• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan oleh penulis adalah perusahaan-perusahaan go publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Bank, dan BUMN, BUMD dan Perusahaan Swasta yang bersedia praktik good corporate

governance (GCG)nya dinilai oleh The Indonesian Institute for Corporate

Governance (IICG) pada tahun 2007 dan 2008.

Pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang bersedia mengikuti survei The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) ini berjumlah 21 perusahaan, terdiri dari 11 perusahaan berstatus Emiten, dan 5 perusahaan berstatus BUMN, 1 perusahaan berstatus BUMD, 4 perusahaan berstatus Perbankan, dan 1 perusahaan yang dimasukkan sebagai kategori Perusahaan Swasta.

Pada tahun 2008 jumlah perusahaan yang bersedia mengikuti survei The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) ini berjumlah berjumlah 20 perusahaan, terdiri dari 14 perusahaan berstatus Emiten, dan 5 perusahaan berstatus BUMN, 1 perusahaan berstatus BUMD, 4 perusahaan berstatus Perbankan, dan 1 perusahaan yang dimasukkan sebagai kategori Perusahaan Swasta.

Dilihat dari jumlah peserta yang mengikuti survei good corporate governance (GCG) ini dari tahun ke tahun kebanyakan diikuti oleh perusahaan yang berstatus Emiten/ perusahaan terbuka. Perusahaan terbuka pada dasarnya adalah perseroan terbatas (PT) yang telah mencatatkan diri di bursa untuk dijual sebagian kepemilikannya dalam bentuk saham kepada masyarakat melalui Initial Public Offering (IPO). Perseroan Terbatas (PT) adalah bentuk badan hukum yang umum di Indonesia dan pada awalnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pemegang sahamnya. Tujuan ini kemudian berkembang karena perseroan terbatas (PT) juga berinteraksi dengan pihak-pihak lain yang disebut dengan pemangku jabatan (stakeholder) sehingga perseroan terbatas (PT) juga harus memperhatikan kepuasan para stakeholder-nya.

Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia yang sebelumnya diatur oleh Undang-undang Perseroan Terbatas No.1 tahun 1995 (berlaku sejak 7 Maret 1996) telah direvisi dengan undang-undang Perseroan Terbatas No.40 tahun 2007 (berlaku sejak 15 Agustus 2007). Revisi Undang-undang yang diantaranya menambahkan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagai bagian dari kewajiban perseroan terbatas yang kegiatan usahanya berada dibidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam juga masih belum dijalankan sepenuhnya oleh seluruh perseroan terbatas (PT) di Indonesia. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) selaku lembaga good corporate governance (GCG) yang disponsori pemerintah juga telah mengeluarkan pedoman umum good corporate governance (GCG) pada tahun 2006 yang merupakan penyempurnaan dari pedoman sebelumnya yang diterbitkan pada tahun

2001. Pedoman ini dapat diterapkan oleh seluruh perseroan terbatas (PT) sebagai acuan untuk mewujudkan praktik good corporate governance (GCG) pada sektor bisnis di Indonesia. Kemudian untuk perseroan terbatas (PT) terbuka, terdapat peraturan-peraturan tambahan yang harus dipatuhi karena menyangkut kepemilikan publik atas sebagian saham perseroan terbatas (PT). Bapepam-LK selaku regulator pasar modal juga menetapkan peraturan melalui Surat Edaran (SE) diantaranya SE Ketua Bapepam Nomor Se-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten, Peraturan Nomor IX.I.7, lampiran Keputusan Ketua Bapepam dan LK Nomor: Kep- 496/BL/2008 tanggal 28 Nopember 2008, tentang Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal, yang dibuat dalam rangka meningkatkan efektifitas manajemen risiko dan tata kelola Emiten dan Perusahaan Publik dan lainnya. Bapepam-LK juga mendapatkan bantuan teknis melalui konsultan individu dari Bank Dunia (World Bank) untuk membangun kepercayaan investor dengan mendorong penerapan good corporate governance (GCG) (ASEM TF 050484 tahun 2003). Sebagai instrument tambahan, Bapepam-LK juga telah mengeluarkan checklist self-assessment good corporate governance (GCG) yang dapat dipergunakan oleh semua perusahaan di Indonesia agar dapat menilai sendiri implementasi good corporate governance (GCG) di masing-masing perusahaan.

