• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV TINJAUAN UMUM

4.2. Gambaran Umum Perekonomian Sumatera Utara

Setiap tahun perekonomian di Sumatera Utara diwarnai dengan berbagai perkembangan berdasarkan berbagai indikator ekonomi. Perkembangan ini dapat terlihat pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Sebelum terjadi krisis ekonomi pada tahun 1997/1998 perkonomian Sumatera Utara tidak terlalu buruk. Misalnya pertumbuhan ekonomi tahun 1989 sebesar 9.91 %. Pada saat ini kontribusi dari sektor ekonomi cukup berkembang, saelanjutnya tahun berikutnya mengalami sedikit penurunan walaupun tidak terlalu signifikan, hingga pada tahun 1996 kembali pada posisi 9.0 % jauh melebihi target yng ditetapkan sebesar 8.5 %. Hal ini diakibatkan meningkatnya peranan dari bebrapa sektor ekonomi seperti pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi.

Namun sejak krisis melanda Indonesia terjadi perubahan yang cukup signifikan dibanding tahun sebelumnya. Perekonomian mengalami perlambatan. Dampak krisis moneter yang berlangsung sejak semester II 1997 sampai dengan I tahun 1998 tersebut berpengaruh terhadap perekonomian misalnya terlihat dari terdepresiasinya nilai rupiah terhadap dollar, inflasi yang melonjak hingga posisi 40.79 % pada semester I tahun 1998 meningkat dari tahun 1997 yang berada pada level 9.96 %.

Disamping itu pengaruh dari sektor non ekonomi juga turut mempengaruhi perekonoian Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap perekonomian Sumatera Utara, seperti terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan, dan kondisis polotik yang tidak stabil.

Dalam perkembangan selanjutnya aktivitas perekonomian Sumatera Utara berusaha bangkit dengan berbagai indikator ekonomi yang nantinya akan mempengaruhi perekonomian Sumatera Utara ke arah yang lebih baik. Seperti yang tejadi pada tahun 2003 sampai tahun 2004 pertumbuhan ekonomi tahun 2004 tumbuh 5.74 % lebih tinggi dari tahun 2003 sebesar 4.31 %, disamping itu indikator ekonomi. Sumatera Utara relatif mengalami perbaikan, sehingga turut mempengaruhi roda pemerintahan Sumatara Utara secara keseluruhan. Begitu juga memasuki tahun 2005, tidak terlalu banyak mengalami perubahan dari tahun 2003, walaupun sedikit diwarnai perkembangan yang cukup ketat akibat kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Pada tahun 2005 terjadi penurunan perekonomian dari tahun sebelumnya.

Beberapa indikator ekonomi tersebut misalnya dapat dilihat dari:

a. Laju Inflasi

Perkembangan suatu daerah dapat dilihat dari kenaikan harga-harga barang dan jasa (inflasi) di daerah tersebut. Pada dasarnya inflasi berkaitan dengan fenomena interaksi permintaan dan penawaran. Namun pada kenyataannya tidak terlepas dari faktor-faktor lainnya, seperti tata niaga dan kelancaran dalam arus lalu lintas barang serta peranan kebijakan pemerintah.

Inflasi adalah kecenderungan harga-harga naik secara terus-menerus, sehingga dalam memproduksi suatu produk yang di ekspor akan mengalami kenaikan biaya produksi (cost production) sehingga berpengaruh pada volume ekspor terutama pada ekspor manufaktur.

Tingkat inflasi yang sangat tinggi jelas merupakan hal yang sangat merugikan perekonomian suatu negara. Disamping memperkecil nilai riil dari pendapatan juga akan memperlambat perkembangan produksi yang akhirnya akan menghambat perkembangan produksi yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Inflasi di Sumatera Utara mengalami fluktuasi. Pada tahun 1992 inflasi Sumatera Utara turun menjadi 8.56 % dari tahun sebelumnya (1991) sebesar 8,99 %. Penurunan perlahan terjadi tahun 1994,1995 dan 1996 walaupun tingkat inflasi masih tinggi yakni 8,28 %, 7,24 %, 8,7 %. Sejak krisis moneter memporakporandakan perekonomian bangsa Indonesia mulai tahun 1997, inflasi Sumatera Utara naik menjadi 13,1 % dan puncaknya pada tahun 1998 setelah kejadian lengsernya Presiden Suharto sehingga keamanan di Indonesia dan Sumatera Utara menjadi sedikit terganggu sehingga mengakibatkan meroketnya inflasi hingga 83,56 %.

Seiring dengan membaiknya perekonomian, laju inflasi Sumatera Utara juga cukup rendah. Inflasi tahun 2003 sebesar 9.66 % lebih rendah daripada tahun 2002 yang sebesar 10,49 %.

