• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.1 Gambaran Umum Perbankan Nasional

Kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan ini selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan diluar perbankan seperti sektor riil dalam perekonomian, politik, hukum dan sosial.

Lembaga perbankan sebagai lembaga yang berfungsi sebagai penghimpun dana dan menyalurkan dana dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan tersebut dapat berhasil dengan baik apabila ada lembaga mediator antara pemilik dan pengguna dana melalui lembaga keuangan bank. Salah satu cara memperkecil jarak tersebut adalah dengan memperluas dan menyebarkan lembaga keuangan tersebut kesegala lapisan masyarakat.

Untuk mempercepat pencapaian sasaran dan harapan terhadap perbankan dapat tercapai, maka perlu diciptakan suatu kondisi yang memungkinkan perbankan dapat melakukan upaya yang maksimal agar misi yang dibebankan tersebut dapat terpenuhi. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan yang mendorong perbankan untuk dengan mudah dapat melakukan perluasan usaha, kebijaksanaan moneter yang mendukung hal tersebut . (Anonim, 2008 : 10-14)

Sedangkan perkembangan faktor – faktor internal dan eksternal perbankan tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga periode, antara lain :

a. Kondisi perbankan di Indonesia sebelum diregulasi (sebelum serangkaian paket – paket deregulasi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980 an). Perbankan pada masa ini sangat kuat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari penguasa yang dalam hal ini adalah pemerintah.

b. Kondisi perbankan di Indonesia sesudah deregulasi (setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1990 an). Inflansi yang tinggi serta kondisi ekonomi makro secara umum yang tidak bagus terjadi secara bersamaan dengan kondisi perbankan yang tidak dapat memobilisasikan dana yang baik. Fenomena yang terjadi pada masa sebelum deregulasi tersebut, seolah – olah lingkaran yang tidak ada ujung pangkalnya serta saling mempengaruhi. Untuk mengatasinya cara yang ditempuh pemerintah melakukan serangkaian kebijakan berupa deregulasi disektor riil dan moneter. Pada tahun awal, deregulasi lebih cepat dampaknya pada sektor moneter melalui serangkaian perubahan didunia perbankan. Meskipun istilah yang digunakan adalah “deregulasi”. Namun tidak berarti bahwa perubahan yang dilakukan sepenuhnya berupa pengurangan pembatasan atau pengaturan didunia perbankan. Perubahan yang terjadi termasuk

peningkatan pengaturan pada bidang tertentu, sehingga deregulasi ini lebih cepat untuk diartikan sebagai perubahan – perubahan yang dimotori oleh otoritas moneter untuk meningkatkan kinerja dunia perbankan dan pada akhirnya juga diharapkan akan meningkatkan kinerja sektor riil.

c. Kondisi perbankan di Indonesia saat krisis ekonomi mulai akhir tahun 1997 an. Deregulasi dan penerapan kebijakan – kebijakan lain yang terkait dengan sektor perbankan lebih mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kemampuan kinerja ekonomi makro di Indonesia. Mobilisasi dana melalui perbankan menjadi lebih besar dan perbankan menjadi lebih besar peran sertanya dalam menunjang kegiatan disektor riil melalui peningkatan produksi barang dan jasa. Perkembangan ini dalam waktu yang sangat singkat menjadi terhenti dan bahkan mengalami kemunduran total akibat adanya krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1997 an. Krisis ekonomi yang awalnya hanya dipandang sebagai krisis moneter ini banyak menyebabkan perubahan dalam kondisi perbankan di Indonesia. (Anonim, 2008 : 14-20)

4.1.2. Perbankan Syariah

Sejarah berdirinya perbankan dengan sistem bagi hasil, didasarkan pada dua alasan utama yaitu (1) adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam agama, bukan saja oleh Agama Islam tetapi juga oleh agama samawi lainnya, (2) dari aspek ekonomi, penyerahan resiko

usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang sistem perbankan konvensional akan menyebabkan penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki kapital besar.