Posisi kedua perusahaan yang sering mengikuti survei good corporate governance (GCG) ini adalah perusahaan yang berstatus BUMN. Pada sektor BUMN, munculnya peraturan yang mengatur penerapan good corporate governance

(GCG) membutuhkan waktu beberapa tahun setelah Krisis Ekonomi tahun 1997/1998 melanda Indonesia hingga dikeluarkannya Kepmen PM-PBUMN No.23/M-PM.PBUMN/2000 yang mengatur dan merumuskan pengembangan praktik good corporate governance (GCG) dalam perusahaan perseroan dalam hal ini BUMN.

Pada tahun 2008 jumlah BUMN yang berada di bawah pembinaan Kementrian BUMN adalah sebanyak 140 BUMN dengan total asset lebih dari 1.400 triliun dan bergerak di hamper seluruh bidang perekonomian. Sayangnya, kinerja BUMN secara keseluruhan belum begitu menggembirakan. Bahkan, masih terdapat BUMN yang menderita kerugian berlarut-larut sehingga akhirnya turut membebani anggaran Negara (APBN). Menurut majalah BUMN Track edisi januari 2008, pemerintah Indonesia pada tahun 2007 sebenarnya sudah merencanakan untuk enekan jumlah BUMN dari 140 menjadi tinggal 104 saja. Pemerintah ingin menerapkan program rightsizing, sehingga kinerja dan kontribusi BUMN diharapkan dapat meningkat.

Mengingat BUMN memegang peranan yang signifikan dan berpengaruh terhadap kinerja perekonomian nasional, maka BUMN perlu dikelola secara efektif dn efisien sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Pada saat ini, prinsip good corporate governance (GCG) belum diterapkan sepenuhnya di lingkungan BUMN. Bahkan, masih terdapat BUMN yang belum memiliki kebijakan operasional tentang penerapan good corporate governance (GCG).

Pemerintah dalam hal ini menteri BUMN, cukup responsif dalam menghadapi permasalahan tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan dtetapkannya Surat

Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 Tanggal 31 Juli 2002 Tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN. Selain itu, pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 yang menganjurkan agar BUMN mengimplementasikan tata kelola perusahaan yang baik (GCG).

Manfaat yang bisa diperoleh dari penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) di BUMN adalah sebagai berikut :

 Peningkatan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik.

 Peningkatan efisiensi operasional perusahaan.

 Peningkatan pelayanan kepada pemangku kepentingan

 Kemudahan untuk memperoleh dana pembiayaan yang lebih murahdan tidak kaku (karena faktor kepercayaan), yang ada pada akhirnya akan meningkatkan nilai perusahaan.

 Peningkatan minat investor untuk membeli saham BUMN yang bersangkutan, apabila BUMN tersebut telah go publik.

Keberhasilan penerapan good corporate governance (GCG) di BUMN sangat ditentukan oleh komitmen dari organ utama perusahaan, yaitu manajemen puncak serta dewan komisaris. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah bahwa BUMN harus dapat menjaga hubungan yang harmonis dengan lingkungan masyarakat di sekitar tempat BUMN tetrsebut berdomisili sebagai wujud penerapan dari tanggung jawab pengembangan komunitas.

