• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: METODE PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

Perjalanan perekonomian di Indonesia banyak mengalami gejolak dan fluktuasi serta perubahan akibat permasalahan yang kompleks. Krisis multidimensional di Indonesia yang bermula dari kemerosotan nilai tukar rupiah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Penyakit – penyakit ekonomi yang selama ini tertutupi oleh “gemerlap” indikator makroekonomi agregat dan serangkaian pujian dari lembaga – lembaga internasional satu demi satu terbuka.

Kebijakan – kebijakan ekonomi yang dikeluarkan cenderung bersifat jangka pendek dan sering mengalami perubahan apabila terjadi perubahan kepemimpinan. Fundamental perekonomian Indonesia yang lemah dan sangat rentan terhadap gejolak – gejolak baik yang berasal dari luar maupun dari dalam negeri. Kondisi perekonomian Indonesia semakin diperburuk dengan meningkatnya ketidakstabilan ekonomi global yang tentu saja akan memberikan pengaruh yang cukup besar karena efek dari globalisasi. Misalnya kenaikan harga minyak dunia yang tentu saja akan berdampak terhadap meningkatnya inflasi dan melemahnya pertumbuhan ekonomi. Meningkatnya inflasi akan menggerogoti nilai uang yang dimiliki masyarakat sementara melemahnya pertumbuhan ekonomi berdampak terhadap berkurangnya penciptaan lapangan kerja sehingga angka kemiskinan pun bertambah.

xcii Tahun 1997/1998 merupakan tahun yang terberat dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi indonesia. Diawali oleh krisis nilai tukar, kinerja perekonomian indonesia menurun tajam dan berubah menjadi krisis yang berkepanjangan di berbagai bidang. Pertumbuhan ekonomi merosot menjadi 4,7 % pada tahun 1997 dari yang semula 8,0 %. Perbankan yang diharapkan menjadi penopang ternyata juga mengalami kejatuhan akibat lemahnya prinsip kehati – hatian sehingga mengakibatkan penutupan 16 bank pada bulan november 1997 yang membuat keadaan menjadi semakin buruk.

Memasuki tahun 1998 telah mulai menunjukkan tanda – tanda perbaikan. Perkembangan berbagai indikator utama ekonomi menunjukkan bahwa kinerja perekonomian telah mulai melewati titik dasar. Laju inflasi terus menurun dan nilai tukar rupiah cenderung semakin menguat sehingga ruang gerak bagi penurunan suku bunga menjadi terbuka. Kemajuan yang cukup berarti juga dicapai dalam langkah restrukturisasi perbankan dan utang luar negeri, khususnya utang perbankan dan pemerintah. Kemajuan tersebut ikut berperan penting dalam menstabilkan situasi dan kondisi moneter dan perbankan yang sempat terganggu oleh krisis nilai tukar dan perbankan. Membaiknya inflasi, terkendalinya uang primer serta perkembangan nilai tukar yang stabil dan cenderung menguat tersebut telah memberikan ruang gerak bagi kebijakan moneter untuk secara bertahap dan konsisten menurunkan suku bunga dalam rangka memberikan sinyal yang positif bagi proses pemulihan ekonomi. Iklim yang positif ini juga dimanfaatkan oleh pihak perbankan untuk memperbaikan kondisi internalnya melalui restrukturisasi kredit dan penguatan struktur permodalan sehingga mampu

xciii meningkatkan ekspansi kredit perbankan walaupun belum seperti yang diharapkan.

Tahun 2005 merupakan tahun pertama perekonomian indonesia memasuki era baru menuju pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara berkelanjutan. Pemerintah telah menyusun rencana strategis yang dijabarkan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional 2004 – 2009 (RPJMN) pemerintah. Dalam RPJMN tersebut dicanangkan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam 5 tahun kedepan akan mencapai rata – rata 6,6 % sehingga dapat mengurangi rasion penduduk miskin menjadi 8,2 % dan menekan tingkat pengangguran menjadi 5,1 % pada 2009. dari sisi moneter dan perbankan bank indonesia telah menyusun rencana strategis yang diarahkan pada pencapaian laju inflasi yang rendah dan perbankan yang kuat sehingga dapat mendukung terciptanya pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan. Namun kenaikan harga minyak dunia yang membuat pemerintah untuk menaikkan harga minyak dalam negeri membuat perekonomian nasional secara keseluruhan melambat akibat efek inflasi yang cukup besar.