Sebenarnya prinsip bagi hasil dalam lembaga keuangan telah dikenal luas baik di negara Islam maupun non Islam. Jadi bank syariah tidak berkaitan dengan kegiatan ritual keagamaan (Islam) tapi lebih merupakan konsep pembagian hasil usaha antara pemilik modal dengan pihak pengelola modal. Dengan demikian pengelolaan bank dengan prinsip syariah dapat diakses dan dikelola oleh seluruh masyarakat yang berminat tidak terbatas pada masyarakat Islam, walaupun tidak dipungkiri sampai saat ini bank syariah di Indonesia baru berkembang pada kalangan masyarakat Islam. Dilihat dari aspek ini, peluang pengembangan bank syariah di Indonesia cukup besar, karena Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk muslim paling besar.

Keberadaan bank syariah dalam sistem perbankan Indonesia sebenarnya telah di kembangkan sejak tahun 1992 sejalan dengan diberlakukannya Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan. Dengan diberlakukannya Undang-Undang No.10 tahun 1998, maka landasan hukum bank syariah telah cukup jelas dan kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Selanjutnya, dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 23 tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 tahun 2004, Bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah

sehingga Bank Indonesia dapat mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank-bank syariah.

Perkembangan usaha perbankan syariah di Indonesia merupakan realisasi atas kebutuhan masyarakat akan sistem perbankan alternatif yang dapat memberikan layanan perbankan yang aman dan sesuai dengan peraturan syariah. Perbankan syariah terus mengalami pertumbuhan, ini terbukti dengan adanya pertumbuhan seperti asset, dan dana pada perbankan syariah.

Berdasarkan laporan Bank Indonesia Cabang Surabaya, menutup tahun 2007 total asset bank umum syariah tercatat Rp.36,5 triliun, meningkat 36,7 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sedangkan dana yang berhasil di himpun oleh bank umum syariah sebesar Rp.28,1 triliun. Dana yang dihimpun tersebut baerasal dari deposito mudharabah sebesarRp.14,8 miliar, dari tabungan (mudharabah) sebesar Rp.9,5 miliar, sedangkan sisanya berasal dari giro sebesar Rp.3,7 miliar. (Anonim, 2008 : 85-87)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data-data serta perkembangan Likuiditas Bank Umum, dan Likuiditas Bank Syariah sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Inflasi, Suku Bunga Bank Indonesia, Jumlah Uang Yang Beredar dan Kurs Valas.

4.2.1. Per kembangan Likuiditas Bank Umum dan Likuiditas Bank Syariah Perkembangan Likuiditas Bank Umum, dan Likuiditas Bank Syariah, dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1 yang menjelaskan bahwa pada tahun 2002 sampai 2011, Likuiditas Bank Umum terbesar pada tahun 2011 sebesar Rp. 70,95 Milyar dan Likuiditas Bank Umum yang terendah yaitu pada tahun 2002 sebesar Rp. 39,20 Milyar, Perkembangan Likuiditas Bank Umum terbesar terjadi pada tahun 2004 sebesar 19,66 % dan terendah sebesar -6,84 % terjadi pada tahun 2009, Likuiditas Bank Syariah terbesar pada tahun 2002 sebesar Rp. 154,47 Milyar dan Likuiditas Bank Syariah yang terendah yaitu pada tahun 1998 sebesar Rp. 56,69 Milyar. Perkembangan Likuiditas Bank Syariah terbesar terjadi pada tahun 2010 sebesar 29,97 % dan terendah sebesar -33,20 % terjadi pada tahun 2007.

Tabel.1. Perkembangan Likuiditas Bank Umum dan Likuiditas Bank Syariah di Kota Surabaya 2002-2011 di Surabaya

Tahun Likuiditas Bank Umum (Milyar Rp) Perkembangan (%) Likuiditas Bank Syariah (Milyar Rp) Perkembangan (%) 2002 39,20 - 154,47 - 2003 43,13 10,02 122,92 - 20,42 2004 51,61 19,66 82,60 - 32,80 2005 53,26 3,19 98,39 19,11 2006 54,35 2,04 99,46 1,08 2007 63,15 16,19 66,43 - 33,20 2008 66,03 4,56 62,68 - 5,64 2009 61,51 - 6,84 56,69 - 9,55 2010 67,98 10,51 73,68 29,97 2011 70,95 4,36 71,54 - 2,90

4.2.2. Per kembangan Inflasi

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Tingkat Inflasi setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Perkembangan Tingkat Inflasi, yang tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 8,06 % ini dikarenakan terjadi dari kenaikan harga barang – barang yang tidak dikendalikan Pemerintah dan adanya kenaikan harga BBM. tetapi pada tahun 2006 terjadi perkembangan terendah sebesar - 7,42 %. Hal ini bisa dilihat dari nilai Tingkat Inflasi di tahun 2005 sebesar 14,12 % menjadi 6,70 % atau turun sebesar - 7,42 %.