Posisi ketiga perusahaan yang sering mengikuti survei good corporate governance (GCG) ini adalah perusahaan yang berstatus Perbankan. Pada saat terjadinya krisis moneter beberapa tahun yang lalu, banyak bank yang bangkut (dilikuidasi) karena keberlangsungan hidupnya tidak dapat dipertahankan. Salah satu penyebab terjadinya kebangkrutan bank tersebut, antara lain karena belum diterapkannya prinsip- prinsip good corporate governance (GCG) di lingkungan perbankan secara konsisten. Oleh karena itu, berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah termasuk Bank Indonesia untuk mendorong terwujudnya good corporate governance (GCG) di lingkungan perbankan perlu didukung bersama.

Sektor Pebankan adalah sektor yang berperan penting dalam memutar roda perekonomian suatu negara. Fungsi intermediasi bank yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya dalam bentuk kredit, cukup rawan apabila tidak dikelola dan diawasi dengan baik. Bank Indonesia (BI) sebagai regulator perbankan di Indonesia memiliki peran utama dalam mengatur dan menjaga sektor moneter yang merupakan elemen terpenting perekonomian suatu negara. Pada Krisis ekonomi tahun 1997/1998, sektor perbankan merupakan bagian yang banyak di restrukturisasi mengikuti rekomendasi Letter of Intent dari IMF dan mengakibatkan menyusutnya jumlah bank umum di Indonesia dari 222 bank menjadi 143 bank saja melalui penutupan bank sebanyak 67 bank dan merger sebanyak 12 bank. Bank Indonesia juga semakin berbenah diri dengan fungsinya sebagai regulator sector perbankan di Indonesia. Melengkapi ketentuan dan rekomendasi Basel II, Bank Indonesia mengeluarkan beberapa peraturan diantaranya yang berkaitan dengan good corporate

governance (GCG), yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang good corporate governance (GCG) di dunia perbankan yang diamandemen dengan PBI No. 8/14/GCG/2006. Upaya Bank Indonesia dengan mengeluarkan peraturan tentang pelaksanaan good corporate governance (GCG) tersebut sudah tepat, meskipn agak terlambat.

Tujuan dikeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut adalah untuk memperkuat kondisi internal perbankan nasional dalam menghadapi resiko yang semakin kompleks, berupaya melindungi kepentingan stakeholders dan meningkatkan kepatuhan (compliance) terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta nilai-nilai etika (ethics values) yang berlaku umum pada industri perbankan. Dalam ketentuan ini, good corporate governance (GCG) merupakan suatu tat kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responbility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness).

Penerapan good corporate governance (GCG) pada industri perbankan memerlukan perhatian tersendiri, karena karakter dan kompleksitas industri perbankan berbeda dengan industri pada umumnya. Pengelolaan yang tidak sepadan, tidak hati-hati, tidak transpara, dan penyalahgunaan wewenang telah mengakibatkan jatuhnya beberapa bank. Apabila diamati, maka industri perbankan di Indonesia menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh lemah atau tidak diterapkannya

good corporate governance (GCG). Hal ini merupakan salah satu kontributor utama dala krisis perbankan tahun 1997 yang bermuara pada krisis ekonomi nasional.

Berdasarkan hasil riset dan pemeringkatan penerapan good corporate

governance (GCG) yang dilakukan oleh The Indonesian Institute for Corporate

Governance dalam survei corporate governance perception index (CGPI) dapat

dilihat bahwa perusahaan-perusahaan yang bersedia menjadi peserta tersebut sudah memberikan perhatian yang lebih dan upaya yang besar untuk menjalankan bisnisnya secara bertanggung jawab, beretika, akuntabel, adil dan memiliki visi jangka panjang. Dilihat dari jumlah peserta yang ikut program riset dan pemeringkatan penerapan good corporate governance (GCG) yang diadakan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) secara tak langsung terlihat masih rendah partisipasi perusahaan di Indonesia untuk mau dinilai pratik good corporate governance (GCG)nya.

