• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN

4.2. Gambaran Umum FDI Negara ASEAN

Kerjasama negara ASEAN di sektor investasi diawali dengan adanya skema ASEAN Investment Guarantee Agreement (ASEAN IGA) pada tahun 1987. Selanjutnya, pada 7 Oktober 1998 perjanjian tersebut diganti dengan Framework

Agreement on ASEAN Investment Area (FA-AIA) yang ditandatangani di Makati City, Filipina, pada tahun 1998. Perkembangan yang paling akhir disepakati adalah ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA) di Thailand dalam KTT ASEAN ke-14 yaitu pada 26 Februari 2009. ACIA mencakup empat pilar utama yang meliputi: liberalisation, protection, facilitation, dan promotion. ACIA mengikat negara-negara anggota untuk menghapus hambatan-hambatan investasi, meliberalisasi peraturan-peraturan dan kebijaksanaan investasi, memberi persamaan perlakuan nasional dan membuka investasi di industrinya terutama sektor manufaktur, sehingga dapat meningkatkan arus investasi ke kawasan ASEAN (Halwani, 2005).

ACIA lebih bersifat komprehensif karena telah mengadopsi international best practices dalam bidang investasi dengan mengacu kepada kesepakatan-kesepakatan investasi internasional. ACIA diharapkan dapat meningkatkan iklim investasi yang baik di kawasan ASEAN melalui peningkatan daya saing serta daya tarik investasi dengan menciptakan suatu kawasan investasi ASEAN yang liberal dan transparan. ASEAN diharapkan dapat menjadi wilayah yang sangat kompetitif sebagai tujuan FDI serta mendukung realisasi ASEAN Economic Community. Wujud realisasi liberalisasi investasi di kawasan ASEAN terlihat dari perkembangan FDI Inflow negara ASEAN yang secara umum mengalami peningkatan dari waktu ke waktu terutama pada dekade terakhir. Penurunan FDI Inflow negara ASEAN yang disebabkan kemerosotan daya saing terjadi dipengaruhi krisis ekonomi yang dialami negara ASEAN tersebut (Halwani, 2005).

Jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode 1980-2009 mencapai puncaknya pada tahun 2007 yaitu sebesar US$ 75.731.498.831,00 (Gambar 4.2). Angka ini meningkat 33,58 persen dibandingkan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN tahun 2006. Hampir semua negara ASEAN mengalami peningkatan jumlah FDI Inflow yang signifikan pada tahun 2007 kecuali Brunei Darussalam yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 39,98 persen dan Filipina yang mengalami penurunan jumlah FDI Inflow sebesar 0,17 persen. Peningkatan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang cukup tajam di tahun 2007 disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi regional yang baik, perkembangan iklim investasi negara ASEAN, peningkatan investasi antar negara ASEAN, dan pemberlakuan integrasi regional.

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.2 Perkembangan FDI Inflow ke Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$) 0 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 Ju m la h F D I In fl o w (Ju ta U S $ ) Tahun

Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN terjadi pada periode 2000-2002 (Gambar 4.3). Pada periode ini, di antara negara-negara ASEAN, Indonesia bahkan mengalami FDI Inflow yang negatif yaitu jumlah investasi yang keluar lebih besar daripada yang masuk (capital flight). Indonesia bukan saja belum mampu menarik FDI yang sebanding dengan skala perekonomiannya, menyebabkan keluarnya investor yang sudah masuk. Penurunan jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN pada periode ini dipengaruhi juga oleh gejolak ekonomi akibat Tragedi 11 September 2001.

Sumber: UNCTAD (1980-2009), Data Diolah.

Gambar 4.3 Perkembangan Rata-rata FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Juta US$)

Selama tahun 1980-2009, Laos merupakan negara dengan rata-rata jumlah FDI Inflow yang masuk ke negaranya yang paling sedikit. Secara rata-rata, jumlah FDI Inflow yang masuk ke negara Laos sebesar US$ 57.865.538,53 per tahun atau

0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000 6,000 7,000 8,000 9,000 10,000 356.369 166.299 1,791.677 57.866 3,325.670 257.411 1,049.000 9,349.353 3,408.640 1,616.619 R a ta -ra ta Ju m la h F D I In fl o w (j U ta U S $ ) Negara

hanya 0,27 persen dari rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN yang mencapai US$ 21.378.904.232,23 per tahun (Gambar 4.4). Hal ini dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur negara yang sebagian besar terdiri dari pegunungan dan tidak memiliki akses ke laut yang masih memprihatinkan ditambah status sebagai Least Developed Country (LDC) sehingga kurang menarik investor FDI (World Bank, 2010).