Tabel.2. Perkembangan Inflasi Tahun 2002-2011 di Kota Surabaya

Tahun Inflasi ( % ) Perkembangan ( % )

2002 9,15 - 2003 4,79 - 4,36 2004 6,06 1,27 2005 14,12 8,06 2006 6,70 - 7,42 2007 6,27 - 0,43 2008 8,73 2,46 2009 3,39 - 5,34 2010 7,33 3,94 2011 4,77 - 2,56

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah ) 4.2.3. Per kembangan Suku Bunga Bank Indonesia

Perkembangan Suku Bunga Bank Indonesia dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.3. Perkembangan Suku Bunga Bank Indonesia Tahun 2002-2011 di Kota Surabaya

Tahun Suku Bunga Bank Indonesia ( %) Perkembangan ( % )

2002 12,93 - 2003 8,31 - 4,62 2004 7,43 - 0,88 2005 12,75 5,32 2006 9,75 - 3,00 2007 8,00 - 1,75 2008 9,25 1,25 2009 6,50 - 2,75 2010 6,50 0,00 2011 6,00 - 0,50

Sumber : Statistik Bank Indonesia ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Suku Bunga Bank Indonesia selama 10 tahun (2002-2011) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Suku Bunga Bank Indonesia adalah pada tahun 2005 sebesar 5,32 % di karenakan meningkatnya harga BBM dan tidak stabilnya perekonomian di Indonesia dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2003 sebesar -4,62 % di karenakan membaiknya perekonomian terutama makro ekonomi di Indonesia. Suku Bunga Bank Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 12,93 % dan Suku Bunga Bank Indonesia terendah pada tahun 2011 sebesar -6,00 %.

4.2.4. Per kembangan J umlah Uang Yang Beredar

Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Jumlah Uang Yang Beredar setiap tahunnya mengalami naik turun yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yang menjelaskan bahwa pada tahun 2002 sampai 2011, Perkembangan terbesar Jumlah Uang Yang

Beredar pada tahun 2007 sebesar 19,33 % di karenakan turunnya suku bung Bank Indonesia sehingga masyarakat mendapatkan kemudahaan di dalam peminjaman pada bidang perbankan dan terendah sebesar 7,84 % terjadi pada tahun 2004,di karenakan masih tingginya suku bunga Bank Indonesia sedangkan Jumlah Uang Yang Beredar terbesar pada tahun 2011 sebesar Rp. 2.877.200 Milyar. dan Jumlah Uang Yang Beredar yang terendah yaitu pada tahun 2002 sebesar Rp. 883.908 Milyar.

Tabel.4. Perkembangan J umlah Uang Yang Beredar Tahun 2002-2011 di Kota Surabaya

Tahun Jumlah Uang Yang Beredar ( Milyar Rupiah ) Perkembangan ( % ) 2002 883.908 - 2003 958.692 8,46 2004 1.033.877 7,84 2005 1.202.762 16,33 2006 1.382.433 14,93 2007 1.649.662 19,33 2008 1.895.839 14,92 2009 2.141.384 12,95 2010 2.471.206 15,40 2011 2.877.200 16,42

Sumber : Statistik Bank Indonesia ( diolah ) 4.2.5. Per kembangan Kurs Valuta Asing

Perkembangan Kurs Valuta Asing dari tahun ke tahun mengalami fluktuatif. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 yang menjelaskan bahwa pada tahun 2002 sampai 2011, Perkembangan terbesar Kurs Valuta Asing pada tahun 2008 sebesar 16,25 % hal ini dikarenakan pada tahun 2000 terjadi adanya krisis minyak mentah dunia serta kenaikan harga BBM dan terendah sebesar – 14,15 % terjadi pada tahun 2009, hal ini dikarenakan

sudah membaiknya makro perekonomian di Indonesia sehingga Kurs Valuta Asing mengalami penguatan, Kurs Valuta Asing terbesar pada tahun 2008 sebesar Rp. 11005 dan Kurs Valuta Asing yang terendah yaitu pada tahun 2003 sebesar Rp. 8807.