Sebelum krisis moneter terjadi inflasi di Sumatera Utara masih berada pada posisi yang tidak terlalu parah, namun pada tahun 1998 sejak krisis melanda perekonomian inflasi melonjak tajam mencapai 83.56 %. Ini menjadi tingkat inflasi yang paling parah yang pernah terjadi dalam perekonomian Sumatera Utara. Kondisi

ini turut mempengaruhi kurs rupiah yang mencapai angka Rp 18.000 per US dollar. Terjadi lonjakan harga yang sangat tinggi mengakibatkan biaya produksi meningkat tajam.

Namun seiring perkembangannya laju inflasi dapat menurun perlahan –lahan pada posisi 11.37 % tahun 1999 ketika secara lambat laun perekonomian bangkit kembali.Pada posisi Desember 2005, inflasi Sumatera Utara mencapai 22.41 %. Angka ini meningkat dari tahun 2004 yang berada pada posisi 6.81 %. Sebelumnya pada tahun 2003 inflasi Sumatera Utara mencapai 9.66% turun dari posisi 10.49% pada tahun 2002.

Tabel 2

Perkembangan Inflasi Sumatera Utara Tahun 1985-2005 ( 0% ) Tahun Inflasi (%) 1985 4.61 1986 3.82 1987 4.40 1988 6.78 1989 6.64 1990 7.56 1991 8.99 1992 8.56 1993 9.75 1994 8.28 1995 7.24 1996 8.70 1997 13.10 1998 83.56

2000 15.73 2001 15.50 2002 10.49 2003 9.66 2004 6.81 2005 22.41 2006 6.11 2007 6.60

Sumber : Keuangan Daerah Sumut 2005, Bank Indonesia Medan

Dari kondisi ini tergambar bahwa laju inflasi di Sumatera Utara masih belum stabil, tergantung pada kondisi yang terjadi baik karena faktor ekonomi maupun non ekonomi. Misalnya secara fundamental tingginya inflasi tahun 2005 dapat terjadi karena kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sehingga memberi dampak makro yang cukup besar. Kondisi ini telah membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap harga terpuruk.

Jika dibandingkan dengan inflasi nasional, inflasi di Sumatera Utara terkhusus tahun 2005 jauh di atas inflasi secara nasional yang berkisar 7,43%. Tingginya tingkat inflasi di Propinsi Sumatera Utara terkhusus beberapa tahun belakangan ini terlihat dari beberapa faktor seperti tingginya permintaan akan kelompok barang makanan akibat pelaksanaan hari besar keagamaan, sementara untuk kelompok diluar barang makanan terlihat pada keadaan kenaikan harga barang seperti perumahan, listrik, gas, air minum dan lain-lain. Namun demikian jika dibandingkan dengan tahun 2004, inflasi di Sumatera Utara dan inflasi secara nasional telah mengalami penurunan pada tahun 2005.

Tabel 3

Perkembangan Inflasi Nasional dan Regional Sumut Tahun 2005-2007

( % )

Wilayah 2005 2006 2007

Indonesia 17.11 6.60 6.59

SUMUT 22.41 6.11 6.60

Sumber : Laporan Perekonomian Sumatera Utara 2007, BPS Sumut

b. PDRB

Ditinjau dari kontribusi PDRB terhadap perekonomian Sumatera Utara tidak terlalu buruk. Sebelum krisis ekonomi kontribusi PDRB terhadap perekonomian sebagai salah satu indikator tidak terlalu menurun, hal ini disebabkan pada masa ini kontribusi dari semua sektor perekonomian mengalami perbaikan. Namun dampak krisis yang terjadi ternyata juga berpengaruh pada peningkatan PDRB, seperti yang terlihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4

Perkembangan PDRB Sumatera Utara Berdasarkan Harga Konstan Tahun 1985-2007 Tahun Dasar 1983 ( juta rupiah ) Tahun PDRB 1985 3 886 496 1986 4 131 717 1987 4 492 442 1988 4 999 245 1989 5 478 875 1990 5 934 566 1991 6 364 634 1992 6 832 672 1993 18 215 459 1994 19 942 024 1995 21 753 806 1996 23 714 738 1997 25 065 405

1999 22 910 086 2000 69 154 112 2001 71 908 359 2002 75 189 141 2003 78 805 609 2004 83 328 949 2005 87 897 791 2006 93 347 404 2007 99 792 273

Sumber : Lapaoran Perekonomian Sumut 2005, BPS Sumut

Jika dilihat dari perkembangannya PDRB mengalami trend yang cukup baik, misalnya pada tahun 2003 PDRB Sumatera Utara mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya dengan besar peningkatan 0,65%. Begitu juga dengan yang terlihat pada tahun 2005 mengalami peningkatan sebesar 0,69%.

Tabel 5

PDRB Sumatera Utara Berdasarkan Harga Konstan Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2005-2007 ( Juta Rupiah ) Sektor Ekonomi 2005 2006 2007 1. Pertanian 22 191 304 22 724 491 23 856 154 2. Pertambangan dan

Dokumen terkait