• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: URAIAN TEORITIS

2.6 Pengangguran

Istilah pengangguran menurut Asfia (2006:219), selalu dikaitkan dengan angkatan kerja (labor force). Angkatan kerja adalah orang yang berusian 15 sampai dengan 65 tahun. Meskipun demikian tidak semua orang yang berusia 15 tahun sampai dengan 65 termasuk angkatan kerja, karena mereka tidak mau bekerja. Misalnya orang yang tidak memerlukan lagi pekerjaan karena sudah mempunyai kekayaan yang banyak, ibu – ibu rumah tangga, dan orang yang masih sekolah atau kuliah . Dengan demikian yang disebut angkatan kerja dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Employed, semua orang yang mempunyai pekerjaan dan bekerja apa saja

sehingga dapat memperoleh penghasilan.

2. Unemployed, orang yang tidak mempunyai pekerjaan atau tidak

mempunyai penghasilan, tapi sedang berusaha mencari pekerjaan.

Berdasarkan teori kependudukan, yang dimaksud pengangguran adalah orang – orang yang usianya berada dalam usia angkatan kerja dan sedang mencari pekerjaan. Posisi pengangguran dapat dilihat dari diagram berikut.

Pengangguran pada prinsipnya mengandung arti hilangnya output (loss of

output) dan kesengsaraan bagi orang yang tidak bekerja (human misery), dan

merupakan bentuk pemborosan sumber daya ekonomi. Disamping memperkecil output, pengangguran juga memacu pengeluaran pemerintah lebih tinggi untuk keperluar kompensasi pengangguran dan kesejahteraan. Hal ini terutama terjadi di

lxiv negara – negara maju dimana negara atau pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyediakan tunjangan bagi para penganggur (Nanga 2001:243).

Tingkat Pengangguran

Untuk mengetahui besar kecilnya tingkat pengangguran dapat diamati malalui dua pendekatan antara lain sebagai berikut.

Pendekatan Angkatan Kerja (labor force approach)

Besar kecilnya tingkat pengangguran dihitung berdasarkan presentase dari perbandingan jumlah antara orang yang menganggur dan jumlah angkatan kerja. 100% kerja angkatan Jumlah menganggur yang Jumlah an Penganggur Tingkat = Χ

Pendekatan Pemanfaatan Tenaga Kerja (labor utilization approach) Untuk menentukan besar kecilnya tingkat pengangguran didasarkan pada pendekatan pemanfaatan tenaga kerja antara lain :

a. Pengangguran penuh (unemployed), yaitu sejumlah orang yang benar – benar sama sekali tidak bekerja atau tidak dimanfaatkan sama sekali. Pengangguran ini disebut juga pengangguran terbuka (open unemployment)

b. Setengah Menganggur (underemployed), sejumlah orang yang bekerja belum dimanfaatkan secara penuh. Jam kerjanya dalam seminggu kurang dari 35 jam. Tingkat pengangguran tipe ini relatif besar. Pengangguran ini disebut juga disguise unemployment.

lxv

2.6.2 Jenis – Jenis Pengangguran

Jenis pengangguran ditinjau dari teori ekonomi mikro dapat dibedakan menjadi beberapa bagian, yaitu pengangguran sukarela (involuntary

unemployment) dan pengangguran terpaksa (involuntary unemployment).

Pengangguran sukarela adalah pengangguran yang bersifat sementara, karena mereka tidak mau bekerja pada tingkat upah yang berlaku dan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik atau lebih cocok. Pengangguran terpaksa adalah pengangguran yang terpaksa diterima oleh pencari kerja, walaupun pada tingkat upah yang berlaku sesungguhnya masih bersedia atau ingin bekerja. Gambar berikut memperlihatkan terbentuknya pengangguran sukarela dan pengangguran terpaksa :

Gambar 2.7 Pembentukan Pengangguran Sukarela dan Terpaksa

Keterangan :

 Gambar kiri menunjukkan jumlah keseluruhan angkatan kerja adalah OL*. Pada tingkat upah setinggi OW jumlah tenaga kerja yang diminta atau yang dibutuhkan dunia kerja persis sama dengan tenaga kerja yang bersedia menawarkan diri untuk bekerja yaitu sejumlah O – LE. Artinya pada tingkat

lxvi upah OW terjadi keseimbangan di pasar tenaga kerja dan tenaga kerja yang bersedia bekerja semuanya terserap oleh lapangan kerja. Bila masih ada yang menganggur sebanyak LE – L* mereka disebut pengangguran sukarela karena tidak cocok dengan tingkat upah OW.