Tabel.5. Perkembangan Kurs Valuta Asing Tahun 2002-2011 di Kota Surabaya

Tahun Kurs Valuta Asing ( Rupiah ) Perkembangan ( % ) 2002 8.985 - 2003 8.807 - 1,98 2004 9.336 6,00 2005 9.879 5,81 2006 9.065 - 8,23 2007 9.466 4,42 2008 11.005 16,25 2009 9.447 - 14,15 2010 9.036 - 4,35 2011 9.113 0,85

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik (BLUE / Best Linier Unbiased Estimator).

Agar dapat diperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) atau perkiraan linier tidak bias yang terbaik maka estimasi tersebut harus memenuhi beberapa asumsi yang berkaitan. Apabila salah satu asumsi tersebut dilanggar, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE, sehingga pengambilan keputusan melalui uji F dan uji t menjadi bias. Dalam hal ini harus dihindarkan terjadinya kasus-kasus sebagai berikut :

1. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai “korelasi antara data observasi yang diurutkan berdasarkan urut waktu (data time series) atau data yang diambil pada waktu tertentu (data cross-sectional)” (Gujarati, 1995:201). Untuk mengujji variabel-variabel yang diteliti apakah terjadi autokorelasi atau tidak dapat digunakan uji Durbin Watson, yaitu dengan cara membandingkan nilai Durbin Watson yang dihitung dengan nilai Durbin Watson (dL dan du) dalam tabel. Distribusi penetuan keputusan dimulai dari 0 (nol) sampai 4 (empat). Kaidah keputusan dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Jika d lebih kecil daripada dL atau lebih besar daripada (4-dL), maka hipotesis nol ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. 2. Jika d teletak antara dU dan (4-dU), maka hipotesis nol diterima

yang berarti tidak ada autokorelasi.

3. Jika nilai d terletak antara dL dan dU atau antara (4-dL) dan (4-dU) maka uji Durbin-Watson tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti, untuk nilai-nilai ini tidak dapat disimpulkan ada tidaknya autokorelasi di antara faktor-faktor penganggu.

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala autokorelasi dalam model penelitian maka perlu dilihat nilai DW tabel. Diketahui jumlah variabel bebas adalah 4 (k=4) dan banyaknya data adalah (n=10) sehingga diperoleh nilai DW tabel adalah sebesar dL = 0,376 dan dU = 2,414.

Gambar 10. Kurva Statistik Durbin Watson

Daerah Daerah Daerah Daerah

Kritis Ketidak- Terima Ho Ketidak- Kritis pastian pastian

Tolak Tidak ada Tolak Ho autokorelasi Ho

0 dL= 0,376 dU = 2,414 (4-dU) = 1,586 (4-dL) = 3,624 d

Sumber : pada output Model Summary

Berdasarkan hasil analisis kesembilan sector, maka dalam model regresi ini tidak terjadi gejala autokorelasi karena nilai DW tes yang diperoleh adalah sebagai berikur :

Tabel 6. Tes Autokorelasi Variabel

Nilai DW Test

Ketentuan Daerah Keterangan Likuiditas Bank Umum 1,135 0 – 0,376 (ada auto korelasi)

0,376 – 2,414 (daerah ketidak pastian) 2,414 – 1,586 (tidak ada autokorelasi) 1,586 – 3,624 (daerah ketidak pastian) 3,624 - 4 ( ada autokorelasi ) Daerah ketidakpastian Likuiditas Bank Syariah 1,819 Daerah ketidakpastian

Sumber :pada output Model Summary

2. Multikolinier

Multikolinieritas berarti ada hubungan linier yang “sempurna” atau pasti di antara beberapa atau semua variabel independen dari model regresi.

Dari dugaan adanya multikolinieritas tersebut maka perlu adanya pembuktian secara statistik ada atau tidaknya gejala multikolinier dengan cara menghitung

(VIF). VIF menyatakan tingkat “pembengkakan” varians. Apabila VIF lebih besar dari 10, hal ini berarti terdapat multikolinier pada persamaan regresi linier.