4.2.Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1. Kinerja Keuangan Perusahaan (Y)

Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi pada umumnya memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam usaha untuk memenuhi kepentingan para anggotanya. Keberhasilan dalam mencapai tujuan perusahaan merupakan prestasi manajemen. Penilaian prestasi atau kinerja suatu perusahaan diukur karena dapat dipakai sebagai dasar pengambilan keputusan baik bagi pihak internal maupun pihak eksternal.

Kineja merupakan indikator baik buruknya keputusan manajemen dalam pengambolan keputusan. Manajemen dapat berinteraksi dengan lingkungan intern maupun ekstern melalui informasi. Informasi tersebut lebih lanjut dituangkan atau dirangkum dalam laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, yakni merupakan suatu ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku yang bersangkutan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan.

Kinerja keuangan perusahaan merupakan hasil outcome yang diperoleh dari suatu aktifitas usaha suatu perusahaan. Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan baik atau buruk, perlu dilakukan pengukuran terhadap kinerja keuangan tersebut secara umum mengukur keefektifan dan keefisienan. Efisien adalah kemampuan untuk meminimalkan penggunaan sumber daya dalam mencapai tujuan organisasi berarti melakukan dengan tepat, sedangkan efektivitas adalah kemampuan untuk menetukan tujuan yang memadai berarti melakukan hal yang tepat.

Selain itu penilaian kinerja keuangan juga merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam penelitian ini kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan economic value added (EVA).

Economic Value Added (EVA) adalah salah satu cara untuk menilai kinerja keuangan. Economic Value Added (EVA) merupakan indikator tentang adanya

penambahan nilai dari suatu investasi. Economic Value Added (EVA) mampu menghitung laba ekonomi yang sebenarnya atau true economic profit suatu perusahaan pada tahun tertentu dan sangat berbeda jika dibanding laba akuntansi. Economic Value Added (EVA) mencerminkan residual income yag tersisa setelah semua biaya modal, termasuk modal saham, telah dikurangkan. Sedangkan laba akuntansi dihitung tanpa mengurangkan biaya modal.

Economic Value Added (EVA) memberikan pengukuran yang lebih baik atas nilai tambah yang diberikan perusahaan kepada pemegang saham. Oleh karena itu manajer yang menitikberatkan pada economic value added (EVA) dapat diartikan telah beroperasi pada cara-cara yang konsisten untuk memaksimalkan kemakmuran pemegang saham. Economic Value Added (EVA) merupakan nilai yang secara intern digunakan oleh pihak perusahaan untuk mengukur atau menilai kinerja perusahaan serta secara ekstern sebagai pedoman bagi investor untuk menilai kelayakan pembelian saham suatu perusahaan.

Bila economic value added (EVA) > 0, terjadi proses nilai tambah perusahaan dan kinerja keuangan perusahaan baik. Bila economic value added (EVA)= 0, menunjukkan posisi impas perusahaan. Bila economic value added (EVA)< 0, berarti total biaya modal perusahaan lebih besar daripada laba operasi setelah pajak yang diperolehnya, sehingga kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tersebut tidak baik. Nilai Economic Value Added (EVA) masing-masing perusahaan sampel dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4.1 : Economic Value added (EVA) Perusahaan Go Publik, BUMN, BUMD, Perbankan dan Perusahaan Swasta yang bersedia ikut survey The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) tahun 2007