Memasuki tahun 2007, diawali dengan tingginya optimisme masyarakat terhadap prospek ekonomi kedepan. Stabilitas makro ekonomi yang terjaga menopang tingginya pertumbuhan ekonomi pada tahun 2007, bahkan mencapai tingkat tertinggi di periode paska krisis yakni 6,32 %. Akselerasi pertumbuhan ekonomi tersebut terutama didukung oleh tingginya permintaan dalam negeri baik konsumsi masyarakat maupun investasi. Konsumsi masayarakat meningkat seiring dengan membaiknya daya beli. Sementara pertumbuhan investasi didukung oleh membaiknya persepsi investor, meningkatnya imbal hasil investasi

xciv dan ketersediaan pembiayaan yang memadai termasuk dari perbankan dan pasar keuangan pada umumnya. Fungsi intermediasi perbankan mengalami perbaikan yang ditandai dengan peningkatan realisasi kredit yang disalurkan. Tingkat pengangguran dan kemiskinan meskipun relatif tinggi telah berangsur turun. Kestabilan makro ekonomi yang terjaga serta didukung beberapa kebijakan sektoral memberikan sumbangan terhadap membaiknya kondisi perekonomian. Kestabilan makro ekonomi ini tercermin pada nilai tukar yang stabil, inflasi yang terkendali serta defisit fiskal yang berada dalam batas aman. Dengan terjaganya stabilitas tersebut, persepsi investor dan pelaku pasar terhadap perekonomian semakin baik. Namun demikian keberhasilan dalam mencapai berbagai indikator makro dan moneter tersebut masih dihadapkan pada masalah struktural sehingga perekonomian indonesia tidak terlalu responsif terhadap perbaikan yang telah dicapai. Tingginya resikon pada sektor riil yang ditimbulkan oleh permasalahan struktural seperti ketidakpastian hukum, ketidakpastian regulasi investasi akibat otonomi daerah, masalah perburuhan dan faktor ekonomi yang berasal dari investasi dan ekspor masih terbatas. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan ekonomi indonesia yang masih bertumpu pada konsumsi, sementara peranan investasi dan ekspor dalam mendorong pertumbuhan masih terbatas.

Ketergantungan pertumbuhan ekonomi yang semakin besar terhadap konsumsi yang telah berlangsung semenjak krisis tentu saja kurang menggembirakan mengingat pertumbuhan seperti ini tidak menjamin pertumbuhan yang berkesinambungan. Secara fakta bisa kita lihat dari sisi pertumbuhan ekonomi. Bilamana dimasa orde baru pada tahun 1967 – 1997 tingkat pertumbuhan ekonomi mencapai rata – rata 6 – 7 % per tahun sedangkan

xcv selama masa reformasi pertumbuhan ekonomi hanya mencapai rata – rata 4,18 % per tahun.

Secara keseluruhan perkembangan perekonomian indonesia mengalami banyak perubahan dan juga perbaikan secara fundamental. Perekonomian indonesia mencatat pencapain pokok yang menggembirakan meskipun mendapat tekanan dan gejolak terutama dari sisi eksternal. Daya tahan perekonomian indonesia yang lebih baik tersebut antara lain disumbang oleh kombinasi kebijakan makroekonomi dan sektoral yang ditempuh khususnya koordinasi antara kebijakan moneter dan fiskal. Disisi moneter, respon kebijakan dilakukan secara hati – hati dan konsisten pada upaya pengendalian inflasi pada tingkat yang semakin rendah dalam jangka menengah dan jangka panjang. Sedangkan disisi fikskal, kesinambungan keuangan pemerintah tetap dijaga dengan baik ditengha upaya untuk mengendalikan harga komoditas strategis. Sementara itu di sisi perbankan fungsi intermediasi melalui pemberian kredit dan kelembagaan perbankan terus diperkuat, termasuk didalamnya mempercepat perbankan syariah. Adapun disisi sektoral pemerintah terus berupaya mendorong dan meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan iklim investasi, percepatan pembangnunan infrastruktur, pemberdayaan UMKM, serta penguatan dan reformasi sistem keuangan.

Kinerja perekonomian tersebut didukung oleh berbagai kebijakan yang konsisten untuk memperkuat ketahanan perekonomian domestik dalam gejolak eksternal atau internal. Kebijakan tersebut berupa kebijakn moneter yang konsisten diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi, kebijakan fiskal yang menjaga kesinambungan fiskal, kebijakan perbankan melalui peningkatan fungsi

xcvi intermdiasi namun tetap menggunakan asas prudencial banking, dan kebijakan sektoral yang mendorong percepatan investasi dan perluasan pasar tujuan ekspor.

Dokumen terkait