Adapun hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari keempat variabel yang dianalisis dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7 : Tes Multikolinier

Variabel Y/X (X1) VIF (X2) VIF (X3) VIF (X4) VIF Ketentuan Keterangan Likuiditas Bank Umum 4,248 6,100 2,426 1,321 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier Likuiditas Bank Syariah 4,248 6,100 2,426 1,321 ≤ 10 Tidak terjadi Multikolinier Sumber pada output Coefficients

Maka hasil yang diperoleh setelah diadakan pengujian analisis regresi linier berganda diketahui bahwa dari keempat variabel dalam variabel Investasi perLikuiditas Bank Umum, dan Likuiditas Bank Syariah, di mana nilai VIF lebih kecil dari 10 sehingga dalam model regresi ini tidak terjadi multikolinier.

3. Heterokedastisitas

Pada regresi linier nilai residual tidak boleh ada hubungan dengan variabel bebas (X). Hal ini bisa diidentifikasikan dengan menghitung korelasi rank spearman antara residual dengan seluruh variabel bebas. Pembuktian adanya heterokedastisitas dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 8. Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman Variabel Y/X Sig 2-tailed (X1) Sig 2-tailed (X2) Sig 2-tailed (X3) Sig 2-tailed (X4) Ketentuan Keterangan Likuiditas Bank Umum 0,676 0,987 0,580 0,174 ≥ 0,05 Tidak terjadi heterokedastisitas Likuiditas Bank Syariah 0,676 0,675 0,511 0,244 ≥ 0,05 Tidak terjadi heterokedastisitas Sumber pada output NonParametrik

Berdasarkan tabel diatas, diperoleh tingkat signifikansi koefisien korelasi rank spearman untuk variabel terikat Likuiditas Bank Umum, dan Likuiditas Bank Syariah, keseluruhan residualnya lebih besar dari 0,05 (tidak signifikan) sehingga tidak mempunyai korelasi yang berarti antara nilai residual dengan variabel yang menjelaskan. Jadi dapat disimpulkan persamaan tersebut tidak terjadi heterokedastisitas.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diatas dapat disimpulkan bahwa pada model penelitian ini tidak terjadi pelanggaran

asumsi klasik

.

4.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis

Berdasarkan dari hasil perhitungan pengolahan data dengan

bantuan komputer program SPSS (Statistical Program for Social Science)

maka diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

Y1 = 10,902 + 1,068 X1 - 2,078 X2 + 0,0000103 X3 + 0,004 X4

Y2 = 239,814 - 2,837 X1 + 11,448 X2 - 0,0000055 X3 – 0,024 X4

a. Konstanta (β0) : Y1 = 10,902, Y2 = 239,814

Menunjukkan, Jika Inflasi (X1), Suku Bunga Bank Indonesia (X2), Jumlah

Uang Yang Beredar (X3), dan Kurs Valas (X4) konstan, maka Likuiditas

Bank Umum, dan Likuiditas Bank Syariah, (Y) akan mengalami

peningkatan sebesar Rp.10,902 Milyar (Y1), dan (Y2) mengalami

peningkatan sebesar Rp. 239,814 Milyar.

b. Koefisien regresi X11) : Y1 = 1,068, Y2 = -2,837

Menunjukkan apabila Inflasi bertambah 1 persen maka Likuiditas Bank

Umum akan naik sebesar Rp. 1,068 Milyar (Y1) , dan Likuiditas Bank

Syariah akan turun sebesar Rp. 2,837 Milyar (Y2), dengan asumsi X2, X3

dan X4 konstan.

c. Koefisien regresi X22) : Y1 = - 2,078, Y2 = 11,448

Menunjukkan apabila Suku Bunga Bank Indonesia bertambah 1 persen

maka Likuiditas Bank Umum akan turun sebesar Rp.2,078 Milyar (Y1),

dan Likuiditas Bank Syariah akan naik sebesar Rp.11,448 Milyar (Y2),

dengan asumsi X1, X3 dan X4 konstan.

d. Koefisien regresi X3 3) : Y1 = 0,0000103, Y2 = - 0,0000055

Menunjukkan apabila Jumlah Uang Yang Beredar menguat 1 Milyar rupiah maka Likuiditas Bank Umum akan meningkat sebesar Rp.10300

