dan juga harga jual umbi maupun daun akan mempengaruhi tingkat penerimaan petani. Semakin tinggi produksi maupun harga jual, maka penerimaan petani akan semakin besar.

Harga rata-rata umbi yang dijual di tingkat petani sebesar Rp1 000/Kg. Petani kurang mempunyai daya tawar karena harga jual berdasarkan harga yang ditetapkan oleh tengkulak. Daun yang dijual petani dipatok dengan harga rata-rata Rp1 575/ikat. Jumlah produksi rata-rata untuk daun ubi kayu per satu hektar lahan

37 petani responden sebanyak 2 354.17 ikat. Sedangkan untuk produksi umbi yang dijual sebanyak 21 027.59 Kg/ha dan 553.14 Kg/ha yang digunakan petani untuk konsumsi sendiri maupun tetangga. Rata-rata penerimaan usahatani ubi kayu petani responden Desa Galuga tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Rata-rata penerimaan usahatani ubi kayu petani responden per hektar per periode panen di Desa Galuga tahun 2013

No Komponen

Penerimaan Satuan Jumlah

Harga

(Rp) Total (Rp) A Penerimaan Tunai

1. Umbi yang dijual Kg 21 027.59 1 000.00 20 990 086.96 2. Daun yang dijual Ikat 2 354.17 1 575.00 3 708 333.33 Total Penerimaan Tunai 24 698 420.29 B Penerimaan Non Tunai

1. Umbi yang

dikonsumsi sendiri Kg 553.14 1 000.00 5 531 36.90 Total Penerimaam Non Tunai 55 3136.90

Penerimaan Total 25 251 557.19

Produktivitas lahan di Desa galuga untuk usahatani ubi kayu tahun 2013 masih rendah. Hal tersebut terlihat dari produktivitasnya sebesar 21 580.72 Kg/ha. Bila dibandingkan dengan produktivitas di Jawa Barat maupun nasional tahun 2013, produktivitas ubi kayu di Desa Galuga masih lebih rendah. Produktivitas ubi kayu di Jawa Barat sebesar 22 026 Kg/ha dan untuk produktivitas ubi kayu nasional mencapai 22 418 Kg/ha. Sehingga produktivitas usahatani ubi kayu di Desa Galuga harus ditingkatkan lagi agar setidaknya sama dengan Jawa Barat bahkan nasional.

Pengeluaran Usahatani Ubi Kayu

Pengeluaran uasahatani terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran non tunai. Pengeluaran tunai merupakan pengeluaran yang dikeluarkan atas biaya dalam proses usahatani. Sedangkan pengeluaran non tunai yaitu biaya yang tidak dikeluarkan berupa uang tetapi diperhitungkan, seperti lahan milik ataupun aset.

Pengeluaran tunai usahatani ubi kayu di Desa Galuga meliputi biaya bibit beli, pupuk, pestisida, kapur, sewa lahan, pajak lahan, dan TKLK. Persentase pengeluaran terbesar ada pada biaya pupuk (kandang, Phonska, Urea, TSP, dan KCl) yaitu sebesar 34.95 pesen. Kemudian yang kedua adalah biaya TKLK sebesar 25.68 persen dilanjutkan biaya sewa lahan 20.17 persen. Persentase terkecil pada pengeluaran tunai ada pada biaya kapur yaitu 0.17 persen (Tabel 15). Hal tersebut dikarenakan penggunaan kapur pada usahatani ubi kayu jarang dilakukan. Hanya pada lahan-lahan yang pHnya kurang baik saja. Jadi, tidak keseluruhan petani menggunakannya.

Pengeluaran non tunai pada usahatani ubi kayu Desa Galuga terdiri dari biaya bibit milik sendiri atau tetangga, penyusutan peralatan, biaya lahan sendiri, serta TKDK. Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) memilik persentase paling tinggi dalam struktur biaya non tunai yaitu sebesar 57.91 persen (Tabel 15). Jumlah tersebut lebih dari setengah dari total keseluruhan pengeluaran non tunai

38

usahatani ubi kayu. Hal tersebut dikarenakan petani lebih memanfaatkan TKDK daripada harus dikerjakan buruh tani. Rata-rata pengeluaran usahatani ubi kayu per hektar per periode tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 14.

Pengeluaran non tunai terbesar kedua dikeluarkan untuk biaya lahan sendiri yaitu 29.44 persen. Kemudian ketiga yaitu biaya bibit milik atau tetangga sebesar 10.16 persen dan selanjutnya penyusutan peralatan memiliki porsi paling kecil yaitu 2.22 persen. Total dari pengeluaran non tunai usahatani ubi kayu Desa Galuga sebesar Rp9 856 628.92.

Tabel 14 Rata-rata pengeluaran usahatani ubi kayu petani responden per hektar per periode panen di Desa Galuga tahun 2013

Uraian Nilai (Rp) % A. Biaya Tunai 1. Bibit beli 131 250.00 2.74 2. Pupuk 1 674 663.17 34.95 3. Pestisida 119 270.83 2.49 4. Kapur 8 333.33 0.17

5. Biaya sewa lahan 966 592.26 20.17

6. Biaya pajak lahan 84 896.50 1.77

7. Biaya sakap lahan 576 250.00 12.03

8. TKLK 1 230 559.10 25.68

Total biaya tunai 4 791 815.20 100.00 B. Biaya Diperhitungkan

1. Bibit milik/tetangga 1 001 813.90 10.16 2. Penyusutan peralatan 218 788.75 2.22 3. Biaya lahan sendiri 2 901 962.43 29.44

4. TKDK 5 708 751.34 57.91

Total biaya diperhitungkan 9 856 628.92 100.00

Biaya Total 14 648 444.12

Pengeluaran total usahatani ubi kayu sebesar Rp14 648 444.12. Hasil tersebut didapatkan dari penjumlahan antara pengeluaran tunai sebesar Rp4 791 815.20 dengan pengeluaran non tunai sebesar Rp9 856 628.92. Bila dibandingkan pengeluaran tunai justru lebih kecil daripada pengeluaran non tunai. Hal itu mengindikasikan bahwa petani masih mengandalkan input-input yang dimilikinya dibandingkan dengan input dari hasil membeli.

Pendapatan Usahatani Ubi Kayu

Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan pengeluaran usahatani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih dari penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Pendapatan atas biaya total merupakan hasil dari penerimaan total dikurangi dengan pengeluaran total. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan bila pendapatan usahataninya bernilai positif.

39 Rata-rata penerimaan tunai usahatani ubi kayu petani responden Desa Galuga sebesar Rp24 698 420.29 dan penerimaan total sebesar Rp25 251 557.19. Pengeluaran tunai usahatani ubi kayu sebesar Rp4 791 815.20, sedangkan pengeluaran totalnya sebesar Rp4 791 815.20. Pendapatan tunai rata-rata petani responden per hektarnya sebesar Rp 19 906 605.09 dan pendapatan totalnya sebesar Rp10 603 113.08. Pendapatan atas biaya tunai jauh lebih besar bila dibandingkan dengan pendapatan atas biaya total. Hal tersebut disebabkan tingginya biaya yang diperhitungkan dalam usahatani ubi kayu. Sehingga biaya totalnya semakin tinggi dan mempengaruhi pendapatan total. Rata-rata pendapatan per hektar per periode petani responden Desa Galuga tahun 2013 lebih

Dokumen terkait