Tabel 4.2 Nilai Corruption Index dan Manufacture Index Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)

Negara Corruption Index Manufacture Index

(1) (2) (3) Brunei Darussalam 2,3 5.3 Kamboja 21,5 2,7 Indonesia 16,0 3,6 Malaysia 8,0 5,0 Filipina 22,7 2,9 Singapura 0,1 6,2 Thailand 11,4 4,8 Vietnam 4,8 3,6

Sumber: Global Competitiveness Report 2010-2011 (2009), Data Diolah.

Singapura menjadi negara ASEAN dengan FDI Inflow terbesar yaitu rata-rata mencapai US$ 9.349.353.117,92 per tahun atau 43,73 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN (Gambar 4.4). Singapura merupakan negara ASEAN yang menjadi 3 besar peringkat tertinggi dalam urutan pemeringkatan negara yang paling menarik bagi investor asing dari seluruh dunia untuk menanamkan FDI selama tahun 2005-2010 (World Investment Report 2011). Hal ini dikarenakan Singapura memiliki sarana infrastruktur yang baik dan birokrasi yang efisien sehingga menjadi lokasi investasi yang menarik meskipun tingkat

biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN dan cenderung meningkat (Tabel 4.2).

Pertumbuhan FDI Inflow yang sangat dasyat terjadi di negara Vietnam pada tahun 1987, yaitu sebesar 25.809,26 persen dari US$ 40.000 pada tahun 1986 menjadi US$ 10.363.703,70 pada tahun 1987. Hal ini dilatarbelakangi oleh diberlakukannya Peraturan Hukum mengenai FDI di Vietnam untuk pertama kalinya pada tahun 1987 sehingga Vietnam dapat menarik sejumlah besar FDI Inflow (Nguyen, Ngoc Anh dan Nguyen, Thang, 2007). Hal ini menjadikan Vietnam negara dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang tertinggi di negara ASEAN selama 1980-2009 yaitu sebesar 959,41 persen (Tabel 4.2). Negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow yang terendah adalah Kamboja, Laos, dan Myanmar yaitu sama-sama sebesar 14,50 persen (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Perkembangan Rata-rata Tingkat Pertumbuhan FDI Inflow Masing-masing Negara ASEAN Tahun 1980-2009 (Persen)

Negara Rata-Rata Pertumbuhan FDI Inflow (%) (1) (2) Brunei Darussalam 178,05 Kamboja 14,50 Indonesia 21,50 Laos 14,50 Malaysia 26,68 Myanmar 14,50 Filipina 95,52 Singapura 24,33 Thailand 30,58 Vietnam 959,41

Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia selama 1980-2009 berada diurutan keempat yaitu mencapai US$ 1.791.677.039,28 per tahun atau 8,38 persen dari jumlah FDI Inflow ke negara ASEAN dengan rata-rata tingkat pertumbuhan FDI Inflow ke Indonesia sebesar 21,50 persen. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Malaysia di urutan ketiga, rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya mencapai 53,87 persennya. Rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Indonesia hanya lebih tinggi 0,83 persen jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah FDI Inflow ke negara Vietnam diurutan kelima. Kondisi FDI di Indonesia yang tidak begitu baik ini disebabkan oleh kondisi infrastruktur di Indonesia yang kurang memadai, birokrasi perizinan usaha investasi yang rumit serta kualitas sumber daya manusia yang relatif rendah jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya.

UNCTAD mendefinisikan FDI Performance Index sebagai rasio dari perbandingan FDI Inflow yang masuk ke suatu negara terhadap total FDI Inflow ke seluruh dunia dibagi perbandingan GDP negara tersebut terhadap GDP dunia. FDI Potential Index, menurut UNCTAD, diukur berdasarkan 12 variabel antara lain GDP per kapita, pertumbuhan ekonomi, persentase ekspor terhadap GDP, rata-rata jumlah pengguna saluran telepon kabel dan telepon seluler per 1000 penduduk, penggunaan energi komersial per kapita, persentase pengeluaran untuk R&D (Resource and Development) terhadap GDP, persentase mahasiswa terhadap total populasi, country risk, pangsa pasar dunia terhadap ekspor sumber daya alam, pangsa pasar dunia terhadap impor suku cadang dan komponen untuk

mobil dan produk elektronik, pangsa pasar dunia terhadap ekspor jasa, dan pangsa pasar dunia terhadap stok FDI.

Tabel 4.4 Peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

Negara Peringkat FDI Performance Index

Peringkat FDI Potential Index (1) (2) (3) Brunei Darussalam 57 45 Indonesia 117 84 Malaysia 123 35 Myanmar 62 118 Filipina 108 82 Singapura 20 3 Thailand 84 56 Vietnam 22 73

Sumber: World Investment Report 2011 (2009), Data Diolah.