No. Nama Perusahaan Economic Value Added (EVA) 1 PT. Bank Mandiri Tbk. Rp 8,127,103,000,000.36 2 PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Rp 1,541,062,000,000.45 3 PT. United Tractors Tbk. Rp 1,068,779,000,000.96 4 PT. Aneka Tambang Tbk. Rp 4,989,682,444,000.90 5 PT. Adhi Karya Tbk. Rp (36,557,261,927.12) 6 PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk. Rp 610,436,000,000.64 7 PT. Indosat Tbk. Rp 1,142,254,000,000.84 8 PT.Bank NISP Tbk. Rp 1,737,692,000,000.40 9 PT. Kawasan Berikat Nusantara Tbk. Rp (5,190,277,341.36) 10 PT. Elnusa Tbk. Rp (33,627,000,000.44) 11 PT. Bank DKI Tbk. Rp 393,511,542,917.24 12 PT. Citra Marga Nushapala Persada Tbk. Rp 12,829,568,760.80 13 PT. Bakrieland Development Tbk. Rp 106,386,662,384.68 14 PT.Jamsostek Tbk. Rp (3,014,028,414,458.92) 15 PT. Panorama Transportasi Tbk. Rp (465,529,847.30) Jumlah Rp 16,639,867,734,492.10 Mean Rp 1,109,324,515,632.81 Sumber : Lampiran 2

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa rata-rata Economic Value added (EVA) untuk semua perusahaan selama periode penelitian tahun 2007 sebesar Rp 1.109.324.515.632,81. Perusahaan yang memiliki Economic Value added (EVA) tertinggi adalah PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar Rp 8.127.103.000.000,36 ini menandakan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk memiliki nilai economic value added (EVA) yang positif dimana economic value added (EVA) > 0. Perusahaan- perusahaan lain juga yang memiliki nilai economic value added (EVA) positif adalah PT. Bank CIMB Niaga Tbk, PT. United Tractors Tbk, PT. Aneka Tambang Tbk, PT.

Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, PT. Indosat Tbk, PT. Bank Nisp Tbk, PT. Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, PT. Bank DKI, dan PT. Bakrieland Development Tbk. Perusahaan-perusahaan yang memiliki economic value added (EVA) positif menunjukkan bahwa manajemen perusahaan-perusahaan tersebut telah berhasil meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan dalam memaksimalkan nilai perusahaan dan membuktikan bahwa kinerja perusahaan itu baik.

Sedangkan perusahaan yang memiliki Economic Value added (EVA) terendah adalah PT. Jamsostek (Persero) sebesar (3.014.028.414.458,92) ini menandakan PT. Jamsostek (Persero) Tbk memiliki nilai economic value added (EVA) yang negatif dimana economic value added (EVA) < 0. Perusahaan- perusahaan lain juga yang memiliki nilai economic value added (EVA) negatif adalah PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero), PT. Elnusa Tbk, dan PT. Panorama Transportasi Tbk. Perusahaan-perusahaan yang memiliki economic value added (EVA) negatif menunjukkan bahwa manajemen perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan-perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan dalam memaksimalkan nilai perusahaan karena total biaya modal perusahaan lebih besar daripada laba operasi setelah pajak yang diperolehnya, sehingga kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tersebut tidak baik.

Tabel 4.2 : Economic Value added (EVA) Perusahaan Go Publik, BUMN, BUMD, Perbankan dan Perusahaan Swasta yang bersedia ikut survey The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) tahun 2008

No. Nama Perusahaan Economic Value Added (EVA) 1 PT. Bank Mandiri Tbk. Rp 7,065,933,000,000.44 2 PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk. Rp 12,730,027,000,000.00 3 PT. Bank CIMB Niaga Tbk. Rp 1,668,792,000,000.36 4 PT. Aneka Tambang Tbk. Rp 1,007,342,889,000.60 5 PT. United Tractors Tbk. Rp 2,279,749,000,000.56 6 PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk. Rp 1,440,458,000,000.80 7 PT. Elnusa Tbk. Rp (40,746,000,000.92) 8 PT. Bank BNI Tbk. Rp 13,972,671,000,000.30 9 PT. Jasa Marga Tbk. Rp 115,184,231,000.52 10 PT. Adhi Karya Tbk. Rp (100,654,638,706.48) 11 PT. Jamsostek Tbk Rp (3,268,215,402,729.45) 12 PT. Bakrieland Development Tbk. Rp 108,210,280,589.54 13 PT. Bank DKI Tbk. Rp 122,062,502,874.20 14 PT. Kawasan Berikat Nusantara Tbk. Rp (3,342,812,521.28) 15 PT. Panorama Transportasi Tbk. Rp (9,744,292,495.44) Jumlah Rp 37,087,726,757,013.80 Mean Rp 2,472,515,117,134.25 Sumber : Lampiran 3