 Gambar kanan ini menunjukkan jumlah keseluruhan angkatan kerja tetap sebesar OL*. Tetapi upah yang berlaku naik ditetapkan setinggi OW*. Hal ini dari sisi penawaran dapat menimbulkan jumlah orang yang bersedia bekerja menjadi bertambah, dari OLE menjadi OLH. Sedangkan jumlah permintaan dunia kerja terhadap tenaga kerja menjadi berkurang, dari OLE menjadi OLG. Kondisi tingkat upah sebesar OW’ menunjukkan bahwa pasar tenaga kerja tidak seimbang, terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja sebesar LG – LH. Kelebihan tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapangan kerja sebesar LG – LH disebut pengangguran terpaksa. Sedangkan jumlah pengangguran sukarela semakin kecil yaitu sebesar LH – L*.

Jenis pengangguaran ditinjau dari interpretasi ekonomi, antara lain dapat berupa hal – hal berikut :

1. Pengangguran friksional (frictional unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan adanya keinginan pekerja untuk mencari pekerjaan yang lebih baik atau lebih sesuai. Pengangguran ini disebut juga pengangguran normal dan tidak dianggap sebagai masalah yang serius.

2. Pengangguran struktural (structural unemployment), yaitu pengangguran yang disebabkan adanya perubahan atau perkembangan teknologi dalam kegiatan ekonomi. Sehingga terdapat ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki dengan yang dibutuhkan lapangan kerja.

lxvii 3. Pengangguran siklikal (cyclical unemployment), yaitu pengangguran yang

disebabkan adanya fluktuasi atau siklus dalam perkembangan bisnis atau dikarenakan oleh kemerosotan perekonomian suatu negara. Kemerosotan ekonomi bisa berasal dari dalam negeri dan bisa pula dari luar negeri, seperti konsumsi, investasi, dan ekspor. Semuanya mendorong aggregate demand lebih rendah daripada aggregate supply dan ini menimbulkan resesi.

4. Pengangguran musiman (seasonal unemployment), yaitu pengangguran yang dipengaruhi oleh perubahan musim, biasanya bersifat sementara dan terjadi dalam jangka pendek secara berulang – ulang. Contohnya di sektor pertanian, di luar musim tanam atau musim panen akan terjadi pengangguran.

2.6.3 Dampak Pengangguran

Kegiatan perekonomian suatu negara selalu bertujuan agar tingkat kemakmuran masyarakatnya dapat dimaksimumkan dan perekonomian selalu mencapai pertumbuhan ekonomi yang mantap (sustained economic growth). Tujuan ini tidak mungkin dapat dicapai jika tingkat pengangguran relatif tinggi. Tingginya tingkat pengangguran akan menimbulkan berbagai dampak yang bersifat negatif, baik terhadap kestabilan ekonomi maupun terhadap kestabilan sosial dan politik.

Dampak terhadap kestabilan ekonomi, pengangguran dapat menganggu stabilitas perekonomian yaitu akan menurunkan atau melemahkan aggregate

demand (AD) dan aggregate supply (AS). Semakin tinggi pengangguran akan

memperkecil penghasilan yang diterima masyarakat. Hal ini akan mengurangi AD karena daya beli masyarakat turun. Berkurangnya AD akan menurunkan aktifitas

lxviii dunia usaha, sehingga akan menekan produksi ke arah yang lebih rendah dan AS akan turun. Artinya jumlah produk nasional yang tersedia dan siap ditawarkan menjadi semakin sedikit dan bersifat langka, ini akan memicu kenaikan harga. Disamping itu rendahnya AS memperparah situasi karena bisa saja terjadi PHK (pemutusan hubunga kerja) yang lebih besar dan akan mendorong tingkat pengangguran semakin tinggi.

Melemahnya AD dan AS jelas akan mengancam stabilitas perekonomian. Hal ini telah berkali – kali terbukti dalam sejarah perekonomian dunia. Misalnya depredi besar (1929 – 1933) oleh pakar ekonomi diakui disebabkan oleh melemahnya permintaan agregat, krisis ekonomi asia timur (1998), termasuk yang dialami Indonesia menurut Bank Dunia (World Bank) maupun IMF (International

Monetary Fund) tahun 1998 dapat dijelaskan dalam konteks interaksi

melemahnya permintaan agregat dan penawaran agregat.

Dokumen terkait