(Y1) , dan Likuiditas Bank Syariah akan turun sebesar Rp.5500 juta (Y2)

e. Koefisien regresi X4 4) : Y1 = 0,004, Y2 = - 0,024

Menunjukkan apabila Kurs Valas menguat 1 rupiah maka Likuiditas Bank

Umum akan meningkat sebesar Rp.4 juta (Y1) , dan Likuiditas Bank

Syariah akan turun sebesar Rp.24 juta (Y2) dengan X1, X2 dan X3 konstan

Dalam analisis ini digunakan analisis regresi linier berganda dan untuk mengolah data yang ada diguanakan alat bantu komputer dengan

program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0. Untuk

mengetahui hasil analisis secara simultan antara variabel bebas terhadap Investasi Likuiditas Bank Umum, dan Likuiditas Bank Syariah, sebagai variabel terikat digunakan uji F dapat di lihat pada tabel berikut :

Tabel 9: Analisis Varian (ANOVA) Sumber

Varian

Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah F hitung F

tabel

Regresi 956,105 4 239,026 20,640 5,19

Sisa 57,904 5 11,581

Total 1014,009 9

Sumber: Lampiran 2 dan 4

1. Untuk menguji pengaruh secara simultan (serempak) digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Ho : β1 = β2 = β3 = 0

Secara keseluruhan variabel bebas tidak ada pengaruh terhadap variabel terikat.

Hi : β1≠β2≠β3≠ 0

Secara keseluruhan variabel bebas ada pengaruh terhadap variabel terikat.

b. α = 0,05 dengan df pembilang = 4 df penyebut = 5

c. F tabel (α = 0,05) = 5,19

d. F hitung = Rata - rata kuadrat regresi

Rata - rata kuadrat sisa

239,026

= --- = 20,640 11,581

e). Daerah pengujian

Gambar 11.

Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan

Ho diterima apabila F hitung ≤ 5,19 Ho ditolak apabila F hitung > 5,19

f) . Kesimpulan

Oleh karena F hitung = 20,640 > F tabel = 5,19 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan

variabel bebas yaitu Tingkat Inflasi (X1), Suku Bunga Bank

Indonesia (X2), Jumlah Uang Yang Beredar (X3), dan Kurs

Valas (X4), berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap

20,640 5,19

Daerah Penerimaan H0

Daerah Penolakan H0

Uji Hipotesis Secara Par sial

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel

bebas Tingkat Inflasi (X1), Suku Bunga Bank Indonesia (X2), Jumlah

Uang Yang Beredar (X3), dan Kurs Valas (X4). Hasil penghitungan

tersebut dapat dilihat dalam analisis sebagai berikut :

Tabel 10 : Hasil Analisis Variabel Tingkat Inflasi (X1), Suku Bunga Bank Indonesia (X2),

dan Jumlah Uang Yang Beredar (X3), terhadap Likuiditas Bank Umum.

Variabel Koefisien

Regresi t hitung t tabel

r2 Parsial

Tingkat Inflasi (X1) 1,068 -1,385 2,571 0,276

Suku Bunga Bank Indonesia (X2) -2,078 -1,832 2,571 0,401

Jumlah Uang Yang Beredar (X3) 0,0000103 3,974 2,571 0,760

Kurs Valas 0,004 2,069 2,571 0,461

Variabel terikat : Likuiditas Bank Umum Konstanta : 10,902

Koefisien Korelasi ( R ) : 0,971 R2 : 0,943

Sumber: Lampiran 3

Selanjutnya untuk melihat ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel terhadap variable terikatnya, dapat dianalisa melalui uji t dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Pengaruh secara parsial antara Tingkat Inflasi (X1) terhadap

Likuiditas Bank Umum (Y) Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : β1 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : β1≠ 0 (ada pengaruh) ii. α = 0,05 dengan df = 5 iii. t hitung = ) (β Se β 1 1 = 1,385

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,571

v. pengujian

Gambar 12

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Tingkat Inflasi (X1) terhadap

Likuiditas Bank Umum (Y)