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bahwa rata-rata Economic Value added (EVA) untuk semua perusahaan selama periode penelitian tahun 2008 sebesar Rp 2.472.515.117.134,25 yang lebih besar dari tahun 2007. Perusahaan yang memiliki Economic Value added (EVA) tertinggi adalah PT. Bank BNI (Persero) Tbk sebesar Rp 13.972.671.000.000,30 ini menandakan PT. Bank BNI (Persero) Tbk memiliki nilai economic value added (EVA) yang positif dimana economic value added (EVA) > 0. Perusahaan- perusahaan lain juga yang memiliki nilai economic value added (EVA) positif adalah PT. Bank CIMB Niaga Tbk, PT. United Tractors Tbk, PT.

Aneka Tambang Tbk, PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, PT. Jasa Marga (Persero), PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT. Bank DKI, dan PT. Bakrieland Development Tbk. Perusahaan-perusahaan yang memiliki economic value added (EVA) positif menunjukkan bahwa manajemen perusahaan-perusahaan tersebut telah berhasil meningkatkan nilai perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan dalam memaksimalkan nilai perusahaan dan membuktikan bahwa kinerja perusahaan itu baik.

Sedangkan perusahaan yang memiliki Economic Value added (EVA) terendah adalah PT. Jamsostek (Persero) sebesar (3.268.215.402.729,45) ini menandakan PT. Jamsostek (Persero) Tbk memiliki nilai economic value added (EVA) yang negatif dimana economic value added (EVA) < 0. Perusahaan- perusahaan lain juga yang memiliki nilai economic value added (EVA) negatif adalah PT. Adhi Karya (Persero) Tbk, PT. Kawasan Berikat Nusantara (Persero), PT. Elnusa Tbk, dan PT. Panorama Transportasi Tbk. Perusahaan-perusahaan yang memiliki economic value added (EVA) negatif menunjukkan bahwa manajemen perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan-perusahaan bagi pemilik perusahaan sesuai dengan tujuan manajemen keuangan dalam memaksimalkan nilai perusahaan karena total biaya modal perusahaan lebih besar daripada laba operasi setelah pajak yang diperolehnya, sehingga kinerja keuangan perusahaan-perusahaan tersebut tidak baik.

4.2.2. Penerapan Good Corporate Governance (X)

Good Corporate Governance (GCG) merupakan suatu sistem pengelolaan perusahaan yang baik dan amanah dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar antara lain transparansi (transparency), akuntabilitas (accountablity), responsibilitas (responbility), indenpendensi (independency), dan kewajaran (fairness) yang bertujuan untuk melindungi dan menyeimbangkan kepentingan antara pemegang saham (shareholder) dan pemangku kepentingan (stakeholder) yang berlandaskan peraturan perundangan dan norma yang berlaku. Penerapan prinsip-prinsip tersebut merupakan pedoman ataupun acuan para pelaku usaha (bisnis) dalam menjalankan kegiatan usahanya. Perusahaan yang telah menerapkan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) dengan baik akan mampu memiliki tingkat sensivitas yang tinggi terhadap segala akivitas bisnis yang dijalankannya dalam menghadapi persaingan usaha.

Dengan menerapkan good corporate governance (GCG), sebuah perusahaan akan memberlakukan para pesaingnya sebagai mitra bisnis yang setara, sehingga dapat tercapai win-win solution. Artinya, dalam menjalankan bisnis, kedua belah pihak akan mengutamakan prinsip saling menguntungkan, bukan win-loss, yaitu salah satu perusahaan diuntungkan dan yang lain dirugikan.