Berdasarkan World Investment Report 2011, UNCTAD menempatkan Indonesia pada peringkat 117 untuk FDI Performance Index dan peringkat 84 untuk FDI Potential Index. Tabel 4.4 menunjukkan bahwa untuk negara di kawasan ASEAN, peringkat tertinggi FDI Performance Index dan FDI Potential Index diraih Singapura. Singapura dan Thailand termasuk negara ASEAN dalam kategori front runner (high performance, high potential), Vietnam termasuk dalam kategori above potential (high performance, low potential), Brunei Darussalam dan Malaysia termasuk dalam kategori below potential (low performance, high potential), Indonesia, Filipina dan Myammar termasuk dalam kategori under performers (low performance, low potential). Data FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos tidak

tersedia tetapi sudah dipastikan nilai peringkat FDI Performance Index dan FDI Potential Index untuk Kamboja dan Laos yang terbawah di antara negara ASEAN. Peringkat FDI Potential Index Indonesia berada di urutan ketujuh di antara sesama negara ASEAN dan hanya diatas Kamboja, Laos, dan Myanmar. Faktor yang menyebabkan hal ini adalah hambatan untuk memulai usaha yang tinggi di Indonesia yang meliputi jumlah prosedur, waktu, dan biaya yang diperlukan untuk memulai usaha. Data tahun 2007 dari World Bank menyatakan bahwa lamanya waktu perizinan melakukan usaha di Indonesia mencapai 105 hari yang lebih lama dari di Singapura (5 hari), Malaysia (24 hari), Thailand (33 hari), Vietnam (50 hari), dan Filipina (58 hari).

Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah.

Gambar 4.4 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Negara Asal FDI Tahun 2009 (Persen)

18.4 13.4 11.2 8.5 3.8 3.6 2.5 1.8 0.8 0.6 35.4 Uni Eropa Jepang ASEAN USA China Korea India Australia Canada New Zealand Lainnya

Gambar 4.4 menunjukkan bahwa di tahun 2009, negara yang paling banyak menanamkan FDI ke negara ASEAN adalah negara-negara Uni Eropa (18,4 persen), disusul Jepang (13,4 persen), baru kemudian dari intra ASEAN itu sendiri (11,2 persen). Perkembangan FDI Inflow negara ASEAN dari tahun 2000-2009 menunjukkan bahwa FDI Inflow negara ASEAN dimulai dari tahun 2003 semakin lama semakin didominasi oleh sektor jasa yang terdiri dari subsektor Perantara Keuangan dan Jasa Keuangan (termasuk asuransi), perumahan, perdagangan, konstruksi dan jasa lainnya (Gambar 4.5).

Sumber: ASEAN Investment Database (2009), Data Diolah

Gambar 4.5 Persentase FDI Inflow Negara ASEAN berdasarkan Sektor Tahun 2000-2009 (Persen)

Winantyo (2008) menyatakan bahwa ASEAN merupakan kawasan yang pertumbuhan ekonominya yang termasuk cepat di dunia. Data UNCTAD menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi negara ASEAN di tahun 2009 mencapai 1,5 persen lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi

0 20 40 60 80 100 120 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 35.8 56.8 38.7 44.2 49.2 44.7 63.4 55.4 62.1 67.9 39.9 40.1 46.6 28.3 40.8 38.4 24.4 28 26.4 21.5 24.2 3.2 14.7 27.5 10 16.9 12.2 16.6 11.5 10.6 % Tahun

dunia yang hanya mencapai -1,98 persen. Oleh karena itu, negara ASEAN mampu menyerap FDI dengan porsi yang cukup besar. Secara umum, dapat disimpulkan bahwa iklim investasi di negara ASEAN makin matang dan menguntungkan bagi para investor. Pembentukan kawasan perdagangan bebas atau Free Trade Area (FTA) pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992 bertujuan untuk meningkatkan investasi dan mencegah diversi investasi ke negara lain. ASEAN FTA (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA diwujudkan melalui penurunan tarif hingga menjadi 0 sampai dengan 5 persen, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya serta adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor.

Terbentuknya AFTA membuka peluang lebih lancarnya mobilitas barang dan modal disertai penyelarasan langkah atau harmonisasi dalam pemberian insentif investasi, tukar menukar informasi, penerbitan berbagai informasi, peluang investasi, dan promosi bersama ASEAN. Negara investor akan memilih sendiri negara yang paling menarik sebagai tempat investasi untuk masuk seluruh ASEAN. AFTA sudah diberlakukan secara penuh di sepuluh negara ASEAN sejak tahun 2010 (Winantyo, 2008).

Struktur FDI negara maju berbeda dengan struktur FDI negara berkembang. Di negara maju seperti Brunei Darussalam dan Singapura FDI dilakukan dengan

tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand FDI lebih dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan produksi (Kurniati, et al, 2007).

4.3 Gambaran Umum Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) Negara

Dokumen terkait