Sumber : lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 1,385 < t-tabel sebesar 2,571 Ho diterima dan Ha ditolak, pada level

signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Tingkat Inflasi (X1)

tidak berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Likuiditas Bank Umum (Y). Hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi

dari Tingkat Inflasi (X1) sebesar 0,225 yang lebih besar dari 0,05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Tingkat Inflasi sebesar 0,276

yang artinya bahwa Tingkat Inflasi (X1) secara parsial mampu

menjelaskan variabel terikat Likuiditas Bank Umum (Y) sebesar 27,6 %, sedangkan sisanya 72,4 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

b) Pengaruh secara parsial antara Suku Bunga Bank Indonesia

(X2) terhadap Likuiditas Bank Umum (Y)

2,571 -2,571

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

i. Ho : β2 = 0 (tidak ada pengaruh) Hi : β2≠ 0 (ada pengaruh) ii. α = 0,05 dengan df = 5 iii. t hitung = ) (β Se β 2 2 = - 1,832

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,571

v. pengujian

Gambar 13

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Suku Bunga Bank Indonesia

(X2) terhadap Likuiditas Bank Umum (Y)

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar -1,832 < t tabel sebesar -2,571 maka Ho diterima dan Ha di tolak, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Suku Bunga

Bank Indonesia (X2) tidak berpengaruh secara nyata negatif

terhadap Likuiditas Bank Umum (Y).hal ini didukung juga dengan

nilai signifikansi dari Suku Bunga Bank Indonesia (X2) sebesar

0,126 yang lebih besar dari 0,05.

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

Nilai r2 parsial untuk variabel Suku Bunga Bank Indonesia sebesar 0,401 yang artinya bahwa Suku Bunga Bank Indonesia

(X2) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Likuiditas

Bank Umum (Y) sebesar 40,1 %, sedangkan sisanya 59,9 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

c) Pengaruh secara par sial antara J umlah Uang Yang Bereda r

(X3) terhadap Likuiditas Bank Umum (Y)

Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : β3 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : β3≠ 0 (ada pengaruh) ii. α = 0,05 dengan df = 5 iii. t hitung = ) (β Se β 3 3 = 3,974

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,571

v. pengujian

Gambar 14

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Jumlah Uang Yang Beredar (X3)

terhadap Likuiditas Bank Umum (Y)

Sumber : Lampiran 3 2,571 3,974 - 2,571 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 3,974 > t tabel sebesar 2,571 maka Ho ditolak dan Ha diterima, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Jumlah Uang Yang

Beredar (X3) berpengaruh secara nyata positif terhadap Likuiditas

Bank Umum (Y).hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi

dari Jumlah Uang Yang Beredar (X3) sebesar 0,011 yang lebih

kecil dari 0,05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Jumlah Uang Yang Beredar

sebesar 0,760 yang artinya Jumlah Uang Yang Beredar (X3) secara

parsial mampu menjelaskan variabel terikat Likuiditas Bank Umum (Y) sebesar 76 %, sedangkan sisanya 24 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

d) Pengaruh secara par sial antara Kur s Valas (X4) terhadap

Likuiditas Bank Umum (Y) Langkah-langkah pengujian :

vi. Ho : β4 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : β4≠ 0 (ada pengaruh) vii.α = 0,05 dengan df = 5 viii. t hitung = ) 4 (β Se 4 β = 2,069

ix. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,571

Gambar 15

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Kurs Valas (X4)

terhadap Likuiditas Bank Umum (Y)

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 2,069 < t tabel sebesar 2,571 maka Ho diterima dan Ha ditolak, pada level

signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Kurs Valas (X4)

tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Likuiditas Bank Umum (Y).hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari

Kurs Valas (X4) sebesar 0,093 yang lebih besar dari 0,05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Kurs Valas sebesar 0,461

yang artinya Kurs Valas (X4) secara parsial mampu menjelaskan

variabel terikat Likuiditas Bank Umum (Y) sebesar 46,1 %, sedangkan sisanya 53,9 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

Kemudian untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh paling dominan empat variabel bebas terhadap

Likuiditas Bank Umum : Tingkat Inflasi (X1), Suku Bunga Bank

Indonesia (X2), Jumlah Uang Yang Beredar (X3) dan Kurs Valas

2,571 2,069 - 2,571 Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

(X4) dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi parsial yang paling besar, dimana dalam perhitungan ditunjukkan oleh

Dokumen terkait