Pada April 2001, Komite Nasional Indonesia untuk Kebijakan Tata Kelola Perusahaan mengeluarkan The Indonesian Code for Good Corporate Governance (Kode Tata Kelola Perusahaan yang Baik) bagi masyarakat bisnis Indonesia. Pada tahap pertama, ketentuan tentang tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) tersebut (terutama) ditujukan bagi perusahaan-perusahaan publik, badan usaha milik negara (BUMN), dan perusahaan-perusahaan yang mempergunakan dana publik atau ikut serta dalam pengelolaan dana publik.

Prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) merupakan salah satu faktor kunci sukses untuk mempertahankan dan menumbuhkan kepercayaan para investor (terutama investor asing) terhadap perusahaan Indonesia. Dalam hal pengukuran penerapan good corporate governance (GCG) dilakukan dengan menggunakan skor corporate governance perception index (CGPI) yang diadakan oleh The Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG). Corporate Governance Perception Index (CGPI) adalah program riset dan pemeringkatan penerapan good corporate governance (GCG) pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Corporate Governance Perception Index (CGPI) diikuti oleh Perusahaan Publik (Emiten), BUMN, Perbankan dan Perusahaan Swasta lainnya. Program ini dirancang untuk memicu perusahaan dalam meningkatkan kualitas penerapan konsep corporate governance melalui perbaikan yang berkesinambungan (continous improvement) dengan melaksanakan evaluasi dan melakukan studi banding (benchmarking).

Indeks yang digunakan untuk memberikan skor berupa angka mulai dari 0 sampai 100, jika perusahaan memiliki skor mendekati atau mencapai nilai 100 maka perusahaan tersebut semakin baik dalam menerapkan corporate governance. Bila skor 55-69 maka diberi predikat “cukup terpercaya”. Bila skor 70-84 maka diberi predikat “terpercaya”. Bila skor 85-100 maka diberi predikat “sangat terpercaya”.

Nilai skor corporate governance perception index (CGPI) masing-masing perusahaan sampel untuk perusahaan tahun 2007 dan perusahaan tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 4.3 : Skor corporate governance perception index (CGPI) tahun 2007 No. Nama Perusahaan Skor CGPI Tahun 2007

1 PT. Bank Mandiri Tbk. 89.86

2 PT. Bank CIMB Niaga Tbk. 88.30

3 PT. United Tractors Tbk. 83.42

4 PT. Aneka Tambang Tbk. 83.41

5 PT. Adhi Karya Tbk. 82.07

6 PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk. 81.23

7 PT. Indosat Tbk. 80.24

8 PT.Bank NISP Tbk. 79.83

9 PT. Kawasan Berikat Nusantara Tbk. 71.11

10 PT. Elnusa Tbk. 78.28

11 PT. Bank DKI Tbk. 75.24

12 PT. Citra Marga Nushapala Persada Tbk. 69.66 13 PT. Bakrieland Development Tbk. 69.17 14 PT.Jamsostek Tbk. 72.43 15 PT. Panorama Transportasi Tbk. 60.55 Jumlah 1164.80 Mean 77.65 Sumber : Lampiran 4

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa rata-rata skor corporate governance perception index (CGPI) untuk semua perusahaan selama periode penelitian tahun 2007 sebesar 77,65. Perusahaan yang memiliki skor corporate governance perception

index (CGPI) tertinggi pada tahun 2007 ditempati oleh PT. Bank Mandiri Tbk sebesar 89,86 dan posisi kedua ditempati oleh PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan predikat “sangat terpercaya”. Perusahaan- perusahaan yang mendapatkan predikat “terpercaya” adalah PT. United Tractors Tbk, PT. Aneka Tambang Tbk, PT.Adhi Karya (Persero) Tbk, PT. Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk, PT. Indosat Tbk, PT.

Dokumen terkait